Sejarah dan Perkembangan Islam Masa Bani Umayyah di Andalusia


Andalusia, wiki
PENDAHULUAN
Andalusia merupakan salah satu negara di benua Eropa yang memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah penyebaran islam di Eropa, studi kali ini ditunjukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai sejarah dan perkembangan islam di Andalusia pada masa Bani Umayyah.
Dalam makalah ini kami mencoba menjelaskan secara detail mengenai proses masuknya Islam dan perkembangannya di Andalusia khususnya pada masa Bani Umayyah. Studi ini berhasil menunjukan bahwa perkembangan islam di Andalusia pada masa Bani Umayyah memberikan dampak kemajuan yang sangat pesat baik dalam bidang politik, sosial, perekonomian, maupun dalam bidang sains dan teknologi.
Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat memperluas pengetahuan kita mengenai sejarah perkembangan Islam di Andalusia khususnya pada masa Bani Umayyah. 
PEMBAHASAN
Andalusia adalah sebutan bagi semenanjung Liberia periode islam. Sebutan itu berasal dari kata Vandalusia, artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan semenanjung itu pernah dikuasai bangsa Vandal sebelum mereka diusir oleh bangsa Gothia Barat Pada abad V M.[1]
Sebelum Islam datang, Eropa pada Waktu itu hidup dalam masa-masa kebodohan  dan keterbelakangan yang luar biasa, yang biasa disebut dengan masa kegelapan. Kezaliman adalah sistem yang berlaku di sana. Para penguasa menguasai harta dan kekayaan negeri, sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan.[2] 
Sebagian penduduk kawasan tersebut malah saling berkomunikasi hanya dengan isyarat, karena mereka tidak mempunyai bahasa lisan, apalagi bahasa tertulis. Mereka mempunyai keyakinan yang sebagiannya sama dengan keyakinan kaum Hindu dan Majusi.[3]

  B.     Proses masuknya islam di Andalusia 
Penaklukan Andalusia terjadi pada tahun 92 H. Artinya, ia terjadi di masa kekhalifahan Umawiyah. Bani Umayyah merebut semenanjung ini dari bangsa Gothia Barat pada masa Khalifah al-Walid ibn Abd al-Malik (86-96/705-715).[4]
Dalam proses penaklukan spanyol, ada tiga pahlawan islam yang memimpin pasukan kesana yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair, namun yang sebagai perintis dan penyelidik kedatangan islam di Andalusia adalah Tharik ibn Ziyad. Ia memimpin pasukannya menyeberangi lautan Gibralta (Jabal Thariq) menuju ke semenanjung Liberia.[5]
Tharik ibn Ziyad mencapai kemenangan dengan mengalahkan Raja Foderick di Bakkah dan menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, Toledo dan kota-kota penting lainnya di Spanyol.[6]
Kemenangan kaum muslimin dalam menaklukan Andalusia berawal dari Raja Foderick yang memindahkan Ibukota Negaranya dari seville ke Toledo, sementara Witiza yang saat itu menjadi penguasa Toledo diberhentikan begitu saja. Hal itu memancing amarah keluarganya yang pada akhirnya membangun kekuatan dan bergabung dengan kaum muslimin untuk menjatuhkan Raja Foderick.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Foderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat islam menguasai Spanyol.[7]
Hal itu tentu menguntungkan kaum muslimin sehingga dengan mudah dapat mengalahkan Raja Foderick. Selain karena adanya bantuan dari para penguasa yang juga ingin menjatuhkan Raja Foderick maupun rakyat spanyol yang merasa tertindas, kemenangan kaum muslimin juga diraih berkat kekompakan, persaudaraan, tolong menolong dan sikap toleransi.
  C.    Proses perkembangan Islam di Andalusia
Setelah kaum muslimin berhasil mengokohkan pilar-pilar Daulah islamiyah di Andalusia, islam mulai menyebarkan Agama islam pada masyarakat. Karena islam adalah agama fitrah, dengan cepat orang-orang yang mempunyai fitrah yang lurus menyambutnya dan menerimannya saat mengetahuinya. Spanyol telah menemukan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif mengatur seluruh kehidupan manusia. Mereka menemukan sebuah akidah yang  jelas dan ibadah yang teratur di dalamnya.[8]
Sekitar tahun 900 M Islam mengalami puncak kejayaannya di tanah Andalusia. Lebih dari 5 juta muslim tinggal didaerah tersebut. Dinasti Umayyah II menjadi penguasa tunggal didaerah tersebut dan menjadi kerajaan yang paling maju dan paling stabil kondisi sosialnya dikawasan Eropa.[9] Andalusia menjadi salah satu provinsi dari  Daulah Bani Umayyah sampai tahun 132/750.
Abd al Rahman Ibn Muawiyyah merupakan pangeran Bani Umayyah pertama yang berhasil memasuki kawasan Andalusia. Abd al Rahman Ibn Muawiyyah berhasil meletakkan sendi dasar yang kokoh bagi tegaknya daulah Bani Umayyah II di Andalusia.[10]
Selama kepemimpinannya, Abd al Rahman ibn Muawiyyah mampu mengatasi berbagai ancaman dan serangan dari musuh. Ia juga mendirikan masjid dan sekolah-sekolah besar di daerah Spanyol. Pada masa inilah Islam mulai mengalami kemajuan yang pesat.
Setelah Abd al Rahman ibn Muawiyyah, kepemimpinan dilanjutkan oleh Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir”. Pada masa ini umat islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan yang menyaingi Daulah Abbasiyah di Baghdad.[11] Abdurrahman An-Nasir mendirikan Universitas Cordoba dan perpustakan yang memiliki banyak koleksi buku.[12]
Masa pemerintahan Abdurrahman III merupakan masa kejayaan dalam sejarah Arab Spanyol. Karena segala bentuk pemberontakan, perpecahan, dan perselisihan berhasil diatasi pada masa pemerintahannya. Pada masa inilah rakyat mendapatkan kesejahteraan yang merata.
Setelah itu kepemimpinan dilanjutkan oleh Hisyam bin Adurrahman Ad-Dakhil, putra Abdurrahman Ad-Dakhil. Ia adalah seorang alim yang mencintai ilmu. Ia mendekatkan dirinya dengan para fuqaha. Ia mempunyai pengaruh yang sangat besar di Andalusia dengan upayanya menyebarkan bahasa Arab.  Hingga kemudian bahasa Arab menjadi bahasa yang diajarkan disekolah-sekolah Yahudi dan Kristen di Andalusia.[13]
Diantara perubahan mendasar yang terjadi di Andalusia pada masa Hisyam adalah tersebarnya Madzhab Maliki, padahal sebelumnya negeri itu mengikuti Madzhab Imam Al-Auza’i.[14]
Sepeninggal Hisyam bin Abdurrahman Ad-Dakhil, putranya Al-Hakam pun memegang kekuasaan, terjadi tahun 180 H (796 M) hingga tahun 206 H (721 M).[15]
Al-Hakam tidaklah seperti ayah dan kakeknya. Ia sosok yang keras, menetapkan banyak sekali jenis pajak, dan menaruh perhatian besar terhadap syair dan berburu.[16] Sebagai dampak alamiah dari sebuah kezaliman yang dilakukannya serta hubungan buruk antara penguasa dan rakyatnya, beberapa bagian Andalusia akhirnya jatuh ketangan pihak kristen.[17]
Setelah Al-Hakam wafat, kepemimpimpinan diteruskan oleh putranya, Abdurrahman II. Dialah yang kemudian dikenal dalam sejarah dengan nama Abdurrahman Al-Awsath (anak pertengahan antara Abdurrahman Ad-Dakhil dengan AbdurrahmanAn-Nashir).[18]
Masa kepemimpinannya dianggap sebagai fase terbaik dalam sejarah Andalusia. Ia mulai menghidupkan kembali jihad menghadapi pihak kristen dibagian utara, dan berhasil menimpakan beberapa kekalahan terhadap mereka. Ia seseorang yang mempunyai perilaku yang baik, berkepribadian tenang, mencaintai ilmu, dan mencintai rakyatnya.[19]
Periode Abdurrahman Al-awsath 206 H (821 M) hingga 238 H (852 M) ini memiliki keistimewaan antara lain: pekembangan dibidang keilmuan, perkembangan peradaban fisik seperti pembangunan sarana dan prasarana, ekonomi, dll.
Dengan wafatnya Abdurrahman Al-Awsath dimulailah sebuah era baru di negeri Andalusia, yaitu masa kelemahan pemerintah Bani Umawiyah.[20] Kelemahan tidak lain disebabkan oleh perdagangan yang semakin maju dan bergelimangnya harta.
“Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka, sudah sepantasnya berlaku dihadapannya perkataan (ketentuan Kami). Kemudian, kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [21]
Faktor lainnya yaitu fenomena Ziryab. Ziryab adalah seorang penyanyi dari baghdad.[22] Ziryab tidak hanya mengajarkan nyanyian, tetapi ia juga mengajarkan seni mode, model pakaian. Ia juga mengisahkan hikayat para khalifah dan dongeng-dongeng yang membuat masyarakat Andalusia berpaling dari para ulama, membuat mereka berpaling dari hadis dan Al-Qur’an dan sibuk mendengarkan senandung nyanyian atau dongeng-dongeng yang terdegar begitu aneh. 
  D.    Runtuhnya Islam di Andalusia
Pengangkatan Hisyam II setelah Hakam II Al-Mustansir wafat merupakan gerbang awal kehancuran Dinasti Umayyah di Andalusia.
Ada dua faktor yang mempengaruhi runtuhnya islam di Andalusia yakni faktor intern yaitu faktor yang datang dari dalam istana dan faktor ekstern yang datang dari luar istana.

 Ã˜  Faktor Intern (dari dalam) 
1.      Tidak ada ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah
Seperti yang kita ketahui bahwa setelah kekhalifahan Hakam II Al-Mustansir para pemimpin Bani Umayyah tidak ada yang bisa diandalkan dalam menjalankan pemerintahan dengan baik. Bahkan mereka tidak dapat menjaga keutuhan dan persatuan di keluarga Bani Umayyah. Lemahnya sistem pengangkatan khalifah ini juga memicu terjadinya konflik perebutan kekuasaan. Akibatnya terjadi pertikaian dirumah tangga istana.
2. Adanya korupsi di kalangan pemerintahan
Para pakar Arab memandang Hisyam Abdul Malik sebagai negarawan ketiga dalam Dinasti Umayyah setelah Mu’awiyah dan Abdul Malik. Diriwayatkan bahwa gubernurnya di Irak, Khalid bin Abdillah Al-Qasri, menggelapkan kelebihan pendapatan negara sebesar 13 juta dirham dengan cara memotong pemasukan negara tiga kali lipat dari jumlah itu. Ia ditangkap pada tahun 738 M, dipenjara, disiksa, dan diharuskan mengganti uang negara tersebut. Kasus itu hanyalah satu gambaran tentang terjadinya penyimpangan administrasi dan korupsi dalam pemerintahan Dinasti Umayyah yang menyebabkan keruntuhannya.[23]
3. Gaya hidup mewah para khalifah
Selain menggunakan keuangan negara untuk kepentingan pribadi, Kebiasaan pesta dan bermewah- mewah dikalangan istana menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka. Sifat-sifat ini memicu adanya pemberontakan oleh masyarakat karena merasa dirugikan.

 Ã˜  Faktor Extern (dari Luar)
1. Timbulnya semangat orang-orang Eropa untuk kembali menguasai Andalusia
Keinginan bangsa Eropa untuk kembali merebut Andalusia dari tangan kaum muslimin adalah cita-cita bangsa Eropa yang telah lama terpendam, dan belum terlaksana karena saat itu kedudukan Islam di Andalusia sangat kuat, dan ketika kekuatan islam mulai melemah, ini menjadi kesempatan emas bangsa Eropa untuk merebut kembali Andalusia.
Ada beberapa daerah di Andalusia yang belum dikusai sepenuhnya oleh umat islam yaitu daerah Gacilia. Daerah tersebut menjadi pusat perkembangan kristen. Disitulah kemudian berdiri kerajaan Castile dan Aragon yang menjadi basisnya kristen untuk menyerang kaum muslim dan merebut kembali wilayah kekuasaannya.[24]
2. Adanya Konflik Islam dengan kristen
Benteng terakhir kekuasaan islam di Andalusia setelah seluruh wilayah dikuasai oleh kaum kristen katholik berada di Granada.[25] pada akhir kekuasaan islam Andalusia berada dibawah kepemimpinan Sultan Abu abdullah bin Abil Hasan.[26] Pada saat itu kondisi umat islam sangat memprihatinkan, mereka mengungsi ke Granada karena disanalah satu-satunya wilayah yang masih dikuasai oleh islam.
Pada akhirnya kekuasaan islam melemah saat terjadi perselisihan antara penguasa Garanada, Sultan Abu Abdullah bin Abil Hasan dengan pamannya azaghel di tengah-tengah masa pergolakan islam dengan kristen. Perselisihan itu dimanfaatkan oleh kaum kristen untuk menjatuhkan umat islam dengan terus mengembangkan isu dan fitnah untuk mengadu domba dua sisa kekuatan besar islam di Andalusia.
Pada awalnya Abu Abdullah terus mempertahankan Granada, namun akhirnya ia menyerah damai. Ia menerima perjanjian damai yang berarti kekalahan baginya. Pada tanggal 2 Rabi’ul awal tahun 897H (2 Januari 1942 M), Abu Abdullah penguasa islam terakhir di Andalusia menyerahkan kunci Granada ke Raja Ferdinand. Inilah akhir dari kekuasaan islam di Andalusia.
3. Kesulitan Ekonomi
Masa keruntuhan islam di Andalusia juga dipengaruhi oleh faktor kesulitan Ekonomi, karena pemerintah pada masa itu terus terfokus pada pembangunan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan mengabaikan perkembangan ekonomi yang berakibat tidak berkembangnya politik dan militer. Selain itu juga akibat dari penguasa yang tidak dapat mengelola keuangan negara dengan baik.




B
  E.     Nasib kaum muslimin pasca runtuhnya kerajaan Islam di Andalusia
Setelah Andalusia kembali diduduki oleh kerajaan kristen, para penguasa kristen memberikan pilihan kepada penduduk kaum muslimin yang masih tinggal di sana. Memilih hidup tertekan atau patuh terhadap penguasa kristen. Berkat misi kristen, banyak diantara kaum muslimin yang murtad (keluar dari Islam).[27]
Selanjutnya penguasa Kristen membuat dewan inkuisisi, yakni upaya untuk mengkristenkan kaum muslimin dengan menggunakan kekuasaan-kekuasaan gereja, bahkan dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Dewan Inkuisisi ini juga bertugas untuk memeriksa kaum muslimin yang mengaku-ngaku  beragama kristen namun diam-diam masih beragama Islam.[28]

KESIMPULAN
Andalusia merupakan wilayah bagian dari sejarah peradaban islam, disanalah islam pernah mengalami kejayaan. Kemajuan negara Eropa tidak lepas dari pengaruh kekuasaan islam masa itu. Meskipun kejaayaan islam pernah ditorehkan oleh Dinasti Umayyah di Andalusia, namun masa kejayaan itu tidaklah kekal. Akhirnya kejayaan Islam di Andalusia Runtuh oleh godaan duniawi, dengan harta yang mereka miliki, mereka hidup bermewah-mewah, berfoya-foya dan saling berebut kekuasaan. Inilah yang menjadi faktor hancurnya Islam di Andalusia.

DAFTAR PUSTAKA

Aizid Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, 2015. Yogyakarta: DIVA Press.
As-Sirjani Raghib, DR, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, Penerjemah: Muhammad Ihsan, Lc, M.s.i dan Abdul Rasyad Shiddiq, Lc. 2013. Bandung: Pustaka Al-Kautsar.
H. Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, 2013 Bandung: Pustaka Setia.
Maryam Siti dkk, Sejarah Peradaban Islam, 2002. Yogyakarta: LESFI.                                        
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah,
Sutihat Rahayu Suadh, “Sejarah Runtuhnya Andalusia”, diakses dari https://bukharawrite.wordpress.com/2014/04/04/sejarah-runtuhnya-andalusia/
Alibas dan Hikmah Khusnul Khotimah, “Sejarah Peradaban Islam di Andalusia”, diakses dari https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/08/sejarah-peradaban-islam-di-andalusia/



[1] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2002), hlm 79

[2] DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, terj.Muhammad Ihsan, Lc.M.S.i dan Abdul Rasyad Shiddiq, Lc.(Jakarta Timur:Pustaka al-kautsar, 2013), hlm.15
[3] ibid
[4] Siti Maryam dkk, Loc. Cit.
[5] Rizem Aizid, Sejarah peradaban Islam Terlengkap, (Diva press, 2015), hlm 300-301
[6] Alibas dan Hikmah Khusnul Khotimah, “Sejarah Peradaban Islam di Andalusia”, diakses dari https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/08/sejarah-peradaban-islam-di-andalusia/, pada tanggal 7 september 2015 pukul 12:54

[7] “Bani Umayyah Al-andalus”, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Umayyah, pada tanggal 11 september 2015 pukul 11:18
[8] DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, terj.Muhammad Ihsan, Lc.M.S.i dan Abdul Rasyad Shiddiq, Lc.(Jakarta Timur:Pustaka al-kautsar, 2013), hlm.95
[9] Sutihat Rahayu Suadh, “Sejarah Runtuhnya Andalusia”, diakses dari https://bukharawrite.wordpress.com/2014/04/04/sejarah-runtuhnya-andalusia/, pada tanggal 7 September 2015 pukul 11:42
[10] Siti Maryam, dkk. Loc.Cit
[11] Syafieh Yanti, “Sejarah Peradaban Islam”, diakses dari (sejarah 1)
[12] Rizem Aizid, “Sejarah Peradaban Islam Terlengkap”, DIVA Press, Yogyakarta, 2015, hlm. 305.
[13] DR. Raghib As-Sirjani, Loc.Cit. Hlm.192
[14] ibid
[15] Ibid hlm.193
[16] ibid
[17] Ibid hlm.194-195                                                                    
[18] Ibid hlm 195
[19] ibid
[20] Ibid hlm.200
[21] QS. Al-Israa’[17]:[16]
[22] Ibid hlm.202
[23] H. Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm 201
[24] Siti Maryam dkk, Op.Cit. hlm. 81
[25] H. Sulasman dan Suparman, Op.Cit. hlm.202
[26] Sutihat Rahayu Suadh, Loc.Cit.
[27] DR. Raghib As-Sirjani, Loc.Cit. hlm.803
[28] Ibid hlm.825

0 komentar:

Post a Comment