Showing posts with label SEJARAH ISLAM PRIODE KLASIK. Show all posts
Showing posts with label SEJARAH ISLAM PRIODE KLASIK. Show all posts
Ajaran Agama Budha, cdn.tripadvisor.com
Ajaran Agama Budha
Ajaran agama Budha bersumber dari kitab Tripitaka yang berarti tiga keranjang atau tiga kumpulan ajaran. Kitab ini merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan sang Budha yang pernah dilakukan dengan para siswanya atau pengikutnya.  Ketiga ajaran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Catur Arya Satyani
Ajaran pokok yang disampaikan oleh Buddha Gautama kepada murid-muridnya berupa empat kebenaran mulia yang di sebut Catur Arya Satyani, yang terdiri dari :
a. Duhkha, artinya penderitaan. Maksudnya adalah bahwa hidup di dunia adalah penderitaan.
b. Samudaya, artinya sebab penderitaan. Yang menyebabkan penderitaan adalah keinginan untuk hidup (the will to live), yang disebut Tanha.
c. Nirodha, artinya pemadaman. Maksudnya adalah bahwa cara  pemadaman atau menghilangkan penderitaan adalah dengan jalan menghapuskan Tanha.
d. Margha, jalan untuk menghilangkan Tanha.  Untuk menghilangkan tanha manusia harus menempuh delapan jalan mulia yang disebut Astha Arya Margha, yaitu : 

a) Kepercayaan yang benar.
b) Niat dan pikiran yang benar.
c) Perkataan yang benar.
d) Perbuatan yang benar.
e) Mata pencaharian yang benar.
f) Usaha yang benar.
g) Kesadaran yang benar.
h) Samadhi yang benar. 
Menurut Buddha Gautama, jika manusia mau melaksanakan hidup suci dengan melenyapkan Tanha, maka setelah ia melakukan serangkaian reinkarnasi pada akhirnya ia akan mencapai Nirwana.
2. Nirwana 
Tujuan terakhir setiap pemeluk agama Budha adalah mencapai Nirwana.  Dimana seseorang telah lepas dari samsara, yang berarti ia telah lepas dari penderitaan. Nirwana dapat diartikan padamnya segala api nafsu, berhentinya segala perasaan, hilangnya segala gangguan, pendek kata tercapai ketenangan dan kedamaian yang sempurna.
Tidak mudah untuk mencapai Nirwana, karena untuk mencapainya seseorang harus hidup suci, artinya seseorang harus menjauhi segala apa yang dilarang oleh agama Budha.   Pada prinsipnya ada sepuluh larangan yang disebut Dasasila, yang merupakan pokok-pokok etika Budha. Yaitu : 
a. Dilarang menyakiti atau membunuh sesama manusia.
b. Dilarang mencuri.
c. Dilarang berzina. 
d. Dilarang berkata kasar atau berdusta.
e. Dilarang minum-minuman keras.
f. Dilarang serakah.
g. Dilarang melihat kesenangan.
h. Dilarang bersolek.
i. Dilarang tidur di tempat yang mewah.
j. Dilarang menerima suap.
Sepuluh larangan ini tidak berlaku untuk seluruh umat Budha, melainkan untuk dua kelompok. Pertama untuk pemeluk agama Budha yang biasa, yaitu Upasaka dan Upasika, yang dilarang mengerjakan yang dilarang dari nomor satu sampai lima. Sedangkan yang kedua adalah golongan pemuka-pemuka agama Budha yang terdiri dari Biksu dan Biksuni dilarang mengerjakan sepuluh larangan tersebut.

3. Arahat
Seorang Arahat adalah seorang yang telah melenyapkan segala hawa nafsu dan keinginannya, sehingga iya tidak teringat dengan apapun. Sebelum seseorang mencapai tingkat Arahat maka keadaan yang mendekatinya dapat dibagi menjadi tiga : 
a. Sotapatti, yaitu tingkat dimana seseorang harus menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai Nirwana.
b. Sekadagami magga, yaitu tingkat seseorang tinggal satu kali menjelma sebelum mencapai Nirwana.
c. Anagami, yaitu tingkat dimana seseorang sudah tidak akan menbjelma lagi, ia tunggu menunggu saatnya untuk mencapai niwana sesudah itu tinggallah tingkat Arahat, dimana seseorang telah mencapai Nirwana.
Setelah mencapai tingkat ini jika ia melihat, mendengar, mencium, membau, makan, minum, meraba, dan sebagainya tidak ada lagi rasa senang atau benci, hatinya diliputi oleh kedamaian. Pada tingkat inilah menurut kepercayaan agama Budha orang dapat mengetahui kebenaran yang hakiki dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya. 
Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa inti pokok ajaran Budha adalah mengenai keempat kebenaran yang mulia, kedelapan jalan yang mulia, dan sepuluh larangan atau aturan yang berlaku. Sehingga jika seorang pemeluk agama Budha ingin mencapai derajat mulia maka harus melewati beberapa tahapan tersebut.

Kebijakan dan Prestasi Bani Ummayah Damaskus Syria, https://live.staticflickr.com
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sejarah Bani Umayyah mengalami banyak distorsi yang dilakukan oleh pemerintahan Bani Abbas, musuh politik Bani Umayyah, dimana sejarah Islam mulai ditulis sejak masa pemerintahan mereka. Distorsi ini juga dilakukan oleh kalangan Syiah dan Khawarij, musuh tradisional mereka. Juga dari kalangan awam yang yang menceritakan sejarah melalui cara oral. Sehingga pemerintah Bani Umayyah harus mengalami banyak tuduhan dan tudingan dalam berbagai bentuknya.[1]
Hal tersebut mengakibatkan literatur sejarah lebih banyak memfokuskan pandangannya pada kelemahan sisi manusiawi diantara pimpinan mereka. Pandangan negatif tentang Utsman bin Affan, Abu Sufyan, dan Muawiyyah lebih banyak terekspos dibanding jasa-jasanya. Tragedi yang terjadi pada masa itupun lebih ditonjolkan, seperti tragedi meninggalnya Husein di Karbala dan peristiwa Hurah dihalalkannya kehormatan Madinah Al-Munawwaroh.
Disisi yang lain Nabi Muhammad SAW  telah bersabda: “Manusia terbaik adalah manusia yang berada pada masaku, kemudian generasi setelah mereka, lalu generasi setelah mereka” (HR. Bukhari, Tirmidzi, Bin Majah dan Ahmad bin Hanbal). Sedangkan masa Bani Umayyah memimpin adalah masa yang sangat dekat dengan masa Khulafaur Rasyidin.
Maka dari paparan di atas, perlu kiranya penulis menggambarkan perihal kebijakan dan prestasi yang telah dicapai selama kekuasaan Bani Umayah secara objektif.

2. RUMUSAN MASALAH
     Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis kemudian merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja kebijakan-kebijakan penting yang diambil para Khalifah Bani Umayah?
2. Apa saja prestasi-prestasi yang dicapai di masa Daulah Bani Umayyah?

3. TUJUAN PENELITIAN
1. Apa saja kebijakan-kebijakan penting yang diambil para Khalifah Bani Umayah
2. Untuk mengetahui prestasi-prestasi yang dicapai di masa Daulah Bani Umayyah











BAB II
PEMBAHASAN

1. SEKILAS BANI UMAYYAH
Nama ”Bani Umayah” berasal dari nama ” Umayah bin Abdi Syam bin Abdi Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zaman Jahiliyah.[2] Bani Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafaur-rasyidun.[3]  
Awal pendirian Daulah ini berawal dari masalah tahkim yang menyebabkan perpecahan di kalangan pengikut Ali, yang berakhir dengan kematiannya. Sepeninggal Ali itu sebenarnya masyarakat secara beramai-ramai membaiat Hasan, putra Ali, menjadi khalifah. Tetapi Hasan kurang berminat untuk menjadi khalifah. Karena itu setelah Hasan berkuasa beberapa bulan, dan Mu’awiyah meminta agar jabatan khalifah diberikan kepadanya, Hasan dengan memberikan beberapa persyaratan, dengan rela jabatan itu dilimpahkan kepada Mu’awiyah. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah amul jama’ah, atau tahun persatuan umat islam.[4]
Peristiwa Amul Jama’ah yang terjadi pada tanggal 25 Rabiul Awwal 41 H/661 M, menjadi hitungan awal berdirinya Daulah Bani Umayyah. Sedangkan akhir Daulah ini ditandai dengan kekalahan khalifah Marwan bin Muhammad di Perang Zab pada bulan Jumadil Ula tahun 132 H/749 M.[5]
Dengan demikian, Daulah Bani Umayyah ini berlangsung selama 91 tahun. Pemerintah ini dikuasai oleh dua keluarga dan diperintah oleh 14 orang Khalifah. Dua keluarga tersebut adalah keluarga Abu Sufyan dan keluarga Bani Marwan.[6]
PARA KHALIFAH DINASTI UMAYAH[7]

NO NAMA MASA BERKUASA
1 Mu’awiyah I bin Abi Sufyan 41 -60 H/661-679 M
2 Yazid I bin Mu’awiyah 60-64 H/679-683 M
3 Mua’wiyah II bin Yazid 64 H/683 M
4 Marwan I bin Hakam 64-65 H/683-684 M
5 Abdul Malik bin Marwan 65-86 H/684-705 M
6 Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96 H/705-714 M
7 Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H/714-717 M
8 Umar bin Abdul Aziz 99-101 H/717-719 M
9 Yazid II bin Abdul Malik 101-105 H/719-723 M
10 Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/723-742 M
11 Al-Walid II bin Yazid II 125-126 H/742-743 M
12 Yazid II bin Walid 126 H/743 M
13 Ibrahim bin Al-Walid II 126-127 H/743-744 M
14 Marwan II bin Muhammad 127-132 H/744-750 M
Menurut Ahmad Amin dalam bukunya Fajr Islam, menjelaskan bahwa kemapanan peradaban Bani Umayyah hanya terjadi Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan dan Umar bin Abd al-Aziz. Namun demikian menurut Ahmad Amin, secara umum peradaban Islam pada masa dinasti ini berkuasa telah sampai pada puncaknya, dibandingkan peradaban pada masa-masa sebelumnya.[8] 

B. KEBIJAKAN DAN PRESTASI-PRESTASI BANI UMAYYAH
Terdapat banyak kebijakan yang diambil para khalifah Bani Umayyah. Dalam pemerintahan yang ditempuh selama 90 tahun ini banyak kebijakan diambil dan memberi pengaruh besar terhadap dinamika kehidupan islam selanjutnya. Diantara kebijakan-kebijakan dan prestasi-prestasi penting pada masa daulah ini berkuasa adalah sebagai berikut:
1. Memindah ibu kota dari Madinah ke Damaskus (Syiria)
Setelah Muawwiyah menjadi khalifah, ia mulai menata pemerintahannya. kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang timbul dari reaaksi pembentukan kekuasaannya. khususnya dari kelompok yang tidak menyukainya. Langkah awal yang diambilnya adalah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.[9]
Hal ini dapat dimaklumi, karena jika dianalisa setidaknya ada 2 faktor yang menyebabkan Muawwiyah mengambil langkah ini, yaitu karena di Madinah sebagai pusat pemerintahan khulafaurrasyidin sebelumnya, masih terdapat sisa-sisa kelompok yang antipati terhadapnya. Ini akan mengganggu stabilitas kekuatannya, selain itu di Madinah dia kurang memiliki pengikut yang kuat di fanatik, sedang di Damaskus pengaruhnya telah menciptakan nilai simpatik masyarakat, basis kekuatannya cukup kuat.[10]
2. Merubah Sistem Pemerintahan Menjadi Monarki Absolut
Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[11]  
Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilahkhalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan Hadits Nabi yang mendukung pendapatnya.[12]
Perubahan model dan pola pemerintahan tersebut menunjukkan bahwa Mu’awiyah telah memulai mengubah paradigma pemerintahan dari yang demokratis (di zaman itu) menjadi dinastian, yang menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang mutlak dipegang oleh keluarga besar Mu’awiyah. Ia telah mulai melakukan revolusi suksesi kekuasaan dengan logika yang belum pernah dilakukan oleh para khalifah sebelumnya. Abu Bakar terpilih dengan cara aklamasi, Umar, Ustman dan Ali juga demikian adanya.
Keempat Khalifah tersebut bukan atas dasar dinastian. Sejak Abu Bakar sampai Ali, suksesikepemimpinan dilaksanakan dengan cara musyawarah untuk menentukan posisi puncak sebagai khalifah. Pada masa khalifah ar-rasyidun tradisi musyawarah benar-benar dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur’an. Menurut Taqiyuddin Bin Taimiyah, bagi seorang waliyul amri, syura merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan, karena Allah telah memerintahkan kepada Nabi untuk selalu bermusyawarah.[13]
Namun demikian, pada masa Dinasti Umayyah suksesi pemerintahan tidak lagi menempatkan tradisi musyawarah sebagai bagian integral dalam proses suksesi kepemimpinan. Mu’awiyah telah mengubah pola suksesi kekhalifahan dengan logika turun temurun, yang dimulai ketika Mu’awiyah mewajibkan kepada seluruh rakyatnya untuk menyatakan kesetiaan kepada Yazid, putera Mu’awiyah.[14]  
Perintah ini tentu saja memberikan sinyal awal bahwa kesetiaan terhadap Yazid merupakan bentuk pengokohan terhadap sistem pemerintahan yang turun temurun telah coba dibangun oleh Mu’awiyah. Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah (syuro) dalam menentukan seorang pemimpin baru. Mu’awiyah telah merubah model kekuasaan dengan model kerajaan yang membenarkan regerisasi kekuasaan dengan cara memberikan kepada putera mahkota. Orang-orang yang berada di luar garis keturunan Mu’awiyah, secara substansial tidak memiliki ruang dan kesempatan yang sama untuk memimpin pemerintah Umat Islam, karena system dinasti hanya membenarkan satu kebenaran bahwa suksesi hanya bisa diberikan kepada keturunan dalam dinasti tersebut.
Perubahan konsep suksesi kepemimpinan yang dilakukan oleh Mua’wiyah telah melahirkan penolakan yang kuat dari kubu-kubu yang tidak searah dengan kubu Mu’awiyah. Deklarasi pergantian kekuasaan kepada Yazid oleh Mu’awiyah, selain telah menyalahi kebiasaan kekuasaan para penguasa Arab, tetapi telah melahirkan kekecewaan dari musuh-musuh politik Mu’awiyah, sehingga menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat dan seringkali melahirkan konflik perang antar saudara, Husein bin Ali di Kufah tahun 680 M, Mukhtar di Kufah tahun 685 M, dan Abdullah bin Zubair di Makkah tahun 692 M. Khalifah Yazid melakukan perlawanan keras dengan pemberontak. Hal ini kemudian melahirkan tragedi-tragedi seperti tragedi meninggalnya Husein di Karbala, peristiwa Hurah dihalalkannya kehormatan Madinah Al-Munawwaroh dan diserangnya Ka’bah dengan Manjaniq. [15]

3. Penguatan Militer dan Kebijakan Ekspansi
Pada masa Bani Umayyah organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisisan (asy- Syurthah). Berbeda dengan masa Usman, yang bala tentara atasa dasar kesadaran sendiri, pada masa ini ada tekanan penguasa. Bahkan pada masa Abdul Malik bin Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidzom at-Tajdid Al-Ijbari). Pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi dengan kuda, baju besi, pedang dan panah. [16]
Penguatan militer yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah itu tidak lain dikarenakan kebijakan ekspasionis, yaitu kebijakan perluasan wilayah kerajaan. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.[17]
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.[18]
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.[19]

Disamping perluasan wilayah yang dilakukan, militer juga difungsikan oleh muawwiyah untuk menjadi tentara pelindung raja (Hijaban). Kebijakan ini dilakukan muawwiyah berkaca dari sejarah, agar terbunuhnya khalifah oleh para pemberontak tidak terulang sebagaimana 3 khulafaurrasyidin sebelumnya.
4. Penataan Administrasi Negara
Saat Muawiyah menjabat kekhalifahan diantara langkah strategis yang dilakukan adalah peningkatan pengelolaan administrasi negara.[21] Apa yang dilakukan Muawiyah tersebut kemudian terus disempurnakan oleh khalifah-khalifah setelahnya. Hal-hal tersebut meliputi:
a. Merancang Pola Pengiriman Surat (Post). Mu’awiyah yang mengawali kebijakan ini kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.[22]
b Meresmikan Lambang Kerajaan. Sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
c. Membentuk Lembaga Pemerintahan, yaitu:
1) An-Nizam al-Siyasi : lembaga politik
2) An-Nizam al-Mali : lembaga keuangan
3) An-Nizam al-Idari : lembaga tata usaha negara
4) An-Nizam al-Qada’i : lembaga kehakiman
5) An-Nizam al-Harbi : lembaga ketentaraan
6) Diwan al-Kitabah : lembaga sekretaris negara
d.Membentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabah) untuk untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan,[23] meliputi:
1) Katib al-Rasail : sekretaris administrasi
2) Katib al-Kharraj : sekretaris keuangan
3) Katib al-Jundi : sekretaris tentara
4) Katib as-Syurthah : sekretaris kepolisian
5) Katib al-Qadhi : sekretaris kehakiman
5. Kemajuan di Bidang Arsitektur
Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang di bidang seni, terutama seni bangunan (Arsitektur).[24] Teknik arsitektur merupakan hal yang sangat diperhatikan pada masa ini diantaranya karena pengaruh dari Byzantium. Diantara bangunan penting yang dibangun dengan teknik arsitektu tinggi yaitu:

1. Masjid Damaskus
Masjid ini awalnya adalah Gereja st. John  berasal dari sebuah kuil Romawi, dikelilingi tembok dirombak pada jaman Kristen. Kemudian al-Walid (705-15) mengambil alih dan menjadikannya masjid, hingga sekarang terkenal  dengan nama masjid Agung Damaskus. Tembok keliling dirombak sehingga terbentuk polaHypostyle yaitu berupa sebuah sahn yaitu halaman dalam berbentuk segi empat dikelilingi oleh bagian bangunan beratap. Sisi terpanjang sekitar 150 M, tegal lurus sumbu arah kiblat, sisi terpendeknya sekitar 95 M berimpit dengan arah kiblat. Luas masjid sekitar 14.250 M2 , denga bentuk denah tersebut, susunan jamaah dalam bersembahyang, melebar ke arah kiblat. Konstruksi, bentuk dan ornament-ornamen bagian depan sangat jelas mendapat pengaruh arsitektur Romawi.[25]

2. Masjid Agung di Kufah (Irak)
Tercatat Ziyad bin Abih, salah seorang gubernur dari pemerintahan Umayyah, masjid direnovasi dan perluas dengan ruang-ruang beratap datar disangga oleh kolom-kolom batu. Menurut Tabari (838-923) seorang sejarawan dan teolog, penentuan luas masjid dengan cara memerintahkan seseorang untuk melempar tombak ke empat arah mata angin, yang diarah kiblat (selatan) kemudian ditempatkan dinding kiblat, dengan cara ini ternyata dinding dan lajur kolom-kolom tepat ke arah kiblat. Denah masjid Kufa, berpola hypostyle seperti masjid Nabi. Di tengah terdapat halaman dalam atau sering disebut sahn atau zulla, dikelilingi oleh riwaq, haram atau ruang sembahyang yang utama. Selain dinding luar yang sangat tebal, di dalam tidak ada dinding. Denah terbentuk oleh dinding keliling tebal ini, hamper bujur sangkar, panjang masing-masing dinding sisi tidak banyak berbeda, lebih kurang 125 M. selain merenovasi Masjid agung, Ziyad bin abih pada waktu bersamaan juga membangun istana, berfungsi selain sebagai tempat tinggal juga menjadi tempat administrasi pemerintahan. Bangunan sejenis ini k emudian disebut dar al-Imara, yang artinya rumah gubernur. Istana menempel dengan masjid, sebagian dinding utara istana, menjadi satu dengan dinding selatan masjid. Konon hal ini agar gubernur atau khalifah dapat masuk ke masjid tanpa melalui jamaah lainnya.[27]

3. Kubah Batu Karang (dome of the rock)
Abul Malik penguasa V (685-705) salah seorang pemimpin terkuat dari Dinasti Umayyah mempunyai perhatian besar pada Jerussalem. Dia membangun Kubah Batu (dome of the rock atau qubat al saka)di Jerussalem, higga saat ini menjadi salah satu monumen Islam terbesar. Kubah Batu karang terletak di atas buki karang dari Gunung Moriah dibangun antara tahun 687-692. Gunung Moriah diidentifikasikan sebagai tempat Nabi Ibrahim akan mengorbankan putranya Nabi Ismail untuk dipersembahkan  kepada Allah kemudia dihentikan oleh malaikat.[29]

6. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Selain itu, gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani, kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah bin Al-Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya Porphyrius :Isagoge[31].
Gerakan Arabisasi juga bukan hanya dilakukan pada penerjamahan, tetapi juga dalam konteks kebijakan pemerintahan. Pada masa Abd. Malik (685-705 M) mulai diperkenalkan bahasa Arab untuk tujuan-tujuan administrasi, mata uang gaya baru dipetkenalkan, dan hal ini memiliki arti yang sangat penting, karena mata uang merupakan symbol kekuasaan dan identitas.[32] Sebab, mata uang baru inipun dicetak dengan menggunakan kata-kata semata, memproklmasikan dengan bahasa Arab keesaan Tuhan dan kebenaran agama Islam.
Proses Arabisasi semakin komplit dengan adanya pertumbuhan kaligrafi pada masa tersebut. Ia adalah Qutbah Al Muharrir, kaligrafi umayyah pertama yang paling lama bertahan dengan kecakapan luar biasa. Qutbah punya nama terhormat dalam banyak literature Arab, karena berhasil mewariskan
4 jenis kaligrafi penting, yaitu Thumar, Jalil, Nishf, dan Tsuluts.. Dia juga dikenal menulis sejarah dan bunga rampai Arab dan sangat masyhur terutama karena menghias miharab Masjid Nabawi dengan beragam ayat Al Qur’an yang ditulis dengan fan Jalil yang indah.
Selain Qutbah, para kaligrafer kenamaan lainnya adlah Khalid bin Al Hayyaj, Khasynam dan Malik bin Katsir. Khalid bin Hayyaj sangat terkenal sebagai kaligrafer resmi Khalifah Al Walid bin Abdil Malik yang telah menulis banyak mushaf Al Qur’an berukuran besar dengan fan Thumar dan Jalil.[34]

7. Kemajuan Pengetahuan dan Sastra
Para penguasa Bani Umayyah yang sangat berorientasi keakraban itu sangat mendorong kenyatan baru yang meupakan fenomena kebangkitan sastra dan pemikiran, khususnya yang berhubungan dengan syair-syair jahiliah dan adat istiadat arab pra-islam itu. dalam hal ini, penguasa Bani Umayyah ingin menciptakan Kufah dan Bashrah sebagai alternatif bagi Mekkah dan Madinah di masa jahiliah dalam lapangan sastra dan adat istiadat.
Dengan dukungan dari penguasa itu, pada masa pemerintahan abd al-Malik bin Marwan, Kufah dan Basrah berkembang menjadi kota-kota ilmu pengetahuan. perkembangan lebih lanjut adalah hdirnya orang-orang muslim dari negeri tetangga, seperti persia, syiria dan kota-kota irak lainnya, disamping untuk menuntut ilmuy juga untuk mencari kebeuntungan di sua kota yang sedang berkembang itu, baik lapangan perdagangan maupun lapangan industri. oleh karena itu, dua kota ini menjadi kota yang penduduknya mejemuk (heterogen), yang mau tidak mau mengalami proses arabisasi, karena bahasa arab ketika itu merupakan bahasa negera dan sekaligus bahasa agama.[35]
Daulah ini juga mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Bin Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits,  fikih, dan kalam.
Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Bin Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri (w. 701 M.),  Qays Bin al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.  Dan ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi. Kedua :Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.[36]
Pada masa Daulah Umayah, gerakan sastra dan seni juga sempat muncul dan berkembang, yaitu pada masa khalifah Abdul Malik, setelah al-Hujjaj berhasil menundukkan bin Zubair di Hijaz. Di negeri itu telah muncul generasi baru yang bergerak di bidang sastra dan seni. Pada masa itu muncul tokoh Umar bin Abi Rabi’ah, seorang penyair yang sangat mashur, dan muncul perkumpulan penyanyi dan ahli musik, seperti Thuwais dan Bin Suraih serta al-Gharidl.[37]
Demikian juga, pada masa dinasti Umayah, sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Bin Abbas. Pada waktu itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya melahirkan ilmu hadist.
Pada saat itulah kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Bin Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi.
Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus memerintahkan Bin Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Bin Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[38]

BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Bani Umayah merupakan salah satu penguasa Islam yang cukup masyhur seperti yang penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa ini, perubahan demi perubahan dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus (luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani Umayah berkuasa.
Terdapat banyak kebijakan yang diambil para khalifah Bani Umayyah. Dalam pemerintahan yang ditempuh selama 90 tahun ini banyak kebijakan diambil dan memberi pengaruh besar terhadap dinamika kehidupan islam selanjutnya. Diantara kebijakan-kebijakan dan prestasi-prestasi penting pada masa daulah ini adalah sebagai berikut:
1. Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus (Syiria)
2. Perubahan sistem pemerintahan menjadi Monarki Absolut
3. Penguatan militer dan kebijakan ekspansi
4. Penataan administrasi dan tata pemerintahan
5. Pembangunan fisik yang megah
6. Gerakan penerjemahan dan arabisasi
7. Kemajuan pengetahuan dan sastra
Menilik prestasi-prestasi tersebut, laiknya Bani Umayah menjadi bagian penting dan menarik dalam sejarah umat Islam, yang harus terus dijadikan sebagai pengalaman sangat berharga. Hal itu dikarenakan tidak semua yang dilakukan Bani Umayah itu buruk, seperti yang umumnya terekspos, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru oleh umat Islam. Kekuasaan Bani Umayah yang hampir seabad lamanya dalam memimpin umat Islam, tetaplah sebuah prestasi yang harus diapreasi secara kritis. Lebih-lebih kebijakan positif dan prestasi tersebut bisa ditransformasikan oleh umat Islam pada zaman sekarang.

________________________________________
[1] Sejarah Islam (Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX). Ahmad Al-‘Usairy. Jakarta Timur: Akbar Media.2010  Hal 182
[2] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2003), hlm. 21
[3] Ibid, hal 64
[4] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam. (Teras: Yogyakarta. 2011), hlm. 70
[5] Ahmad Al-‘Usairy, Sejarah Islam (Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX) (Jakarta Timur: Akbar Media, 2010), hlm 184
[6] Ibid
[7] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam.( Jakarta: Amzah, 2009), hlm 121
[8] Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. (Jakarta: Raja Grafindo.2004), hlm 37
[9] Syed Mahmuddunasir, Islam Its Concept and History (New Delhi: lahoi Fine Arr Press, 1985), hlm 151
[10] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam. hlm 71
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998), hlm. 42
[12] Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti), Mohammad Suhaidi RB
[13] Taqiyuddin Bin Taimiyah, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir, Darul Kitab al-Gharbi, 1951), hlm. 169
[14] Ibid. Hlm 42
[15] Ahmad Al-‘Usairy, Sejarah Islam (Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX). hlm 182
[16] Ali Sodikin dkk. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Moden. (Yogyakarta: Lesfi. 2009), hlm 76
[17] Ajid Thohir. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Hlm 40
[18] Ibid
[19] Ibid
[20] Diunduh dari www.websolution.net/islamicweb pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB
[21] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam. Hlm. 82
[22]
[23] Ali Sodikin dkk. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Moden. Hlm 71
[24] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Hlm 132
[25] Yulianto sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hlm.56-57
[26] Diunduh dari http://wardonojakarimba.blogspot.com pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 21.00 WIB
[27] Yulianto sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim. hlm.56
[28] Diunduh dari http://wardonojakarimba.blogspot.com pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 21.05 WIB
[29] Ibid. hlm. 57
[30] Diunduh dari http://wardonojakarimba.blogspot.com pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 21.10 WIB
[31] C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor, 2002), hlm. 37
[32] Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim (Bandung, Mizan, 2004), hlm. 82
[33] Diunduh dari http://dinardirhamtrade.blogspot.com pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB
[34] Sirajuddin, Seni Kaligrafi Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), hlm. 78-80
[35] Nisar Ahmed Faruqi, Early Muslim Historoghaphy, Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delhi, 1979
[36] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam, hlm. 133
[37] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Peradaban Islam, hlm. 70
[38] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm. 39

Link : http://lughotudhod.blogspot.com/2013/10/kebijakan-dan-prestasi-daulah-bani.html, taufiqurrahman huri 2013,di akses tgl 18 april 

Kebijakan-Kebijakan Dalam dan Luar Negeri Masa Bani Ummayah di Syria, i1.wp.com
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DALAM DAN LUAR NEGERI MASA DAULAH BANI UMAYYAH DI SYRIA”.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin serta telah mendapat bantuan dari berbagai pihak yang berguna untuk kelancaran pembuatan makalah. Untuk itu, kami sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pembuatan makalah kami.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun isi serta kelengkapannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala bentuk kritik serta saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, Amiin.




Yogyakarta, 18 April 2019

Penyusun 


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Kebijakan Bani Umayyah di dalam dan luar Syria 6
B. Faktor-faktor Diberlakukannya Kebijakan Daulah Bani Umayyah di Syria 9
BAB III PENUTUP 10
A. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11

BAB I
 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat.   Jatuhnya Ali disebabkan keberhasilan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali, meskipun pada saat itu kekuasaan dipegang oleh Hasan tapi karena kurangnya dukungan dan kondisi politik yang kacau hanya mampu bertahan beberapa bulan. Dan kepemimpinan sesudahnya diserahkan kepada Muawiyah dengan sebuah perjanjian yang terjadi pada 25 Rabiul Awwal tahun 661 M/41 H.perjanjian tersebut dikenal dengan ‘Am al-Jamaah karena perjanjian tersebut telah menyatukan umat Islam menjadi satu kepemimpinan politik. 
Adanya perjanjian tersebut maka secara resmi Muawiyah telah diangkat menjadi khalifah oleh umat Islam secara umum. Pusat pemerintahan islam dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus.  Selain itu Muawiyah juga melakukan perubahan-perubahan lainnya dalam sistem pemerintahan selama masa kepemimpinannya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja kebijakan Bani Umayyah dalam dan luar Syria?
2. Mengapa kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dibuat masa Bani Umayyah di Syria
2. Untuk memahami faktor apa saja yang mempengaruhi sehingga terbentuk kebijakan-kebijakan tersebut
BAB II
 PEMBAHASAN
A. Kebijakan Bani Umayyah di dalam dan luar Syria
Dinasti Bani Umayyah berlangsung kurang lebih 90 tahun, Ibu kota Negara dipindahkan oleh Muawiayah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Walaupun dengan menggunakan berbagai cara dan strategi yang kurang baik yaitu dengan cara kekerasan, diplomasi dan tipu daya serta tidak dengan pemilihan yang demokrasi Muawiyah tetap dianggap sebagai pendiri Dinasti Umayyah yang telah banyak melakukan kebijakan-kebijakan yang baru dalam bidang politik, pendidikan, pemerintahan dan lain sebagainya.  Berikut beberapa kebijakan yang pada masa Daulah ini berkuasa:
1. Memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus (syria)
Telah dibahas sekilas di atas bahwa Muawiyah memindahkan ibu kotanya setelah ia menjabat sebagai khalifah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang timbul daari reaksi pemebentukan kekuasaan, khususnya dari kelompok yang tidak menyukainya. 
2. Pemisahan kekuasaan
Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (Spiritual power) dengan kekuasaan politik (temporal power). Muawiyah bukanlah seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, maka masalah keagamaan diserahkan kepada para ulama.
3. Merubah Sistem Pemerintahan Menjadi Monarki Absolut
Pada awal kepemimpinan Muawiyah masih menerapkan kekuasaan secara dekomokratis, tetapi setelah berjalannya waktu Muawiyah mengubah model pemerintahan menjadi monarki atau turun temurun. Hal ini mendapat pengaruh oleh sistem monarki dari Persia dan Bizantium. Dengan adanya perubahan tersebut menunjukkan bahwa Muawiyah telah memulai mengubah pemerintahan dari demokratis menjadi dinastian, yang segala bentuk kekuasaan mutlak ada di tangannya. 
Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasar musyawarah dalam menentukan seorang pemimpin baru. Muawiyah telah mengubah model kekuasaan menjadi model putra mahkota. Sehingga tidak ada ruang dan kesempatan bagi orang di luar keturunan Muawiyah unutk memimpin pemerintah umat Islam. 
4. Penataan Administrasi
Pada saat menjabat sebagai khalifah salah satu strategi yang dilakukan Muawiyah adalah meningkatkan pengelolaan administrasi negara yang kemudian disempurnakan oleh khalifah-khalifah selanjutnya. Berikut ini beberapa diwan yang dibentuk:
a. Diwan al Rasul yaitu semacam sekretaris jenderal yang berfungsi untuk mengurus surat surat negara yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima surat-surat mereka;
b. Diwan al Kharraj yang berfungsi mengurus pajak
c. Diwan al Barid yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat
d. Diwan al Khatam yang berfungsi untuk mencatat atau menyalin peraturan yyang dikeluarkan khalifah
e. Diwan Musghilat yang berfungsi untuk menangani berbagai kepentingan umum. 
5. Gerakan penerjemahan dan Arabisasi
Pada masa Khalifah Marwan selain gerakan penerjemahan buku ke dalam bahsa Arab, ia juga memerintahkan penerjemahan buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari Iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. 
Gerakan Arabisasi ini bukan hanya dilakukan pada penerjemahan tetapi juga dalam hal kebijakan pemerintahan. Pada masa Abd al Malik mulai diperkenalkan bahasa Arab untuk tujuan-tujuan administrasi, mata uang gaya baru diperkenalkan, yang merupakan simbol kekuasaan dan identitas. Karena mata uang ini dicetak dengan menggunakan kata-kata semata, memproklamirkan dengan bahasa Arab keesaan Tuhan dan kebenaran agama Islam. 
6. Pengembangan Pengetahuan dan Sastra
Pada masa Abd al Malik bin Marwan, Kufah dan Basrah dijadikan kota berkembangnya ilmu pengetahuan. Selanjutnya di kota Persia dan Syria menjadi kota yang berkembang. Dua kota tersebut yang penduduknya majemuk sehingga mau tidak mau mengalami proses arabisasi, karena bahasa arab ketika itu merupakan bahasa negara dan sekaligus bahasa agama. Daulah ini mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Basrah yang memunculkan nama-nama besar seperti, Hasan al Basri dan Washil bin Atha. Bidang ilmu yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadist, fiqh dan kalam.
Pada masa ini juga gerakan sastra dan seni sempat muncul dan berkembang saat kepemimpinan khalifah Abdul Malik. Muncul generasi baru yang bergerak di bidang sastra dan seni. Pada saat itu muncul tokoh umar bin Abi Rabiah, seorang penyair yang masyhur dan muncul perkumpulan penyanyi dan ahli musik, seperti Thuwais dan Suraih serta al Gharidl.
7. Pengembangan Bidang Arsitektur
Bani Umayyah telah berhasil mencapai kegemilangan di bidang seni arsitektur. Dengan adanya pengaruh dari Bizantium maka teknik arsitektur yang digunakan pun sangat diperhatikan. 
a. Masjid Damaskus
Masjid yang awalnya merupakan gereja st. John kemudian oleh khlaifah al Walid diambil alih dan menjadikannya masjd hingga sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung Damaskus. Ia menjadi pusat peribadatan, informasi, pendidikan dan dan berbagai aktifitas termasuk yang berkaitan dengan pemerintahan.   
b. Masjid Kubah Batu (Qubbat As-Sakhrah) di Yerusalem. Masjid yang didirikan pada zaman Khalifah Abdul Malik ini ditujukan sebagai pengingat tempat naiknya Nabi Muhammad SAW ke langit pada peristiwa Isra Mi’raj.
Selain masjid-masjid juga dibangun panti-panti untuk orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, dan gedung-gedung pemerintahan

BAB III 
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA 

Resume Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia (Spanyol), https://www.salam-online.com
A. Latar Belakang Kemunculan Bani Umayyah di Andalusia
Penaklukan Spanyol oleh pasukan Islam terjadi pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik, di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad dan Musa Bin Nushair. Di bawah pemerintahan kerajaan Visigoth, Cordova yang sebelumnya makmur menjadi mundur. Kemakmurannya bangkit kembali pada masa kekuasaan Islam. Pada tahun 756 M, kota ini menjadi ibukota dan pusat pemerintahan bani Umayyah di Spanyol, setelah bani Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbas tahun 750 M. Bani umayyah sepenuhnya menguasai Afrika Utara pada zaman khalifah Abdul Malik setelah memkan waktu 53 tahun (30-83 H). 
Awalnya Tharif bin Malik merintis dan menyelidiki keadaan spanyol dengan menyebrangi selat antara Maroko dan Eropa itu dengan satu pasukan perang berjumlah 500 tentara berkuda yang menaiki kapal Julian. Kemelut yang ada dalam kerajaan Visigoth membuat Tharif bin Malik memenangkan pertempuran. Selanjutnya Musa bn Nushair mengirim 7000 pasukan di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad yang terdiri dari suku Barbar yang didukung Musa bin Nushair dan sebagian lagi dari orang Arab dikirim khalifah al-Walid. Pasukan itu menyebrangi selat melewati gunung tempat beristirahat dan menyiapkan pasukan, dikenal dnegan nama Gibraltar atau jabal Thariq. Kemudian pasukan Thariq mulai bertempur di suatu tempat  bernama Bakkah lalu raja Roderick dapat dikalahkan. Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota kerajaan Goth) ditambah dengan jumlah 5000 pasukan oleh Musa bin Nushair sehingga total pasukan menjadi 12.000 orang. Ditambah lagi orang Yahudi secara rahasia juga mengadakan persekutuan dengan kaum Muslimin. Kemenangan pertama yang dilakukan oleh Thariq bin Ziyad merupakan jalan lapang untuk menaklukkan wilayah yang lebih luas lagi. Sehingga Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu pejuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia menyebrangi beberapa selat, satu demi satu kota yang dilewati berhasil dikuasai. Setlah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajan Gothic, Theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol mulai Saragossa hingga Navarre. 
Masa pemerintahan Umr bin Abdul Aziz (99 H/717 M), perluasan dilakukan untuk menaklukkan daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan yang dipimpin al-Samah namun ia gagal dan terbunuh tahun 102 H. dilanjutkan dengan penyerangan ke kota Bordesu, Poiter, dan Torus oleh Abdul Rahman bin Abdullah al-Ghafiqi, namun dihadang oleh Charles Martel sehingga pasukan mundur kembali ke Spanyol. Sesudah itu masih terdapat penyerangan-penyerangan ke Avigon dan Lyon. 
Ada dua faktor kemenangan Umat Islam di Spanyol, yaitu: faktor eksternal, kondisi dalam negeri Spanyol  sendiri. Secara politik, Spanyol terbagi dalam negara-negara kecil. Penguasa Gothic tidak toleran terhadap aliran agama Monofisit apalagi yahudi. Mereka dipaksa untuk dibaptis menurut kristen dan akan disiksa bila menolak. Rakyat terbagi atas sistem kelas, sehingga keadaanya diliputi kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Ekonomi masyarakat di sana juga dalam keadaanlumpuh dan kesejahteraan menuru. Konflik kekuasaan antara Raja Roderick dan Witiza, penguasa Toledo. Juga konflik Roderick dengan Rtu Julian mantan penguasa Septah. Tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak memiliki semangat juang. Kaum Yahudi yang bersejutu dan membantu perjuangan umat Islam. Faktor Internal, kondisi pada tubuh oenguasa, tokoh0tokoh penjuan gdan prajurit Islam. Para pemimpin bersatu, kompak dan percaya diri. Mereka cakap dsan berani serta tabah dalam setiap persoalan. Sikap toleransi, persaudaraan dan tolong menolong yang ditunjukkan prajurit Islam.

B. Periodisasi Pemerintahan Bani Umayyah Di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Masa itu berlangsung selama hampir 8 abad (711-1429 M). Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:[3]
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali akibat gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini adalah masa peletakkan dasar, asas dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai dengan adanya gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada Islam. Sentralisasi kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di Damaskus.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama  adalah  Abdurrahman  I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kerajaan Bani Abbas, ketika Bani Abbas berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
Pada masa ini umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban serta pendidikan. Abdurrahman mendirikan mesjid Cardova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrhman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pada masa Abdurrhma al-Ausath ini pemikiran filsafat mulai masuk, maka ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk dating ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III, yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya muluk at-thawaif (raja-raja kelompok). Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar ‘Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman an-Nasir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pimpinan raja-raja golongan atau al-muluk at-thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Sivilie, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Sivilie.
5. Periode Kelima (1086-1248 M) 
Pada periode ini terdapat suatu kekuatan yang masih dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabbitun (1146-1235 M). dinasti Murabbitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama di Afrika Utara yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyifin. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesh. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam yang tengah mempertahankan kekuasaannya dari serangan raja-raja Kristen. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabbitun berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Dinasti Muwahhidun dating ke Spanyol di bawah pimpinan Abdul Mun’im sekitar tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota penting umat Islam di Cordova, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk beberapa decade dinasti ini mengalami banyak kemajuan.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periodeini Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Namun secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Pada periode ini adalah akhir dari ekstensi umat Islam di Spanyol. Menurut Harun Nasution, pada sekitar tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerahini.

C. Masa Kejayaan dan Kontribusi Bani Umayyah
Ketika Al-Dakhil berkuasa, Cordova menjadi ibukota Negara. Ia membangun kembali kota ini dan memperindahnya, serta membangun benteng di sekeliling kota dan istananya. Sepeninggal al-Dakhil, Cordova terus berkambang dan menjadi salah satu kota terkemuka di dunia. Peninggalan al-Dakhl yang kini masih tegak berdiri adalah Masjid Jami Cordova.
a. Pada masa Hisyam 1 dimana ia memugar kembali jembatan tua yang dibangun oleh al-khaulani, di samping menanbah bangunan-bangunan megah dan taman-taman yang indah. Pemugaran selanjutnya dilakukan pada masa Al-Mustanshir dan Al-Manshur.
b. Pada masa Al-Mustanshir dan Al-Mu’ayyah yang merupakan perkembangan paling pesat yang terjadi pada saat itu dimana pusat kota yang dikelilingi oleh tembok dengan tujuh pintu gerbangnya, pada waktu itu sudah berada di tengah, karena berkembangnya daerah pinggiran di sekitarnya.
Kebanggaan Cordova tidak lengkap tanpa:
1. Al-Qashr al-Kabir
Adalah kota satelit yang dibangun oleh Ad-Dakhil dan disempurnakan oleh beberapa orang penggantinya.
2. Al-Rushafah
Adalah sebuah istana yang dikelilingi taman yang luas dan indah, yang dibangun al-Dakhil di sebelah barat laut Cordova. Istana ini mencontoh bentuk istana dan taman Rushafah yang pernah dibangun oleh nenek moyangnya di Syria.
3. Masjid Jami’ Cordova
4. Jembatan Cordova
5. Al-Zahrar
Dibangun al-Nashir di sebuah bukit di pegunungan Sierra Morena sekitar tiga mil di sebelah utara Cordova. Kemegahan al-Zahra hamper menyamai al-Qashr al-kabir. Termasuk keistimewaan al-Zahra  ialah kolam-kolam marmer buatan konstantinopel berukir aneka macam bentuk, sebagian diantarannya berlapis emas.
Kecuali membangun al-Zahra, al Nashir membangun saluran air yang menembus gunung sepanjang 80 km, karena Wadi al-Kabir yang mengaliri al-Zahra dan Cordova pada musim kemarau airnya tidak bias diminum
6. Al-Zahirah
Dibangun Al-Manshur di pinggir Wadi Al-Kabir, tidak jauh dari Cordova. Di dalamnya dibangun istana besar dan indah tempat kediaman al-Manshur, gedung-gedung pemerintahan, gudang makanan dan gudang  senjata, tempat tinggal para menteri, perwira militer, dan pegawai tinggi lainnya.
Sebagaimana halnya al-Zahra, al-Zahirah dilengkapi taman-taman indah,
pasar-pasar, toko-toko, masjid-masjid, dan bangunan umum lainnya. Perkembangan al-Zahirah begitu pesat, sehingga pada satusisinya kemudian bersambung dengan Cordova, sedang sisinya yang lain bersambung dengan al-Zahra yang dalam perkembangan selanjutnya telah  menjadi bagian depan kota Cordova.

Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab
Bahasa Arab masuk ke Andalusia bersamaan dengan masuknya Islam ke daratan itu. Syalibi yang mengutip keterangan Nicholson menyatakan bahwa pada permulaan abad IX M bahasa arab sudah menjadi bahasa resmi di Andalusia. Sejalan dengan perkembangan bahasa Arab, berkembang pula kesusastraan Arab yang dalam arti sempit, disebut adab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa.
Diantara jenis prosa adalah khithabnah, tarrasul, maupun kartafiksi lainnya. Menurut Amer Ali ”Orang-orang Arab Andalusia adalah penyair-penyair alam. Mereka menemukan bermacam jenis puisi, yang kemudian dicontoh oleh orang-orang Kristen di Eropa selatan.
Diantara sastrawan terkemuka  Andalusia adalah:
1. Abu Amr Ahmad ibn Muhammmad ibn Abd Rabbih
Ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungan lebih banyak kepada sastra dan sejarah. Ia semasa dengan empat orang khalifah Umayyah yang bagi mereka telah ia ubah syair-syair, sehingga ia memperoleh kedudukan terhormat di istana.
2. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Baik prosa maupun puisi, hanya beberapa potong saja yang ditemukan
3. Ibn Hazm orang penyair sufi yang banyak mengubah puisi-puisi cinta. Isi-puisi yang dihimpun dalam antologi Permata seorang dara, berisi gambaran aspek-aspek percintaan dari pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain
4. Muluk al-thawaif dianggap penyair  paling besar di Andalusia pada masa itu. Seirama dengan perkembangan syair, berkembang pula musik dan seni suara. Hasan Ibn Nafi’ yang lebih dikenal dengan panggilan Ziryab mempunyai keahlian dalam seni musik dan tarik suara, pengaruhnya masih membekas sampai sekarang, bahkan dia dianggap peletak dasar dari music Spanyol  modern.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pemisahan Andalusia dari Bagdad secara politis, tidak berpengaruh terhadap transmisi keilmuan dan peradaban antara keduanya. Banyak muslim di Andalusia yang menuntut Ilmu di negeri Islam belahan timur itu, dan tidak sedikit pula paa ulama dari timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia.
Kebanyakan umat Islam menganut paha Maliki dimana dasar pemikiran hukumnya adalah hadits. Perhatian muslim Andalusia terhadap hadits Rasululllah saw amat besar pada waktu itu. Mahzab ini diperkenalkan pertama kali oleh Ziyad ibn Abd al-Rahman Ibn Ziyad al-lahmi. Tokoh lain yang tidak kalah populernya dalam pengembangan ilmu fiqih ialah Abu Bakar Muhmmad ibn Marwan ibn Zuhr.
Ilmu agama yang berkembang amat pesat adalah Ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas fadh-lafadh  Al-Qur’an yang baik dan benar. Abu Amr al-Dani Utsman ibn Said adalah ulama ahli Qira’at kenamaan dari Andalusia yang mewakili generasinya.
Sejalan dengan perkembangan filsafat, berkembang  pula ilmu-ilmu lain. Ilmu pasti yang banyak digemari bangsa Arab berpangkal dari buku India Sinbad yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara penguasa, hartawan dan ulama. Umat Islam di Negara-negara Islam pada masa itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban pemerinthan. Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan perpustakaan-perpustakaan, di samping mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Sekolah dan perpustakaan, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan pribadi, banyak dibangun di berbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota-kota besar hingga ke desa-desa.
Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju, sehingga hamper tidak  ada seorang pun penduduknya yang buta huruf. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke negara-negara  Eropa Kristen, melalui kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di Universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga lembaga ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia

D. Persamaan dan Perbedaan Dinasti Bani Umayyah I dan II
Pada masa Umayyah I, latar belakang didirikan karena adanya perjanjian antara Mu’awiyah dengan Hasan. Pusat pemerintahan Islam yang sebelumnya ada di Madinah dipindahkan ke Damaskus. Bentuk pemerintahan yang mulanya Theo-demokratis menjadi Monarki (kerajaan) yang berbasis Islam. Puncak kejayaan masa Bani Umayyah I ini pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Adapun kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada masa Umayyah I, sebagai berikut:
a. Pemisahan kekuasaan. Kekuasaan agama dan negara dibedakan. Agama diserahkan kepada ulama.
b. Pembagian wilayah terdapat 10 provinsi.
c. Bidang administrasi pemerintah. Ada 5 bagian sekretaris dengan tugas yang berbeda-beda dibawah pimpinan Amir (penguasa) di daerah.
d. Arabisasi. 
Pada masa Umayyah II di Spanyol membuat berbagai perubahan dalam kebijaksanaan. Dijalankan pemerintahan yang masih sama sepert bangsa Romawi yaitu sifat sentralistik. Kekuasaan sepenuhnya berada di tangan raja. Sehingga terjadi perubahan organisasi politikyang menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan. Sistem pemerintahan masih sama yaitu monarki. 
Pendidikan Andalusia yang berasal dari banyak unsur seperti Arab, Barbar, Spanyol Yahudi dan Slavia, sehingga lebih maju dari masa Umayyah I. hal ini menjadikan sering terjadinya hubungan timbal balik dengan cendikiawan-cendikiawan di luar Eropa terkhusus Eropa.  Pemerintahan juga memberikan kebebasan dalam beragama. Hal tersebut digunakan sebagai siasat agar tidak banyak terjadi gesekan dengan kerajaa-kerajaan kristen di Eropa. 
Dalam bidang militer, dibentuk armada militer baru yaitu shaqalibah (pasukan yang dibeli sejak belia dari kriten dan dididik dengan tradisi Islam-Arab menjadi pasukan yang setia terhadap penguasa). 

Daftar Sumber
http://syafieh.blogspot.com/2014/02/bani-umayyah-ii-perkembangan-islam-di.html#ixzz5oQyf37t5
Okti, Regita. Perkembangan Islam pada Masa Daulah Umayyah di Andalusia. https://www.kompasiana.com/regizhara/5a1579499f91ce5e6309dbf2/perkembangan-islam-pada-masa-daulah-umayyah-di-andalusia?page=all#, 
Hadil, Fajar. Sejarah Dinasti Bani Umayyah I dan II. https://www.academia.edu/31881013/SEJARAH_DINASTI_UMAYYAH_I_DAN_II,  



Khalifah Abu Bakar Ahs-Shiddiq, http://nahdlatululama.id
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Perkembangan Islam Masa Khalifah Abu Bakar”.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin serta telah mendapat bantuan dari berbagai pihak yang berguna untuk kelancaran pembuatan makalah. Untuk itu, kami sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pembuatan makalah kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun isi serta kelengkapannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala bentuk kritik serta saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, Amiin.




Yogyakarta, April 2019  


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Abu Bakar menjadi khalifah 2
2.2 Kebijakan Abu Bakar sebagai khalifah 2
2.3 Perkembangan Islam masa Abu Bakar 6

BAB III PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan 7

DAFTAR PUSTAKA 8



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Asabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga mendapat gelar Ash-Shiddiq lantaran beliau lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah.
Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, umat islam mendapat pemimpin baru yang mengatur segala permasalahan kehidupan. Di masa pemerintahan beliau terdapat beberapa peristiwa penting seperti munculnya nabi palsu, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan sebagainya. 
Gejolak dan pembangkangan yang ada dapat ditangani beliau dengan baik. Bahkan kekuasaan Islam tetap tumbuh pada masa pemerintahan beliau walaupun banyak hambatan dan rintangan meliputi era kekhalifahan beliau.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana awal Abu Bakar menjadi khalifah? 
2. Apa kebijakan yang dilakukan Abu Bakar sebagai khalifah?
3. Bagaimana akhir pemerintahan Abu Bakar?

1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prosesi pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah.
2. Mengetahui kebijakan yang dilakukan Abu Bakar ketika menjabat sebagai khalifah.
3. Mengetahui akhir pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. 

BAB II
PEMBAHASAN 

2.1 AWAL ABU BAKAR MENJADI KHALIFAH
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman, kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Sirin yang menyebutkan beliau bernama Atiq.  Banyak perdebatan bagaimana Abu Bakar mendapatkan gelarnya dan apa sebabnya, ada yang menyatakan bahwa ia diberi gelar karena ketampanannya, karena kebersihan nasab keturunannya dimana diantara nenek moyangnyna tidak ada yang melakukan perbuatan tercela, dan yang lain mengatakan bahwa Abu Bakar mendapatkannya karena ia merengkuh kebenaran pertama kali. 
Abu Bakar dilahirkan 2 tahun 2 bulan setelah kelahiran Rasulullah, atau seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar, Abu Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan setelah tahun Gajah.  Ayahnya bernama bernama Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Quraisyi At-Tamimi.  
Selepas meninggalnya Rasulullah terjadi kekosongan kepemimpinan di kalangan kaum muslimin. Berkenaan dengan pengganti beliau sebagai kepala pemerintahan di Madinah, Rasulullah tidak meninggalkan wasiat maupun pesan kepada kaum muslimin. Perselisihan lain terjadi di Saqifah, yaitu balai pertemuan Bani Sa’idah. Disana kaum Anshar hendak mengangkat Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti Rasulullah. Maka pergilah Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah ke balai pertemuan tersebut.
Terjadilah perdebatan yang sengit disana, masing-masing kelompok mengajukan calon khalifah dan mengklaim bahwa calon mereka yang paling berhak atas kekhalifahan. Calon-calon tersebut ialah: Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Sa’ad bin Ubadah.  Terjadi perdebatan yang alot, kemudian Abu Bakar menwarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai khalfah yakni: Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengajukan calon tersebut demi menjaga keutuhan ummah dan menghindari permusuhan lama antara suku Aus dan Khazraj.
Kaum Anshar terkesan dengan pendapat Abu Bakar. Umar yang tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya serta menyatakan kesediannya sebagai khalifah. Hal tersebut diikuti oleh Abu Ubaidah, kemudian seluruh kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikuti pertemuan di Saqifah Bani Saidah.  
Terdapat dua faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar, pertama, menurut pendapat umum yang ada pada saat itu, khalifah haruslah berasal dari kaum Quraisy. Kedua, sahabat sependapat dengan keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar; ia satu-satunya sahabat yang menemani hijrah Nabi, ia sering ditunjuk Nabi untuk mengimami shalat ketika beliau uzur, ia keturunan bangsawa, cerdas dan berakhlak mulia. 
Sebagai khalifah, Abu Bakar mengalami dua kali baiat, pertama ketika berada di Saqifah Bani Sa’idah, yang dikenal dengan Baiat Khassah. Kedua, di Masjid Nabawi yang dikenal dengan Baiat Jamaah.  Ketika di baiat di Masjid Nabawi, Umar mendahuluinya untuk berpidato, mengucap syukur kepada Allah dan menyeru kaum muslimin untuk menyatakan baiat kepada Abu Bakar.  Abu Bakar kemudian menjadi khalifah pengganti Rasulullah yang dipilih secara demokratis oleh kaum muslimin. 

2.2 KEBIJAKAN ABU BAKAR SEBAGAI KHALIFAH
Dalam masa pemerintahannya, Abu Bakar menempuh berbagai kebijakan-kebijakan dalam rangka menjaga keutuhan kaum muslimin, karena pasca wafatnya Rasulullah hampir seluruh daerah kekuasaan kaum muslimin mengalami pergolakan. Diantara kebijakan-kebijakan yang dilakukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah sebagai berikut:
2.2.1 Kodifikasi Al-Qur’an dalam satu mushaf
Di tahun ke dua belas Hijriah terdapat tujuh puluh penghafal Al-Qur’an dari sahabat yang gugur sebagai syuhada pada Perang Yamamah.  Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan dalam Perang Riddah jumlah penghafal al-Qur’an yang terbunuh mendekati angka 700 jiwa. 
Hal ini kemudian membuat Umar mendesak Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Hal tersebut dilakukan karena Umar khawatir Al-Quran akan hilang, terutama jika terjadi peperangan lain seperti perang-perang sebelumnya yang menewaskan para penghafal Al-Qur’an. Selain itu, dalam pandangan Umar, jika Al-Qur’an ditulis dan dihimpun, ia akan terjaga dan tidak terpengaruh secara langsung oleh hidup atau matinya para penghafal. 
Awalnya Abu Bakar menolak usulan ini karena hal tersebut tidak pernah dicontohkan Rasulullah ketika masih hidup. Setelah mendiskusikannya, Abu Bakar setuju untuk membukukan Al-Qur’an dengan Zaid bin Tsabit yang sebagai orang yang bertanggung jawab atas tugas ini. Pemilihan Zaid sendiri dikarenakan ia seorang yang kedudukannya yang baik dalam masalah qiraat, kemampuan dalam masalah penulisan, pemahaman dan kecerdasannya. 
Abu Bakar menginstruksikan Zaid agar tidak menerima ayat Al-Qur’an sampai disaksikan oleh dua orang. Zaid bin Tsabit mengembangkan ketentuan tersebut menjadi tiga, yaitu: Pertama, ayat/surat tersebut harus dihafal paling sedikit dua orang. Kedua, harus ada dalam bentuk tertulisnya (di batu, tulang, kulit dan bentuk lainnya). Ketiga, untuk yang tertulis, paling tidak harus ada dua orang saksi yang melihat saat dituliskannya. 
Mushaf yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar disimpannya sampai wafat, kemudian disimpan Umar. Ketika Umar meninggal, mushaf disimpan oleh Hafsah putri Umar yang mendapatkan wasiat untuk wakaf peninggalan ayahnya. Mushaf tersebut kemudian diambil Usman bin Affan dimasa jabatannya sebagai khalifah untuk ditulis ulang dan disebarkan di beberapa wilayah kekuasaan Islam.
 2.2.2 Memberantas Kaum Murtad
Selepas kematian Rasulullah beberapa suku melakukan tindakan yang menyeleweng dari agama Islam, salah satunya adalah enggan membayar zakat yang menjadi kewajiban kaum muslimin. Sebelum Abu Bakar mengirimkan pasukan untuk menumpas mereka, lebih dahulu Abu Bakar mengirimi surat kepada golongan ataupun orang-orang yang menyeleweng tersebut. 
Dalam surat itu dijelaskan bahwa ada kesamaran-kesamaran yang timbul dalam pikiran mereka, serta diserukan kepada mereka agar kembali kepada ajaran Islam. Diperingatkan pula, apa akibat yang akan terjadi kalau mereka masih tetap dalam kesesatan itu. 
Kaum yang tidak berkenan membayar zakat adalah Bani Abs, Bani Murrah, Bani Dzubyan, dan Bani Kinanah.  Mereka menganggap bahwa pemungutan zakat yang dilakukan oleh Nabi saja yang dapat membersihkan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan pembayar zakat. Hal ini terjadi karena salah menafsiran salah satu ayat yang berkenaan zakat (Surat Al-Taubah ayat 103). 
Tepat pada bulan Jumadil Akhir 11 H Abu Bakar mengerahkan seluruh penduduk Madinah dan para perbatasan untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad sekitar Madinah. Peperangan ini dikenal dengan nama Perang Riddah. Perang Riddah diprioritaskan terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat.  
Akhirnya, hasil dari pertempuran itu kaum Muslimin kembali membayar zakat setelah kemenangan yang didapatkann di Dzil Qishshah. Pada malam harinya dari setiap kabilah mulai berdatangan ke Madinah. Yang pertama kali yang membayar zakat yakni Safwan dan Zabriqan, pemimpin-pemimpin Banu Tamim, Adi Bin Hatim Al-Ta’i dari kabilah Tayyi’, maka kota Madinah pun di penuhi harta zakat.

2.2.3 Memberantas Nabi Palsu
Tidak berapa lama setelah  Rasulullah wafat, munculanlah orang-orang yang mengikrarkan dirinya secara terang-terangan sebagai Nabi. Beberapa diantara mereka telah mendeklarasikan diri sebagai nabi sejak Rasulullah masih hidup dan sebagiannya muncul setelah mendengar beliau telah waat. Sebagian nabi palsu tersebut adalah tokoh-tokoh dari beberapa suku yang belum bisa menerima Islam (non Muslim), akan tetapi berusaha meniru atau menyaingi keberhasilan kaum muslimin. 
Pertama, Musailamah al- Kadzdzab. Ia memiliki pasukan sebesar 40.000 orang. Musailamah merupakan tokoh cendekiawan yang terpandang didalam lingkungan Bani Hanifah yang mendiami wilayah Yamamah.  Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah Panglima Ikrimah bin Amru bin Hisyam, yang disusuli oleh pasukan cadangan dibawah pimpinan Panglima Syarhabil bin Hasanah. 
Selanjutnya bala bantuan lain menyusul yang terdiri dari atas kaum Muhajirin dan Anshar yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Musailamah yang mengetahui hal tersebut kemudian menuju Wadial Aqraba, sebuah tempat perlintasan bagi musafir Basrah bersama seluruh pasukannya. Majat bin Mirarat, tokoh yang dihormati di kalangan Bani Hanifah membuat regu patroli dan menyelidiki gerak-gerik kaum muslimin atas dasar belas dendam terhadap sekutu mereka, Bani Amir. Regu tersebut berhasil disergap oleh pasukan Khalid dan selain Majat dihukum mati karena tidak mau berbaiat kepada Abu Bakar sebagai khalifah.
Pertempuran besar pecah keesokan harinya. Musailamah yang akhirnya terdesak melrikan diri ke Al-Hadikat, yaitu wilayah miliknya yang dilingkari tembok yang tinggi. Khalid kemudian mengepung tempat itu, Al-Barrak salah satu pasukannya meminta untuk dilemparkan ke dalam dan membuka gerbang. Pasukan muslim menyerbu, Khalid yang khawatir akan jatuhnya korban besar di kedua belah pihak berseru dan menantang Musailamah melakukan perang tanding. 
Musailamah sendiri sebenarnya telah tewas ditangan Wahsyi yang segera menyerukan takbir. Pertempuran berakhir dengan jumlah korban dan harta rampasan yang besar. Dengan kekalahannya, suku Hanifah segera berbalik dan mengangkat baiat terhadap Abu Bakar.
Kedua, Sajjah Tamimiyah. Sajjah adalah seorang wanita yang berasal dari suku besar Tamim. Dia mengaku sebagai nabi setelah mendengar Rasulullah meninggal dunia.  Sajjah merupakan salah satu pemuka suku Tighlab, kemudian ia melakukan sekutu dengan Malik bin Nuwaira yang kemudian menghimpun pasukan yang cukup besar. 
Kemudian ia menggabungkan diri dengan Musailamah, beberapa kitab mengatakan bahwa Musailamah dan Sajjah melakukan pernikahan.  Kemudian dibuat persyaratan dimana hasil wilayah Yamamah dibagi menjadi dua tiap tahunnya, sebagai imbalannya kedua pasukan harus bergabung untuk menghadapi pasukan dari Madinah.
Ketiga, Al-Aswad al-Ansi. Nama aslinya adalahAbhalah bin Ka'ab bin Ghautsal-Ansi, dari negeri yang dikenal dengan nama Kahf Khubban.  Ia mengaku dirinya seorang nabi ketira Rasulullah hendak wafat dan seluruh suku Mazhaj mempercayainya. Aswad menyerang Najran dan berhasil mendudukinya beserta wilayah sekitarnya. 
Aswad sendiri akhirnya dibunuh panglimanya, Kais Ibnu Abdi Yaguts. Kemudian ia menekan dan menindas beberapa kaum di daerah Yaman. Emir Firuz, salah satu pejabat San’a yang dikuasi oleh Kais meminta pertolongan di Madinah karena hendak dibunuh. Pasukan Ikrimah yang datang dari wilayah Mahra dan pasukan Ibnu Ummayah dari Madinah mengepung San’a dan menyerbu masuk ke dalam kota. 
Kais sendiri kemudian ditangkap dan dikirim ke Madinah untuk dihadapkan dengan Abu Bakar. Wilayah tersebut kemudian kembali berbaiat kepada Abu Bakar. 
Keempat, Thualihah al-Asadi. Dalam satu sejarah disebutkan bahwa dia adalah seorang ahli fikir dari suku besar Asad dan kekuatannya diakui dan diterima oleh suku besar Thai Ghathfan.  Pasukan Khalid bin Walid berangkat ke tempat suku Thai Ghathfan, Murra dan Fezara yang menggabungkan diri dengan Thualihah, kemudian terjadilah pertarungan yang sengit. 
Pasukan Thualihah dihancurkan dan Thualihah sendiri melarikan diri ke Syria. Ia kemudian memeluk Islam kembali dan sempat umrah ke Mekkah ketika Abu Bakar masih menjabat. Abu Bakar hanya membiarkannya dan berkata, “Ia sekarang seorang muslim, apa yang harus dilakukan?” 
2.2.4 Ekspedisi Ke Luar Madinah

a. Wilayah Persia
Khalid bin Walid mendapatkan perintah untuk menaklukan wilayah Persia oleh Abu Bakar sekitar awal tahun 12 H. Abu Bakar juga mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Iyadh bin Ghanim yang mengepung wilayah Persia Utara.  Namun di wilayah Khawazdim pasuka Khalid dihadang oleh Hurmuz, salah satu pasukan Persia yang kemudian berhasil dikalahkan oleh Khalid. 
Berita kekalahan tersebut didengar oleh pasukan Persia yang berada di Azdasyir, yang kemudian berniat membalas dendam. Mereka bertemu di lembah Tsaniy, di suatu lembah dekat sungai di Basrah. Khalid berhasil menumpas pasukan tersebut dan mengirimkan seperlima ghanimah ke khalifah setelah membagikan empat perlimanya kepada pasukan.
Di bulan Shafar 12 H, Raja Persia akhirnya mendengar kekalahan pasukannya dan menghimpun pasukan menuju Waljah. Salah satu kabilah Arab, bergabung dengan pasukan Persia, yakni Bani Bakkar. Khalid berhasil mengalahkan mereka, namun kekalahan Bani Bakkar menyulut kemarahan kaum Nasrani Arab dan mereka memutuskan untuk membantu kerajaan Persia menyerang Islam. 
Kaum Nasrani Arab meminta bantuan kepada kerajaan Persia. Di Ullais kedua kelompok bertemua dan menggabungkan kekuatan untuk menumpas kaum muslimin. Khalid berhasil mengalahkan pasukan gabungan tersebut. 
Berturut-turut pasukan Khalid berhasil menaklukan beberapa wilayah, yakni: menaklukan Hirah dan membuat penduduk disana membayar Jizyah kepada khalifah, menaklukan Anbar yaitu sebuah kota di tepi sungai Eufrat di utara Kuffah, menaklukan Tamr dan berhasil mengislamkan 40 pemuka agama Nasrani yang memahami injil, menaklukan Daumatul Jandal, dan terakhir di Furadh. Kemudian Abu Bakar memulai untuk menaklukan kekaisaran Romawi. 

b. Wilayah Syam
Abu Bakar mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid, pasukan yang dulunya hendak dikirim Rasulullah namun ditunda karena wafatnya beliau. Pasukan ini kemudian bergabung dengan pasukan lain untuk menjadi pasukan gabungan yang lebih besar guna mempersiapkan diri untuk menghadapi pasukan Romawi. 
Di bulan Shafar tahun 13 H, pasukan Romawi menghimpun diri di Damaskus. Seluruh pasukan Islam berkumpul di Yarmuk untuk mengahadapi pasukan Romawi. Pasukan Romawi berjumlah 240.000, sedangkan pasukan gabungan Islam berjumlah 39.000 orang.  Kedua kubu bertarung dengan sengit, pasukan muslim berhasil memukul mundur pasukan Romawi. Korban banyak berjatuhan dan sebagian besar tenggelam di sungai Yarmuk dan Waqushah.
Perang Yarmuk belum berakhir hingga khalifah Abu Bakar wafat dan digantikan oleh Umar, yang kemudian memecat Khalid sebagai panglima perang dan digantikan oleh Abu Ubaidah. Pasukan muslim berhasil memenangkan pertarungan tersebut. 

2.3 AKHIR PEMERINTAHAN KHALIFAH ABU BAKAR
Islam di masa Abu Bakar berkembangan dengan baik dan fokus pada perluasan wilayah dan penumpasan pemberontakan oleh suku-suku yang murtad dari Islam. Selain makin berkembangnya Islam, Madinah sebagai pusat pemerintahan menjadi kota yang lebih baik. Stabilitas negara bisa dikendalikan dengan pasukan militer yang kuat dan loyal. 
Abu Bakar juga membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah sahabat nabi yang digelari Amin Al-'Ummah. Fungsi Bait al-Mal ini adalah untuk mengelola pemasukan dan pengeluaran negara secara bertanggung jawab guna terpeliharanya kepentingan umum. Bait al-Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu, beliau tidak mengizinkan pemasukan atau pengeluarannya berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari'at.  Selain mendirikan Baitul Mal ia juga mendirikan lembaga peradilan yang ketuanya diserahkan kepada Umar bin Khattab. 
Abu Bakar memerintah pada 632-634 (11-13 H). Selama dua tahun tersebut beliau  menegakkah pemerintahan Madinah yang terancam keruntuhan. Beliau tidak hanya berhasil mempersatukan kembali suku-suku yang terpecah-pecah, tetapi juga berhasil mengislamkan suku-suku yang sebelumnya memusuhi Islam. Di hari ketujuh bulan Jumadil Akhir tahun 13 H Abu Bakar menderita sakit panas selama 15 hari. Delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir, beliau meninggal dunia. 
Abu Bakar dimandikan istrinya, Asma’ binti Umais dan anaknya, Abudrrahman. Ia dishalati, dipimpin oleh Umar bin Khattab dan dikafani pada dua bajunya, sesuai wasiatnya. Abu Bakar meninggalkan di usia 63 tahun dan dimakamkan di dekat Rasulullah. 
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Abu Bakar merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang paling dekat. Selepas kematian Rasulullah, kaum muslimin membaiat Abu Bakar sebagai penggantinya. Sebagai Khalifah Abu Bakar memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama (khalifah, bukan Rasul) sekaligus merangkap kepala negara. 
Abu Bakar menjabat sebagai khalifah selama dua tahun. Dalam masa pemerintahan tersebut, ia melanjutkan misi ekspedisi Usama bin Zaid yang telah dipersiapkan Rasulullah pada masa hidupnya, mengambalikan kaum muslimin dalam ajaran Islam yang benar dan memerangi kaum murtad, mengumpulkan Alqur’an dalam satu mushaf, dan mengirim pasukan ke Irak dan Syam untuk menyebarkan ajaran Islam. 
Ketika ia menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar juga berhasil menaklukan kekaisaran Romawi dan Persia sehingga Islam mampu menjadi sebuah negara besar yang diakui oleh pemerintahan-pemerintahan di sekitarnya.
Pemerintahan Abu Bakar berakhir ketika beliau wafat, digantikan oleh Umar bin Khattab. Abu Bakar wafat di usia 63 tahun di bulan Jumadil Akhir. Kemudian Abu Bakar dimakamkan di sisi Rasulullah didalam kamar Aisyah. 
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quraibi, Ibrahim (Faris Khairul, penj). 2009. Tarikh Khulafa’.  Qisthi Press: Jakarta 
Dahlan, Muh. 2017.  Kontribusi Abu Bakar terhadap perkembangan Islam. Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 4
Imam As-Suyuthi (Samson Rahman, penj). 2003. Tarikh Khulafa’. Pustaka al-Kautsar: Jakarta 
Nasrudin. Mei 2015. Sejarah Penulisan Al-Qur’an: Kajian Antropologi Budaya, Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 2
Rahmatullah, Muhammad. 2014. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq. Jurnal Khatulistiwa IAIN Pontianak Vol. 4
Sou’yb, Yusuf. 1979. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang: -
Suhud , Moh. Abu. Juli-Desember 2008. Problematika Dakwah Internal Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Upaya Mengatasinya, Jurnal MD Vol. 1 No. 1