Kitab Karangan Mbah Madyani, blogspot.com |
Abstrak
Karya-karya buah pemikiran ulama Nusantara akhir-akhir ini banyak
menjadi bahan perbincangan semenjak adanya jargon Islam Nusantara. Penemuan dan
pembukuan mulai dilakukan untuk menjaga warisan keilmuan dari ulama terdahulu. Mbah
Abu Ishaq Madyani adalah salah satu di antaranya yang menuliskan tentang kajian
tafsir meskipun masih terbatas pada salah satu surah dalam al-Quran yaitu surah
Yusuf. Didasari oleh informasi yang didapat penulis tentang karya ini yang
ditulis oleh alumni santri pondok pesantren Qomaruddin Bungah Gresik, penulis
yang juga sesama alumni juga ingin mengkaji salah satu karya beliau selain
untuk memperkenalkan dan mengkaji apa pemikiran dan corak tafsirnya dan cara
penyampaiannya kepada masyarakat yang dihadapinya pada masa itu. Corak tafsir
dalam kitab ini berupa tafsir bi’ ma’tsur dengan banyak riwayat-riwayat yang
bil ma’na dan tanpa sumber tetapi antara ayat al-Quran yang ditafsirkan masih
berkaitan dan tidak terlalu menyimpang dari kisah Nabi Yusuf.
Kata kunci: manuskrip,
penafsiran al-Quran, surah Yusuf
Pendahuluan
Sebagai penduduk asli Nusantara, sangat perlu untuk melihat kembali
sepak terjang dan pemikiran ulama Nusantara melalui karya-karyanya. Di antara
ulama Nusantara tersebut adalah Mbah Madyani yang termasuk banyak menuliskan
buah pemikirannya menjadi suatu karya yang sangat berharga bagi masyarakat di
masanya dan di masa setelahnya. Sepengetahuan penulis, belum pernah menemukan
tulisan yang membahas tentang karya-karya beliau, dan walaupun itu ada diperkirakan
sangat sedikit jumlahnya. Selain itu juga karena penulis masih memiliki ikatan
dengan Mbah Madyani ini, baik dari keilmuan ataupun keturunan.
Yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah bagaimana corak tafsir
yang ditampilkan dalam kitab Tibyan al-Asror ini. Penulis mencoba menerapkan
metode dengan analisa konten secara menyeluruh. Tetapi perlu waktu dan pembahasan yang lebih
panjang untuk menjelaskan kitab ini secara keseluruhan. Karena keterbatasan ini
penulis akan mengambil sampel tiga kelompok ayat pertama dari keseluruhan dua
belas kelompok yang ada dan pendahuluan serta penutup yang ditulis oleh Mbah
Madyani.
Ulama Nusantara yang merujuk pada ulama yang berasal dari Indonesia
memiliki ciri pemikiran yang khas dan berbeda dari yang berada di luar
Nusantara. Meskipun pada dasarnya sumber keilmuan dan pemikiran mereka banyak
yang berasal dari Timur Tengah sebagai tempat awal Islam dilahirkan. Tetapi
konteks yang dihadapi di bumi Nusantara, maka pemikiran mereka pasti
menyesuaikan dengan lingkungan yang memiliki berbagai budaya ini. Kemudian saat
ini telah dipopulerkan kembali istilah “Islam Nusantara” yang sering
dikumandangkan oleh para tokoh ormas Nahdlatul Ulama, karena itu pula istilah
ini sangat melekat dengan NU. Kalau kita bicara bicara definisi, Islam
Nusantara adalah madzhab berpikir yang dilakukan oleh para ulama Nusantara
dalam mengamalkan dan menerjemahkan Islam ke dalam bahasa-bahasa Nusantara
untuk memberikan tafsiran keagamaan normatif ke dalam ajaran atau dalil-dalil
Islam[1]
itu sendiri.[2] Dan para ulama
ini banyak yang menulis kitab-kitab baik kitab itu masih ada sampai sekarang
ataupun yang tidak, dan semuanya itu merupakan manuskrip yang sangat berharga
untuk memahami dinamika kajian Islam dari masa ke masa.
Proses pengajaran ulama Nusantara ini juga cukup beragam sesuai
dengan kondisi yang ada. Banyak dari mereka yang mendirikan pondok pesantren
ataupun sebagai penerus dari perjuangan pesantren yang terdiri memiliki unsur
kyai, santri dan asrama. Ada yang tidak memiliki pesantren tetapi pesantren
mereka lebih besar atau bisa dibilang sebagai pesantren masyarakat, yang fokus
untuk mengembangkan masyarakat, baik mengajarkan al-Quran atau sholawat pada
Nabi. Pada kategori ini biasanya yang diajarkan tidak terlalu tinggi, melainkan
hanya yang dibutuhkan pada masyarakat. Ada ulama yang aktif menulis kitab,
aktif di kesenian dan ada pula yang terjun pada perekonomian dan politik. Dan
pada hakikatnya mereka semua bertujuan untuk mengembangkan masyarakat menjadi
lebih baik, dan banyak dari ulama yang merangkap berbagai posisi tersebut.
Salah satu dari ulama tersebut yaitu Mbah Abu Ishaq Madyani,
seorang kyai, guru dan pahlawan bagi daerahnya. Nama asli beliau adalah Kyai
Madyani Ishaq bin Demang Njono. Sejak 200 tahunan yang lalu, nama Mbah Ishaq
masih ada dan terasa. Tetapi sebagai ulama besar besar, kontroversi akan jalur
keturunan sering terjadi, dan dari versi kerajaan Pajang yang menjadi kekuatan
ahli warisnya sampai sekarang.[3]
Beliau tinggal di Rengel, Tuban, Jawa Timur, suatu daerah yang pada masa itu
terkenal banyak menghasilkan kyai karena ada pondok pesantren di sana yang pada
masa itu pesantren merupakan pusat pengajaran ilmu pengetahuan khususnya ilmu
agama. Beliau merupakan santri di pondok pesantren Sampurnan yang pada saat ini
benama pondok pesantren Qomaruddin di dusun Sampurnan, Bungah, Gresik. Pondok
Sampurnan pada masa itu diasuh oleh Kyai Harun atau juga dikenal dengan Mbah
Sholeh Awwal yang merupakan pemangku kedua dan merupakan putra dari pendiri
pondok yaitu Kyai Qomaruddin. Dan kelak putra beliau yang bernama Nawawi[4]
atau yang dikenal dengan Mbah Sholeh Tsani adalah pemangku pondok pesantren
Sampurnan yang kelima.
Kyai Madyani ini juga menulis beberapa karya lain selain kitab
tafsir ini. Dari penuturan keturuan beliau M. Burhanuddin, bahwa ada 10 kitab yang
4 di antaranya sudah masuk masa penelitian agar karangan keaslian karyanya
tidak diragukan.. kitab karangan atau tulisan beliau dari sejak tahun 1240-an
Hijriyah masih asli tersimpan asli di kamar penyimpanan dengan rapi dan asli.
Adapun kitab-kitabnya yang masih ada adalah kitab Ilmu Tafsir Tibyan al-Asrar,
kitab Ilmu Hadis Arbain Madyani, kitab Muharror, kitab Asrohih Sholeh dan kitab
Ilmu Tasawuf Kitab ad-Dlomir. Karena sudah dimakan usia hampir 200 tahunan
silam, banyak kitab yang sebagian besar berkulit itu tidak bernama dan sudah
rusak.[5]
Cukup banyaknya karya dari beliau ini menunjukkan bahwa beliau dalam
penyampaian ilmu tidak hanya berupa lisan tetapi juga berupa tulisan.
Penelitian ini akan fokus pada karya Mbah
Madyani tentang tafsir surah Yusuf ini. Akan dianalisa tampilan, sistematika
dan corak tafsir. Begitu pula isi tafsir ini yang juga berisis riwayat-riwayat
dan hadis Nabi. Kesesuaian tafsir dengan ayat dan pengelompokkan tiap-tiap
pembahasan begitu juga dengan validitas tafsir dan otentisitas hadis yang
terdapat dalam kitab ini.
Tampilan dan Sistematika Kitab Tafsir
Tibyan al-Asror
Dengan melihat sekilas permukaan dari kitab Tibyan al-Asror ini
merupakan kitab yang ditulis penuh dalam bahasa Arab. Ditulis dengan tulisan tangan yang sangat
sederhana yang sudah tua dan banyak yang rusak. Tetapi untuk kitab Tibyan
al-Asrar ini sudah ditulis ulang dalam bentuk yang lebih layak dan sudah
diedarkan sebagaimana yang dipegang oleh penulis saat ini.
Kitab ini merupakan kitab tafsir yang hanya membahas tentang salah
satu surah dalam al-Quran yaitu surah Yusuf yang terdiri dari 111 ayat yang
kebanyakan berisis tentang kisah Nabi Yusuf sejak beliau mimpi di waktu kecil
yang dapat mengubah hidupnya hingga pertemuan kembali dengan ayah dan
saudara-saudaranya. Penafsiran surat ini dibagi-bagi menjadi 12 kelompok ayat
tentang fase kehidupan Nabi Yusuf. Corak tafsir dalam kitab ini merupakan
tafsir bil ma’tsur yang mengutip riwayat-riwayat yang dapat mendukung dalam
mengisahkan kisah Nabi Yusuf.
Corak tafsir bil ma’tsur ini bisa dilihat dari tiap-tiap paragraf
penafsiran selalu didahului kata روي, فرع atau حكي
. Hanya ada satu paragraf yang tidak salah satu dari tiga kata tersebut yang
terletak pas setelah penyebutan kelompok ayat pertama yang berupa pengantar
tentang surah Yusuf. Sebagaimana kitab pada umumnya, kitab ini juga memuat
pendahuluan dan penutup dari penulis tetapi tidak menjelaskan tentang tanggal
kitab ini dituliskan. Untuk waktu yang pasti mengenai penulisan kitab ini yaitu
sebelum tahun 1294 H yang merupakan tahun wafat Mbah Madyani.
Pada pendahuluan kitab sebagaimana pada
umumnya diawali dengan bacaan basmalah, hamdalah dan sholawat pada Nabi
Muhammad. Kemudian disusul dengan latar
belakang Mbah Madyani dalam menulis kitab yaitu karena cintanya pada kisah Nabi
Yusuf dalam al-Quran. Dan sebagaimana para ulama sebagai sikap kerendahan
hatinya pada Allah selalu memanjatkan doa kepada Allah agar dihindarkan dari
segala keburukan dan ditunjukkan petunjuk kebenaran.
Pada alinea selanjutnya mulai muncul kata روي yang menjadi khas dan keunikan tersendiri
dalam kitab ini. Pada bagian pendahuluan, kata روي
berdampingan dengan penjelasan asbabun nuzul dari keseluruhan surah Yusuf ini
yang mengisahkan tantangan orang Quraisy pada Nabi Muhammad untuk membuktikan
kenabiannya. Mereka bertanya terlebih dahulu pada salah seorang umat Yahudi di
Madinah tentang bukti-bukti yang hanya bisa didapatkan melalui utusan Allah,
dan Nabi Muhammad mampu menjawab semuanya. Terdapat salah satu ayat al-Quran
dalam riwayat asbabun nuzul tersebut yaitu ayat ke 23-24 surah al-Kahfi yang
berbunyi:
Teks Arab Tidak Bisa Ditampilkan
Ayat tersebut dalam sebuah riwayat di atas juga ada asbabun
nuzulnya yaitu Nabi Muhammad yang memberikan janji pada orang Quraisy untuk
memberikan jawaban dari pertanyaannya tanpa mengucapkan insyaallah terlebih
dahulu. Alinea penutup dari pendahuluan ini juga didahului dengan kata روي
yang berisikan tentang manfaat membaca surah Yusuf dan penjelasan bahwa surah
ini terdiri dari 111 ayat dan termasuk ayat-ayat makkiyah.
Pendahuluan telah selesai dan dimulai
pembahasan tafsir surah Yusuf ini. Pada pengelompokkan pertama terdapat enam
ayat pertama surah Yusuf. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
hanya paragraf ini yang tidak didahului kata روي
, dan dalam paragraf ini menjelaskan keutamaan nama Allah dan terdapat juga
hadis tanpa sanad - yang penulis tidak menemukan hadis ini ditulis dalam kitab
apa- tentang kemuliaan membaca nama Allah ini.
Terdapat enam paragraf yang diawali dengan
kata روي
pada tafsiran kelompok ayat ini. Cabang روي yang pertama cukup
singkat dan berisi penguatan asbabun nuzul bahwa ayat tersebut sebagi bukti
kenabian Nabi Muhammad. Terdapat juga di akhir paragraf hadis nabi yang
disebutkan tanpa sanad. Cabang yang kedua menceritakan tentang silsilah Nabi
Yusuf, ibunya dan saudara-saudaranya serta kemuliaan sifat Nabi Yusuf. Cabang
yang ketiga memaparkan keindahan fisik Nabi Yusuf dan menegaskan bahwa
keindahan itu merupakan mukjizat yang diberikan Allah padanya.
Cabang keempat menceritakan tentang mimpi
Nabi Yusuf yang ia ceritakan pada ayahnya, Nabi Ya’qub. Sebagaimana diceritakan
dalam sejarah para nabi dan rasul bahwa Nabi Yusuf merupakan putra kesayangan
Nabi Yusuf bersama dengan saudaranya yang bernama Bunyamin. Nabi Yusuf
menceritakan mimpi tersebut pada ayahnya dan ayahnya memberitahunya untuk tidak
menceritakan mimpi tersebut pada saudara-saudaranya. Nabi Yusuf kemudian
bertanya tentang takwil mimpi tersebut dan ayahnya kemudian memberitahuinya.
Pada cabang keempat ini terdapat ayat ke 4 dalam surah Yusuf yang disebutkan
dalam penafsiran dan menunjukkan bahwa cabang ini memaparkan tentang kisah
dalam ayat tersebut. Cabang kelima menceritakan tentang anjuran Nabi Ya’qub
untuk tidak menceritakan mimpinys pada saudara-saudaranya karena akan
mengakibatkan kedengkian saudara-saudaranya padanya.
Selanjutnya masuk dalam kelompok ayat yang
kedua yang berisi ayat 7 hingga ayat ke 14. Terdapat lima paragraf penafsiran
terhadap kelompok ayat ini dan semuanya diawali dengan kata روي. Paragraf pertama menceritakan tentang bocornya informasi mimpi
Nabi Yusuf dan Takwil dari Nabi Ya’qub oleh ibu tiri Nabi Yusuf, ibu dari
Syam’un. Setelah mendengar berita tersebut ia menceritakannya pada anaknya,
Syam’un dan kemudian diceritakannya pada semua saudara-saudaranya. Kemudian
mereka mendatangi Nabi Yusuf dan mengkonfirmasi berita tersebut karena mereka
mengetahui bahwa Nabi Yusuf merupakan orang yang jujur dan akhirnya Nabi Yusuf
menceritakan semuanya.
Paragraf kedua menceritakan reaksi
saudara-saudara Nabi Yusuf setelah mendengar
kebenaran berita tersebut. Sebagaimana saran dari Nabi Ya’qub untuk tidak
menceritakannya karena akan mengakibatkan kedengkian padanya, terjadilah
peristiwa tersebut dan mereka berusaha memisahkan Nabi Yusuf dari ayahnya.
Terdapat juga kutipan ayat ke 12 surah Yusuf yang menunjukkan keterkaitannya
dengan penafsiran kisah ini. Dalam paragraf ini terdapat kata فرع yang memisahkan cerita
atau dalam istilah dikenal dengan out of topic (OOT) tetapi masih
memiliki keterkaitan dengan yang terdapat dalam روي dan masih dalam satu
paragraf.
Dalam فرع diceritakan tentang hadis nabi yang menjelaskan agar kita
menjauhi kedengkian atau hasad. Hadis yang pertama ini disebutkan tanpa sanad,
tetapi penulis mencoba mencarinya dan menemukan hadis ini dikeluarkan oleh Imam
Abu Dawud dalam sunan-nya (no. 4095). Hadis kedua, ketiga dan keempat tidak
ditemukan sanad dan mukharrijnya. Cabang فرع kedua menceritakan kisah
Nabi Musa yang bertemu dengan Iblis yang memuat anjuran untuk meninggalkan
sifat hasad.
Dalam paragraf ketiga terdapat potongan ayat ke 11 dari surah
Yusuf. Ini bisa dibilang tidak urut karena pada paragraf sebelumnya dikutip
ayat ke 12. Dalam ayat ke 11 ini menjelaskan tentang permintaan saudara-saudara
Nabi Yusuf untuk membawanya bermain bersama. Lalu pada paragraf keempat
terdapat juga kutipan ayat ke 13 surah Yusuf. Paragraf ini juga masih berkaitan
dengan paragraf sebelumnya karena masih menceritakan tentang permintaan izin
saudara-saudara Yusuf untuk membawanya. Di sini dijelaskan terdapat
kekhawatiran Nabi Ya’qub terhadap Nabi Yusuf jika ia dimakan serigala
sebagaimana dalam mimpinya. Tetapi kemudian Nabi Ya’qub melepasnya dan memegang
janji mereka untuk menjaganya.
Paragraf terakhir dalam penafsiran kelompok ayat kedua ini
menceritakan kegelisahan Nabi Ya’qub akan firasat buruknya terhadap putra
kesayangannya tersebut. Nabi Ya’qub tahu akan kedengkian saudara-saudara Nabi
Yusuf padanya. Dan sebelum keberangkatan beliau memandikan putra kesayangannya
tersebut, memakaikan baju, memberi wewangian dan menyalaminya.
Kemudian lanjut pada kelompok ayat ketiga yang berisi ayat ke 15
hingga ayat ke 18 surah Yusuf. Dari keempat ayat tersebut, terdapat 12 paragraf
yang menafsirkannya. Dan semuanya diawali dengan kata روي ataupun kata فرع. Paragraf pertama
diawali dengan kata روي menceritakan tentang kesedihan mendalam yang dialami Nabi
Ya’qub. Allah kemudian mengingatkannya dan kemudian memohon taubat pada-Nya.
Lalu pada paragraf kedua yang diawali dengan kata روي menceritakan tentang
saudari Nabi Yusuf yang sangat khawatir dengan keadaannya, berusaha menahannya
dari saudara-saudaranya dan kemudian menangis selepas kepergiannya.
Penafsiran pada paragraf ketiga menceritakan tentang rencana
saudara-saudara Nabi Yusuf untuk membuangnya di padang yang jauh agar tidak
ditemukan oleh ayahnya. Kemudian mereka berencana untuk bertaubat pada Allah
atas dosa mereka. Mereka ini termasuk golongan yang mendahulukan maksiat dan
mengakhirkan taubat. Dalam paragraf ini juga disambung dengan فرغ tentang kisah seorang
hamba Allah yang sholeh yang dibujuk oleh iblis untuk berbuat maksiat dan
mengakhirkan taubatnya. Yang kemudian hamba yang sholeh itu meninggal dalam
keadaan belum bertaubat.
Paragraf selanjutnya yakni paragraf yang keempat ini diawali dengan
kata روي
dan menceritakan tentang pertolongan Allah pada nabi-Nya. Ketika
saudara-saudaranya berniat membunuhnya, salah seorang saudaranya yang bernama
Yahudza membelanya setelah mendapatkan rahmat dari Allah untuk mengasihani
saudaranya ini. Dia membela hingga berani bertaruh nyawa agar mereka tidak
membunuh Nabi Yusuf. Dan dia menyarankan untuk memasukannya ke dalam sumur
Syaddad bin ‘Ad saja. Kelanjutan dari paragraf ini disambung dengan فرع yang mengisahkan seorang
hamba Allah yang sholeh dan mustajab doanya dari kaum Nabi Hud. Dia membaca
lembaran-lembaran Nabi Syits dan kagum akan kisah Nabi Yusuf. Kemudian dia
berdoa pada Allah untuk memanjangkan hidupnya hingga ia bisa bertemu dengan
Nabi Yusuf. Dan Allah memberi petunjuk untuk masuk ke sumur yang kelak Nabi
Yusuf dimasukkan ke dalamnya.
Pembahasan selanjutnya dari paragraf kelima diawali dengan روي menceritakan tentang
proses memasukkan Nabi Yusuf ke dalam sumur. Setelah memasukannya, mereka
mendengar tangisan dari dalam sumur tersebut dan menganggapnya masih hidup.
Kemudian mereka ingin membunuhnya tetapi Yahudza kembali mencegah mereka dan
terselamatkanlah Nabi Yusuf.
Dalam paragraf keenam yang diawali dengan روي menceritakan tentang
pertemuan Nabi Yusuf dengan hamba Allah yang sholeh yang sangat ingin bertemu
dengannya sebelum wafat. Setelah bertemu dengan Nabi Yusuf, ia berkata: “Aku
menitipkanmu pada Allah”. Tak lama setelah mengucapkan kalimat tersebut, beliau
langsung diambil ajalnya. Jasadnya diangkat para malaikat ke angkat sumur dan
para malaikat memandikan dan menkafaninya. Kemudian para malaikat mensholatinya
dengan diimami oleh malaikat Jibril. Nabi Yusuf ketika melihat pemandangan luar
biasa itu juga berharap sepertinya. Paragraf ini disambung langsung dengan فرع yang menceritakan
sebab-sebab Nabi Yusuf dimasukkan ke dalam sumur. Diriwayatkan bahwa Nabi Yusuf
pernah sombong ketika melihat cermin dan mengatakan: “Siapa yang bisa
sepertiku”. Kemudian Allah memasukkannya ke dalam sumur karena kesombongannya.
Selanjutnya dikutip dua hadis yang berisi larangan untuk sombong. Kedua hadis
ini tidak dicantumkan sanad ataupun mukharrijnya dalam kitab ini, tetapi
penulis akhirnya dapat menemukan sanad dan sumber kitab hadisnya Hadis yang pertama dengan redaksi yang sama
persis dapat ditemukan pada kitab ma’rifah al-shahabah li abi Nu’aim (no. 975), sedangkan hadis yang kedua
dengan redaksi yang sama persis juga terdapat dalam sunan
Abi Dawud (no. 4175). Terdapat pula riwayat lain sebab dimasukannya Nabi Yusuf
ke dalam sumur yaitu karena Allah melihat tanda kedloliman pada diri Nabi Yusuf
suapaya dia tidak dlolim setelah menjadi penguasa.
Paragraf selanjutnya, yakni paragraf ketujuh diawali dengan روي dan mengisahkan tentang
tindakan saudara-saudaranya yang kebingungan untuk kembali mengahadap ayah
mereka pasca pembuangan Nabi Yusuf. Mereka melapisi pakaiannya dengan darah binatang
yang mereka buru dan setelah itu mereka menghadap ke ayah mereka. Ada hal yang
unik pada reaksi Nabi Ya’qub setelah menerima pakaian putranya. Pertama-tama ia
menangis sekeras-kerasnya karena firasat buruknya ternyata terjadi, dan yang
kedua, ia tersenyum dan kemudian tertawa setelah membalik pakaian tersebut.
Anak-anaknya mengira ayahnya ini telah gila, tetapi kemudian ia menjelaskan
bahwa ketika serigala memangsa manusia, ia akan mencabik-cabik seluruh
pakaiannya, dan setelah dia membalik pakaian itu, dia menemukannya dalam
keadaan baik dan ia yakin bahwa putranya itu masih hidup. Kelanjutan dari
paragraf ini terdapat فرع yang memuat ayat ke 13
surah al-Ahqaf yang berbunyi:
Teks Arab Tidak Bisa Ditampilkan
Ayat di atas berkaitan dengan keadaan hamba yang maksiat tidak akan
dapat ditutupi di hadapan Tuhannya. Begitu pula hamba yang mukmin akan sedih
jika dirinya terliputi dosa dan berseri-seri dan bahagia ketika menemukan
kebenaran dan keselamatan. Paragraf kedelapan yang juga diawali dengan روي ini masih berkaitan
dengan kisah dalam paragraf sebelumnya, yakni keyakinan akan keselamatan Nabi
Yusuf dan kebohongan saudara-saudaranya. Meskipun di sini dijelaskan bahwa
mereka berusah membela diri dengan menunjukkan bahwa mereka tidak berbohong dan
mereka tidak mengetahui kalau serigala itu dapat berbicara dengan izin Allah.
Pada paragraf kesembilan ini diawali dengan kata فرع. Karena biasanya
pembahasan yang diawali kata tersebut merupakan OOT (out of topic) tapi
masih memiliki keterkaitan. Begitu pula dengan pembahasan yang satu ini yang
menceritakan pada hari kiamat nanti semua hamba dibangkitkan dan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia, sedangkan yang menjadi saksinya
adalah anggota tubuhnya sendiri yang bisa berbicara atas izin Allah. Kisah ini
berhubungan dengan paragraf sebelumnya yang menyinggung serigala yang dapat
berbicara selayaknya manusia di dunia.
Paragraf kesepuluh yang diawali dengan kata روي menceritakan tentang
pertemuan Nabi Ya’qub dengan serigala-serigala. Ia ingin bertanya pada mereka
siapa yang telah memakan putranya. Kemudian atas izin Allah salah satu dari
mereka mengucapkan salam dan berkata: “Sesungguhnya daging-daging Nabi Allah
diharamkan atas kami”. Serigala itu juga mengatakan bahwa ia telah membaca
lembaran-lembaran Nabi Ibrahim bahwa kepalsuan dan fitnah merupakan keburukan
yang besar dan kemudian Nabi Ya’qub mempercayainya. Dalam paragraf kesebelas diawali
dengan فرع yang mengisahkan tentang lima makhluk selain manusia dan jin
yang kelak masuk surga. Dan salah satu diantaranya adalah serigala Nabi Ya’qub
ini. Informasi tersebut berupa hadis yang disandarkan pada nabi tanpa sanad dan
sumber rujukannya, dan penulis tidak dapat menemukan sumber dari hadis ini
meskipun hadis ini cukup populer bagi pelajar SD atau MI dari guru agama di
desa penulis. Dan ada yang berbeda di sini, biasanya فرع masuk pada روي, tetapi kali ini
terbalik. Dan isi dari روي tersebut bahwa malaikat akan menjaga Nabi Yusuf selama berada
di dalam sumur.
Paragraf terakhir penafsiran pada kelompok ayat ketiga ini diawali
dengan روي yang mengisahkan tentang Yahudza, saudara Nabi Yusuf yang ikut
membelanya ketika rencana pembunuhan terhadapnnya. Ia berbeda dengan
saudara-saudaranya ketika menceritakan dan bertanya tentang Nabi Yusuf. Ia juga
sedih dan tidak tega melihat keadaan ayahnya. Dan ia juga pernah berkata: “Jika
aku tidak malu pada ayahku, aku akan kembali pada Yusuf”. Ia mengatakan hal tersebut karena rasa cinta,
malu dan menyesal yang bercampur aduk kepada ayahnya.
Itulah pembasan tentang sistematika dan isi dari tafsir surah Yusuf
pada tiga kelompok ayat pertama. Dan pada bagian penutup tidak terdapat
kata-kata atau sedikit kesimpulan dari Mbah Madyani tentang kisah Nabi Yusuf
dalam kitab tafsirnya, melainkan sholawat pada Nabi Muhammad dan keluarganya
dan ditutup dengan bacaan hamdalah. Penelitian yang ringkas ini bisa
dilanjutkan pada lain waktu yang lebih memungkinkan dan dengan bahan yang lebih
lengkap.
Analisa Keterkaitan Kandungan Tafsir, Hadis dan Riwayat-riwayat
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kitab tafsir ini
bercorak tafsir bil ma’tsur, yakni penafsiran yang menggunakan periwayatan,
baik berupa al-Quran, hadis, ataupun riwayat-riwayat yang lain. Perlu diketahui
sebelumnya bahwa penafsiran tiap-tiap paragraf dalam kitab ini selalu diawali
dengan kata روي, فرع atau حكي. Dalam روي
sebagian besar berisi periwayatan-periwayatan mengenai kisah Nabi Yusuf ini
secara lebih lengkap yang tidak ditemui dalam al-Quran maupun Hadis. Entah
berasal dari Isra’iliyyat atau dari kitab-kitab yang lain. Untuk فرع biasanya berisi tentang
cerita di luar kisa Nabi Yusuf, tetapi masi memiliki kaitan baik dari kisah
teladan ataupun mukjizat. Dalam bagian ini banyak yang memuat kisah-kisah atau
pernyataan yang disandarkan pada Nabi Muhammad. Khusus untuk حكي ini hanya ada satu yang berdiri sendiri yaitu
pada halaman 34. Berisi tentang kisah-kisah tentang Nabi Yusuf juga dan tidak keluar
dari pembahasan. Bagian ini bisa juga disamakan dengan روي.
Dari tiga kelompok ayat pertama yang diteliti, ditemukan ayat-ayat
al-Quran dalam penafsirannya, baik surah itu merupakan surah Yusuf ataupun
surah yang lain. Surah selain surah Yusuf ada pada pendahuluan dan satunya lagi
ada pada kelompok ayat yang ketiga. Dan yang berada pada kelompok ayat ketiga
ini termasuk bagian dari فرع yang biasanya agak keluar dari topik pembahasan. Pengutipan
ayat dari surah Yusuf sendiri tidak selalu berurutan, ada yang tidak sesuai
urutan ayat karena Mbah Madyani lebih fokus pada kronologis kisahnya, jadi ada
beberapa ayat yang perlu penjelasannya terlebih dahulu.
Mengenai hadis-hadis yang menjadi tafsir dari ayat-ayat ini juga
termasuk problematika. Semua hadis yang tercantum dalam kitab ini tanpa sanad
dan sumber kitab hadisnya. Bagi pengkaji hadis ini merupakan hal yang sangat
bermasalah. Selain itu juga ada permasalahan lain dalam hadis ini yaitu
periwayatan hadis bil makna. Andaikan saja tidak ada sanad dan sumber hadis dan
periwayatannya sesuai maka akan mudah pelacakannya. Dan pada realitasnya belum
ada, ini juga belum menjelaskan tentang otentisitas hadis tersebut yang akan
memakan waktu lebih.
Untuk periwayatan-periwayatan lain, selain dari al-Quran dan Hadis
ini juga bermasalah. Tapi permasalahan ini hanya pada sumber riwayatnya, dan
mengenai isi dari kisah apakah itu valid atau tidak itu sebenarnya bukan
masalah karena tafsir ini fokus pada kisah Nabi Yusuf dan tidak bisa lepas dari
sejarah. Karena sejarah sendiri apalagi tafsir pasti ada banyak pendapat yang
berbeda dan itu adalah hal yang sangat wajar.
Mengenai riwayat-riwayat yang nampaknya juga bil makna ini
sepertinya memang disengaja oleh Mbah Madyani untuk mempermudah pemahaman dan
enak dibaca dan didengar bagi masyarakat. Bagi akademisi sekarang, penulisan
yang berupa periwayatan dan tanpa mencantumkan sumber merupakan hal yang tidak
baik. Tetapi ketika kita mengkaji manuskrip-manuskrip Nusantara ternyata
ditemukan hal-hal tersebut. Kita tidak bisa langsung menjustifikasi bahwa karya
itu bukanlah karya ilmiah, karena zaman sekarang ini beda dengan zaman dulu
ketika manuskrip ini dituliskan yang sudah berusia ratusan tahun. Sangat
patutlah ketika kita menghargai karya yang sangat berharga yang ketika masa
penulisan tersebut mendapatkan referensi bisa dikatakan cukup sulit. Dan salah
satu tujuan dari penulis membahas tentang ini adalah untuk menjaga karya-karya
ulama Nusantara.
Aspek-aspek Lain yang Menarik untuk Dibahas
Karena keterbatasan waktu dan bahan untuk dikaji, maka hanya ini
yang bisa penulis sajikan untuk tulisan kali ini. Mungkin di lain waktu ada
peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji kitab-kitab atau bahkan pemikiran
dari Mbah Madyani ini. Masih banyak aspek yang perlu dikaji lagi terutama
bagian problematika yang telah disebutkan di atas. Seperti alasan penggunaan روي yang biasa diidentikkan
dengan hadis tapi berisi kisah-kisah ataupun semisal ada hadis, tetapi tidak
ada sanad dan sumbernya. Meskipun penulis menemukan beberapa dan banyak yang
tidak dapat ditemukan mungkin karena kekurangan skill dalam penelusuran ini.
Dan ini bisa menjadi bahan penelitian tersendiri yang memfokuskan pada sumbernya.
Baca Juga: Ilmu Mukhtalaful Hadis
Bisa juga penelitian selanjutnya mencoba mengkontekstualisasikan dengan
kondisi masyarakat pada masa penulisan kitab ini dengan mencoba
mengintegrasikannya dengan ilmu sejarah, sosiologi dan antropologi. Atau bisa
juga untuk meneliti kitab-kitab karya Mbah Madyani yang lain, seperti kitab
yang membahas ilmu hadis, ilmu tasawuf dan lain-lain. Dan tulisan ini juga bisa
dijadikan sebagai pengantar untuk meneliti kitab-kitab karangan Mbah Madyani
yang lain.
Daftar Pustaka
Baso, Ahmad. Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka Afid. 2015.
Madyani, Abu
Ishaq. Tibyan al-Asrar fi Qishshoh Yusuf li Dzawi al-Abshar. Tuban: Dar
al-Shafa. TT.
Suprayogy, Edy.
“Petilasan- Telusur Jejak Karomah dan Karya Otentik Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam
http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses pada 14 November 2016.
[1] Dalil-dalil Islam sendiri bukan hanya pada al-Quran dan Hadis, tetapi
Ijma’ dan Qiyas juga merupakan dalil-dalil Islam yang banyak dilupakan oleh
umat Islam saat ini.
[2] Ahmad Baso, Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka Afid, 2015),
hlm. 21.
[3] Lihat lebih jauh di Edy Suprayogy, “Petilasan- Telusur Jejak Karomah
dan Karya Otentik Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses pada 14 November 2016.
[4] Konon pada masa itu terkenal dua nama Nawawi di pulau Jawa, yaitu
Nawawi Wetan (Timur) dan Nawawi Kulon (Barat). Nawawi Wetan yaitu kyai Nawawi
ini yang berasal dari Tuban dan tinggalnya di Gresik, kemudian Nawawi Kulon
yang lebih umum dikenal dengan Syekh Nawawi al-Banteni dan beliau berdua ini
seperguruan. Beliau juga pernah satu pondok dan dikenal akrab dengan Mbah
Kholil Bangkalan, seorang tokoh yang sangat berjasa dalam berdirinya organisasi
Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
[5] Edy Suprayogy, “Petilasan- Telusur Jejak Karomah dan Karya Otentik
Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html
diakses pada 14 November 2016.
0 komentar:
Post a Comment