Dinasti Tughluq

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Islam di India merupakan agama minoritas. Meski demikian, sejarah telah membuktikan bahwa umat Islam di India telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi negara yang berada di Asia Selatan itu. Saat ini, Islam merupakan agama terbesar kedua di tanah Hindustan. Total pemeluk Islam di India mencapai 151 juta jiwa atau 13,4% dari total penduduk negara itu. Dengan jumlah Muslim sebanyak itu, India menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar ketiga setelah Indonesia dan Pakistan.
Dalam hal ini, kesultanan Delhi memberikan peran yang cukup besar dalam mendorong perkembangan Islam di India. Nama kesultanan Delhi diambil dari nama kota di India bagian utara yang menjadi ibu kota kesultanan. Delhi menjadi pusat pemerintahan dari awal berdirinya sampai masa berakhirnya di tahun 1526 M. Bahkan ketika kesultanan Mughal mengambil alih kekuasaan, Delhi masih tetap menjadi pusat pemerintahan sampai Mughal runtuh pada tahun 1858 M.
Tidak seperti kebanyakan dinasti Islam yang pada umumnya musnah dengan berakhirnya keturunan para pendirinya, Kesultanan Delhi berakhir setelah mengalami lima kali pergantian kepemimpinan. Lima dinasti tersebut adalah dinasti Mamluk, dinasti Khalji, dinasti Tughluq, dinasti Sayyid, dan dinasti Lodi. Namun, pada makalah ini hanya akan dibahas satu dinasti saja, yaitu dinasti Tughluq.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal-usul dan perkembangan Dinasti Tughluq?
2.      Bagaimana peran Dinasti Tughluq?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui asal-usul dan perkembangan Dinasti Tughluq?
2.      Mengetahui peran Dinasti Tughluq?
                                          


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal-Usul Dinasti Tughluq
Pada tahun 1320 M bertepatan dengan meninggalnya Quthbuddin Mubarak Shah, garis kesultanan Khalji berakhir, dan pembunuhnya yaitu budaknya Khusru Khan yang naik menjadi sultan. Tapi pemerintahannya tidak bertahan lama disebabkan pemberontakan dari Ghazi Malik Tughluq.
Dinasti Tughluq adalah dinasti yang berdiri diatas sisa keruntuhan Dinasti Khalji yang mana selepas Alauddin Khalji, para penggantinya sangat lemah. Pemimpin yang terakhir yaitu Khusru Khan dibunuh oleh Ghazi Malik Tughluq, Gubernur Punjab kemudian Ghazi naik tahta dengan gelar Ghiyatsuddin Tughuq. Ia pun menjadi sultan pertama dinasti Thugluq. Dinasti ini merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi di India setelah dinasti Khalji.
B.     Perkembangan Dinasti Tughluq
1.                  Perkembangan Masa Ghiyatsuddin Tughluq (1320-1325 M)
            Dinasti ini berdiri ditangan Ghazi Malik Tughluq yang pada masa pemerintahan Khalji ia menjabat sebagai Gubernur di Punjab.  Ketika berhasil membunuh Sultan Khalji yang terakhir yaitu Khusru, ia diberi gelar Ghiyatsuddin Tughluq. Dahulunya ia adalah pemimpin pasukan yang banyak memperoleh kemenangan atas Mongol sehingga diberi julukan al-Ghazi. Ghiyatsuddin Tughluq memulihkan dan memperbaiki moral kesultanan pada saat itu. Beberapa wilayah yang dikuasainya antara lain Bidar dan Warrangal pada tahun 1323 M, dan Bangla pada tahun 1324 M. Dalam perjalanan kembali dari Bangla, Ghiyasuddin Tughluq meninggal dunia pada tahun 1325 M.[1]
2.                  Perkembangan Masa Muhammad Ibn Tughluq (1325-1351 M)
Setelah kematian ayahnya Ghiyatsuddin Tughluq, Juna Khan dengan gelar Muhammad bin Tughluq, naik tahta pada tahun 1325 M. Pada tahun kedua kenaikan tahtanya, dia harus menghadapi beberapa pemberontakan. Kesusahannya bertambah ketika tentara Mongol di bawah pimpinan Tarmashirin menyerbu India dan sampai daerah pinggiran Delhi, bahaya itu juga dapat diatasi. Pemerintahannya bisa dikelompokkan ke dalam dua bagian (1325-1335 M) dan (1335-1351 M), bagian pertama relatif makmur dan damai, sedangkan bagian kedua memunculkan meningkatnya kerusuhan-kerusuhan yang mencapai puncaknya dalam pemberontakan dan kehancuran.
Muhammad ibn Tughluq menerapkan sebuah kebijakan pro-Sunni. Ia mempertegas mandatnya sebagai seorang pejuang Muslim dengan mempertahankan India dari serangan Mongol. Ia memperlihatkan keterikatannya secara formal terhadap Syariah, mengakui kekhilafahan Abbasiyah di Kairo sebagai pemimpin umat Muslim. Muhammad ibn Tughluq secara umum sangat menghormati kepada ulama.
Namun, Muhammad adalah orang yang tidak jelas, seorang ahli Persia dan ahli dalam ilmu pengetahuan dan seorang jendral yang cakap, tapi perilakunya sering menyimpang dan penilaiannya kurang bagus. Dinaikannya pajak yang diperlukan untuk menjaga agar kondisi keuangan kesultanan tetap bagus, menjadikannya tidak disukai rakyat.[2] Pemerintahan yang dipegang Muhammad ibn Tughluq tidak bisa bertahan lama karena memiliki ide-ide yang jauh kedepan dari zamannya dan mengabaikan semua kebijakan yang telah ditatanya, sehingga perekonomian negara tidak stabil, terjadi kelaparan berkepanjangan dan pemberontakan yang beruntun.
3.                  Perkembangan Masa Firuz Shah Tughluq (1351-1388 M)
Firuz Shah merupakan penguasa dinasti ini yang paling kreatif, Ia banyak membuat bangunan bercita rasa seni yang sangat tinggi. Firuz juga seorang sultan yang berbudi luhur dan sangat dicintai para ulama karena ia memerintah kerajaannya dengan damai dan bijaksana. Pada masanya, ia membangun banyak sekali bangunan untuk rakyatnya, di antaranya beberapa madrasah, beberapa rumah peristirahatan, taman-taman, makam, serta bangunan-bangunan umum seperti 5 kanal untuk irigasi yang membuat kesultanannya menjadi subur dan makmur.
Firuz Shah juga membawa perdamaian antara pemeluk Islam dan Hindu dengan menerjemahkan bahasa Sanksekerta ke dalam bahasa Persia, serta membuat sebuah perpustakaan besar yang berisi berbagai manuskrip berbahasa Persia, Arab, dan bahasa lain. Berbagai gedung peninggalannya dapat disaksikan di Firuz Shah Kotla, Firuz menghiasi bangunan-bangunannya dengan ornamen yang sangat kaya dan bervariasi. Sehingga seni arsitektur dinasti Tughluq mencapai puncaknya di bawah pemerintahannya. 
            Pada pemerintahan Sayyid dan Lodi, Kotla digunakan sebagai benteng pertahanan mereka. Firuz Shah dimakamkan di tengah-tengah madrasah buatannya, di dekat tangki air yang dinamai Hauz Khas. Makamnya sendiri dibuat sangat sederhana, berdekatan dengan makam anak dan cucunya. Sedangkan bagian Timur makam ini terdapat makam para guru-guru agama terkemuka. Walaupun peninggalan Dinasti Tughluq banyak, kini banyak yang tinggal puing-puing, meski begitu daerah ini menjadi salah satu tempat tujuan wisata bersejarah yang cukup terkenal di Delhi, India. Selain peninggalan dinasti Tughlaq, Firuz Shah Kotla juga menjadi tempat bagi pertandingan kriket yang paling terkenal di India.

4.                  Masa Setelah Firuz Shah (1388-1414 M)
Sepeninggal Firuz, tahta kerajaan Tughluq selanjutnya menjadi ajang perebutan kekuasaan. Pengganti Firuz yang pertama adalah Ghiyas Ad-Din II. Namun, tidak berselang lama, ia terbunuh oleh Muhammad yang telah berkuasa selama empat tahun dengan gelar Nasir Ad-Din Muhammad. Setelah Nasir Ad-Din wafat, Hamayun menggantikannya untuk beberapa hari. Selanjutnya, Hamayun digantikan oleh putranya yang bernama Nasr Ad-Din Mahmud Tughluq. Pengangkatan Nasr Ad-Din Mahmud Tughluq ditentang oleh para amir. Mereka menobatkan Nusrat Khan, cucu Firuz sebagai sultan. Keadaan yang semerawut ini telah mendorong daerah-daerah untuk membebaskan diri dari kekuasaan dinasti Tughluq. Dalam keadaan seperti ini, bangsa Mongol menyerang dibawah komando Pir Muhammad, cucu Timur Lenk. Pasukan Mongol berhasil menghantam Multan, Talamba, Khokar, Yasrat, Bathnair, Loni, Ucch, dan selanjutnya dengan mudah menyerbu Delhi.
Timur Lenk pulang ke Samarkand dengan memborong rampasan perang yang berlimpah ruah dan tenaga-tenaga ahli ukir bangsa India, bahkan meninggalkan India dalam keadaan hancur dan terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Dengan meninggalnya Raja Tughluq yang terakhir, kerajaan Tughluq menjadi terpecah-belah ke dalam beberapa kerajaan kecil yang dikuasai oleh panglima-panglima bergelar sayyid.[3]
C.    Peran Dinasti Tughluq
Dinasti Tughluq lahir sebagai penyelamat bagi rakyat yang tertindas dan menderita akibat perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan dua penguasa terakhir dinasti Khalji yaitu Quthbuddin Mubarak Shah dan Khusru Khan. Selain itu, Delhi dijadikan sebagai tempat pengungsian bagi orang-orang pintar dan berketerampilan yang melarikan diri dari Transoxiana dan Persia. Dinasti ini kurang lebih mempunyai peranan seperti dinasti Mamluk di Mesir. Karena setelah Sultan Muhammad Tughluq berhasil mengalahkan serangan tentara Mongol (Dinasti Chagthai) pertahanan India relatif menjadi lebih kuat.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dinasti Tughluq adalah dinasti yang berdiri diatas sisa keruntuhan dinasti Khalji yang mana selepas Alauddin Khalji, para penggantinya sangat lemah. Pemimpin yang terakhir yaitu Khusru Khan dibunuh oleh Ghazi Malik Tughluq, Gubernur Punjab kemudian Ghazi naik tahta dengan gelar Ghiyatsuddin Tughuq. Ia pun menjadi sultan pertama dinasti Thugluq. Dinasti ini merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi di India setelah dinasti Khalji.
Pada masa Ghiyatsuddin Tughuq (1320-1325 M) ia berhasil menumpas pemberontakan dan dapat menguasai Warangal dan Bangla. Setelah kematian ayahnya Ghiyatsuddin Tughluq, Juna Khan dengan gelar Muhammad bin Tughluq (1325-1351 M), naik tahta pada tahun 1325 M. Kemudian dilanjutkan Firuz Shah Thugluq (1351-1388 M) yang merupakan penguasa dinasti ini yang paling kreatif, Ia banyak membuat bangunan bercita rasa seni yang sangat tinggi. Sepeninggal Firuz, tahta kerajaan Tughluq selanjutnya menjadi ajang perebutan kekuasaan. Diserangnya delhi oleh Timur Lenk sebagai tanda jatuhnya dinasti ini. Mahmud Shah penguasa terakhir dinasti ini dibunuh oleh Khizir Khan, dan hal ini menjadi awal mula dinasti Sayyid (1414 M).








DAFTAR PUSTAKA
Bosworth, C.E.  Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Mizan, 1993.
Kusdiana, Ading. Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung: Pustaka Setia, 2013.

Maryam, Siti, dkk. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI, 2012.



[1] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta, LESFI:2003), hlm. 170-171.
[2] C.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, (Bandung, Mizan: 1993), hlm. 215.
[3] Ading Kusdiana, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung, Pustaka Setia:2013), hlm. 219.

0 komentar:

Post a Comment