Pemikiran Harun Nasuion


 
Harun Nasution, upload.wikimedia.org
                                                 
DAFTAR ISI. iii
A.       RUMUSAN MASALAH.. 3
B.       TUJUAN MASALAH.. 3
BAB II PEMBAHASAN.. 4
A.       BIOGRAFI HARUN NASUTION.. 4
B.       PEMKIRAN HARUN NASUTION SEBAGAI TOKOH PEMBAHARU ISLAM... 5
C.       PENGARUH PEMIKIRAN HARUN NASUTION DI INDONESIA.. 6
BAB III PENUTUP.. 9
A.       Kesimpulan. 9
B.       Saran. 9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I 
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah

   1.      Bagaimana biografi Harun Nasution
   2.      Bagaimana pemikiran Harun Nasution sebagai tokoh pembaharu islam
   3.      Bagaimana pengaruh pemikiran Harun Nasution di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

Harun Nasution pada tanggal 23 September 1919 di Pematag Siantar, Sumatera Utara.
Beliau merupakan putra dari Abdul Jabbar Ahmad yang merupakan ulama’ dan pernah menduduki beberapa posisi keagamaan, seperti Qadi, Hakim agama, dll. Ibunya bernama Maimunah, ia merupakan keturunan ulama’ mandaliling, Tapanuli.
Harun adalah putra keempat dari lima bersaudara. Kedua orangtua beliau memiliki peran yang besar mengenai pemahaman agama, mengingat orang tua harun memiliki latar berpendidikan agama.[1]

Harun memulai perjalanan pendidikanya di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) diumur 7 tahun hingga beranjak 14 tahun. Dari sinilah Harun belajar bahasa belanda. Selesainya di HIS, Harun nasution berencana untuk melanjutkan pendidikanya ke MULO, akan tetapi kedua orangtuanya mengarahkan kesekolah agama, dikarenakan pengetahuan harun secara umum sudah dirasa cukup. Maka dari itu harun disekolahkan di MIK (Moderne Islamietische Kweekschool) yang berkedudukan di Bukit Tinggi.

Tiga tahun setelah kelulusanya, beliau berencana melanjutkan ke sekolah Muhammadiyah di Solo. Dari sekolah Muhammadiyah inilah Harun mulai memiliki benih benih sikap yang berbeda dari apa yang telah diajarkan kedua orangtuanya. Merasa ada kebengkokan pada anaknya, kedua orangtua Harun mengirimkan Harun ke Mekkah agar dapat meluruskan sikap agamanya.Namun, ia merasa Mekah bukanlah tempat yang tepat baginya untuk mengembagkan dunia keilmuan.[2]

Pada tahun 1938, saat usianya baru 21 tahun, ia hijrah ke Mesir dan melanjutkan studi ke al-Azhar University dan tamat pada tahun 1940. Setelah itu beliau melanjutkan studinya di Universitas Amerika di Kairo dan tamat pada tahun 1952.

Pada tahun 1953, Harun Nasution kembali ke Indonesia dan menjabat sebagai diplomat selama 3 tahun, hal ini tidak terlepas dari kecakapan beliau di berbagai bahasa asing dan kemampuanya mengatasi problematika politik luar negeri Indonesia pada saat itu.

Seiring berjalanya waktu, Harun nasution memutuskan untuk mengundurkan diri dari kedaulatan, karena melihat banyaknya pengaruh komunis di Indonesia. Akan tetapi kehausanya akan ilmu membuatnya ingin melakukan studi ke Mesir, tepatnya di Dirasat Islamiyyah. Sayangnya keinginan beliau tidak dapat terealisasi begitu saja karena alasan biaya. Dari situlah Harun Nasution menggunakan beasiswa dari Institute of Islami Studies MC Gill, Montreal Canada pada tahun 1965.[3]

   B.     Pemikiran Harun Nasution Sebagai Tokoh Pembaharu Islam
Harun Nasution dikenal oleh umum sebagai seorang pemikir yang rasional dan liberal. Beliau adalah cendekiawan muslim yang sering menyuarakan pemikiran yang berhubugan dengan akal.
Dikarenakan pemikirannya  disandarkan pada akal, Harun Nasuion dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis).
Pemikiran kritis Harun Nasution kearah rasional sudah teredeteksi sejak dirinya berada di sekolah menengah. Saat itu Harun ditanya oleh kakak laki-lakinya tentang “bolehkah alquran dipegang oleh orang yang tidak berwudhu?” Harun menjawab “boleh” .Kemudian kakaknya kembali bertanya “jadi sama dengan surat kabar?”. “Tidak, surat kabar boleh diinjak-injak,quran tidak boleh” .  “Meskipun boleh dipegang oleh orang tak berwudhu, tapi quran harus disimpan ditempat yang baik. kertas koran sebaliknya, dibuag begitu saja. sedangkan quran ttap terhormat.” tambah Harun.[4]
Percakapan antara Harun Nasution dan kakak laki-lakinya dapat disimpulkan bahwa pemikiran rasionalnya sudah tumbuh sejak kecil. Hanya saja, pemikiran rasional Harun Nasution saat itu mendapat penolakan secara tidak langsung dari ayahnya yang saat itu adalah seorang nahdatul ulama. Dalam konteks ini, Nahdatul Ulama zaman dulu tidak menerima pemikiran baru atau mereka menerima apa adanya ajaran saat itu.   
Dengan pemikiran ini, Harun Nasution merasa heran kenapa pemikiran saat mengenai islam terlalu sempit padahal agama islam memilki banyak kemurahan dalam ajarannya. Maksudnya, agama islam ini longgar dan bisa di inovasikan asalkan tidak beranjak dari hukum dasar agama islam yaitu alquran dan hadist.
Pemikiran Harun Nasution yang merujuk rasional sebenarnya sangat banyak.  semasa hidupnya Harun Nasution dikenal sebagai pemikir yang  perhatiannya pada pembaharuan islam yang  mencakup pengertian yang seluas-luasnya, tidak terbatas dalam bidang pemikirannya saja, seperti teologi, filsafat,tasawuf, dan juga hukum, tapi juga meliputi seluruh segi kehidupa kaum muslimin. mekipun demikian pemikiran harun nasution tentang hukum ilam relatif kurang dibanding pemikirannya tentang teologi, filsafat, dan mistisme (tasawuf).
 Pemikiran-pemikiran Harun Nasution banyak yang berkisar pada kaum Mu’tazilah. Sebuah gologan yang banyak berkisar pada rasionalitas islam. Harun Nasution sendiri berpendapat bahwa golongan ini “banyak berpengaruh dalam mengembangkan filsafat dan ilmu pengetahuan, baik agama maupun bukan agama, yang selanjutnya membawa kita pada timbulnya peradaban islam zaman klasik”[5]
Dalam buku 70 tahun Harun Nasution, Franz Magniz mengungkapkan bahwa pemikiran ini sangat menarik. Karena Harun Nasution mengungkapkan keyakinan, bahwa antara akal dan iman seharusnya tidak ada pertentangan.  Bahkan sebaliknya, iman akan semakin diperdalam apabila akal dipergunakan sepenuhnya. Menurutnya, sebuah agama akan menemukan kembali  kemampuannya jika memberi tempat terhormat terhadap pikiran.
Dalam pengkajiannya, Harun Nasution  mengambil taktik Muhammad Abduh, yaitu menyebarkan ide-ide tapi tidak bertele-tele. Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pemikir juga yang condong kearah pemikiran dangan akal yang identik dengan Muktazilah.
Meskipun pemikiran Harun Nasution yang mengedepankan akal saat itu terlihat gagah, namun tetap saja ada kelemahan pemikiran Harun Nasution  yaitu, watak perkataannya yang rasional tetapi dalam semangat diskusi dan perbedaan pendapat yang dikembangkan sama sekali tidak meyentuh realitas sosial dan persoalan sebagian besar masyarakat islam, yaikni kemiskinan dan keterbelakangan sosial, dominasi polotik dan ekonomi. Sesuai dengan pemikirannya tersebut, Harun Nasution menuangkannya kedalam karya-karya tulisnya.
    
   C.    Pengaruh Pemikiran Harun Nasution Di Indonesia
Setelah menyelesaikan studinya di Canada dengan gelar Doktor (Ph.D) Harun Nasution kembali ke Indonesia pada tahun 1969. Karena memiliki rata-rata nilai yang baik, beliau ditawarkan bekerja di berbagai universitas di Indonesia seperti, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IKIP Jakarta,dan Universitas Indonesia, dan Universitas Nasional.
Harun Nasution adalah sosok yang gila dengan ilmu. Maka, tidak mengherankan jika semasa hidupnya diabdikan  pada ilmu.[6] Bukti lain adalah menjabatnya beliau  sebagai  Rektor IAIN Syarif Hidayatullah pada tahun 1973-1984, Ketua lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta, dan Dekan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Jakarta. [7]
Harun Nasution dalam melaksanakan pembaharuan tidak seperti yang pada umumnya dikerjakan tokoh modernis lain, lewat organisasi, sosial maupun politik. Dia melontarkan ide-ide pembaharuannya lewat IAIN Jakarta dengan pasca- sarjananya, yang pada umumnya menjadi 'kiblat' semua IAIN di Indonesia.
Tetapi untuk mengatakan semua IAIN dan pasca-sarjananya di seluruh Indonesia bercorak Harunistik, juga tidak benar. Sudah risiko setiap modernis, ada yang pro dan kontra terhadap ide pembaharuannya. Namun 'rasa garam' ide Harun Nasution terasa ada pada setiap IAIN, meskipun dengan nuansa berbeda[8]. Dapat disimpulakan bahwa pembaharuan yang dilakukan oleh Harun Nasution fokusnya adalah dalam bidang pendidikan.
Adanya perkembangan zaman juga menyebabkan masalah terus menerus muncul. Dalam hal ini, IAIN dihadapkan pada dua masalah, yaitu dimana sebagai identitas IAIN yang berbasic islam harus mempertahankan nilai keislamannya dan  permasalahan  kedua yaitu, harus terbuka terhadap  perubahan  zaman agar tidak stagnan[9]. Melihat hal tersebut, usaha-usaha Harun Nasution dalam menghadapi perubahan atas perannya sebagai Rektor IAIN, yaitu:
    a)      Didalam masa jabatannya menjadi Rektor IAIN ternyata beliau tercatat sebagai ilmuwan produktif dalam bidang karya ilmiah.[10]. Dari pemikirannya yang aktif dalam bidang karya ilmiah menghasilkan karya-karya yaitu:
1.      Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya
2.      Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
3.      Filsafat Agama
4.      Filsafat dan Mistisisme dalam Islam
5.      Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan
6.      Muhammad Abduh dan Teologi Rasional
7.      Akal dan Wahyu
8.      Islam Rasional
   b)      Mengubah sistem perkuliahan yang semula bersifat hafalan, textbook thinking dan cenderung menganut madzhab Syafi’i menjadi sistem perkuliahan yang lebih mengajak mahasiswa  dalam berfikir secara rasional, kritis terhadap permasalahan, inovatif, objektif, dan menghargai perbedaan dalam berpendapat.[11] Dengan hal ini, maka kebekuan dalam berfikir dapat  terpecahkan.
    c)      Memperbaiki kurikulum dengan memasukkan ilmu umum  dalam pembelajaran, atau tidak hanya ilmu-ilmu agama saja.
   d)      Titik tumpu pembaharuan tidak hanya dipusatkan pada mahasiswa saja, melainkan para dosen juga wajib membuat makalah yang berbobot dan sesuai standar. Makalah tersebut  sesuai dengan yang  dibahas dalam Forum Pengkajian Islam (FPI) yang kemudian diterbitkan dalam jurnal Ilmiah.
   e)      Menambah standard perpustakaan dengan menambah jumlah buku yang memadai serta sistem pelayanan yang baik.
f)       Dalam peningkatan mutu mahasiswa maka, dibukalah Program Pascasarjana pada tahun 1982 untuk S2 dan S3. Hal ini bertujuan dalam  melahirkan tenaga pengajar yang lebih berkualitas.
  g)      Menjadikan IAIN sebagai Pusat Pembaharuan Dalam Islam. Sikap umat islam pada saat itu yang cenderung beku dalam berfikir, maka harus ada pemikiran yang secara dinamis, Sebagai contoh, jika kaum modernis sangat menganjurkan umat Islam agar percaya diri menghadapi suatu persoalan hidup. Anjuran atau anggapan seperti itu adanya  di Barat.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Harun Nasution adalah seorang ahli ilmu kalam dan filsafat Islam yang disegani dan berpengaruh dengan corak pemikiranya yang rasional dan cenderung liberal. Sifat dan corak pemikiran demikian itu amat bertentangan dengan corak dan pemikiran Islam yang pada umumnya berkembang saat itu, yakni corak pemikiran yang tradisional dan terikat pada mazhab tertentu. Sifat dan corak pemikiran Harun Nasution yang demikian itu menyebabkan ia dianggap sebagai ilmuan yang sekular.
Pengaruh ide-ide dan gagasan Harun Nasution begitu terlihat jelas dalam bidang pendidikan karena merupakan alat untuk mengubah masyarakat dengan menggunakan pendidikan. Yakni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai medianya yang paling efektif dan signifikan.
B . Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun. kami sadar dan tahu bahwa makalah kami masih sangat jauh dari kesempurnaankarena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf, seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak rentak” Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah kami kedepannya. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTRA PUSTAKA
Nasution, H. (1996). Islam Rasional. Ban      dung: Mizan.
http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html
Nasution, Harun, 1989 Ferleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun, Lembaga Studi Agama dan Filsafat hlm.281
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=9221



[1] Harun Nasution, Islam Rasional,1996. Hlm 5-6
[2] Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember

[3] Harun Nasution, Islam Rasional,1996. Hlm 5-6

[4] Lembaga studi agama dan filsafat,Refleksi Pembaharuan Pemikiran islam 70 tahun Harun Nasution, 1989
[5] Lembaga studi agama dan filsafat, Refleksi pembaharuan pemikiran islam 70 tahun Harun Nasution,1989
[6] Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember
[7]. Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember
[8] Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember
[9]Nasution, Harun, 1989 Ferleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun, Lembaga Studi Agama dan Filsafat hlm.281
[10] Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember

[11] Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin, 4 Desember


0 komentar:

Post a Comment