blogspot.com |
Gejsla religi merupakan gejala yang begitu komplex, sehingga tak
dapat diterangkan dengan satu hipotesis atau teori saja. Para antropolog dan
sosiolog dengan sudut pandang mereka mencoba menjelaskannya dan tidak ditemukan
kesepakatan. Kemudian Koentjaraningrat mencoba memecah-mecahnya ke dalam lima
komponen yang mempunyai peranannya masing-masing untuk keperluan analisa
sosiologi antropologi. Lima komponen tersebut masing-masing merupakan bagian
dari sistem yang berkaitan erat satu dengan lain. Kelima komponen itu adalah:
(1) emosi keagamaan; (2) sistem keyakinan; (3) sistem ritus dan upacara; (4)
peralatan ritus dan upacara; (5) umat agama.
Emosi keagamaan adalah perasaan atau getaran yang menyebabkan
seorang penganut religi terikat secara fisik dan psikis yang terjadi ketika
seseorang dihinggapi emosi keagamaan. Selama ini menurut Koentjaraningrat emosi
keagamaan tersebut belum dianalisa oleh seorang ahli. Menurut beliau komponen
emosi keagamaan inilah yang merupakan komponen utama dari gejal religi, yang membedakan
suatu sistem religi dari semua sistem sosial budaya yang lain dalam masyarakat
manusia.
Sistem keyakinan dalam suatu religi berwujud pikiran atau gagasan
manusia mengenai keyakinan dan konsepsi manusia mengenai sifat-sifat Tuhan,
alam gaib, dewa-dewa, roh-roh, dan makhluk halus lainnya. Selain itu, sistem
keyakinan juga menyangkut nilai dan norma keagamaan yang mengatur tingkah laku
manusia. Sistem keyakinan biasanya tercantum dalam kesusastraan suci, baik
tertulis maupun lisan. Kesusastraan ini biasanya berisi ajaran agama yang
berupa doktrin, penafsiran, dongeng-dongeng suci maupun mitologi.
Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berupa
aktivitas-aktivitas manusia dalam melaksanakan kewajiban dan kebaktian pada
Tuhan, dewa-dewa, makhluk halus, roh-roh yang dimaksudkan untuk berkomunikasi
dengannya. Ritus atau upacara ini biasanya dilakukan setiap hari, setiap
minggu, setiap bulan, setiap tahun atau pada momen-momen tertentu. Ritus ini
bisa berupa bermacam-macam, seperti bersujud, berdoa, berkorban, menyanyi,
menari, berseni drama, berpuasa, bertapa dan bersemedi.
Dalam ritus dan upacara religi biasanya menggunakan suatu peralatan
dan sarana khusus dan suci, seperti sarana pemujaan (masjid, gereja, kuil
dll.), patung suci, alat bunyi-bunyian suci (orgel, bedug, lonceng, seruling,
dll.), serta para pelaku upacara seringkali mengenakan pakaian-pakaian yang
dianggap memiliki sifat suci seperti jubah dan lain-lain sebagaimana.
Dan komponen dari sistem religi tersebut adalah umatnya atau
kesatuan golongan yang menganut sistem dan melaksanakannya. Secara sosiologi
antropologi kesatuan umat beragama dapat berwujud sebagai: (1) kelompok
keluarga atau kelompok kekerabatan yang berdekatan satu sama lain; (2) kelompok kekerabatan yang lebih besar, seperti
klan, suku, marga dan lain-lain; (3) kesatuan komunitas, seperti desa, gabungan
desa dll.; (4) organisasi atau gerakan religi, seperti organisasi penyiaran
agama, partai politik berideologi agama, gerakan agama dan lain-lain.
Baca Juga: Filsafat Pancasila
Semua komponen religi
tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan bisa mempengaruhi satu sama
lain, seperti sistem kepercayaan dapat mempengaruhi ritus keagamaan dan juga
sebaliknya, sistem kepercayaan dapat mempengaruhi tingkah laku umat beragama,
dan lain-lain. Dan dari semua itu yang paling penting posisinya sebagai
komponen utama yaitu emosi keagamaan. Emosi keagamaan ini tidak dapat dianalisa
dan diukur oleh akal manusia dan merupakan fakta. Karena berada di luar lingkup
kemampuan manusia maka asal mula religi tidak perlu dilanjutkan pembahasannya
lagi. Kerangka mengenai komponen religi ini hanya berguna untuk mempermudah
analisa gejala religi dalam masyarakat manusia dalam sosiologi antropologi.
Terimakasih ilmunya. Sangat membantu
ReplyDelete