Showing posts with label PENELITIAN ARSIP. Show all posts
Showing posts with label PENELITIAN ARSIP. Show all posts
Kitab Karangan Mbah Madyani, blogspot.com


                                                                    Abstrak                       
Karya-karya buah pemikiran ulama Nusantara akhir-akhir ini banyak menjadi bahan perbincangan semenjak adanya jargon Islam Nusantara. Penemuan dan pembukuan mulai dilakukan untuk menjaga warisan keilmuan dari ulama terdahulu. Mbah Abu Ishaq Madyani adalah salah satu di antaranya yang menuliskan tentang kajian tafsir meskipun masih terbatas pada salah satu surah dalam al-Quran yaitu surah Yusuf. Didasari oleh informasi yang didapat penulis tentang karya ini yang ditulis oleh alumni santri pondok pesantren Qomaruddin Bungah Gresik, penulis yang juga sesama alumni juga ingin mengkaji salah satu karya beliau selain untuk memperkenalkan dan mengkaji apa pemikiran dan corak tafsirnya dan cara penyampaiannya kepada masyarakat yang dihadapinya pada masa itu. Corak tafsir dalam kitab ini berupa tafsir bi’ ma’tsur dengan banyak riwayat-riwayat yang bil ma’na dan tanpa sumber tetapi antara ayat al-Quran yang ditafsirkan masih berkaitan dan tidak terlalu menyimpang dari kisah Nabi Yusuf.
Kata kunci: manuskrip, penafsiran al-Quran, surah Yusuf

Pendahuluan
Sebagai penduduk asli Nusantara, sangat perlu untuk melihat kembali sepak terjang dan pemikiran ulama Nusantara melalui karya-karyanya. Di antara ulama Nusantara tersebut adalah Mbah Madyani yang termasuk banyak menuliskan buah pemikirannya menjadi suatu karya yang sangat berharga bagi masyarakat di masanya dan di masa setelahnya. Sepengetahuan penulis, belum pernah menemukan tulisan yang membahas tentang karya-karya beliau, dan walaupun itu ada diperkirakan sangat sedikit jumlahnya. Selain itu juga karena penulis masih memiliki ikatan dengan Mbah Madyani ini, baik dari keilmuan ataupun keturunan.
Yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah bagaimana corak tafsir yang ditampilkan dalam kitab Tibyan al-Asror ini. Penulis mencoba menerapkan metode dengan analisa konten secara menyeluruh. Tetapi perlu waktu dan pembahasan yang lebih panjang untuk menjelaskan kitab ini secara keseluruhan. Karena keterbatasan ini penulis akan mengambil sampel tiga kelompok ayat pertama dari keseluruhan dua belas kelompok yang ada dan pendahuluan serta penutup yang ditulis oleh Mbah Madyani.
Ulama Nusantara yang merujuk pada ulama yang berasal dari Indonesia memiliki ciri pemikiran yang khas dan berbeda dari yang berada di luar Nusantara. Meskipun pada dasarnya sumber keilmuan dan pemikiran mereka banyak yang berasal dari Timur Tengah sebagai tempat awal Islam dilahirkan. Tetapi konteks yang dihadapi di bumi Nusantara, maka pemikiran mereka pasti menyesuaikan dengan lingkungan yang memiliki berbagai budaya ini. Kemudian saat ini telah dipopulerkan kembali istilah “Islam Nusantara” yang sering dikumandangkan oleh para tokoh ormas Nahdlatul Ulama, karena itu pula istilah ini sangat melekat dengan NU. Kalau kita bicara bicara definisi, Islam Nusantara adalah madzhab berpikir yang dilakukan oleh para ulama Nusantara dalam mengamalkan dan menerjemahkan Islam ke dalam bahasa-bahasa Nusantara untuk memberikan tafsiran keagamaan normatif ke dalam ajaran atau dalil-dalil Islam[1] itu sendiri.[2] Dan para ulama ini banyak yang menulis kitab-kitab baik kitab itu masih ada sampai sekarang ataupun yang tidak, dan semuanya itu merupakan manuskrip yang sangat berharga untuk memahami dinamika kajian Islam dari masa ke masa.
Proses pengajaran ulama Nusantara ini juga cukup beragam sesuai dengan kondisi yang ada. Banyak dari mereka yang mendirikan pondok pesantren ataupun sebagai penerus dari perjuangan pesantren yang terdiri memiliki unsur kyai, santri dan asrama. Ada yang tidak memiliki pesantren tetapi pesantren mereka lebih besar atau bisa dibilang sebagai pesantren masyarakat, yang fokus untuk mengembangkan masyarakat, baik mengajarkan al-Quran atau sholawat pada Nabi. Pada kategori ini biasanya yang diajarkan tidak terlalu tinggi, melainkan hanya yang dibutuhkan pada masyarakat. Ada ulama yang aktif menulis kitab, aktif di kesenian dan ada pula yang terjun pada perekonomian dan politik. Dan pada hakikatnya mereka semua bertujuan untuk mengembangkan masyarakat menjadi lebih baik, dan banyak dari ulama yang merangkap berbagai posisi tersebut.
Salah satu dari ulama tersebut yaitu Mbah Abu Ishaq Madyani, seorang kyai, guru dan pahlawan bagi daerahnya. Nama asli beliau adalah Kyai Madyani Ishaq bin Demang Njono. Sejak 200 tahunan yang lalu, nama Mbah Ishaq masih ada dan terasa. Tetapi sebagai ulama besar besar, kontroversi akan jalur keturunan sering terjadi, dan dari versi kerajaan Pajang yang menjadi kekuatan ahli warisnya sampai sekarang.[3] Beliau tinggal di Rengel, Tuban, Jawa Timur, suatu daerah yang pada masa itu terkenal banyak menghasilkan kyai karena ada pondok pesantren di sana yang pada masa itu pesantren merupakan pusat pengajaran ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Beliau merupakan santri di pondok pesantren Sampurnan yang pada saat ini benama pondok pesantren Qomaruddin di dusun Sampurnan, Bungah, Gresik. Pondok Sampurnan pada masa itu diasuh oleh Kyai Harun atau juga dikenal dengan Mbah Sholeh Awwal yang merupakan pemangku kedua dan merupakan putra dari pendiri pondok yaitu Kyai Qomaruddin. Dan kelak putra beliau yang bernama Nawawi[4] atau yang dikenal dengan Mbah Sholeh Tsani adalah pemangku pondok pesantren Sampurnan yang kelima.
Kyai Madyani ini juga menulis beberapa karya lain selain kitab tafsir ini. Dari penuturan keturuan beliau M. Burhanuddin, bahwa ada 10 kitab yang 4 di antaranya sudah masuk masa penelitian agar karangan keaslian karyanya tidak diragukan.. kitab karangan atau tulisan beliau dari sejak tahun 1240-an Hijriyah masih asli tersimpan asli di kamar penyimpanan dengan rapi dan asli. Adapun kitab-kitabnya yang masih ada adalah kitab Ilmu Tafsir Tibyan al-Asrar, kitab Ilmu Hadis Arbain Madyani, kitab Muharror, kitab Asrohih Sholeh dan kitab Ilmu Tasawuf Kitab ad-Dlomir. Karena sudah dimakan usia hampir 200 tahunan silam, banyak kitab yang sebagian besar berkulit itu tidak bernama dan sudah rusak.[5] Cukup banyaknya karya dari beliau ini menunjukkan bahwa beliau dalam penyampaian ilmu tidak hanya berupa lisan tetapi juga berupa tulisan.
Penelitian ini akan fokus pada karya Mbah Madyani tentang tafsir surah Yusuf ini. Akan dianalisa tampilan, sistematika dan corak tafsir. Begitu pula isi tafsir ini yang juga berisis riwayat-riwayat dan hadis Nabi. Kesesuaian tafsir dengan ayat dan pengelompokkan tiap-tiap pembahasan begitu juga dengan validitas tafsir dan otentisitas hadis yang terdapat dalam kitab ini. 
Tampilan dan Sistematika Kitab Tafsir Tibyan al-Asror
Dengan melihat sekilas permukaan dari kitab Tibyan al-Asror ini merupakan kitab yang ditulis penuh dalam bahasa Arab. Ditulis dengan tulisan tangan yang sangat sederhana yang sudah tua dan banyak yang rusak. Tetapi untuk kitab Tibyan al-Asrar ini sudah ditulis ulang dalam bentuk yang lebih layak dan sudah diedarkan sebagaimana yang dipegang oleh penulis saat ini.  
Kitab ini merupakan kitab tafsir yang hanya membahas tentang salah satu surah dalam al-Quran yaitu surah Yusuf yang terdiri dari 111 ayat yang kebanyakan berisis tentang kisah Nabi Yusuf sejak beliau mimpi di waktu kecil yang dapat mengubah hidupnya hingga pertemuan kembali dengan ayah dan saudara-saudaranya. Penafsiran surat ini dibagi-bagi menjadi 12 kelompok ayat tentang fase kehidupan Nabi Yusuf. Corak tafsir dalam kitab ini merupakan tafsir bil ma’tsur yang mengutip riwayat-riwayat yang dapat mendukung dalam mengisahkan kisah Nabi Yusuf.
Corak tafsir bil ma’tsur ini bisa dilihat dari tiap-tiap paragraf penafsiran selalu didahului kata روي, فرع  atau حكي . Hanya ada satu paragraf yang tidak salah satu dari tiga kata tersebut yang terletak pas setelah penyebutan kelompok ayat pertama yang berupa pengantar tentang surah Yusuf. Sebagaimana kitab pada umumnya, kitab ini juga memuat pendahuluan dan penutup dari penulis tetapi tidak menjelaskan tentang tanggal kitab ini dituliskan. Untuk waktu yang pasti mengenai penulisan kitab ini yaitu sebelum tahun 1294 H yang merupakan tahun wafat Mbah Madyani.
Pada pendahuluan kitab sebagaimana pada umumnya diawali dengan bacaan basmalah, hamdalah dan sholawat pada Nabi Muhammad. Kemudian disusul dengan latar belakang Mbah Madyani dalam menulis kitab yaitu karena cintanya pada kisah Nabi Yusuf dalam al-Quran. Dan sebagaimana para ulama sebagai sikap kerendahan hatinya pada Allah selalu memanjatkan doa kepada Allah agar dihindarkan dari segala keburukan dan ditunjukkan petunjuk kebenaran.
Pada alinea selanjutnya mulai muncul kata روي yang menjadi khas dan keunikan tersendiri dalam kitab ini. Pada bagian pendahuluan, kata روي berdampingan dengan penjelasan asbabun nuzul dari keseluruhan surah Yusuf ini yang mengisahkan tantangan orang Quraisy pada Nabi Muhammad untuk membuktikan kenabiannya. Mereka bertanya terlebih dahulu pada salah seorang umat Yahudi di Madinah tentang bukti-bukti yang hanya bisa didapatkan melalui utusan Allah, dan Nabi Muhammad mampu menjawab semuanya. Terdapat salah satu ayat al-Quran dalam riwayat asbabun nuzul tersebut yaitu ayat ke 23-24 surah al-Kahfi yang berbunyi:

Teks Arab Tidak Bisa Ditampilkan

Ayat tersebut dalam sebuah riwayat di atas juga ada asbabun nuzulnya yaitu Nabi Muhammad yang memberikan janji pada orang Quraisy untuk memberikan jawaban dari pertanyaannya tanpa mengucapkan insyaallah terlebih dahulu. Alinea penutup dari pendahuluan ini juga didahului dengan kata روي yang berisikan tentang manfaat membaca surah Yusuf dan penjelasan bahwa surah ini terdiri dari 111 ayat dan termasuk ayat-ayat makkiyah.
Pendahuluan telah selesai dan dimulai pembahasan tafsir surah Yusuf ini. Pada pengelompokkan pertama terdapat enam ayat pertama surah Yusuf. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hanya paragraf ini yang tidak didahului kata روي , dan dalam paragraf ini menjelaskan keutamaan nama Allah dan terdapat juga hadis tanpa sanad - yang penulis tidak menemukan hadis ini ditulis dalam kitab apa- tentang kemuliaan membaca nama Allah ini.
Terdapat enam paragraf yang diawali dengan kata روي pada tafsiran kelompok ayat ini. Cabang روي yang pertama cukup singkat dan berisi penguatan asbabun nuzul bahwa ayat tersebut sebagi bukti kenabian Nabi Muhammad. Terdapat juga di akhir paragraf hadis nabi yang disebutkan tanpa sanad. Cabang yang kedua menceritakan tentang silsilah Nabi Yusuf, ibunya dan saudara-saudaranya serta kemuliaan sifat Nabi Yusuf. Cabang yang ketiga memaparkan keindahan fisik Nabi Yusuf dan menegaskan bahwa keindahan itu merupakan mukjizat yang diberikan Allah padanya.
Cabang keempat menceritakan tentang mimpi Nabi Yusuf yang ia ceritakan pada ayahnya, Nabi Ya’qub. Sebagaimana diceritakan dalam sejarah para nabi dan rasul bahwa Nabi Yusuf merupakan putra kesayangan Nabi Yusuf bersama dengan saudaranya yang bernama Bunyamin. Nabi Yusuf menceritakan mimpi tersebut pada ayahnya dan ayahnya memberitahunya untuk tidak menceritakan mimpi tersebut pada saudara-saudaranya. Nabi Yusuf kemudian bertanya tentang takwil mimpi tersebut dan ayahnya kemudian memberitahuinya. Pada cabang keempat ini terdapat ayat ke 4 dalam surah Yusuf yang disebutkan dalam penafsiran dan menunjukkan bahwa cabang ini memaparkan tentang kisah dalam ayat tersebut. Cabang kelima menceritakan tentang anjuran Nabi Ya’qub untuk tidak menceritakan mimpinys pada saudara-saudaranya karena akan mengakibatkan kedengkian saudara-saudaranya padanya.
Selanjutnya masuk dalam kelompok ayat yang kedua yang berisi ayat 7 hingga ayat ke 14. Terdapat lima paragraf penafsiran terhadap kelompok ayat ini dan semuanya diawali dengan kata روي. Paragraf pertama menceritakan tentang bocornya informasi mimpi Nabi Yusuf dan Takwil dari Nabi Ya’qub oleh ibu tiri Nabi Yusuf, ibu dari Syam’un. Setelah mendengar berita tersebut ia menceritakannya pada anaknya, Syam’un dan kemudian diceritakannya pada semua saudara-saudaranya. Kemudian mereka mendatangi Nabi Yusuf dan mengkonfirmasi berita tersebut karena mereka mengetahui bahwa Nabi Yusuf merupakan orang yang jujur dan akhirnya Nabi Yusuf menceritakan semuanya.
Paragraf kedua menceritakan reaksi saudara-saudara Nabi Yusuf setelah mendengar kebenaran berita tersebut. Sebagaimana saran dari Nabi Ya’qub untuk tidak menceritakannya karena akan mengakibatkan kedengkian padanya, terjadilah peristiwa tersebut dan mereka berusaha memisahkan Nabi Yusuf dari ayahnya. Terdapat juga kutipan ayat ke 12 surah Yusuf yang menunjukkan keterkaitannya dengan penafsiran kisah ini. Dalam paragraf ini terdapat kata فرع yang memisahkan cerita atau dalam istilah dikenal dengan out of topic (OOT) tetapi masih memiliki keterkaitan dengan yang terdapat dalam روي dan masih dalam satu paragraf.
Dalam فرع diceritakan tentang hadis nabi yang menjelaskan agar kita menjauhi kedengkian atau hasad. Hadis yang pertama ini disebutkan tanpa sanad, tetapi penulis mencoba mencarinya dan menemukan hadis ini dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam sunan-nya (no. 4095). Hadis kedua, ketiga dan keempat tidak ditemukan sanad dan mukharrijnya. Cabang فرع kedua menceritakan kisah Nabi Musa yang bertemu dengan Iblis yang memuat anjuran untuk meninggalkan sifat hasad.
Dalam paragraf ketiga terdapat potongan ayat ke 11 dari surah Yusuf. Ini bisa dibilang tidak urut karena pada paragraf sebelumnya dikutip ayat ke 12. Dalam ayat ke 11 ini menjelaskan tentang permintaan saudara-saudara Nabi Yusuf untuk membawanya bermain bersama. Lalu pada paragraf keempat terdapat juga kutipan ayat ke 13 surah Yusuf. Paragraf ini juga masih berkaitan dengan paragraf sebelumnya karena masih menceritakan tentang permintaan izin saudara-saudara Yusuf untuk membawanya. Di sini dijelaskan terdapat kekhawatiran Nabi Ya’qub terhadap Nabi Yusuf jika ia dimakan serigala sebagaimana dalam mimpinya. Tetapi kemudian Nabi Ya’qub melepasnya dan memegang janji mereka untuk menjaganya.
Paragraf terakhir dalam penafsiran kelompok ayat kedua ini menceritakan kegelisahan Nabi Ya’qub akan firasat buruknya terhadap putra kesayangannya tersebut. Nabi Ya’qub tahu akan kedengkian saudara-saudara Nabi Yusuf padanya. Dan sebelum keberangkatan beliau memandikan putra kesayangannya tersebut, memakaikan baju, memberi wewangian dan menyalaminya.
Kemudian lanjut pada kelompok ayat ketiga yang berisi ayat ke 15 hingga ayat ke 18 surah Yusuf. Dari keempat ayat tersebut, terdapat 12 paragraf yang menafsirkannya. Dan semuanya diawali dengan kata روي ataupun kata فرع. Paragraf pertama diawali dengan kata روي menceritakan tentang kesedihan mendalam yang dialami Nabi Ya’qub. Allah kemudian mengingatkannya dan kemudian memohon taubat pada-Nya. Lalu pada paragraf kedua yang diawali dengan kata روي menceritakan tentang saudari Nabi Yusuf yang sangat khawatir dengan keadaannya, berusaha menahannya dari saudara-saudaranya dan kemudian menangis selepas kepergiannya.
Penafsiran pada paragraf ketiga menceritakan tentang rencana saudara-saudara Nabi Yusuf untuk membuangnya di padang yang jauh agar tidak ditemukan oleh ayahnya. Kemudian mereka berencana untuk bertaubat pada Allah atas dosa mereka. Mereka ini termasuk golongan yang mendahulukan maksiat dan mengakhirkan taubat. Dalam paragraf ini juga disambung dengan فرغ tentang kisah seorang hamba Allah yang sholeh yang dibujuk oleh iblis untuk berbuat maksiat dan mengakhirkan taubatnya. Yang kemudian hamba yang sholeh itu meninggal dalam keadaan belum bertaubat.
Paragraf selanjutnya yakni paragraf yang keempat ini diawali dengan kata روي dan menceritakan tentang pertolongan Allah pada nabi-Nya. Ketika saudara-saudaranya berniat membunuhnya, salah seorang saudaranya yang bernama Yahudza membelanya setelah mendapatkan rahmat dari Allah untuk mengasihani saudaranya ini. Dia membela hingga berani bertaruh nyawa agar mereka tidak membunuh Nabi Yusuf. Dan dia menyarankan untuk memasukannya ke dalam sumur Syaddad bin ‘Ad saja. Kelanjutan dari paragraf ini disambung dengan فرع yang mengisahkan seorang hamba Allah yang sholeh dan mustajab doanya dari kaum Nabi Hud. Dia membaca lembaran-lembaran Nabi Syits dan kagum akan kisah Nabi Yusuf. Kemudian dia berdoa pada Allah untuk memanjangkan hidupnya hingga ia bisa bertemu dengan Nabi Yusuf. Dan Allah memberi petunjuk untuk masuk ke sumur yang kelak Nabi Yusuf dimasukkan ke dalamnya. 
Pembahasan selanjutnya dari paragraf kelima diawali dengan روي menceritakan tentang proses memasukkan Nabi Yusuf ke dalam sumur. Setelah memasukannya, mereka mendengar tangisan dari dalam sumur tersebut dan menganggapnya masih hidup. Kemudian mereka ingin membunuhnya tetapi Yahudza kembali mencegah mereka dan terselamatkanlah Nabi Yusuf.
Dalam paragraf keenam yang diawali dengan روي menceritakan tentang pertemuan Nabi Yusuf dengan hamba Allah yang sholeh yang sangat ingin bertemu dengannya sebelum wafat. Setelah bertemu dengan Nabi Yusuf, ia berkata: “Aku menitipkanmu pada Allah”. Tak lama setelah mengucapkan kalimat tersebut, beliau langsung diambil ajalnya. Jasadnya diangkat para malaikat ke angkat sumur dan para malaikat memandikan dan menkafaninya. Kemudian para malaikat mensholatinya dengan diimami oleh malaikat Jibril. Nabi Yusuf ketika melihat pemandangan luar biasa itu juga berharap sepertinya. Paragraf ini disambung langsung dengan فرع yang menceritakan sebab-sebab Nabi Yusuf dimasukkan ke dalam sumur. Diriwayatkan bahwa Nabi Yusuf pernah sombong ketika melihat cermin dan mengatakan: “Siapa yang bisa sepertiku”. Kemudian Allah memasukkannya ke dalam sumur karena kesombongannya. Selanjutnya dikutip dua hadis yang berisi larangan untuk sombong. Kedua hadis ini tidak dicantumkan sanad ataupun mukharrijnya dalam kitab ini, tetapi penulis akhirnya dapat menemukan sanad dan sumber kitab hadisnya  Hadis yang pertama dengan redaksi yang sama persis dapat ditemukan pada kitab ma’rifah al-shahabah li abi Nu’aim (no. 975), sedangkan hadis yang kedua dengan redaksi yang sama persis juga terdapat dalam sunan Abi Dawud (no. 4175). Terdapat pula riwayat lain sebab dimasukannya Nabi Yusuf ke dalam sumur yaitu karena Allah melihat tanda kedloliman pada diri Nabi Yusuf suapaya dia tidak dlolim setelah menjadi penguasa.
Paragraf selanjutnya, yakni paragraf ketujuh diawali dengan روي dan mengisahkan tentang tindakan saudara-saudaranya yang kebingungan untuk kembali mengahadap ayah mereka pasca pembuangan Nabi Yusuf. Mereka melapisi pakaiannya dengan darah binatang yang mereka buru dan setelah itu mereka menghadap ke ayah mereka. Ada hal yang unik pada reaksi Nabi Ya’qub setelah menerima pakaian putranya. Pertama-tama ia menangis sekeras-kerasnya karena firasat buruknya ternyata terjadi, dan yang kedua, ia tersenyum dan kemudian tertawa setelah membalik pakaian tersebut. Anak-anaknya mengira ayahnya ini telah gila, tetapi kemudian ia menjelaskan bahwa ketika serigala memangsa manusia, ia akan mencabik-cabik seluruh pakaiannya, dan setelah dia membalik pakaian itu, dia menemukannya dalam keadaan baik dan ia yakin bahwa putranya itu masih hidup. Kelanjutan dari paragraf ini terdapat فرع  yang memuat ayat ke 13 surah al-Ahqaf yang berbunyi:
Teks Arab Tidak Bisa Ditampilkan

Ayat di atas berkaitan dengan keadaan hamba yang maksiat tidak akan dapat ditutupi di hadapan Tuhannya. Begitu pula hamba yang mukmin akan sedih jika dirinya terliputi dosa dan berseri-seri dan bahagia ketika menemukan kebenaran dan keselamatan. Paragraf kedelapan yang juga diawali dengan روي ini masih berkaitan dengan kisah dalam paragraf sebelumnya, yakni keyakinan akan keselamatan Nabi Yusuf dan kebohongan saudara-saudaranya. Meskipun di sini dijelaskan bahwa mereka berusah membela diri dengan menunjukkan bahwa mereka tidak berbohong dan mereka tidak mengetahui kalau serigala itu dapat berbicara dengan izin Allah.
Pada paragraf kesembilan ini diawali dengan kata فرع. Karena biasanya pembahasan yang diawali kata tersebut merupakan OOT (out of topic) tapi masih memiliki keterkaitan. Begitu pula dengan pembahasan yang satu ini yang menceritakan pada hari kiamat nanti semua hamba dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia, sedangkan yang menjadi saksinya adalah anggota tubuhnya sendiri yang bisa berbicara atas izin Allah. Kisah ini berhubungan dengan paragraf sebelumnya yang menyinggung serigala yang dapat berbicara selayaknya manusia di dunia.
Paragraf kesepuluh yang diawali dengan kata روي menceritakan tentang pertemuan Nabi Ya’qub dengan serigala-serigala. Ia ingin bertanya pada mereka siapa yang telah memakan putranya. Kemudian atas izin Allah salah satu dari mereka mengucapkan salam dan berkata: “Sesungguhnya daging-daging Nabi Allah diharamkan atas kami”. Serigala itu juga mengatakan bahwa ia telah membaca lembaran-lembaran Nabi Ibrahim bahwa kepalsuan dan fitnah merupakan keburukan yang besar dan kemudian Nabi Ya’qub mempercayainya. Dalam paragraf kesebelas diawali dengan فرع yang mengisahkan tentang lima makhluk selain manusia dan jin yang kelak masuk surga. Dan salah satu diantaranya adalah serigala Nabi Ya’qub ini. Informasi tersebut berupa hadis yang disandarkan pada nabi tanpa sanad dan sumber rujukannya, dan penulis tidak dapat menemukan sumber dari hadis ini meskipun hadis ini cukup populer bagi pelajar SD atau MI dari guru agama di desa penulis. Dan ada yang berbeda di sini, biasanya فرع masuk pada روي, tetapi kali ini terbalik. Dan isi dari روي tersebut bahwa malaikat akan menjaga Nabi Yusuf selama berada di dalam sumur.
Paragraf terakhir penafsiran pada kelompok ayat ketiga ini diawali dengan روي yang mengisahkan tentang Yahudza, saudara Nabi Yusuf yang ikut membelanya ketika rencana pembunuhan terhadapnnya. Ia berbeda dengan saudara-saudaranya ketika menceritakan dan bertanya tentang Nabi Yusuf. Ia juga sedih dan tidak tega melihat keadaan ayahnya. Dan ia juga pernah berkata: “Jika aku tidak malu pada ayahku, aku akan kembali pada Yusuf”.  Ia mengatakan hal tersebut karena rasa cinta, malu dan menyesal yang bercampur aduk kepada ayahnya.
Itulah pembasan tentang sistematika dan isi dari tafsir surah Yusuf pada tiga kelompok ayat pertama. Dan pada bagian penutup tidak terdapat kata-kata atau sedikit kesimpulan dari Mbah Madyani tentang kisah Nabi Yusuf dalam kitab tafsirnya, melainkan sholawat pada Nabi Muhammad dan keluarganya dan ditutup dengan bacaan hamdalah. Penelitian yang ringkas ini bisa dilanjutkan pada lain waktu yang lebih memungkinkan dan dengan bahan yang lebih lengkap.

Analisa Keterkaitan Kandungan Tafsir, Hadis dan Riwayat-riwayat
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kitab tafsir ini bercorak tafsir bil ma’tsur, yakni penafsiran yang menggunakan periwayatan, baik berupa al-Quran, hadis, ataupun riwayat-riwayat yang lain. Perlu diketahui sebelumnya bahwa penafsiran tiap-tiap paragraf dalam kitab ini selalu diawali dengan kata روي, فرع atau حكي. Dalam روي sebagian besar berisi periwayatan-periwayatan mengenai kisah Nabi Yusuf ini secara lebih lengkap yang tidak ditemui dalam al-Quran maupun Hadis. Entah berasal dari Isra’iliyyat atau dari kitab-kitab yang lain. Untuk فرع biasanya berisi tentang cerita di luar kisa Nabi Yusuf, tetapi masi memiliki kaitan baik dari kisah teladan ataupun mukjizat. Dalam bagian ini banyak yang memuat kisah-kisah atau pernyataan yang disandarkan pada Nabi Muhammad. Khusus untuk حكي  ini hanya ada satu yang berdiri sendiri yaitu pada halaman 34. Berisi tentang kisah-kisah tentang Nabi Yusuf juga dan tidak keluar dari pembahasan. Bagian ini bisa juga disamakan dengan روي.
Dari tiga kelompok ayat pertama yang diteliti, ditemukan ayat-ayat al-Quran dalam penafsirannya, baik surah itu merupakan surah Yusuf ataupun surah yang lain. Surah selain surah Yusuf ada pada pendahuluan dan satunya lagi ada pada kelompok ayat yang ketiga. Dan yang berada pada kelompok ayat ketiga ini termasuk bagian dari فرع yang biasanya agak keluar dari topik pembahasan. Pengutipan ayat dari surah Yusuf sendiri tidak selalu berurutan, ada yang tidak sesuai urutan ayat karena Mbah Madyani lebih fokus pada kronologis kisahnya, jadi ada beberapa ayat yang perlu penjelasannya terlebih dahulu.
Mengenai hadis-hadis yang menjadi tafsir dari ayat-ayat ini juga termasuk problematika. Semua hadis yang tercantum dalam kitab ini tanpa sanad dan sumber kitab hadisnya. Bagi pengkaji hadis ini merupakan hal yang sangat bermasalah. Selain itu juga ada permasalahan lain dalam hadis ini yaitu periwayatan hadis bil makna. Andaikan saja tidak ada sanad dan sumber hadis dan periwayatannya sesuai maka akan mudah pelacakannya. Dan pada realitasnya belum ada, ini juga belum menjelaskan tentang otentisitas hadis tersebut yang akan memakan waktu lebih.
Untuk periwayatan-periwayatan lain, selain dari al-Quran dan Hadis ini juga bermasalah. Tapi permasalahan ini hanya pada sumber riwayatnya, dan mengenai isi dari kisah apakah itu valid atau tidak itu sebenarnya bukan masalah karena tafsir ini fokus pada kisah Nabi Yusuf dan tidak bisa lepas dari sejarah. Karena sejarah sendiri apalagi tafsir pasti ada banyak pendapat yang berbeda dan itu adalah hal yang sangat wajar.
Mengenai riwayat-riwayat yang nampaknya juga bil makna ini sepertinya memang disengaja oleh Mbah Madyani untuk mempermudah pemahaman dan enak dibaca dan didengar bagi masyarakat. Bagi akademisi sekarang, penulisan yang berupa periwayatan dan tanpa mencantumkan sumber merupakan hal yang tidak baik. Tetapi ketika kita mengkaji manuskrip-manuskrip Nusantara ternyata ditemukan hal-hal tersebut. Kita tidak bisa langsung menjustifikasi bahwa karya itu bukanlah karya ilmiah, karena zaman sekarang ini beda dengan zaman dulu ketika manuskrip ini dituliskan yang sudah berusia ratusan tahun. Sangat patutlah ketika kita menghargai karya yang sangat berharga yang ketika masa penulisan tersebut mendapatkan referensi bisa dikatakan cukup sulit. Dan salah satu tujuan dari penulis membahas tentang ini adalah untuk menjaga karya-karya ulama Nusantara.

Aspek-aspek Lain yang Menarik untuk Dibahas
Karena keterbatasan waktu dan bahan untuk dikaji, maka hanya ini yang bisa penulis sajikan untuk tulisan kali ini. Mungkin di lain waktu ada peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji kitab-kitab atau bahkan pemikiran dari Mbah Madyani ini. Masih banyak aspek yang perlu dikaji lagi terutama bagian problematika yang telah disebutkan di atas. Seperti alasan penggunaan روي yang biasa diidentikkan dengan hadis tapi berisi kisah-kisah ataupun semisal ada hadis, tetapi tidak ada sanad dan sumbernya. Meskipun penulis menemukan beberapa dan banyak yang tidak dapat ditemukan mungkin karena kekurangan skill dalam penelusuran ini. Dan ini bisa menjadi bahan penelitian tersendiri yang memfokuskan pada sumbernya.


Bisa juga penelitian selanjutnya mencoba mengkontekstualisasikan dengan kondisi masyarakat pada masa penulisan kitab ini dengan mencoba mengintegrasikannya dengan ilmu sejarah, sosiologi dan antropologi. Atau bisa juga untuk meneliti kitab-kitab karya Mbah Madyani yang lain, seperti kitab yang membahas ilmu hadis, ilmu tasawuf dan lain-lain. Dan tulisan ini juga bisa dijadikan sebagai pengantar untuk meneliti kitab-kitab karangan Mbah Madyani yang lain.

Daftar Pustaka
Baso, Ahmad. Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka Afid. 2015.
Madyani, Abu Ishaq. Tibyan al-Asrar fi Qishshoh Yusuf li Dzawi al-Abshar. Tuban: Dar al-Shafa. TT.
Suprayogy, Edy. “Petilasan- Telusur Jejak Karomah dan Karya Otentik Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada 14 November 2016.



[1] Dalil-dalil Islam sendiri bukan hanya pada al-Quran dan Hadis, tetapi Ijma’ dan Qiyas juga merupakan dalil-dalil Islam yang banyak dilupakan oleh umat Islam saat ini.
[2] Ahmad Baso, Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka Afid, 2015), hlm. 21.
[3] Lihat lebih jauh di Edy Suprayogy, “Petilasan- Telusur Jejak Karomah dan Karya Otentik Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada 14 November 2016.
[4] Konon pada masa itu terkenal dua nama Nawawi di pulau Jawa, yaitu Nawawi Wetan (Timur) dan Nawawi Kulon (Barat). Nawawi Wetan yaitu kyai Nawawi ini yang berasal dari Tuban dan tinggalnya di Gresik, kemudian Nawawi Kulon yang lebih umum dikenal dengan Syekh Nawawi al-Banteni dan beliau berdua ini seperguruan. Beliau juga pernah satu pondok dan dikenal akrab dengan Mbah Kholil Bangkalan, seorang tokoh yang sangat berjasa dalam berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
[5] Edy Suprayogy, “Petilasan- Telusur Jejak Karomah dan Karya Otentik Mbah Madyani Ishaq Rengel” dalam http://edysuprayogy27.blogspot.co.id/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada 14 November 2016.


Ponpes Ulul Albab (PPUA), dok peibadi

Pengantar

            Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
            Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah ini.
            Setidaknya, dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
            Pada akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Siti Maimunah S. Ag., M. Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Penelitian Arsip yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.

                                                                                                Sleman, 15 Oktober 2017


                                                                                                Irfan Hamid




BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah islam yang ada di Indonesia bisa dibilang tidak terlepas dari adanya pesantren. Bagaimana tidak, pesantren sebagai pusat pendidikan islam telah banyak menghasilkan alumni yang punya peran dalam Negara. Pesantren juga biasanya berisi santri yang berasal dari daerah dan akhirnya setelah lulus mengabdi kepada daerah lagi. Hal ini menyebabkan pesantren dikenal masyarakat luas sebagai lembaga yang dekat dengan masyarakat. terlebih lagi dengan system pendidikan yang sederhana semakin melekatlah pendidikan islam ini dengan kesan tradisional. Pesantren tumbuh atas dukungan masyarakat, bahkan Husni Rahim mengatakan bahwa pesantren berdiri atas permintaan masyarakat, sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas.
Pesantren telah eksis di tengah masyarakat sejak abad 15 hingga sekarang, dan menawarkan pendidikan pada mereka yang buta huruf. Kedekatan pesantren dengan masyarakat nampaknya tidak terlepas dari alasan karena pesantren tumbuh dari bawah, atas kehendak masyarakat, yang terdiri atas kiai, santri, dan masyarakat sekitar dan terkadang juga perangkat desa. Dan diantara mereka, Kiailah yang paling dominan perannya dalam menentukan perkembangan pesantrennya. Pada akhirnya, pesantren menjadi lembaga pendidikan paling independen dibawah pimpinan kiai, dan tidak dapat diintervensi oleh pihak luar kecuali atas izin kiai.[1]
Pondok pesantren yang ada di abad 21 ternyata tidaklah banyak mengalami perubahan dalam komponen bangunan dan komponen non fisiknya. Kiai sebagai pengasuh tertinggi juga masih sama seperti perannya berabad lalu, begitu juga dengan santri sebagai penuntut ilmu. Selain itu bentuk pengajaran dan kita tradisional juga masih ada dalam pondok pesantren yang berdiri di abad 21 ini. Hal inilah yang menjadi keunikan pondok pesantren sebagai institusi pendidikan tradisional, tetap dapat bertahan di tengah zaman modern dan modernisasi system pendidikan.
Kami selaku peneliti memilih sebuah Pondok Pesantren yang ada di daerah Balirejo, Mujamuju, Umbulharjo Yogyakarta. (dari arsip) Pesantren ini bernama Ulul Albab, kami memilih pesantren ini sebagai lokasi penelitian arsip karena keunikannya yang tidak ditemukan pada pesantren lain yaitu sejarah awal pesantren tersebut. Keunikannya yaitu sebelum difungsikan sebagai pesantren, Kiai dari Pondok Pesantren Ulul Albab (PPUA) menggunakan bangunan ini sebagai kos-kosan. Namun jauh sebelum itu, yang menarik lainnya adalah sang pendiri sekaligus pengasuh pesantren ini melakukan usaha yang keras dalam merintis kos-kosan miliknya yang akhirnya dijadikan sebagai pesantren pada tahun 2013 setelah 19 tahun difungsikan sebagai kos-kosan.
Keunikan lain yang menarik untuk dikaji adalah pendidikan dari pengasuh Pondok Pesantren Ulul Albab yang kerap disapa “Abah” ternyata tidak berlatarbelakang pendidikan Islam. Hal ini sangat menarik mengingat biasanya seorang pengasuh pesantren adalah sesorang yang kental akan pendidikan Agama, namun berbeda dengan pengasuh PPUA yang mengatakan bahwa ia hanya berbekal ilmu menejemen untuk mengelola pondoknya. Berdasarkan latar belakang di atas, kami selaku peneliti akan membuat rumusan masalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Pondok Pesantren?
2.      Bagaimana sejarah Pra-Pondok Pesantren Ulul Albab?
3.      Bagaimana masa transisi Kos-kosan menjadi Pondok Pesantren?
4.      Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Ulul Albab?

C. Tujuan

1.      Mengetahui pengertian Pondok Pesantren
2.      Mengetahui sejarah Pra-Pondok Pesantren Ulul Albab
3.      Mengetahui masa transisi Kos-kosan menjadi Pondok Pesantren
4.      Mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Ulul Albab







BAB. II
PENGERTIAN PONDOK PESANTREN


Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut dengan pondok saja atau penggabungan 2 kata ini menjadi pondok pesantren. Bedanya adalah pesantren tidak menyediakan asrama, melainkan secara periodik santri (penuntut ilmu) di sekitar pesantren akan datang. Istilah santri seperti ini lebih tenar dengan nama santri kalong. Dalam perkembangannya istilah pemondokan (asrama) yang digunakan santri untuk menginap mengalami pergeseran fungsi. Yang terjadi di beberapa tempat, pondok justru hanya sebagai tempat tidur semata bagi pelajar sekolah umum.
Istilah pesantren lebih banyak digunakan untuk menunjukkan tempat pengkajian kitab-kitab islam klasik. Walau sebenarnya penggunaan dua istilah secara integral yakni pondok pesantren lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Namun istilah gabungan tersebut kurang padat untuk mewakili sifat pusat pendidikan agama tradisional ini. Maka para penulis lebih sering menggunakan istilah pesantren yang lebih singkat.[2]
Setelah pemaparan singkat di atas, kesimpulannya adalah pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama islam dan didukung dengan asrama sebagai tempat tinggal permanen bagi santri. Jika pengertian tersebut sudah didapat, maka pesantren kilat dan pesantren ramadhan yang diadakan di sekolah-sekolah tidaklah termasuk dalam bahasan ini.[3] Sedangkan komponen yang harus ada dalam pesantren adalah santri, kiai, rumah kiai, asrama, dan masjid atau aula untuk sholat.[4] Selain komponen fisik, ada juga komponen non fisik yang sebenarnya merupakan ruh dari pesantren itu sendiri yakni pendidikan,[5] metode pembelajaran, dan kurikulum.[6]



BAB. III
SEJARAH PRA-PONDOK PESANTREN ULUL ALBAB


A.  Latar Belakang Pendidikan Pengasuh


Pengasuh Pondok Pesantren Ulul Albab lahir di Malang, Jawa Timur pada 1 April 1964 dengan nama lengkap Ahmad Yubaidi. Ahmad Yubaidi lahir dari pasangan suami isteri bernama bp. Naf'an dan ibu. Sutijah. Pengasuh pondok Pesantren Ulul Albab ini seperti yang telah dibicarakan di awal tidak memiliki latar belakang pendidikan Agama, hanya saja pernah menjadi santri dari salah satu Pondok Pesantren. Kendati demikian, tidak ada bukti arsip yang dapat dijadikan sebagai bukti kuat, keterangan ini hanyalah sebatas informasi dari wawancara pada 15 Oktober 2017. Arsip yang masih bisa dilihat sampai sat ini terkait pendidikan Ahmad Yubaidi adalah sebagai berikut:

NO
Tingkat
Tahun Lulus
Sekolah
1
Sekolah dasar
1977
SDN 1 Sotoran[7]
2
Sekolah menengah pertama
1981
SMPN 1 Tulungagung[8]
3
Sekolah menengah atas
1984
SMUN Kedungwaru Tulungagung[9]
4
Diploma II Pendidikan B. Inggris
1984
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan[10]
5
S1 Ilmu Hukum
1994
Universitas Gajah Mada[11]
6
Spesialis 1 Notariat
1998
Universitas Gajah Mada[12]
7
S1 Pendidikan Bahasa dan Seni
2002
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa[13]
8
Magister Hukum
2014
Universitas Jana Badra Yogyakarta[14]

B.  Cara Mendapatkan Lahan


Bapak H. Ahmad Yubaidi atau yang sekarang akrab disapa “Abah” oleh para santrinya ternyata tidak dengan mudah mendapatkan lahan untuk dijadikan usaha kos-kosan. Selain latar belakang keluarganya yang bukanlah berasal dari keluarga punya, hidup di tanah perantauan membuatnya harus benar-benar memulai usahanya dari nol. Berbagai usaha dilakukan Abah untuk mengupayakan perekonomian di awal karirnya. Mulai dari berjualan Mie Ayam, Es, mebuka layanan les bahasa Inggris, jual buku, catering[15] makanan dan usaha fotocopy.
Sebelum memiliki lahan yang akhirnya dijadikan sebagai kos-kosan, Abah menempati rumah kontrakan yang ada di daerah Pakualaman. Di rumah kontrakan inilah ia mulai merintis usahanya. Ia menuturkan bawah hampir seluruh waktunya digunakan untuk mencari nafkah bagi keluarga, dan menabung untuk usahanya agar dapat berkembang. Lelah baginya adalah hal yang sudah menjadi satu kesatuan dengan kehidupannya. Semua itu dikerjakan Abah demi mencapai kehidupan yang lebih baik.
Ide Abah untuk membuat kos-kosan nampaknya memang sudah sangat matang. Beliau mencari lahan yang akan digunakan untuk membangun kos-kosan yang tidak lain adalah Pondok Pesantren Ulul Albab pasca 2013. Akhirnya ia menemukan lahan di Dusun Balirejo, Desa Mujamuju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta pada sekitar tahun 1994 setelah ia membaca iklan di salah satu koran. Ia menuturkan saat itu lahan yang diinginkan berharga 40 juta, dan di saat yang sama ia hanya memiliki uang 3 juta. Dengan tekad kuat, Abah menyerahkan uang 3 juta itu dan menangguhkan pembayaran dalam waktu 1 bulan. Namun hanya dalam waktu 1 minggu akhirnya Abah melunasi tanah tersebut, ia menjual motor dan alat percetakan di usaha fotocopy nya. Selain itu, ia juga berhutang pada salah satu bank untuk melunasi tanah tersebut.[16]

C.  Pembangunan Kos-kosan


Pada awalnya bangunan terdiri dari 11 kamar, 3 kamar untuk pak Yubaidi beserta keluarga dan sisanya untuk kos-kosan. Ia menuturkan bahwa saat itu ongkos material dan tukang masih relative murah dan mudah dicari, hal ini memudahkan beliau dalam memulai usaha barunya. Kemudian pada tahun 1995, dibangun bangunan induk untuk pak Yubaidi beserta keluarga. Tahun 1996, bangunan ditingkat menjadi dua lantai dan seterusnya hingga tahun  2013, terdapat tiga bangunan dengan total 35 kamar. Kesemua kamarnya itu setiap tahun penuh terisi para mahasiswa. Pembangunan kamar kos yang sangat cepat dalam kurun waktu 1994-1996 ternyata juga tidak lepas dari usaha barunya yaitu catering makanan untuk instansi-instansi pemerintahan dan pesanan mahasiswa.
Sebelum menjadi pesantren, bangunan kos milik pak Ahmad silih berganti ditemapati oleh mahasiswa dari berbagai Universitas di Yogyakarta. Kos tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa laki-laki. Pada saat itu biaya kos-kosan sangat besar sehingga pembangunan kos-kosan terus berlanjut hingga mencapai 35 kamar. Peralihan dari hanya 8 kamar kos menjadi 35 kamar kos membuat perekonomian Abah cenderung membaik, disamping juga profesinya sebagai Lawyer[17], usaha catering nya pun berkembang pesat.[18]

D.  Fungsi Awal


Sebelum menjadi Pondok Pesantren seperti sekarang, Ulul Albab seperti yang telah disampaikan di awal adalah sebuah kos-kosan untuk mahasiswa khususnya laki-laki. Kebanyakan penghuni kos tersebut adalah orang-orang Indonesia timur seperti: Papua, Sulawesi, Ambon, Maluku dll, yang mayoritas beragama non muslim. Pembangunan kos sendiri telah dibangun sejak tahun 1994 oleh Abah. Pada permulaan penyewaan kamar kos, Abah mematok harga 1 juta per tahunnya dan terus naik hingga akhir masa kos-kosan yaitu sekitar 4 juta per tahun.
Abah mengaku bahwa selama menangani sewa kos dengan mahasiswa, banyak sekali permasalahan yang timbul. Mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia menjadikan kos-kosannya sangat rawan cekcok antar penghuni kamar. Ditambah lagi para penghuninya yang kadang sulit untuk masalah pembayaran. Selain itu juga tindak kriminal seperti mabuk-mabukan dan kerusuhan mewarnai 19 tahun masa kos-kosan.[19]

BAB. IV
TRANSISI KOS-KOSAN MENJADI PONDOK PESANTREN


A.  Motivasi Mendirikan Pondok Pesantren


Kenakalan remaja di Indonesia di kalangan mahasiswa sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Mahasiswa yang ada di jogja notabene berasal dari luar Kota Yogyakarta, bahkan luar pulau jawa, hal ini menjadikan Yogyakarta sebagai miniaturnya Indonesia. Segala macam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke ada di Kota yang dijuluki kota pelajar ini. bukan hal yang aneh lagi jika banyak terjadi kenakalan remaja di kota ini. Mahasiswa dari luar daerah biasanya akan merasa lebih bebas di daerah rantauan karena jauh dari pengawasan orang tua, maka dari itu banyak terjadi kenakalan remaja.
Kenakalan remaja inilah yang menjadi alasan utama atau motivasi Abah untuk mendirikan Pondok Pesantren. Kenakalan remaja ini ia rasakan langsung dari para mahasiswa –semua laki-laki– yang menyewa kamar-kamar kosnya. Mulai dari cekcok antar penghuni kos, mengkonsumsi minuman keras, sampai beberapa kasus penghuni kos yang menghamili teman perempuannya. Pernah satu kasus saat ada seorang perempuan yang hamil dan justru menghampiri Abah dan mengadu jika dirinya telah dihamili. Serentetan kasus-kasus di atas membuat Abah merasa prihatin, dan akhirnya sekitar tahun 2013 ia memutuskan untuk mengubah fungsi kos-kosan miliknya menjadi sebuah Pondok Pesantren.[20]

B.  Masa Transisi 6 Santri


Peralihan bangunan kos-kosan menjadi pondok pesantren tidaklah serta merta total mengubah fungsi awal. Ada tahap-tahap yang dilewati Abah secara perlahan hingga akhirnya bangunan 35 kamarnya itu resmi diisi oleh para santrinya yang juga para mahasiswa. Abah sudah bertekad dan yakin akan keputusannya ini, namun tekadnya ini juga mendapat halangan dari para mahasiswa yang tidak menghendaki pengubahan fungsi awal. Memang faktanya tidaklah semua mahasiswa yang menyewa kamar kos adalah seorang Muslim, ada juga beberapa mahasiswa non muslim. Bahkan mahasiswa muslim pun juga banyak yang menolak untuk menjadi santri Pesantren baru itu. Mereka lebih memilih menghabiskan masa kontraknya kemudian pergi daripada ikut nyantri dengan Abah.
Seperti judul sub-bab ini yaitu masa transisi 6 santri, memang awalnya hanya ada 6 santri yang ada di pesantren ini. Dari total 35 kamar kos yang dimiliki Abah hanya ada 3 mahasiswa yang akhirnya mau menjadi santri pesantrennya, sedangkan 3 orang lainnya datang menjadi santri setelah masa peralihan, jadilah 6 santri awal yang ada di pesantren yang saat itu belum memiliki nama. Sedangkan kamar lain yang masih berpenghuni non-santri berangsur habis kontrak dan akhirnya berganti para santri baru yang pada tahun 2014 telah memenuhi seluruh kamar. Pada tahun yang sama Pondok Pesantren Ulul Albab mendapat Piagam Pondok Pesantren oleh Kementerian Agama Kanwil DIY yang diterbitkan pada 2 Desember 2014.[21]
Enam orang mahasiswa yang merupakan santri awal merupakan mahasiswa dengan kampus dan jurusan yang berbeda-beda. Nama keenam santri tersebut antara lain adalah Choirul Salim (S2 UII)[22], Alfi Lailatul Maghfiroh (S1 UIN)[23], Ahmad Rifa’i (S1 UIN)[24], Lisna Dewi, Ningsih, dan M. Hizazi (Magistra Utama)[25]. Beberapa dari ke-enam santri awal tersebut, sekarang membantu berjalannya kegiatan pondok dengan menjadi pengurus pondok. Keterangan dari Choirul Salim dan M. Hizazi adalah kentalnya rasa kebersamaan saat masih 6 santri di masa awal Pesantren berdiri[26], dan juga sholat berjamaah yang terjaga. Selain itu Salim pun mengatakan selama Nyantri 2013-2015 ia tidak hanya mendapat materi agama saja, melainkan pula kewirausahaan dan bahasa asing.[27]
Karena tekad yang memang kuat, setiap mahasiswa yang datang untuk menyewa kamar kos akan Abah tolak, semua yang dating akan ia terima ketika tujuanya adalah Nyantri. Walaupun kala itu hanya kegiatan Sholat Berjama’ah dan Baca Qur’an, Abah merasa lebih tenang dibandingkan dengan resiko yang ia tanggung akibat ulah mahasiswa nakal yang masih menyewa kamar kosnya.

C.  Asal Nama Ulul Albab


Nama Pondok Pesantren Ulul Albab diberikan oleh Abah sendiri, dan cara mendapatkan nama ini pun unik. Satu bulan berlalu setelah kos-kosan yang ia punya berubah fungsi menjadi pesantren, ia teringat belum memberi nama Pondok pesantrennya. Karena setiap hari mengaji Al-Qur’an bersama santri awalnya, ia mendapatkan kata Ulul Albab banyak tertulis di dalam Al-Quran. Dari kata Ulul Albab yang sering disebut dalam Al-Qur’an itulah akhirnya digunakan sebagai nama Pesantren itu. Selain itu karena memang artinya yang baik dan cocok untuk dijadikan nama pondok pesantrennya.[28]

BAB. V
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN ULUL ALBAB


A.  Kepengurusan Pondok Pesantren
 

Seperti yang dikatakan pada Bab IV di sub-bab Masa Transisi 6 Santri, setelah 2 Desember 2014 Pondok Pesantren Ulul Albab resmi didirikan lewat Piagam Pondok Pesantren dari Kementerian Agama Kanwil DIY. Maka dari itu secara otomatis harus ada susunan kepengurusan yang resmi hitam di atas putih dalam badang Pondok Pesantren ini.[29] Abah sebagai pengasuh pondok membuat susunan pengurus dengan memberdayakan para santrinya yang saat itu telah memenuhi kamar-kamar yang dahulunya sebagai tempat kos. Pengurus ini ditugaskan dalam 1 kepengurusan dari tahun 2015-2016, dengan susunan sebagai berikut:
1.      Pengasuh                                           : H. Ahmad Yubaidi
2.      Ketua Umum                                    : Ahmad Rifa’i
3.      Wakil Ketua                                     : Kuswatul Mufida
4.      Sekretaris Umum                              : Faudzi Hanafi
5.      Bendahara Umum                             : Muhammad Ridho Saputra
6.      Seksi Pendidikan                              : Angko Wildan
7.      Seksi Ubudiyah                                : Maulana Miftah Majid
8.      Seksi Keamanan dan Ketertiban      : Amad Lutfi Mustofa
9.      Seksi Kebersihan dan Kesehatan     : Siti Susanti
10.  Seksi Informasi dan Teknologi         : Abdur Rohman Ma’ruf
11.  Seksi Kesenian dan Olahraga           : Fara Fauzia Zulfa[30]
Sedangkan kepengurusan setelah itu memiliki masa jabatan 2016-2018 mengalami perkembangan dengan penambahan seksi sarana prasarana[31] dengan susunan pengurus sebagai berikut:
1.      Pengasuh                                           : H. Ahmad Yubaidi
2.      Ketua Umum                                    : Ahmad Rifa’i
3.      Wakil Ketua                                     : Kuswatul Mufida
4.      Sekretaris Umum                              : M. Fauzan Rikhie Saputra
5.      Bendahara Umum                             : Muhammad Arifin
6.      Seksi Pendidikan                              : Maulana Miftah Majid
7.      Seksi Ubudiyah                                : Muhamad Syaiful Afif[32]
8.      Seksi Keamanan dan Ketertiban      : Amad Lutfi Mustofa
9.      Seksi Kebersihan dan Kesehatan     : Muhammad Helmi Najmuddin
10.  Seksi Informasi dan Teknologi         : Maharani Wahyu Saputri
11.  Seksi Kesenian dan Olahraga           : Hannah Mursi Ragati
12.  Seksi Sarana Prasarana                     : Yovial Ly Maulana[33]
Sampai tahun 2017 ini santri yang ada di Pondok Pesantren Ulul Albab berjumlah 27 santri laki-laki[34] dan 61 santri perempuan.[35]

B.  Kegiatan Rutin


Terkait kegiatan rutin wajib yang ada di Pondok Pesantren Ulul Albab pada sekitar tahun 2016-2017 kami mendapat informasi dari salah satu santri bernama Muhamad Syaiful Afif. Ia menuturkan bahwa ada dua kegiatan wajib harian yang ada di sana, yang pertama adalah sholat berjamaan (Shubuh dan Maghrib), dan yang kedua adalah pelajaran (Tahfidzul Quran dan Mengaji Kitab). Ia sendiri adalah santri yang memilih pelajaran Tahfidz. Di Ulul Albab baik Tahfidz maupun kajian kitab dilakukan setelah shubuh dan maghrib berjamaah. Selain kegiatan harian, ada juga kegiatan pekanan setiap Rabu dan Jum’at yaitu nahwu dan shorof yang dilakukan pukul 20.30-22.00 wib.[36] Sedangkan kegiatan sunnah yang boleh diikuti santri adalah shalat jama’ah Ashar, muroja’ah ba’da Ashar, dan kajian setelah pukul 9 malam.[37] Adapun kegiatan-kegiatan santri PP Ulul Albab secara rinci adalah sebagai berikut[38]:
1.    Jadwal kelas kitab
Kelas kitab dibagi menjadi tiga kelas, yakni kelas kitab ‘ula putra, kelas kitab ‘ula putri, dan kelas kitab ulya. Setelah Shubuh, Maghrib, dan ‘Isya, selama sepekan, kelas kitab ‘Ula baik putra maupun putri mempunyai jadwal Arba’in Nawawi, Safinatun Najah, Sorogan Safinah, kajian Akhlak lil Banin untuk putera, dan Akhlak lil Banat untuk puteri, dan metode 33. Kelas kitab Ulya, setiap selesai shalat Shubuh, Maghrib, dan ‘Isya, selama sepekan, mempunyai jadwal mengkaji kitab Bulughul Marom, Qira’atul Kutub, Ta’lim Muta’alim, Nasholhul ibad, dan Taqrib setiap malam senin.
2.    Jadwal kegiatan bersama
Kegiatan bersama ini dilakukan oleh semua santri baik kelas ‘ula maupun ulya. Jadwal tersebut adalah sebagai berikut:
a)         Hari Senin shubuh adalah jadwal tahsin
b)        Hari Selasa malam adalah jadwal Simtudduror
c)         Hari Kamis malam adalah jadwal Barzanji dan Mujahadah
d)        Hari Sabtu shubuh adalah jadwal Dzikrul Ghofilin
e)         Hari Ahad shubuh adalah kegiatan hadroh.
3.    Jadwal kelas tahfidz
Setiap shubuh santri diberi kesempatan untuk Muroja’ah, dan setiap maghrib santri diberi kesempatan untuk ziyadah atau menambah hafalan.
4.    Jadwal ro’an (bersih-bersih wilayah pondok/kerja bakti)
Untuk melaksanakan jadwal ro’an, maka dibentuk kelompok-kelompok terdiri dari santri putra dan santri putri dengan dua koordinator. Ro’an dilakukan oleh 1 kelompok, 1 kali dalam sebulan di hari Ahad, dimulai dari pukul 6 pagi dan diberi batas waktu hingga pukul 5 sore untuk membersihkan beberapa wilayah yang telah ditentukan sebagai tempat ro’an. Bagi santri yang tidak melaksanakan ro’an, akan diberi sanksi.
5.    Jadwal ujian
Ujian yang diujikan adalah mengenai kajian kitab dan tahfidz. Pelaksanaan tergantung ustadz/ustadzah yang menguji.

Untuk sumber daya pengajar, Pesantren Ulul Albab memanfaatkan para senior pondok yang sudah dianggap cukup mumpuni untuk mengajar. Selain itu ustadz yang tergolong masih muda menurut Syaiful Afif memudahkannya dalam memahami materi, dan lebih dapat terbuka dalam membahas problematika. Ustadz yang mengajar disana pun ada yang tinggal juga di dalam Pondok Pesantren, jadi pertanyaan yang dilontarkan para santri tidak harus menunggu pada jam pelajaran karena dapat bertemu sewaktu-waktu di Ulul Albab.[39] Sampai sekarang ini ada 4 pengajar Al-Qur’an yang terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan. Sedangkan pengajar kitab juga 4 yang kesemuanya adalah laki-laki.
Sedangkan jadwal diluar pelajaran adalah piket harian yang dibagi rata jadwalnya pada santri Ulul Albab. Selain itu ada Ro’an, yaitu semacam piket namun dilakukan perpekan[40] dan perbulan. Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga kebersihan bangunan Pondok dan melatih kedisiplinan para santri. Peraturan dibuat pasti ada konsekuensinya, setiap santri yang tidak mengikuti kegiatan Ro’an dan Piket ada hukuman material.[41] Diharapkan hukuman seperti itu dapat membuat jera dan meningkatkan kedisiplinan santri.

C.  Fasilitas Pondok Pesantren


Karena dahulunya Pondok Pesantren Ulul Albab merupakann sebuah bangunan kos-kosan, maka saat menjadi Pesantren tahun 2013 secara fisik fasilitas tidaklah banyak berubah. Pada awal perubahan kos menjadi Pesantren, fasilitas kamar masih berupa bangunan saja tanpa adanya fasilitas pendukung lain seperti kasur atau lemari. Sama seperti saat bangunan ini masih berfungsi sebagai kos-kosan. Penghuninya pun masih banyak yang statusnya Ngeko. Hal ini disebabkan karena banyak dari kamar kos yang ternyata penghuninya menolak untuk diajak nyantri oleh Abah, selain memang banyak yang non islam.
Menurut Syaiful Afif seorang santri angkatan 2016 menuturkan perkembangan fasilitas yang ada di pondok pesantren ini telah membaik di tahun 2017. Pada kurun waktu awal pesantren berdiri tahun 2013 fasilitas hanya kamar kosong, begitu juga yang terjadi hinggal tahun 2016. Penambahan fasilitas mulai dirasakan oleh santri 2017 yang mendapat fasilitas kasur dan lemari di kamar pondoknya. Selain itu kitab-kitab pun sudah sangat banyak, berbeda dengan pada masa awal 6 santri yang telah diceritakan di awal.[42]

D.  Transformasi Kepemimpinan Pesantren


Kepemimpinan di sebuah Pesantren seperti yang kita ketahui dipegang oleh seorang pengasuh yang lebih dikenal sebagai Kiai. Kiai menguasi dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Ustadz, apalagi santri hanya berani melakukan suatu tindakan di luar kebiasaan setelah mendapat restu dari Kiai. Ia ibarat raja, segala titahnya menjadi kosntitusi yang berlaku bagi kehidupan peasntren. Dengan demikian kedudukan kiai adalah kedudukan ganda sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren.[43]
Yang dimaksud transformasi kepemimpinan di sini adalah perubahan dari kepemimpinan mutlak seorang Kiai dalam pesantren menjadi kepemimpinan kolektif yayasan. Transformasi semacam ini wajar terjadi karena seorang Kiai pun layaknya manusia biasa yang tidak dapat bekerja sendiri. Saat pesantren yang dipimpinnya semakin besar dan berkembang, maka wajar saja seorang Kiai akan banyak membutuhkan bantuan dari pihak lain. Begitu juga yang terjadi di Pondok Pesantren Ulul Albab, kepemimpinan tunggal Abah akhirnya menjadi kepemimpinan kolektif Yayasan.
Transformasi kepemimpinan tunggal Kiai menjadi Kolektif Yayasan di Pondok Pesantren Ulul Albab secara resmi dilaksanakan pada 11 Oktober 2017. Hal ini dibuktikan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia NO. AHU-0015294.AH.04.Tahun 2017, tentang pengesahan pendirian badan hukum Yayasan Ulul Albab Balirejo (UAB).[44] Transformasi semacam ini dalam buku karangan Mujamil Qomar berjudul pesantren adalah langkah kedua dari total empat langkah. Setelah kepemimpinan kolektif yayaysan ada uji coba demokratisasi kepemimpinan, dan pengembangan orientasi pesantren. Namun dalam hal ini, pesantren Abah berada di langkah kedua dalam bahasan transformasi kepemimpinan ini.


BAB. VI
PENUTUP

A.  Kesimpulan


Pesantren sebagai pusat pembelajaran Islam tradisional telah menjadi oase di tengah kebutuhan masyarakat akan ilmu agama. Khususnya anak remaja, pesantren sebuah sensor dalam mereka berkehidupan yang mana dalam pesantren mereka mendapat ilmu agama. Tidak mengherankan jika pesantren sebagai tempat pendidikan tradisional tetap diminati oleh lapisan masyarakat khususnya mahasiswa. Yogyakarta sebagai kota pelajar pun termasuk di dalamnya, kota dimana mahasiswa menuntut ilmu ini juga banyak terdapat pondok pesantren.
Selain pesantren, kota Yogyakarta juga memiliki banyak sekali kos-kosan yang dibangun untuk pendapatan dari mahasiswa yang menyewa kos di sana. Di setiap area kampus pasti menjamur tempat kos. Begitu juga yang dilakukan Bapak Ahmad Yubaidi yang membuat bangunan kosnya dari jerih payahnya bekerja keras dalam berbagai usahanya. Kos yang ia buat di satu sisi membuat perekonomiannya meningkat, namun di sisi lain timbul keresahan yang dirasakannya karena kos-kosannya tersebut yang menjadi cikal bakal berdirinya sebuah pesantren.
Pondok pesantren yang ada di kota Yogyakarta salah satunya adalah Pondok Pesantren Ulul Albab, Balirejo, Mujamuju, Umbulharjo, Yogyakarta. Didirikan oleh pengasuh lantaran keprihatinannya pada mahasiswa yang menyewa kamar kos di kos-kosannya. Niat dan tekad yang kuat menjadi kunci keberhasilan dalam mengelola pondok pesantren kendati pengasuh tidak memiliki latar belakang pendidikan agama secara formal. Tujuan pembangunan pesantren ini tidak lain untuk menyelamatkan akhlak generasi muda khususnya mahasiswa. Namun pondok pesantren ini bisa dikatakan masih sangat muda dan minim pengalaman yang membuatnya sedikit terseok di awal.
Seiring perkembangan waktu, Pondok Pesantren Ulul Albab semakin banyak peminatnya. Bangunan yang sudah ada sejak masa kos-kosan semua sudah terisi para santri yang sekaligus mahasiswa dari beberapa Universitas di Yogyakarta. Tahun demi tahun infrastruktur semakin lengkap, sistem pembelajaran semakin rapi, dan menejemen kepengurusan mulai berjalan secara sistematis. 

B.  Saran


Dalam pembuatan makalah ini tim penyusun belumlah bekerja secara maksimal, masih banyak yang perlu ditambal-sulam guna menyempurnakan makalah ini. Berkenaan dengan waktu, kami merasakan waktu yang ada tidaklah cukup untuk mengumpulkan dan mengolah informasi dari sumber yang didapat. Selain itu adanya keterangan yang tidak rasional dan empiris membuat kronologi sejarah terputus dan menyebabkan penyusun makalah harus menginterpretasi secara cermat alur sebab akibtatnya. Kerja sama tim yang juga belum maksimal menyebabkan banyak kesalahpahaman dalam penyusunan makalah ini. Dan sekali lagi, manusia adalah makhluk tempat salah dan khilaf, semua kekurangan yang kami sebutkan dalam saran mungkin hanyalah sedikit dari keseluruhan kesalahan kami. Atas dasar itulah kami sebagai tim penyusun makalah siap menerima kritik dan masukan yang membangun demi sempurnanya karya ini.


DAFTAR PUSTAKA


Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodoligi Menuju nDemokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. xiii

http://m.artikata.com/arti-105102-lawyer.hrml

https://id.m.wikipedia.org/wiki_jasa_boga


B.  Kritik Arsip


Nomor Arsip
Kritik Arsip
Arsip 1
Nama arsip: Akta pendirian Yayasan Ulul Albab Balirejo - Eksternal: tanggal pembuatan 11/10/17 pukul 10.00, tempat pembuatan di Klaten, Notaris: Hisyam Mawardi, kertas HVS setengah dari A3, diketik dengan font courier new, diprint dengan tinta hitam, terdapat lambang pancasila, ada materai 6000, ada tanda tangan notaris, ada stempel, bahasa Indonesia, tidak ada kolasi - Internal: Berkaitan dengan pendirian yayasan, berisi 43 pasal, berdasarkan komponen yang ada, ditambah keterangan pengasuh PPUA arsip ini dapat dikatakan otentik
Arsip 2
Nama arsip: Jadwal Pengajian Kitab dan Tahfidz - Eksternal: Tidak ada tanggal pembuatan, Tidak ada pembuat, arsip berbahasa Indonesia dan Arab, diprint dengan tinta hitam dan berwarna, ukuran kertas A4, tidak ada tanda tangan pengesahan, tidak ada matrei, dan tidak ada kop Arsip, dan tidak ada arsip yang serupa. - Internal: dari jadwal yang ada dalam arsip, tidak ada yang tumpang tindih, maka dapat dikatakan arsip ini logis dan valid.
Arsip 3
Nama arsip: Jadwal Ro'an PP. Ulul Albab Balirejo - Eksternal: Tidak ada tanggal pembuatan, Tidak ada pembuat, arsip berbahasa Indonesia dan Arab,  diprint dengan tinta hitam, ukuran kertas A4, tidak ada tanda tangan pengesahan, tidak ada materai - Internal: berisi penegasan dari arsip 5. jika di arsip 5  adalah arsip jadwal ro'an perbulan berisi pembagian tugas dan keterangan waktu, arsip 3 adalah penjelasan personalia kelompok ro'an 1-4
Arsip 4 & 5
Nama arsip: Jadwal piket dan Ro'an - Eksternal: tanggal berlaku arsip 4 adalah 5/10/17 sedangkan arsip 5 adalah 7/10/17, kedua arsip berbahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitam, kertas A4, tidak ada tanda tangan pengesahan, tidak ada materai - Internal: arsip jadwal piket dan ro'an ini hanya berlaku untuk lantai bawah, dan secara rasional pasti juga ada jadwal untuk lantai atas walau kami belum menemukannya, maka kesimpulannya jadwal ini digunakan dalam PP. Ulul Albab
Arsip 6
Nama Arsip: S.K. Kepengurusan Pondok - Eksternal: tanggal pembuatan 8/12/16, disahkan oleh K. H. Ahmad Yubaidi, arsip berbahasa indonesia dan arab, diprint dengan tinta hitam dan berwarna, kertas A4, tanda tangan pengesah, tidak ada materai, kop surat resmi PP. Ulul Albab - Internal: berdasar kelengkapan atribut arsip, maka dapat disimpilkan arsip ini asli dan dapat dijadikan sumber sejarh yang kuat.
Arsip 7 & 16
Nama arsip: Susunan Pengurus pondok Ulul Albab 16/18 - Eksternal: secara eksternal 2 arsip ini adalah kelanjutan dari S.K. (Surat keputusan) pengurus PP Ulul Albab. - Internal: tidak ada tumpang tindih jabatan, resmi dan kuat.
Arsip 8
Nama Arsip: Absensi santri laki-laki - Eksternal: Tidak ada tanggal Tidak ada pembuat, arsip berbahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitam dan berwarna, ukuran kertas A4, tidak ada tanda tangan pengesahan, tidak ada matrei, dan tidak ada kop Arsip, dan tidak ada arsip yang serupa, arsip berupa tabel - Internal: arsip adalah arsip baru dan belum terisi list kehadiran santri
Arsip 9 & 10
Nama Arsip: Absensi santri perempuan - Eksternal: sama dengan arsip 8 - Internal: absebsi telah berjala selama 3 hari yaitu 23-29 september
Arsip 11
Nama Arsip: data santri, Choirul Salim - Eksternal: dibuat 9/9/15, bertanda tangan Choirul S, bahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitam, kop surat PP. Ulul Albab, kertas A4 - Internal: setelah dikonfirmasi ke yang bersangkutan ternyata data santri tersebut valid
Arsip 12
Nama Arsip: piagam pondok pesantren - Eksternal: beruoa sertifikat, kertas kuning ukuran A4, tanggal pembuatan 2/12/14, disahkan oleh Maskul Haji, Cap kementerian agama DIY, Kop surat kementerian agama kanwil DIY, bahasa indonesia dan arab - Internal: dari kelengkapan atribut arsip tersebut maka dapat dikatakan arsip itu otentik
Arsip 13
Nama Arsip: data santri, Alfi Lailatul Maghfiroh - Eksternal: dibuat 9/9/15, bertanda tangan Alfi L M, bahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitam, kop surat PP. Ulul Albab, kertas A4 - Internal: setelah dikonfirmasi ke yang bersangkutan ternyata data santri tersebut valid
Arsip 14
Nama Arsip: data santri, Ahmad Rifai - Eksternal: dibuat 10/9/15, bertanda tangan A. Rifai, bahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitam, kop surat PP. Ulul Albab, kertas A4 - Internal: setelah dikonfirmasi ke yang bersangkutan ternyata data santri tersebut valid
Arsip 15
Nama Arsip: SusunanPengurus PP. Ulul Albab 15/16 - Eksternal: tidak ada tanda tangan, tidak ada pengesahan, berbahasa Indonesia, diprint dengan tinta hitan dan berwarna, kertas A4, tidak tanggal pembuatan, ada kop resmi PPUA - Internal: Dengan adanya kop surat, menjadi satu-satunya atribusi yang mendukung validitas arsip
Arsip 18
Nama Arsip: Akta Kelahiran Ahmad Yubaidi - Eksternal: tanggal pembuatan 26/5/1980, diketik dengan mesin ketik, bertinta hitam, terdapat materai 25 bergambar burung garuda berwarna merah dengan lingkaran, terdapat tanda tangan dari kedua orang tua Ahmad Yubaidi  dan Agung Pamuji, cap bupati kepala daerah Tulungagung bertinta biru, - Internal: Ahmad Yubaidi lahir pada 1/4/64 dari pasangan bernama bp. naf'an dan ibu. sutijah, dari kelengkapan atribut arsip tersebut maka dapat dikatakan arsip itu otentik
Arsip 19
Nama Arsip: Surat tanda tamat belajar SD - Eksternal: dikeluarkan pada 31/12/1977, di tulungagung, terdapat nomor surat, kertas yang digunakan berwarna kuning dengan water mark burung garuda, terdapat materai 25, terdapat cap resmi SDN Sotoran 1, tanda tangan kepala kantor departemen P dan K, dan foto Ahmad Yubaidi serta cap 3 jari - Internal: dari kelengkapan atribut arsip tersebut maka dapat dikatakan arsip itu otentik
Arsip 20
Nama Arsip: Surat tanda tamat belajar SMU - Eksternal: dikeluarkan pada 28/4/1984, di tulungagung, terdapat nomor surat, kertas yang digunakan berwarna kuning dengan water mark burung garuda, terdapat materai 25, terdapat cap resmi SMUN Kedungwaru Tulungagung, tanda tangan kepala sekolah, dan foto Ahmad Yubaidi - Internal: dari kelengkapan atribut arsip tersebut maka dapat dikatakan arsip itu otentik
Arsip 21
Nama Arsip: Surat tanda tamat belajar SMP - Eksternal: dikeluarkan pada 11/5/1981, di tulungagung, terdapat nomor surat, kertas yang digunakan berwarna kuning dengan water mark burung garuda, terdapat materai 25, terdapat cap resmi SMPN 1 Tulungagung, tanda tangan kepala sekolah, dan foto Ahmad Yubaidi - Internal: dari kelengkapan atribut arsip tersebut maka dapat dikatakan arsip itu otentik
Arsip 22
Nama Arsip: Ijazah UST Yogyakarta - Eksternal: dibuat pada 18/5/2002, terdapat tanda tangan Rektor dan Dekan, terdapat 2 cap UST, terdapat foto Ahmad Yubaidi, kertas putih, tinta berwarna hitam, terdapat logo UST, ada nmor seri ijazah - Internal:  dari komponen yang lengkap dan dasar hukum yang kuat, maka arsip ini dinilai otentik
Arsip 23
Nama Arsip: Ijazah Diploma II institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta - Eksternal: disahkan pada 1/9/84 berbahasa Indonesia, diketik dan ditulis tangan, kertas berwarna putih ada water mark logo IKIP, bermaterai 500, cap resmi IKIP, bertanda tangan Rektor IKIP, ada foto Ahmad Yubaidi, tanda tangan dekan Fakultas, dan memiliki nomor surat - Internal: dari komponen yang lengkap dan dasar hukum yang kuat, maka arsip ini dinilai otentik
Arsip 24
Nama Arsip: ijazah Magister universitas Janabadra Yogyakarta - Eksternal: Kertas putih dan ada water mark logo UJY, ada nomor surat, ada logo UJY, ada foto Ahmad Yubaidi, cap resmi UJY, terdapat tanda tangan Rektor dan dekan, dikeluarkan pada tanggal 25/4/2014 - Internal: melihat dari komponen yang lengkap dan dasar hukum yang kuat, maka arsip ini dinilai otentik
Arsip 25
Nama Arsip: Ijazah S1 UGM - Eksternal: tanggal pengesahan 18/8/94, ditandatangani Rektor dan dekan, kertas berwarna putih dengan water maerk logo UGM, terdapat nmor resmi, cap resmi UGM berwarna merah, foto Ahmad Yubaidi - Internal: melihat dari komponen yang lengkap dan dasar hukum yang kuat, maka arsip ini dinilai otentik
Arsip 26
Nama Arsip: Ijazah pendidikan spesialis UGM - Eksternal: Terdapat logo UGM, kertas berwarna Putih, terdapat cap merah UGM, bertanda tangan Rektor dan Dekan, tinta yang digunakan hitam, ditulis dan diketik tangan lalu di print, disahkan pada 31/8/1998 - Internal: melihat dari komponen yang lengkap dan dasar hukum yang kuat, maka arsip ini dinilai otentik




[1] Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodoligi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm. xiii
[2] Ibid., hlm. 1
[3] Ibid., hlm. 2
[4] Ibid., hlm. 88
[5] Ibid., hlm. 61
[6] Ibid., hlm. 141
[7] Arsip 19, Surat tanda tamat belajar SD, pada 31/12/1977
[8] Arsip 21, Surat tanda tamat belajar SMP, pada 11/5/1981
[9] Arsip 20, Surat tanda tamat belajar SMU, pada 28/4/1977
[10] Arsip 23, Ijazah Diploma II institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yogyakarta, pada 1/9/1984
[11] Arsip 25, Ijazah S1 Ilmi Hukum UGM, pada 18/8/94
[12] Arsip 26, Ijazah pendidikan spesialis 1 Notariat UGM, pada 18/8/94
[13] Arsip 22, Ijazah S1 Pendidikan Bahasa dan Seni UST Yogyakarta, pada 18/5/2002
[14] Arsip 24, ijazah Magister universitas Janabadra Yogyakarta, pada 25/4/2014
[15] Jasa Boga atau yang lebih dikenal sebagai catering adalah istilah umum untuk wirausaha yang melayani pemesanan berbagai macam masakan (makanan dan minuman) baik untuk pesta maupun untuk suatu instansi. Lihat https://id.m.wikipedia.org/wiki_jasa_boga pada28/10/17, pukul 12:25
[16] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[17] Lawyer adalah seorang yang ahli dalam hukum, atau praktisi hukum yaitu orang yang profesinya melakukan tuntutan hukum untuk klien, atau untuk menasihati, menuntut, dan membela tuntutan hukum atau hak dan kewajiban hukum dalam hal-hal lain. Lawyer adalah istilah umum, untuk pengacara, konselor... Lihat di http://m.artikata.com/arti-105102-lawyer.hrml pada 28/10/17, pukul 13:14 WIB
[18] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[19] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[20] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[21] Arsip 12, Piagam Pondok Pesantren dari Kementerian Agama Kanwil DIY, 2/2/14
[22] Arsip 11, Data santri PP Ulul Albab Choirul Salim, pada 9/9/15
[23] Arsip 13, Data santri PP Ulul Albab Alfi Lailatul Maghfiroh, pada 9/9/15
[24] Arsip 14, Data santri PP Ulul Albab Ahmad Rifa’i, pada 10/9/15
[25] Wawancara mantan santri Ulul Albab, Alfi Lailatul Maghfiroh, pada 26/10/17, pukul 05.30 WIB.
[26] Wawancara mantan santri Ulul Albab, M. Hizazi, pada 27/10/17, pukul 21.45 WIB.
[27] Wawancara mantan santri Ulul Albab, Choirul Salim, pada 27/10/17, pukul 21.00 WIB.
[28] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[29] Dari total 35 kamar kos yang dimiliki Abah hanya ada 3 mahasiswa yang akhirnya mau menjadi santri pesantrennya, sedangkan 3 orang lainnya datang menjadi santri setelah masa peralihan, jadilah 6 santri awal yang ada di pesantren yang saat itu belum memiliki nama. Sedangkan kamar lain yang masih berpenghuni non-santri berangsur habis kontrak dan akhirnya berganti para santri baru yang pada tahun 2014 telah memenuhi seluruh kamar. Pada tahun yang sama Pondok Pesantren Ulul Albab mendapat Piagam Pondok Pesantren oleh Kementerian Agama Kanwil DIY yang diterbitkan pada 2 Desember 2014. Lihat makalah ini, masa transisi 6 santri, hlm. 5.
[30] Arsip 15, Pengurus Pondok Pesantren Ulul Albab 2015-2016
[31] Arsip 6, Surat Keputusan Pengurus Pondok Pesantren Ulul Albab, pada 8/12/16
[32] Arsip 7, Pengurus Pondok Pesantren Ulul Albab 2016-2018, pada 8/12/16
[33] Arsip 16, Pengurus Pondok Pesantren Ulul Albab 2016-2018, pada 8/12/16
[34] Arsip 8, Absensi Santri Putra
[35] Arsip 10, Absensi Santri Putri
[36] Wawancara dengan santri Ulul Albab, Muhamad Syaiful Afif, pada 26/10/17, pukul 8.30 WIB.
[37] Wawancara dengan pengasuh Pesantren Ulul Albab, Ahmad Yubaidi, pada 15/10/17, pukul 7.30 WIB.
[38] Arsip 2, Jadwal Pelajaran  Pondok Pesantren Ulul Albab
[39] Wawancara dengan santri Ulul Albab, Muhamad Syaiful Afif, pada 26/10/17, pukul 8.30 WIB.
[40] Arsip 4, Jadwal Piket harian Pondok Pesantren Ulul Albab
[41] Arsip 3, Jadwal Ro’an Pondok Pesantren Ulul Albab
[42] Wawancara dengan santri Ulul Albab, Muhamad Syaiful Afif, pada 26/10/17, pukul 8.30 WIB.
[43] Mujamil, Pesantren, hlm. 31.
[44] Arsip 1, Pengesahan Pendirian Yayasan Ulul Albab Balirejo