Peradaban Islam merupakan hal yang perlu diketahui
oleh setiap muslim karena pentingnya arti sejarah peradaban umat Islam dalam
melewati masa-masa mulai dari Rasulullah, al Khulafa ar Rasyidun, hingga masa
dinasti-dinasti yang muncul setelah itu. Pada makalah ini akan dibahas secara
eksploratif tentang bagaimana kebijakan ekonomi Umar bin Abdul Aziz ketika
menjadi seorang khalifahdan amirul mukminin umat Islam di masa dinasti Umayyah,
spesifiknya pada tahun 99-101H atau tepatnya 717-720 tahun masehi.
Peta Wilayah Kekuasaan Dinasti Umawiyah[1]
Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz termasuk dalam masa
Dinasti Umayyah dimana ia berada pada pertengahan abad ke-tujuh (662M) hingga
pertengahan abad ke-delapan (753M).[2]Dinasti
Umayyah berasal dari kata yang diambil dari nama seorang Umayyahibn Abdi Syams
ibn Abdi Manaf yang mana Umayyah ini merupakan tokoh terkemuka pada zaman
jahiliyyah atau sebelum Islam. Umayyahmerupakan tokoh yang sangat tersohor,
bahkan ia lebih berpengaruh di banding dengan kakek buyut Rasulullah SAW,Hasyim
ibn Abdi Manaf dikarenakan hartanya yang sangat berlimpah. Dari nama Umayyahinilah
dinasti pada masajayanya Bani Umayyah ini diambil dan dikenal sebagai dinasti
yang mengawali sistem pemerintahan monarki.[3]
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dapat dikatakan
sistem pemerintahan yang diterapkan oleh penguasa atau khalifah sangatlah
berbeda. Perbedaan itu sangat mencolok karena beberapa kebijakan telah
ditetapkan dengan tidak dilandasi Qur’an, Hadits, serta Ijma’. Para khalifah
merupakan penguasa yang harus ditaati segala perintahnya. Para penguasa
tersebut hanyalah dari kalangan Bani Umayyah yang mana mereka memiliki kekuatan
yang sangat besar di balik dinasti tersebut sehingga banyak menimbulkan
kesenjangan sosial di masyarakat. Pada pemerintahan inilah 14 orang khalifah
yang sebagian besarnya menjalankan pemerintahan cenderung tidak mengikuti pola
pemerintahan Rasulullah dan al Khulafa ar Rasyidun.[4]
Pemerintahan pada dinasti Umayyah memiliki
kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat yang ada di bawah pemerintahan
seluruh khalifah bani Umayyah, walaupun
begitu keadaannya, tidak demikian terjadi ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi
Khalifah. Masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz atau yang biasa di kenal dengan
Umar II ini adalah masa dimana kebijakan-kebijakan yang terasa sangat merugikan
rakyat dihapus dan diganti sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang pernah
diterapkan pada masa kebijakan Rasulullah dan al Khulafa ar Rasyidun.
Umar II menjalankan pemerintaha nyang tidak di inginkannya
dengan Ikhlas dan tanggung jawab.UmarII mengeluarkankebijakan-kebijakan yang
menjaga kemaslahatan rakyat dan umat Islam secara khusus. Hal ini terbukti darik
esan yang terkenal pada zaman sekarang akan kebesaran nama Umar bin Abdul Aziz.
Kesan yang muncul tersebut adalah tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi sehingga
ketika di waktu pembagian zakat di masa Umar II sampai-sampai amil zakat kesusahan
mencari mustahiq zakat karena sudah banyak rakyat menjad imuzakki. Umar II
ketika itu memberikebijakan kepada amil zakat yang amanah dan profesional di
bawah kendalinya. Pemerintah yang adil dan bertanggung jawab membuktikan bahwa,pemerintah
dapat meningkatkan kesejahteraan umat dan meminimalisir hal-hal yang berkaitan dengan
kemiskinan dalam waktu yang relatiftidak lama.[5]
PEMBAHASAN
Sejarah
singkat Umar II
Umar bin Abdul Aziz yakni putra dari
Abdul Aziz gubernur daerah Mesir pada masa pemerintahan Abdul Malik. Ia lahir
dekat Kairo tepatnya di daerah Hilwan.[6]Ibu
dari Umar II bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar ibn Khattab yang mana ia
tidak lain adalah anak dari cucu Umar ibn Khattab radiyallahu ‘anhu. Pada
sebuah riwayat yang dituliskan oleh Tirmidzi dalam kitab tarikhnya bahwa Umar
ibn Khattab pernah berkata bahwa “Akan ada seseorang dari keturunanku seorang
anak yang diwajahnya ada bekas luka. Dia akan memenuhi dunia dengan keadilan”
perkataan ini membenarkan apa yang ada pada bekas luka sepakan binatang yang
ada pada wajah Umar II.[7]
Dalam kehidupannya sehari-hari Umar II mewarisi sifat buyutnya, Umar II.
Perbedaan antara keduanya adalah jika Umar I dikenal dengan watak yang keras,
maka umar II dikenal dengan sifat yang lemah lembut.[8]
Umar II merupakan seorang yang
memiliki pribadisantun dan baik budi pekertinya. Umar II sudah menghapalkan
al-Qur’an sejak kecil serta meriwayatkan hadits-hadits dari ayahnya serta dari
para perawi-perawi lainnya. Ketika ayahnya meninggal maka khalifah pada saat
itu, Abdul Malik memintanya untuk datang ke Damaskus dan menikahi putri Abdul
malik yang bernama Fatimah. Beberapa waktu kemudian, setelah kekhalifahan di
pegang oleh putra pertama Abdul Malik yaitu al-Walid, maka Umar II pun diangkat
menjadi gubernur di Madinah tepatnya pada 86-93 H. Tidak lama menjadi khalifah
maka Umar II dikembalikan lagi ke Damaskus, hal ini disebabkan karena adanya
ketidak cocokan akan antara al-Walid dengan Umar II karena Umar II membela
putera mahkota Sulaiman ibn Abdul Malik. Hal inipun yang menyebabkan Sulaiman
menunjuk Umar II sebagai penggantinya dan mengabaikan surat wasiat ayahnya
untuk menunjuk saudaranya sebagai khalifah selanjutnya.
Pemilihan Umar II sebagai Khalifah
Masa
Kekhalifahan Umar II didahului oleh
tujuh orang khalifah antaralain sebagai berikut:
Muawwiyah
bin Abu Sufyan (41-60 H)
Yazid
bbin Muawwiyah (60-64 H)
Muawwiyah
bin Yazid (64 H)
Abdullah
bin Zubair (64-73 H)
Abdul
Malik bin Marwan (73-86 H)
Walid
bin Abdul Malik (86-96 H)
Sulaiman
bin Abdul Malik (96-99 H).
Masa kekhalifahan Umar II dimulai pada saat Sulaiman
bin Abdul Malik, khalifah sebelum Umar II memberikan surat wasiat yang di
tuliskannya kepada para muslimin untuk membaiat nama penggantinya yang berada di
secarik kertas yang dirahasiakannya. Sehingga pada saat Sulaiman gugur dalam
medan perang di Dabiq akibat penyakit yang dideritanya,[9] maka nama Umar II
di bai’at oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Sulaiman bin Abdul Malik.
Pengangkatan Umar II sebagai pengganti Sulaiman pada
dasarnya tidak disepakati oleh kalangan Umayyah atau keturunan Abu Sufyan
lainnya dikarenakan Sulaiman bin Abdul Malik melanggar wasiat ayahnya , Abdul
Malik bin Marwan, yang menetapkan bahwa penggantinya nanti akan berturut-turut
diisi oleh putra-putranya. Urutan tersebut dimulai dari al-Walid, Sulaiman,
Yazid, dan Hisham[10].
Keresahan dan penolakan keluarga besar keturunan Umayyah ini akhirnya bisa
diatasi karena mereka mengetahui bahwa pengganti dari Umar II nantinya akan tetap
jatuh kepada Yazid ibn Abdul Malik , saudara Sulaiman, yang notabene bahwa ia
juga adalah dari bani Umayyah.
Pemerintahan
Umar II
Umar bin Abdul Aziz mengawali pemerintahannya serta pada
akhirnya di bai’at oleh seluruh umat Islam dengan lapang dada. Pemerintahannya
tidak berjalan lama, yakni sekitar dua tahunlamanya. Kehidupan Umar II setelah
menjadi khalifah berubah drastis dari pribadi yang suka dengan harta melimpah
menjadi seorang yang zuhud. Umar II tidak sama dengan khalifah sebelumnya yang
sangat suka harta seperti Sulaiman yang sangat menginginkan ghanimah untuk
jatuh ke tangannya dan bukan ke Bait al-Mal.[11] Umar IImemulai
pemerintahannya dikala itu dengan bersikap sangat hati-hati dalam bersikap,
sehingga iapun tidak jarang untuk menghindar dari pemanfaatan fasilitas negara
yang disediakan khusus untuk seorang Khalifah.
Umar II merupakan khalifah yang sangat konsisten dan
komitmen pada janjinya, diawal pemerintahannya ia sudah berjanji untu
menghilangkan kesukuan, feodalisme[12] dan partenalisme.[13]
Umar II sangat tidak setuju dengan pengangkatan gubernur, wazir, qadi, dan
sebagainya yang diambil dari garis keturunan bani Marwan walaupun itu adalah
keluarganya sendiri. Semenjak diterapkannya prinsip ini oleh Umar II di
pemerintahannya maka jika ada kerabat yang memakan gaji yang tidak sesuai
dengan proporsional pekerjaan mereka maka akan dianggap telah berbuat zalim
tidak menaati prinsip-prinsip Islam.[14]
Umar II ketika menjabat mengembalikan seluruh hartanya
kepada Bait al-Mal yang didapatkannya selama hidupnya. Kekayaan Umar II yang
didapatkannya dari penguasaan tanah di Hijaz, Syiria, mesir, yaman dan Bahrain
yang dapat menghasilkan sekitar 40.000 dinar tiap tahunpun dikembalikannya. Ia
juga mengadakan perdamaian dengan Amawiyyah dan Syi’ah serta Khawarij. Umar II
menghentikan peperangan, serta caci-cacian terhadap Imam Ali bin Abi Thalib
dalam khutbah jum’at dan diganti dengan bacaan ayat ke-90 dalam surat an-nahl sebagai
berikut.
إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَ إِيْتآءِ ذِيْ القُرْبَى وَ
يَنْهَى عَنِ الفَحْشَآءِ وَ المنْكَرِ وَ البَغِى
Artinya:
Sesungguhnya Allah pemerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan kebijaksanaan,
serta member kaum kerabat, dan melarang perbuatan keji, mungkar, dananiaya.[15]
Umar
II memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifahannya, baik itu di
ranah politik, sosial masyarakat, ekonomi dan lainnya.
Umar II selalu mendahulukan kepentingan
umum dari kepentingan pribadinya.Umar II merupakan pribadi yang sangat menentang
sikap tribalism,[16]
feodalisme dan paternalisme.Sikapnya ini selalu menjauhi segala macam kemewahan
yang ia miliki dan kembali mengembalikannya menjadi harta umat Islam di Bait
al-Mal. Umar II mensejahterakan para pegawai pemerintahan dengan menaikkan gajinya,
memeratakan kemakmuran dengan member santunan kepada fakir miskin. Kebijakan
yang paling menarik di masa Umar II ini ialah dimana Umar II menghilangkan kesenjangan
sosial antara penduduk asli Arab dan non Arab sehingga tidak ada lagi masyarakat
yang dipisahkan karena kelas satu dan dua dalam tatanan sosial bermasyarakat.[17]
Kebijakan
(Ekonomi) Umar II
Situasi dan kondisi politik dan ekonomi
pada awal pemerintahan Umar II dalam keadaan yang gawat dan riskan. Pada pemerintahan
sebelumnya sudah diterapkan terlebih dahulu tentang pajak berupa kharaj,
jizyah, serta pajak-pajak lainnya yang tidak manusiawi. Permasalahan lain
berupa kesenjangan yang sudah menjamur membua tpemerintah semakin banyak menimbulkan
kebencian terhadap kekhalifahan Bani Umayyah. Setelah naiknya Umar II maka kebijakannya
mengganti semua kebijakan yang dilihat sepihak menjadi kebijakan yang
menguntungkan semua elemen masyarakat. Umar II mengusahakan agar para pejabat Negara
memerintah dengan bijaksana dan adil dalam pemberian hak serta kewajibant erhadap
orang Arab dan non Arab.[18]
Umar II melakukan kebijakan tegas dalam
memperlakukan para pegawai pemerintahan serta Para gubernur yang lalim dan korup
serta tidak memihak kepentingan rakyat dipecat tanpa pandang bulu. Bukti dari
ketegasan ini misalnya ketika Umar II memberhentikan salah satu gubernurnya
yang menjabat di Khurasan Yazid ibn Muhallab karena ia tidak mampu membuktikan
tuduhan terhadap dirinya yang disangka telah menggelapkan pajak dari kas
provinsi. Hukuman yang diberikan oleh Umar II pada saat itu untuk Yazid adalah
pengasingan ke pulau Syprus. Tidak lama setelah ia diasingkan maka Yazid
berontak dan menyuap kepala penjara di Syprus. Umar II yang mengetahui berita tentang
ini lalu ia menagkap Yazid untuk ke-2 kalinya. Berkenaan dengan tindakannya
yang dapat kabur dan mempengaruhi kepala penjara dengan suap, Umar II mengasingkannya
untuk keduakalinya ke Aleppo. Umar II melakukan kebijakan yang sama dengan para
pejabatnya yang korup, tidak hanya dihukum seperti halnya Yazid Umar II juga
membuktikan bahwa ia ingin untuk
membangun negaranya dengan moril yang baik.[19]
Pemerintahan
yang dijalankan Umar II tidak terlepas dari kebijakan Umar tentang pajak. Pajak
yang dinilai sebagai kebijakan yang cukup bijaksana oleh kakek Umar II, Umar
bin Khattab atau Umar I ini diterapkan lagi oleh Umar II. Adapun kebijakan umar
I yang diterapkan kembali oleh Umar II dalam pajak yaitu adalah sebagai
berikut:
Tanah
Ghanimah (fai’) yang 80% biasanya menjadi bagian tentara, tidak dibagikan, akan
tetapi diambil lagi oleh negara
Rakyat
taklukan sebagai pemilik tanah dipersilahkan untuk menggarapnya dengan
kewajiban membayar kharaj (retribusi) sebagai kompensasi hak garap tersebut
kepada Negara.
Dengan
unag kharaj itu Negara menjamin kehidupan (menggaji) tentara-tentara, baik yang
mendapat fai’ maupun tentara yang tidak ikut berperang semua diperlakukan
secara sama dan merata.
20%
sisanya akan dibagikan kepada fakir miskin atau rakyat yang sangat membutuhkan.[20]
Adapun kebijakan Umar II dalam ranah ekonomi jika di
simpulkan dalam beberapa jenis maka penulis meringkasnya dalam beberapa
kebijakan yang sering dilihat dalam beberapa informasi sejarah antara lain,
Umar II mengatur zakat dengan membaginya ke banyak
beberapa bagian seperti zakat untuk orang sakit, orang cacat, zakat bagi orang
yang membutuhkan dan tidak dapat menyediakan sendiri kebutuhannya, orang miskin
hingga ia dapat dihapuskan dari kemiskinan, zakat untuk orang-orang yang kena
hukuman, zakat bagi orang yang mengemis, zakat bagi orang yang berhutang, dan
orang-orang yang berada dijalan Allah dan dalam kesusahan.[21]
Umar
II juga tidak hanya memberikan fasilitas dan bantuan kepada masyarakat arab dan
muslim saja, tetapi ia juga memberikan jaminan kepada seluruh non-muslim dan
non arab yang tinggal di daerah kekuasaan umat Islam.[22]
Umar II mengurangi pendapatan negara untuk
kemaslahatan orang banyak.[23]Umar
II menghemat anggaran negarauntuk mengeluarkan gaji besar terhadap
kerabat-kerabat para pejabat istana yang benar-benar menjabat sebagai pegawai
pemerintahan . Hal ini bertentangan dengan kebijakan sebelumnya yang mana pada
masa Umayyah membolehkan para pejabat istana untuk mengambil harta langsung ke bait
al-Mal guna kepentingan pribadinya beserta keluarganya. Kebijabkan umar II ini
berdampak pada kondisi politik di istana. Para kaum feodal yang di dominasi
oleh Bani Umayyah dan kerabatnya sangat gerah dengan cara Umar II yang
sekaligus mengawasi para bawahannya secara ketat agar tidak terjadi lagi
korupsi di pemerintahannya.
Umar II menghapuskan pajak berupa jizyah dan kharaj
kepada para mawali dengan niat bahwasanya Umar II ingin mengislamkan mereka
dengan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah, bukan untuk mengcari harta dari
mereka.
Umar II mengambalikan kebijakan tentang tanah kharaj
kepada regulasi lama di masa Umar I yaitu tentang “kebijakan ekonomi di sawad”
kebijakan tersebut yaitu penerapan jizyah
dan kharaj bagi dzimmi petani dan tuan tanah untuk keselamatan jiwa dan tanah
mereka. Saat itu kharaj merupakan pajak
bumi sedangkan jizyah merupakan pajak
keamanan dari pemerintah Islam.
Dengan adanya peristiwa yang terjadi di daerah Iraq
dimana para mawali yang menggarap sawah dipungut kharaj sedangkan orang arab
yang pertama menikmati hasil buminya tidak ikut membayar kharajnya melainkan
hanya membayarnya sebagai usyr, maka pada saat itu pula Umar II mengeluarkan
dekrit untuk pelarangan jual beli tanah . kebijakan ini terjadi
mempertimbangkan setelahnya jika ada non-muslim betul-betul masuk Islam ia
tinggalkan sawahnya dan digarap oleh tetangganya yang petani non-Islam maka ia
diberi dana pensiun tiap bulan dari negara atau ia boleh menggarap sawah
sendiri tapi ia harus bayar kharaj.
Kebijakan Umar II tentang pertanahan yang lainnya yang
berdampak pada ekonomi adalah dilarangnya tanah kharaj untuk diubah menjadi
tanah usyri, yakni apabila ada seorang muslim membeli tanah dari pemiliknya
tanpa izin pemerintah maka transaksi jual-beli tanah tersebut batal dan tanah
tersebut hilang hak miliknyadari tangan pembeli,Maka dari itu seorang yang
hendak masuk Islam maka ia wajib memberikan tanahnya kepada saudaranya yang
non-muslim. Jika muslim tersebut menggarap tanahnya maka ia dikenakan pajak
50%.
Umar II memberi peluang kepada umat Islam yang ingin
menggarap tanah maka ia dapat mengambilnya dari bait al-Mal sebagai tanah sewa
untuk waktu tertentu dan ia harus membayar kharaj.
Kebijakan Umar II akan gaji buruh ialah menyamakan
gaji buruh tersebut dengan ½ gaji pegawai kerajaan yang mana sistem
administrasinyapun sudah dibenahi dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa Umar II
betul-betul memperhatikan rakyat kecil
Umar II menetapkan gaji untuk para balita yang yatim
akibat orang tuanya gugur dalam medan perang.
Umar II membagi pedapatan daerah Oman kepada penduduk
setempat yang miskin
Pajak tinggi yang dikhususkan kepada masyarakat Nazran
dikurangi karena sejak masa Muawiyah dan Hajjaj mereka ditarik dengan pajak
tinggi yang tidak masnusiawi.
Kebijakan
Umar II di luar Kebijakan Ekonomi
Kebijakan Umar II selain dalam kebijaka di ranah
ekonomi juga banyak memberikan kontribusi positif kepada masa keemasan dinasti
Umayyah. Kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar dirasakan oleh seluruh
lapisan masyarakat sehingga Umar II dianggap sebagai lembaran putihnya dinasti
Umayyah dalam mengembangkan peradaban
Islam di dunia. Adapun kebijakan-kebijakan Umar II lainnya adalah antara lain.
Umar
II memusyawarahkan segala macam putusan-putusannya kepada para sahabat
Rasulullah yang masih hidup agar tidak menyimpang. Hal ini dilihat berbeda
dengan para khalifah lainnya yang kebanyakan memerintah dan memutuskan
kebijaka-kebijakan pemerintah dengan seenak hatinya.
Umar II mengembalikan kebun Fidak milik Rasulullah ang
diperuntukkan untuk rakyat kepada ahl bait (keluarga Ali) yang secara pribadi
telah dikuasai oleh khalifah Marwan ibn hakam semasa kekuasaannya.
Umar II menghapus cacian terhadap Ali bin Abi Thalib
yang diterapkan sejak masa Muawiyah dalam khutbah jum’at.
Umar II melakukan
pendekatan dan musyawarah terhadap golongan khawarij sehingga merekapun
mengakui kepemimpinan Umar II pada saat itu.
Umar II menghentikan ekspedisi-ekspedisi dengan niat
dan tujuan mengislamkan para penduduk yang sudah ada dibawah kekuasaan
pemerintah secara kaffah.
Umar II memberikan kelonggaran kepada para mawali yang
masuk Islam dengan imbalan yaitu dengan mendapat keadilan dan kedudukan yang
sama dengan orang arab yang mana selama kekuasaan Muawiyah hak tersebut
dirampas.
Umar II membagim wilayah yang luas menjadi tiga
wilayah yaitu, Kufah, Basrah, dan Khurasan. Untukmempermudahpengawasandarisebelumnya.
Pada masa al-Walid I sebuah geraja yang dijadikan
masjid di daerah damaskus dikembalikan lagi ke tangan umat kristen. Hal ini
menunjukkan bahwa Umar II memberi kebebasan terhadap praktik agama lain
walaupun tujuan utama Umar II adalah mengislamkan penduduknya.
PENUTUP
Umar II telah melakukan perubahan-perubahan
drastis yang terlihat pada kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Umar II telah memberikan
kontribusi positif yang berdampak pada pemerataan
kesejahteraan tanpa melihat status sosial, tidak seperti khalifah sebelum atau sesudahnya.
Pemerintahan setelahnya tidak ada yang
meneruskan kebijakan-kebijakan yang manusiawi sehingga mereka kembali korup dan
tidak berhasil. Jika dilihat kekhalifaahan Umar bin Abdul Aziz yang terlihat longgar,
mungkin ini bisa jadi dikatakan titik lemahnya pemerintahan Umar bin Abdul
Aziz. Akibat dari kelemahan tersebut adalah dapatnya dengan mudah pihak musuh Bani
Umayyah baik itu dari kalangan Syi’ah ataupun Khawarij untuk mengetahui kelemahan
pemerintahannya.[24]
Kekhalifahaan yang ke-8 pada dinsati
Umayyah ini dikenal sangat bijaksana dan penuh dengan keadilan. Kebijakan Umar
II tidaklah hanya dirasakan oleh umat Islam secara luas tetapi juga memberikan kesejahteraan
untuk seluruh umat manusia. Tidak salah jika Sufyanats-Tsauri berkata “para
khalifah itu ada lima, yaitu Abu Bakr, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, dan Umar bin Abdul Aziz. Pemerintahan yang membawa kesejahteraan
secara menyeluruh ini menjadi sebuah patokan baru bagi perkembangan peradaban
Islam.
REFERENSI
Abdul, M. Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2012.
Abdul, Rohadi Fatah, Meniti Jalan Kearifan Politik
Umar bin Abdul Aziz. Jakarta: Logos, 2003
As-Suyuthi, Imam,Tarikh al-KhulafaditerjemahkanolehFachry.
Jakarta: Hikmah, 2010.
Didin Hafidhudin. Peran Strategi sOrganisasi Zakat
Dalam Menguatkan Zakat di Dunia. (JurnalEkonomi Islam Al-InfaqUniversitas Ibnu Khaldun.
Volume 2, No. 1, Maret, 2011.
Munir, Samsul Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
AMZAH, 2009
Wan Soulaiman bin Wan Yusoff, Modern Approach of Zakat
as an Economic and Sosial Instrumentfor Poverty Alleviation and Stability of
Ummah, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan UMY. Volume 9 Nomor 1, April, 2008
[1]Diakses daripada: 05 Oktober 2013
[2] Imam as-Suyuthi. Tarikh al-KhulafaditerjemahkanolehFachry (Jakarta:
Hikmah, 2010), hlm. ix
[3] M. Abdul Karim. SejarahPemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta:
Bagaskara, 2012), hlm. 113
[5]DidinHafidhudin.
PeranStrategisOrganisasi Zakat DalamMenguatkan Zakat di Dunia.
(JurnalEkonomi Islam Al-Infaq,UniversitasIbnuKhaldun. Volume 2, No. 1, Maret,
2011). Hlm. 4. Diaksesdari: fai.uika-bogor.ac.idpada:05
oktober 2013.
[6]Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009),
hlm. 127
[8]FadlilMunawwarManshur.
PertumbuhandanPerkembanganBudaya Arab PadaMasaDinastiUmayyah. (JurnalHumaniora,
UGM. Volume 15, No. 2, Juni, 2003). Hlm. 174. Diaksesdari: jurnal.ugm.ac.id, pada: 05 oktober 2013.
[11]Samsul Munir Amin. Sejarah, hlm. 126
[12]Feodalisme adalah sistem sosial yg mengagung-agungkan jabatan atau pangkat
dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja
[13]Paternalisme adalah suatu sistem yang menempatan pimpinan sebagai pihak
yang paling dominan. paternalisme tumbuh subur karena dipengaruhi oleh kultur
feodal yang sebagian besar daerah diindonesiamasih menganutnya yang semula
merupakan daerah bekas kerajaan
[14]Rohadi Abdul Fatah, Meniti Jalan Kearifan Politik Umar bin Abdul Aziz. (Jakarta:
Logos, 2003), hlm. 102.
[15]Q.S. An-Nahl (16): 90
[16]Tribalisme adalah cara berpikir atau berperilaku di mana orang lebih setia
kepada suku mereka daripada teman-teman mereka , negara mereka , atau kelompok
sosial lainnya
[17]Samsul Munir Amin. Sejarah, hlm. 128
[18]M. Abdul Karim,Sejarah, hlm. 125
[21] Wan Soulaiman
bin Wan Yusoff, Modern Approach of Zakat as an Economic and SosialInstrumentfor
Poverty Alleviation and Stability of Ummah, JurnalEkonomidanStudi
Pembangunan UMY. Volume 9 Nomor 1, April, 2008. Hlm. 110diaksesdari : pada: 05
oktober 2013.
[23]M. Abdul Karim,Sejarah, hlm. 132
0 komentar:
Post a Comment