Khalifah Abu Bakar Ahs-Shiddiq, http://nahdlatululama.id |
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Perkembangan Islam Masa Khalifah Abu Bakar”.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin serta telah mendapat bantuan dari berbagai pihak yang berguna untuk kelancaran pembuatan makalah. Untuk itu, kami sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pembuatan makalah kami.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun isi serta kelengkapannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala bentuk kritik serta saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian, Amiin.
Yogyakarta, April 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Abu Bakar menjadi khalifah 2
2.2 Kebijakan Abu Bakar sebagai khalifah 2
2.3 Perkembangan Islam masa Abu Bakar 6
BAB III PENUTUP 7
3.1 Kesimpulan 7
DAFTAR PUSTAKA 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan sahabat Nabi yang menjadi salah satu orang yang mendapat gelar Asabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Beliau juga mendapat gelar Ash-Shiddiq lantaran beliau lah orang yang membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah.
Setelah pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, umat islam mendapat pemimpin baru yang mengatur segala permasalahan kehidupan. Di masa pemerintahan beliau terdapat beberapa peristiwa penting seperti munculnya nabi palsu, penolakan untuk mengeluarkan zakat dan sebagainya.
Gejolak dan pembangkangan yang ada dapat ditangani beliau dengan baik. Bahkan kekuasaan Islam tetap tumbuh pada masa pemerintahan beliau walaupun banyak hambatan dan rintangan meliputi era kekhalifahan beliau.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana awal Abu Bakar menjadi khalifah?
2. Apa kebijakan yang dilakukan Abu Bakar sebagai khalifah?
3. Bagaimana akhir pemerintahan Abu Bakar?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui prosesi pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah.
2. Mengetahui kebijakan yang dilakukan Abu Bakar ketika menjabat sebagai khalifah.
3. Mengetahui akhir pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah pertama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AWAL ABU BAKAR MENJADI KHALIFAH
Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman, kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Sirin yang menyebutkan beliau bernama Atiq. Banyak perdebatan bagaimana Abu Bakar mendapatkan gelarnya dan apa sebabnya, ada yang menyatakan bahwa ia diberi gelar karena ketampanannya, karena kebersihan nasab keturunannya dimana diantara nenek moyangnyna tidak ada yang melakukan perbuatan tercela, dan yang lain mengatakan bahwa Abu Bakar mendapatkannya karena ia merengkuh kebenaran pertama kali.
Abu Bakar dilahirkan 2 tahun 2 bulan setelah kelahiran Rasulullah, atau seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar, Abu Bakar dilahirkan dua tahun enam bulan setelah tahun Gajah. Ayahnya bernama bernama Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Quraisyi At-Tamimi.
Selepas meninggalnya Rasulullah terjadi kekosongan kepemimpinan di kalangan kaum muslimin. Berkenaan dengan pengganti beliau sebagai kepala pemerintahan di Madinah, Rasulullah tidak meninggalkan wasiat maupun pesan kepada kaum muslimin. Perselisihan lain terjadi di Saqifah, yaitu balai pertemuan Bani Sa’idah. Disana kaum Anshar hendak mengangkat Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti Rasulullah. Maka pergilah Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah ke balai pertemuan tersebut.
Terjadilah perdebatan yang sengit disana, masing-masing kelompok mengajukan calon khalifah dan mengklaim bahwa calon mereka yang paling berhak atas kekhalifahan. Calon-calon tersebut ialah: Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan Sa’ad bin Ubadah. Terjadi perdebatan yang alot, kemudian Abu Bakar menwarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai khalfah yakni: Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Abu Bakar mengajukan calon tersebut demi menjaga keutuhan ummah dan menghindari permusuhan lama antara suku Aus dan Khazraj.
Kaum Anshar terkesan dengan pendapat Abu Bakar. Umar yang tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut mengangkat tangan Abu Bakar dan membaiatnya serta menyatakan kesediannya sebagai khalifah. Hal tersebut diikuti oleh Abu Ubaidah, kemudian seluruh kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikuti pertemuan di Saqifah Bani Saidah.
Terdapat dua faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar, pertama, menurut pendapat umum yang ada pada saat itu, khalifah haruslah berasal dari kaum Quraisy. Kedua, sahabat sependapat dengan keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar; ia satu-satunya sahabat yang menemani hijrah Nabi, ia sering ditunjuk Nabi untuk mengimami shalat ketika beliau uzur, ia keturunan bangsawa, cerdas dan berakhlak mulia.
Sebagai khalifah, Abu Bakar mengalami dua kali baiat, pertama ketika berada di Saqifah Bani Sa’idah, yang dikenal dengan Baiat Khassah. Kedua, di Masjid Nabawi yang dikenal dengan Baiat Jamaah. Ketika di baiat di Masjid Nabawi, Umar mendahuluinya untuk berpidato, mengucap syukur kepada Allah dan menyeru kaum muslimin untuk menyatakan baiat kepada Abu Bakar. Abu Bakar kemudian menjadi khalifah pengganti Rasulullah yang dipilih secara demokratis oleh kaum muslimin.
2.2 KEBIJAKAN ABU BAKAR SEBAGAI KHALIFAH
Dalam masa pemerintahannya, Abu Bakar menempuh berbagai kebijakan-kebijakan dalam rangka menjaga keutuhan kaum muslimin, karena pasca wafatnya Rasulullah hampir seluruh daerah kekuasaan kaum muslimin mengalami pergolakan. Diantara kebijakan-kebijakan yang dilakukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah sebagai berikut:
2.2.1 Kodifikasi Al-Qur’an dalam satu mushaf
Di tahun ke dua belas Hijriah terdapat tujuh puluh penghafal Al-Qur’an dari sahabat yang gugur sebagai syuhada pada Perang Yamamah. Bahkan dalam suatu riwayat disebutkan dalam Perang Riddah jumlah penghafal al-Qur’an yang terbunuh mendekati angka 700 jiwa.
Hal ini kemudian membuat Umar mendesak Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Hal tersebut dilakukan karena Umar khawatir Al-Quran akan hilang, terutama jika terjadi peperangan lain seperti perang-perang sebelumnya yang menewaskan para penghafal Al-Qur’an. Selain itu, dalam pandangan Umar, jika Al-Qur’an ditulis dan dihimpun, ia akan terjaga dan tidak terpengaruh secara langsung oleh hidup atau matinya para penghafal.
Awalnya Abu Bakar menolak usulan ini karena hal tersebut tidak pernah dicontohkan Rasulullah ketika masih hidup. Setelah mendiskusikannya, Abu Bakar setuju untuk membukukan Al-Qur’an dengan Zaid bin Tsabit yang sebagai orang yang bertanggung jawab atas tugas ini. Pemilihan Zaid sendiri dikarenakan ia seorang yang kedudukannya yang baik dalam masalah qiraat, kemampuan dalam masalah penulisan, pemahaman dan kecerdasannya.
Abu Bakar menginstruksikan Zaid agar tidak menerima ayat Al-Qur’an sampai disaksikan oleh dua orang. Zaid bin Tsabit mengembangkan ketentuan tersebut menjadi tiga, yaitu: Pertama, ayat/surat tersebut harus dihafal paling sedikit dua orang. Kedua, harus ada dalam bentuk tertulisnya (di batu, tulang, kulit dan bentuk lainnya). Ketiga, untuk yang tertulis, paling tidak harus ada dua orang saksi yang melihat saat dituliskannya.
Mushaf yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar disimpannya sampai wafat, kemudian disimpan Umar. Ketika Umar meninggal, mushaf disimpan oleh Hafsah putri Umar yang mendapatkan wasiat untuk wakaf peninggalan ayahnya. Mushaf tersebut kemudian diambil Usman bin Affan dimasa jabatannya sebagai khalifah untuk ditulis ulang dan disebarkan di beberapa wilayah kekuasaan Islam.
2.2.2 Memberantas Kaum Murtad
Selepas kematian Rasulullah beberapa suku melakukan tindakan yang menyeleweng dari agama Islam, salah satunya adalah enggan membayar zakat yang menjadi kewajiban kaum muslimin. Sebelum Abu Bakar mengirimkan pasukan untuk menumpas mereka, lebih dahulu Abu Bakar mengirimi surat kepada golongan ataupun orang-orang yang menyeleweng tersebut.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa ada kesamaran-kesamaran yang timbul dalam pikiran mereka, serta diserukan kepada mereka agar kembali kepada ajaran Islam. Diperingatkan pula, apa akibat yang akan terjadi kalau mereka masih tetap dalam kesesatan itu.
Kaum yang tidak berkenan membayar zakat adalah Bani Abs, Bani Murrah, Bani Dzubyan, dan Bani Kinanah. Mereka menganggap bahwa pemungutan zakat yang dilakukan oleh Nabi saja yang dapat membersihkan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan pembayar zakat. Hal ini terjadi karena salah menafsiran salah satu ayat yang berkenaan zakat (Surat Al-Taubah ayat 103).
Tepat pada bulan Jumadil Akhir 11 H Abu Bakar mengerahkan seluruh penduduk Madinah dan para perbatasan untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad sekitar Madinah. Peperangan ini dikenal dengan nama Perang Riddah. Perang Riddah diprioritaskan terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat.
Akhirnya, hasil dari pertempuran itu kaum Muslimin kembali membayar zakat setelah kemenangan yang didapatkann di Dzil Qishshah. Pada malam harinya dari setiap kabilah mulai berdatangan ke Madinah. Yang pertama kali yang membayar zakat yakni Safwan dan Zabriqan, pemimpin-pemimpin Banu Tamim, Adi Bin Hatim Al-Ta’i dari kabilah Tayyi’, maka kota Madinah pun di penuhi harta zakat.
2.2.3 Memberantas Nabi Palsu
Tidak berapa lama setelah Rasulullah wafat, munculanlah orang-orang yang mengikrarkan dirinya secara terang-terangan sebagai Nabi. Beberapa diantara mereka telah mendeklarasikan diri sebagai nabi sejak Rasulullah masih hidup dan sebagiannya muncul setelah mendengar beliau telah waat. Sebagian nabi palsu tersebut adalah tokoh-tokoh dari beberapa suku yang belum bisa menerima Islam (non Muslim), akan tetapi berusaha meniru atau menyaingi keberhasilan kaum muslimin.
Pertama, Musailamah al- Kadzdzab. Ia memiliki pasukan sebesar 40.000 orang. Musailamah merupakan tokoh cendekiawan yang terpandang didalam lingkungan Bani Hanifah yang mendiami wilayah Yamamah. Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah Panglima Ikrimah bin Amru bin Hisyam, yang disusuli oleh pasukan cadangan dibawah pimpinan Panglima Syarhabil bin Hasanah.
Selanjutnya bala bantuan lain menyusul yang terdiri dari atas kaum Muhajirin dan Anshar yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Musailamah yang mengetahui hal tersebut kemudian menuju Wadial Aqraba, sebuah tempat perlintasan bagi musafir Basrah bersama seluruh pasukannya. Majat bin Mirarat, tokoh yang dihormati di kalangan Bani Hanifah membuat regu patroli dan menyelidiki gerak-gerik kaum muslimin atas dasar belas dendam terhadap sekutu mereka, Bani Amir. Regu tersebut berhasil disergap oleh pasukan Khalid dan selain Majat dihukum mati karena tidak mau berbaiat kepada Abu Bakar sebagai khalifah.
Pertempuran besar pecah keesokan harinya. Musailamah yang akhirnya terdesak melrikan diri ke Al-Hadikat, yaitu wilayah miliknya yang dilingkari tembok yang tinggi. Khalid kemudian mengepung tempat itu, Al-Barrak salah satu pasukannya meminta untuk dilemparkan ke dalam dan membuka gerbang. Pasukan muslim menyerbu, Khalid yang khawatir akan jatuhnya korban besar di kedua belah pihak berseru dan menantang Musailamah melakukan perang tanding.
Musailamah sendiri sebenarnya telah tewas ditangan Wahsyi yang segera menyerukan takbir. Pertempuran berakhir dengan jumlah korban dan harta rampasan yang besar. Dengan kekalahannya, suku Hanifah segera berbalik dan mengangkat baiat terhadap Abu Bakar.
Kedua, Sajjah Tamimiyah. Sajjah adalah seorang wanita yang berasal dari suku besar Tamim. Dia mengaku sebagai nabi setelah mendengar Rasulullah meninggal dunia. Sajjah merupakan salah satu pemuka suku Tighlab, kemudian ia melakukan sekutu dengan Malik bin Nuwaira yang kemudian menghimpun pasukan yang cukup besar.
Kemudian ia menggabungkan diri dengan Musailamah, beberapa kitab mengatakan bahwa Musailamah dan Sajjah melakukan pernikahan. Kemudian dibuat persyaratan dimana hasil wilayah Yamamah dibagi menjadi dua tiap tahunnya, sebagai imbalannya kedua pasukan harus bergabung untuk menghadapi pasukan dari Madinah.
Ketiga, Al-Aswad al-Ansi. Nama aslinya adalahAbhalah bin Ka'ab bin Ghautsal-Ansi, dari negeri yang dikenal dengan nama Kahf Khubban. Ia mengaku dirinya seorang nabi ketira Rasulullah hendak wafat dan seluruh suku Mazhaj mempercayainya. Aswad menyerang Najran dan berhasil mendudukinya beserta wilayah sekitarnya.
Aswad sendiri akhirnya dibunuh panglimanya, Kais Ibnu Abdi Yaguts. Kemudian ia menekan dan menindas beberapa kaum di daerah Yaman. Emir Firuz, salah satu pejabat San’a yang dikuasi oleh Kais meminta pertolongan di Madinah karena hendak dibunuh. Pasukan Ikrimah yang datang dari wilayah Mahra dan pasukan Ibnu Ummayah dari Madinah mengepung San’a dan menyerbu masuk ke dalam kota.
Kais sendiri kemudian ditangkap dan dikirim ke Madinah untuk dihadapkan dengan Abu Bakar. Wilayah tersebut kemudian kembali berbaiat kepada Abu Bakar.
Keempat, Thualihah al-Asadi. Dalam satu sejarah disebutkan bahwa dia adalah seorang ahli fikir dari suku besar Asad dan kekuatannya diakui dan diterima oleh suku besar Thai Ghathfan. Pasukan Khalid bin Walid berangkat ke tempat suku Thai Ghathfan, Murra dan Fezara yang menggabungkan diri dengan Thualihah, kemudian terjadilah pertarungan yang sengit.
Pasukan Thualihah dihancurkan dan Thualihah sendiri melarikan diri ke Syria. Ia kemudian memeluk Islam kembali dan sempat umrah ke Mekkah ketika Abu Bakar masih menjabat. Abu Bakar hanya membiarkannya dan berkata, “Ia sekarang seorang muslim, apa yang harus dilakukan?”
2.2.4 Ekspedisi Ke Luar Madinah
a. Wilayah Persia
Khalid bin Walid mendapatkan perintah untuk menaklukan wilayah Persia oleh Abu Bakar sekitar awal tahun 12 H. Abu Bakar juga mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Iyadh bin Ghanim yang mengepung wilayah Persia Utara. Namun di wilayah Khawazdim pasuka Khalid dihadang oleh Hurmuz, salah satu pasukan Persia yang kemudian berhasil dikalahkan oleh Khalid.
Berita kekalahan tersebut didengar oleh pasukan Persia yang berada di Azdasyir, yang kemudian berniat membalas dendam. Mereka bertemu di lembah Tsaniy, di suatu lembah dekat sungai di Basrah. Khalid berhasil menumpas pasukan tersebut dan mengirimkan seperlima ghanimah ke khalifah setelah membagikan empat perlimanya kepada pasukan.
Di bulan Shafar 12 H, Raja Persia akhirnya mendengar kekalahan pasukannya dan menghimpun pasukan menuju Waljah. Salah satu kabilah Arab, bergabung dengan pasukan Persia, yakni Bani Bakkar. Khalid berhasil mengalahkan mereka, namun kekalahan Bani Bakkar menyulut kemarahan kaum Nasrani Arab dan mereka memutuskan untuk membantu kerajaan Persia menyerang Islam.
Kaum Nasrani Arab meminta bantuan kepada kerajaan Persia. Di Ullais kedua kelompok bertemua dan menggabungkan kekuatan untuk menumpas kaum muslimin. Khalid berhasil mengalahkan pasukan gabungan tersebut.
Berturut-turut pasukan Khalid berhasil menaklukan beberapa wilayah, yakni: menaklukan Hirah dan membuat penduduk disana membayar Jizyah kepada khalifah, menaklukan Anbar yaitu sebuah kota di tepi sungai Eufrat di utara Kuffah, menaklukan Tamr dan berhasil mengislamkan 40 pemuka agama Nasrani yang memahami injil, menaklukan Daumatul Jandal, dan terakhir di Furadh. Kemudian Abu Bakar memulai untuk menaklukan kekaisaran Romawi.
b. Wilayah Syam
Abu Bakar mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid, pasukan yang dulunya hendak dikirim Rasulullah namun ditunda karena wafatnya beliau. Pasukan ini kemudian bergabung dengan pasukan lain untuk menjadi pasukan gabungan yang lebih besar guna mempersiapkan diri untuk menghadapi pasukan Romawi.
Di bulan Shafar tahun 13 H, pasukan Romawi menghimpun diri di Damaskus. Seluruh pasukan Islam berkumpul di Yarmuk untuk mengahadapi pasukan Romawi. Pasukan Romawi berjumlah 240.000, sedangkan pasukan gabungan Islam berjumlah 39.000 orang. Kedua kubu bertarung dengan sengit, pasukan muslim berhasil memukul mundur pasukan Romawi. Korban banyak berjatuhan dan sebagian besar tenggelam di sungai Yarmuk dan Waqushah.
Perang Yarmuk belum berakhir hingga khalifah Abu Bakar wafat dan digantikan oleh Umar, yang kemudian memecat Khalid sebagai panglima perang dan digantikan oleh Abu Ubaidah. Pasukan muslim berhasil memenangkan pertarungan tersebut.
2.3 AKHIR PEMERINTAHAN KHALIFAH ABU BAKAR
Islam di masa Abu Bakar berkembangan dengan baik dan fokus pada perluasan wilayah dan penumpasan pemberontakan oleh suku-suku yang murtad dari Islam. Selain makin berkembangnya Islam, Madinah sebagai pusat pemerintahan menjadi kota yang lebih baik. Stabilitas negara bisa dikendalikan dengan pasukan militer yang kuat dan loyal.
Abu Bakar juga membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah sahabat nabi yang digelari Amin Al-'Ummah. Fungsi Bait al-Mal ini adalah untuk mengelola pemasukan dan pengeluaran negara secara bertanggung jawab guna terpeliharanya kepentingan umum. Bait al-Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu, beliau tidak mengizinkan pemasukan atau pengeluarannya berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari'at. Selain mendirikan Baitul Mal ia juga mendirikan lembaga peradilan yang ketuanya diserahkan kepada Umar bin Khattab.
Abu Bakar memerintah pada 632-634 (11-13 H). Selama dua tahun tersebut beliau menegakkah pemerintahan Madinah yang terancam keruntuhan. Beliau tidak hanya berhasil mempersatukan kembali suku-suku yang terpecah-pecah, tetapi juga berhasil mengislamkan suku-suku yang sebelumnya memusuhi Islam. Di hari ketujuh bulan Jumadil Akhir tahun 13 H Abu Bakar menderita sakit panas selama 15 hari. Delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir, beliau meninggal dunia.
Abu Bakar dimandikan istrinya, Asma’ binti Umais dan anaknya, Abudrrahman. Ia dishalati, dipimpin oleh Umar bin Khattab dan dikafani pada dua bajunya, sesuai wasiatnya. Abu Bakar meninggalkan di usia 63 tahun dan dimakamkan di dekat Rasulullah.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Abu Bakar merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang paling dekat. Selepas kematian Rasulullah, kaum muslimin membaiat Abu Bakar sebagai penggantinya. Sebagai Khalifah Abu Bakar memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama (khalifah, bukan Rasul) sekaligus merangkap kepala negara.
Abu Bakar menjabat sebagai khalifah selama dua tahun. Dalam masa pemerintahan tersebut, ia melanjutkan misi ekspedisi Usama bin Zaid yang telah dipersiapkan Rasulullah pada masa hidupnya, mengambalikan kaum muslimin dalam ajaran Islam yang benar dan memerangi kaum murtad, mengumpulkan Alqur’an dalam satu mushaf, dan mengirim pasukan ke Irak dan Syam untuk menyebarkan ajaran Islam.
Ketika ia menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar juga berhasil menaklukan kekaisaran Romawi dan Persia sehingga Islam mampu menjadi sebuah negara besar yang diakui oleh pemerintahan-pemerintahan di sekitarnya.
Pemerintahan Abu Bakar berakhir ketika beliau wafat, digantikan oleh Umar bin Khattab. Abu Bakar wafat di usia 63 tahun di bulan Jumadil Akhir. Kemudian Abu Bakar dimakamkan di sisi Rasulullah didalam kamar Aisyah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quraibi, Ibrahim (Faris Khairul, penj). 2009. Tarikh Khulafa’. Qisthi Press: Jakarta
Dahlan, Muh. 2017. Kontribusi Abu Bakar terhadap perkembangan Islam. Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 4
Imam As-Suyuthi (Samson Rahman, penj). 2003. Tarikh Khulafa’. Pustaka al-Kautsar: Jakarta
Nasrudin. Mei 2015. Sejarah Penulisan Al-Qur’an: Kajian Antropologi Budaya, Jurnal Rihlah UIN Alauddin Makassar Vol. 2
Rahmatullah, Muhammad. 2014. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq. Jurnal Khatulistiwa IAIN Pontianak Vol. 4
Sou’yb, Yusuf. 1979. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang: -
Suhud , Moh. Abu. Juli-Desember 2008. Problematika Dakwah Internal Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Upaya Mengatasinya, Jurnal MD Vol. 1 No. 1
0 komentar:
Post a Comment