Perkembangan Peradaban Islam Masa Dinasti Syafawi

Perkembangan Peradaban Islam Masa Dinasti Syafawi, alif.id
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 
Dinasti Syafawiyah tecatat sebagai salah satu dari tiga Dinasti besar islam pada abad pertengahan. Ditengah perjuangan diabad pertengahan, dinasti ini mampu menguasai wilayah Persia dan membangun sebuah peradaban.
Diawali dengan gerakan keagamaan berupa Tarekat Syafawiyah, dinasti atau Dinasti besar ini tumbuh dengan mengambil Syi’ah sbagai mazhab resmi negara. Memakai Sy’ah sebagai mazhab memiliki pengauh besar terhadap perkembangan Dinasti Syafawi dalam banyak sisi, termasuk corak peradaban dinasti ini
Banyak peninggalan peradaban menakjubkan yang ditinggalkan  menjadi bukti kebesaran Dinasti Syafawiyah. 

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kronologis berdirinya Dinasti Syafawi?
2. Bagaimana peradaban Islam pada masa Dinasti Syafawiyah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kronologis berdirinya Dinasti Syafawiyah
Dinasti Syafawiyah pada mulanya adalah sebuah gerakan tarekat yang didirikan oleh Safi al-Din di Ardabil, Azerbaijan. Tarekat ini kemudian dikenal sebagai Tarekat Syafawiyah yang berasal dari nama pendiri tarekat ini. Tarekat Syafawiyah berkembang pesat di Persia, Syria, dan Anatolia atau Asia Kecil. 
Fanatisme pengikut  terekat ini mengantarkan mereka ingin turut serta dalam dunia perpolitikan. Dimulai dari Junaid yang ingin memasuki dunia perpolitikan sehingga bersinggungan dengan salah satu suku Turki, Kara Koyunlu, yang kemudian menimbulkan kekalahan dikalangan Syafawiyah. Juneid diasingkan, namun mendapat perlindungan dari suku Turki lainnya yaitu Ak-Koyunlu yang menguasai Diyar Bakr.
Haidar putra Juneid menjalin persekutan dengan Ak-koyunlu hingga berhasil mengalahkan Kara Koyunlu pada 1476 M, keberhasilannya menjadikan nama Syafawiyah semakin dikenal. Haidar menikahi putri Uzun Hasan penguasa Ak-koyunlu dan melahirkan Ismail. Persekutuan dengan Ak-koyunlu berakhir dengan bantuan yang diberikan oleh Ak-koyunlu pada musuh Syafawiyah. Hal ini diduga karena ketakutan Ak-koyunlu pada kekuatan Syafawiyah karena menaklukkan Kara Koyunlu. Haidar terbunuh pada perang itu sedangkan anak dan istrinya dipenjara.
Setelah bebas karena konflik internal penguasa Ak-koyunlu, Ismail putra Haidar mengambil alih kepemimpinan pengikut Syafawiyah. Selama lima tahun ia memPersiapkan pasukan yang diberi nama Qizilbash (baret merah).  Pada 1501 M, pasukan qizilbash  mengalahkan Ak-Koyunlu dalam peperangan didekat Nakhchivan dan berhasil menaklukkan Tabriz, pusat kekuasaan Ak- koyunlu. Di Tabriz, Ismail memproklamirkan berdirinya Dinasti syafawiyah denga dirinya sebagai raja pertama.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun pertamanya berkuasa, Ismail mampu menguasai seluruh wilayah Persia dan wilayah Subur “Bulan Sabit” yaitu daerah yang terbentang dari pesisir laut tengah kemudian masuk ke lembah antara sungai Eufrat dan Tigris – Mesopotamia – lalu ke Teluk Persia . Karena ambisi memperlebar wilayah kekuasaan, Ismail harus berhadapan dengan Sultan Salim dari Turki Usmani yang mengakibatkan jatuhnya Tabriz ketangan Turki Usmani. Dinasti Syafawi terselamatkan karena kepulangan Sultan Salim  ke Turki karena adanya permasalah.     Sepeninggalan Ismail, penerusnya masih memiliki konflik dengan Turki Ustmani. 
Sultan kelima Dinasti ini yaitu Abbas I, berhasil memulihkan kekuasaan Dinasti Syafawi. Kebijakan awal yang diambilnya antara lain yaitu mengurangi dominasi pasukan qizilbas dan menggantinya dengan pasukan para budak, mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan melepaskan sebagian wilayah Azerbaijan dan Georgia, berjanji tidak mencaci khalifah rasydah, dengan menyerahkan saudara sepupunya sebagai jaminan.    Ekspansi pada masa Abbas I mampu menmbalikan Tabriz, Sirwan, Baghdad yang mengakibatkan permusuhan kembali Dinasti Turki Usmani dan Dinasti Syafawiyah.  Dengan kebijakan dan kesuksesan ekspansi, Abbas I dianggap sebagai penguasa yang mengantarkan Dinasti Syafawiyah pada puncak kejayaannya. 
Dalam perkembangannya, kondisi perpolitikan yang dijalakan Dinasti Syafawiyah berbeda dengan yang dijalankan oleh Turki usmani, sebagaimana sebuah Dinasti yang berdiri atas nama Islam, syafawiyah menjadikan syi’ah sebagai mazhab negaranya, dan memiliki pola pemerintahan teokratik, sebab para penguasa juga mengaku sebagai keturunan Ali , sehingga berpengaruh kepada hampir setiap aspek peradabaan Dinasti Syafawiyah dan dalam praktek penguasaan, Syafawi memiliki perbedaan dengan dinasti lainnya karena mengutamakan unsur-unsur kesukuan. Dalam perpolitikan, Syah atau Shah  sebutan untuk raja penguasa Dinasti Syafawiyah. 

B. Peradaban Islam pada masa Dinasti Syafawiyah
1. Ekonomi.
Pada masa Syah Abbas didirikan sejumlah pabrik kerajaan. Pabrik-pabrik ini mengelola pembuatan karpet, pembuatan sutera yang juga diolah menjadi beludru, kain damas, satin, dan kain taf , serta pembuatan keramik porselen oleh ahli-ahli syafawiyah dengan bantuan tenaga kerja Cina. Hasil industri ini diperuntukkan kepada kalangan Dinasti dan keperluan perdagangan internasional, kegiatan perdagangan ini ditunjang dengan pembangunan jalan-jalan dan caravanseries atau perkampungan dagang. Dinasti syafawiyah menjalin kerjasama dagang dengan pedagang Armenia sebagai perantara antara mereka dengan bangsa asing   
Syah Abbas juga menjalin kerjasama dengan Inggris pada tahun 1616, the english east india company (eeic) memperoleh hak untuk berdagang secara bebas di Iran dan sebagai balasannya, Inggris membantu Syah Abbas mengusir portugis dari pelabuhan teluk Persi di Hurmuz , penguasaan atas kepulauan humuz pada 1622 M dan pelabuhan gumrun yang diubah menjadi bandar Abbas. Dengan demikian syafawiya mnguasai jalur perdagangan antara barat dan timur.
Belanda kemudian juga tertarik menjalin kerjasama dagang, tahun 1645 inggris terdesak oleh belanda. Tahun 1664 Prancis juga turut menjalin kerjasama dagang dengan  Dinasti Syafawiyah. 
Dari sektor pertanian, Dinasti syafawiyah juga mengalami kemajuan karena peguasaan atas Daerah Subur Bulan Sabit, dan pemberlakuan kebijakan peminjaman dan penyewaan tanah pada kaum petani. 
Syah Abbas membentuk sebuah alun-alun yang sangat besar yang digunakan sebagai pasar, tempat perayaan dan lapangan bermain di Isfahan. Pasar ini juga dianggap sebagai penyokong kuat perekonomian negara, juga sejumlah bazar di Isfahan menjadi bagian penting perekonomian sebab mereka berada dalam jangkauan pengawasan perpajakan negara.

2. Ilmu Pengetahuan
Bangsa Persia memang sudah lama dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan , maka tradisi keilmuan itu tetap berlangsung hingga masa Dinasti Syafawiyah. Dengan memasukkan ajaran syiah dalam hampir semua aspek peradaban. Pada masa Syafawiyah, filsafat berkembang pesat. 
Diantara filsof dan ilmuan terkenal pada masa ini Ialah Bahauddin Al-Syairazi atau Baha’ Al- Din Al-‘Amili, ilmuan atau generalis ilmu pengetahuan. Sadr al- Din al- Syirazi, filsuf dan penulis al Hikmah al Muta’aliyah , dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad, filsuf, ahli sejarah,teolog, ahli pengetahuan termasuk peneliti mengenai kehidupan lebah.
Muhammad Baqir ibn Muhammad Damad, dikenal dengan Mir Damad (w. 1641) dan Sadr al-Din al-Syirazi, dikenal dengan Mulla Shadra (w. 1641) berhasil merumuskan ajaran yang memadukan sufisme gnostik dengan filsafat yang dapat menjabarkan ajaran Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, dengan perpaduan ajaran al-Quran, teologi, dan refleksi yang memiliki tujuan untuk membangun basis filsafat terhadap kesadaran keagamaan secara individual dan untuk membentuk satu loyalitas umat syi’ah terhadap imamnya. 

3. Militer 
Pembentukan Qizilbash  adalah bentuk kemajuan dalam kemiliteran Dinasti Syafawiyah, dengan rekruitment aktif, dan ditambah dengan budak dari Georgia, Armenia, dan Turki,  pasukan ini mampu menjadi sebuah pasukan militer yang siap digerakkan membela kepercayaan dan negara. Terbukti dengan penaklukan Persia secara keseluruhan yang sukses berkat pasukan ini. 

Untuk membayar gaji tentara, Syah Abbas menggunakan tradisi Islam dan praktik iran tentang pemberian tanah ithqa’ atau tuyul. Upaya ini adalah untuk menciptakan keseimbangan antara berbagai kapasitas pemerintahan pusat, agar dapat menguasai sumber pendapatan secara langsung dan kebutuhan untuk menjaga ifrastruktur militer.

4. Bidang pembangunan fisik dan seni.
Perkembangan pembangunan yang terlihat jelas adalah pembangunan ibu kota kerajaan, Isfahan. Syafawiyah membangun kota tersebut mengelilingi Maydani-Syah, yakni alun-alun luas yang berfungsi sebagai pasar, tempat perayaan, dan lapangan bermain. Dikelilingi oleh sejumlah toko bertingkat dua, dan sejumlah gedung utama disetiap sisinya. Bagian timur terdapat Masjid Syaikh Lutfallah, yang dibangun tahun 1603-1618,  masjid ini adalah tempat peribadatan pribadi Syah. Disisi bagian selatan, terdapat Masjid kerajaan yang dibangun tahun 1611-1629. Sisi bagian barat berdiri istana Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan. Bagian utara dari maydani terdapat bagungan monumental yang menjadi simbol bagi gerbang menuju bazar kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian, caravansaries, masjid dan sejumlah perguruan. Dari maydani terdapat jalan raya chahar bagh sepanjang 2,5 mil menuju istana musim panas, yaitu tempat sang penguasa memberi saran pada duta besar dan mengadakan upacara resmi kengaraan. Pada sisi lain jalan ini terdapat sejumlah pertamanan luas sebagai tempat tinggal harem Syah, tempat tinggal pegawai istana dan tempat tinggal duta asing.
Istana Ali Qapu merupakan tempat tinggal amir Dinasti, dengan desain dihiasi keramik biru kehijauan dan pernik keemasan, prasasti serta desain geometri dan flora tumbuhan, berdiri megah sekitar 48 meter dengan tujuh lantai yang masing-masing dihubungkan oleh tangga spiral, dengan lantai enam menjadi ruang yang musik yang mampu membuat takjub.
Masjid Syaikh Lutfallah, bangunan ini terletak di bagian timur, masjid pribadi Syah ini memiliki desain arsitektur menakjubkan pada zamannya. Arsitek dari masjid ini adalah Muhammad Riza, namanya tercatat pada prasasti yang menerangkan tentang masjid ini. Disekitar mihrab masjid ini, terukir dua belas Imam Syi’ah, terdapat juga berbagai kaligrafi ayat, hadits, dan do’a para Imam dari Dinasti Syafawiyah, desain kaligrafi bangunan ini dan bangunan sebelumnya ditulis oleh Ali Reza al-Abbasi, salah seorang seniman terkenal saat itu.
Masjid Syah atau Masjed-e Shah disebelah selatan. Masjid ini adalah perlambangan kekuasaan Syah atau Raja. Kemegahan utama masjid ini adalah karena keindahan tujuh warna ubin bermosaik dan prasasti kaligrafi, ditambah pula dengan kemegahan empat menara setinggi 160 kaki, sebagian besar masjid ini dibangun menggunakan bahan keramik dan batu piruz, kemegahannya diperlengkap dengan sebuah kolam besar ditengah pelataran masjid. Perancang masjid ini adalah Ali Esfahani dengan menggabungkan gaya arsitektur bangsa Seljuk, Sasanid, dan Indo-European. Dibeberapa bagian masjid terdapat kubah-kubah kecil yang juga khas bangunan Iran yang disebut kiosk, kubah kecil ini bagi arkeolog dan pengamat arsitektur dianggap sebagai karya kubah dengan ubin berwarna yang paling brilian karena motif dan komposisi warnanya. Bangunan ini menjadi bukti kecanggihan perkembangan teknologi arsitektur  Islam pada abad pertengahan, bangunan ini didesain tahan gempa dengan desain tiang yang dibuat sedemikian rupa hingga bangunan ini mampu bertahan hingga saat ini.
Bangunan lainnya ada istana Chihil Sutun, yang artinya “40 tiang” karena 20 tiang penyangga dapat dilihat dalam pantulan kolam meNjadi 40 tiang. Jembatan Khaju, jembatan ini melintang diatas sungai Zayandeh dibangun oleh Syah Abbas II, jembatan ini memiliki lorong beratap yang dihiasi keramik warna-warni, ditengah jembatan terdapat paviliun tempat sultan menikmati pemandangan. Selain jembatan Khaju terdapat pula jembatan unik dengan 33 pintu, yang disebut pula Siuse Pool atau Si-o-si pol yang dibangun tahun 1602 oleh Syah Abbas I, jembatan ini sangat kokoh karena digunakan sebagai jalur melintas angkatan perang. Jembatan lainnya ada juga jembatan Joubi yang digunakan untuk tempat lewat kalangan istana yang juga dibangun pada masa Abbas I.
Gedung lainnya ada Gedung Chahar Bagh yang dibangun pada masa Syah Husein, sekitar tahun 1706 M. Gedung ini merupakan bangunan madrasah yang terletak dijalan chahar-bagh bangunan ini dibangun dengan batu bata dan lapisan keramik bermotif bunga dengan dominasi warna biru dan kuning terang, melambangkan pencerahan berupa ilmu pengetahuan. Pada masanya bangunan ini digunakan sebagai pusat pendidikan agama dan ilmu pengetahuan.  
 Pada tahun 1666 menurut keterangan pengunjung Eropa, Isfahan memiliki 162 masjid, 48 perguruan, 162 caravansaries, dan 273 pemandian umum. Dengan kemegahan ini, pembangunan Isfahan sebagai pusat pemerintahan yang berdiri megah juga tercatat sebagai karya besar Dinasti syafawiyah.
Pada bidang seni, terdapat sekolah lukis timuriyah yang dipindahkan dari Herat ke Tabriz Pada 1510 . Bahzad adalah seorang pelukis terbesar pada zaman itu, ia dilantik menjadi direktur perpustakaan kerajaan. Syah Tahmasp, salah satu Raja Syafawiyah juga adalah seorang tokoh seniman besar, ia menghasilkan pakaian jubah, hiasan dinding dari suteta, dan sejumlah karya seni logam dan keramik. Disekolah lukis terbitlah sebuah edisi shah nameh (buku tentang raja) didalamnya terdapat lebih dari 250 lukisan dan merupakan salah satu karya besar dari seni manuskrip saat itu.  

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peradaban Dinasti Syafawiyah banyak dipengaruhi oleh bentuk keagamaan yang menjadi mazhab negara yaitu Syi’ah. Pemberian sentuhan berunsur Syi’ah diharapkan agar Syi’ah dipadang sebagai seuatu yang menakjubkan yang mampu menggerakkan hati masyarakat dalam menekuninya.
Berbagai bentuk peradaban peninggalan Dinasti Syafawiyah menjadi bukti bahwa meski tidak sebesar kekuasaan dinasti dari masa klasik, Islam mampu kembali berdiri dan meninggalkan peradaban yang memiliki pengaruh penting terhadap sejarah Islam.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sebab masih belum terlalu sempurna menjelaskan kemegahan peradaban Dinasti Syafawiyah. Diluar dari itu makalah ini dapat dibaca sebagai tambahan pengetahuan untuk memahami peradaban Dinasti Syafawi secara singkat.

DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
Al-Azizi, A. S. (2017). Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Pt. Huta Parhapuran.
Ali, K. (1996). Sejarah Islam Tarikh Pramodern. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.
Lapidus, I. M. (2000). Sejarah Sosial Umat Islam Bagian Kesatu Dan Dua. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada.
Nurakhim, M. (2012). Jatuhnya Sebuah Tamadun. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia.
Peta Sejarah/Bulan Sabit Subur. (T.Thn.). Dipetik Maret 18, 2019, Dari Wikibuku: Https://Id.M.Wikibooks.Org/Wiki/Peta_Sejarah/Bulan_Sabit_Subur
Yatim, B. (1996). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Pt. Rajagrafindo Persada.

0 komentar:

Post a Comment