Soekarno, http://cdn2.tstatic.net |
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa
Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, membawa Indonesia menuju
babak baru dalam sejarah. Setelah memerdekaan diri, Indonesia terus berusaha
membenahi dan memperbarui sistem dan stabilitas negara agar menjadi negara yang
berdaulat. Sebagai negara yang sudah merdeka dan berdaulat, dibutuhkan suatu
dasar negara yang bisa untuk menjalankan sistem pemerintahan.
Dalam
pembentukan dasar negara ini, melibatkan berbagai jenis elemen masyarakat
termasuk umat Islam. Seperti halnya yang terjadi pada pembahasan Piagam Jakarta
yang memerlukan Umat Islam dalam penyusunannya. Namun, dalam akhir dari
pembentukan dasar negara ini justru menimbulkan kekecewaan pada umat Islam.
Banyak kalangan umat Islam yang menilai bahwa kebijakan Presiden Soekarno saat
itu tidak banyak berpihak pada umat Islam. Padahal jika diingat, banyak sekali
peranan umat Islam sejak dari masa perjuangan sampai kemerdekaan.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
politik Islam di Era Orde Lama?
2.
Bagaimana sistem
kebijakan pemerintahan
Indonesia
masa orde lama?
3.
Bagaimana reaksi umat
islam terhadap kebijakan politik masa Orde lama?
C.
Tujuan Penulis
1.
Mengetahui politik Islam di Era Orde Lama.
2.
Mengetahui sistem kebijakan politik
Indonesia masa orde lama.
3.
Mengetahui reaksi
umat islam terhadap kebijakan politik masa orde lama.
BAB
II
PEMBAHASAN
Berakhirnya
era demokrasi liberal sejak keluarnya Dekrit Presiden 1959 menandai bermulanya
era baru politik Indonesia yang disebut dengan era Demokrasi Terpimpin. Era ini
dapat dianggap sebagai masa-masa sulit bagi partai Islam. Setelah mengeluarkan
dekrit, Soekarno yang sudah terobsesi untuk menjadi penguasa mutlak di
Indonesia memaksa pembubaran Partai Masyumi pada 17 Agustus 1960. Pemberlakuan
Demokrasi Terpimpin oleh Soekarno ternyata menimbulkan respont yang beragam
dari kalangan partai Islam. Era Demokrasi Terpimpin yang berumur hingga
September 1965 ini bisa membagi menjadi 2 periode yaitu periode proses
kristalisasi (hingga Desember 1960) dan periode kolaborasi (hingga pecahnya
pemberontakan G-30-S/PKI 1965). Periode kristalisasi ditandai dengan pemilihan
kawan dan lawan, pendukung dan oposisi terhadap kebijakan Soekarno tersebut.
Sementara periode kolaborasi ditandai dengan kerja sama partai-partai Islam
yang ikut bersama demokrasi terpimpin, termasuk dengan komunis, yang merupakan
salah satu pilar penyangganya.[1]
Pada
masa orde lama ini, kekuatan politik umat Islam banyak dirugikan oleh kebijakan
Soekarno. Kebijakan itu terutama berkaitan dengan system Demokrasi Terpimpin
yang diberlakukan. Sebab sistem ini, memberikan keleluasaan lebih besar kepada Partai
Komunis Indonesia (PKI) untuk bergerak dan menguasai panggung politik Nasional.
Juga, kebijakan Soekarno tentang keputusannya membubarkan Masyumi Agustus 1960.
Baca Juga : Kerajaan Pajang
B. Kebijakan
Pemerintahan Masa Orde Lama
Pendeknya usia
piagam jakarta dalam sejarah konstitusionalisme Indonesia tidak mengendorkan
semangat perjuangan politik umat Islam di alam kemerdekaan. Gerak politik di
kalangan organisasi dan partai-partai Islam dirasa tidak memadai sebagai wahana
perjuangan, maka umat Islam membuat partai Masyumi sebagai partai politik umat
Islam. Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai politik bagi umat Islam yang
keanggotaannya terdiri dari berbagai
organisasi Islam maupun perorangan. Namun, belum lama partai ini berjalan,
keutuhan keanggotaan. Masyumi terguncang dengan keluarnya PSII (Partai Sarekat
Islam Indonesia) dari Masyumi. Kemudian guncangan besar dalam tubuh Masyumi
terjadi pada Mei 1952, saat NU yang merupakan pendukung terbesar Masyumi
menyatakan keluar dari partai tersebut[2].
Pada awal masa Demokrasi
Parlementer, Masyumi masih memegang peran penting dalam politik. Hal ini
terlihat baik pada masa Kabinet Natsir maupun Kabinet Soekiman, posisi Menteri
Agama masih berada di tangan KH Wahid Hasyim (tokoh NU dalam Masyumi). Tapi pada
masa Kabinet Wilopo-Prawoto, posisi Menteri Agama dipegang oleh KH Fakih Usman
(tokoh Muhammadiyah dalam Masyumi). Pada masa Kabinet Wilopo ini, unsur NU
memang tidak terwaliki, sementara Masyumi mendapat empat kursi dan PSII satu
kursi.
Pada pertengahan 1953, Kabinet
Wilopo jatuh, dan digantikan oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Dalam Kabinet
ini, NU ( setelah jadi partai) mula-mula mendapatkan tiga kursi. Namun, setelah
terjadi perubahan kabinet, kursi NU menjadi empat kursi, meliputi kursi Wakil
Perdana I, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama,dan Menteri Agraria. Namun,
Kabinet Ali I jatuh pada tahun 1955 dan digantikan oleh Kabinet Burhanuddin
Harahap (Masyumi). Dimana kabinet ini merupakan kabinet Masyumi terakhir sampai
partai itu bubar pada tahun 1960.[3]
Secara resmi, periode Demokrasi
Terpimpin bermula dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Dekrit ini menyatakan bahwa berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Majelis
Konstituante yang dibentuk pada 1956. Soekarno memilih Demokrasi Terpimpin
sebagai bentuk demokrasi Indonesia karena menurutnya Demokrasi Parlementer
tidak bisa mewujudkan cita-cita demokrasi bangsa Indonesia. Kekecewaan Soekarno
dengan keadaan, sebenarnya juga berpangkal pada kegagalannya untuk membentuk
kabinet gotong-royong. Kemudian Soekarno
membentuk Dewan Nasional pada 11 Juli 1959 yang diketuai oleh Soekarno sendiri.
Lalu pada 22 Juli 1959, Dewan Nasional diganti dengan Dewan Pertimbangan Agama
Sementara (DPAS) yang diketuai oleh Soekarno, namun penanganan sehari-hari DPAS
diserahkan oleh wakilnya, Roeslan Abdoelgani.
DPAS ini pulalah yang mengusulkan agar pidato
kenegaraan Presiden 17 Agustus 1959 dijadikan sebagai Manifesto Politik.[4]
Dalam pidatonya pada tanggal 17
Agustus 1959, Soekarno menyampaikan dasar-dasar Demokrasi Terpimpin.[5]
Yaitu:
·
Tiap-tiap orang
diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, dan budaya;
·
Tiap-tiap orang berhak
mendapatkan penghidupan layak dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Pada
tanggal 20 Maret 1960, Soekarno membubarkan parlemen dan menggantikannya dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR). Anggota DPRGR yang dipilih ini
merupakan mereka yang mengiakan Soekarno. Tokoh-tokoh Masyumi dan PSI tidak
dimasukkan. Jika diteliti dengan cermat, keanggotaan DPRGR terdiri dari 94
kursi pihak Nasionalis-Sekuler, 81 kursi kelompok Komunis, dan wakil Islam
hanya 67 kursi.[6]
- Reaksi Umat Islam
Terhadap Pemerintahan Orde Lama
Bentuk Demokrasi Terpimpin
yang dipilih oleh Soekarno telah mempersempit gerak Umat Islam. Kekecewaan
Soekarno yang hanya sebagai Presiden simbol sebagaimana ditentukan oleh UUDS
1950 yang menjadi dasar konstitusional bagi pelaksanaan demokrasi parlementer
di Indonesia. Keinginan Soekarno untuk berkuasa langsung disampaikan pertama
kali pada 28 Oktober 1956 pada saat ia mengemukakan konsepsi Bung Karno. Move
politik yang telah dianggap sebagian orang sebagai penyimpangan dalam UUDS
1950 pada waktu itu. Di antara reaksi terhadap move politik Bung Karno itu disampaikan oleh Isa Anshary, anggota
DPR.[7]
Dalam
pandangan Umat Islam sendiri, mereka memiliki pandangan yang berbeda terhadap
Demokrasi Terpimpin. Dimana secara garis besar, ada dua kelompok partai Islam
yaitu ada yang kontra dan ada yang bergabung dengan Demokrasi Terpimpin.
Kelompok pertama, Masyumi yang memandang bahwa Demokrasi Terpimpin
merupakan sistem demokrasi yang otoriter, yang dianggap menyimpang dari ajaran
Islam. Kemudian kelompok
kedua, yaitu kelompok Liga Muslim (NU, PSII, dan Perti) yang berpandangan bahwa
dengan
turut
serta dalam sistem Demokrasi Terpimpin merupakan sikap realitas dan pragmatis.
Kehadiran
Demokrasi Terpimpin bukan hanya dilawan oleh Masyumi dan PSI. Selain mereka
terdapat juga beberapa tokoh politik yang menentangnya, termasuk KH M. Dachlan
dan Imron. Mereka bergabung dengan Liga Demokrasi , suatu badan perlawanan
terhadap Demokrasi Terpimpin. Selain mereka, Liga ini ditokohi oleh figur-figur
Masyumi, PSI, Partai Katolik, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), dan IPKI
(Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpilan
Sebagai negara yang telah merdeka, Indonesia
menginginkan sebuah bentuk negara demokrasi yang bisa memperbarui sistem
stabilitas politik dan negara menjadi lebih baik. Soekarno sebagai pemimpin
terpilih negeri ini telah menjalankan sistem pemerintahan dengan berbagai macam
ide gagasannya. Demokrasi Terpimpin yang dipilihnya, justru membatasi gerak
politik umat Islam seperti Masyumi yang awalnya merupakan satu-satunya partai
politik umat islam namun harus kehilangan peran dalam politik setelah Demokrasi
Terpimpin diterapkan.
Reaksi Umat Islam terhadap Soekarno terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok pertama adalah mereka yang mendukung Demokrasi
Terpimpin (NU, PSII, dan Perti). Kelompok kedua adalah mereka yang tidak
mendukung atau tidak setuju terhadap diterapkannya sistem Demokrasi Terpimpin
(Masyumi dan PSI).
B.
Kritik dan Saran
Pemakalah sangat menyadari
bahwasanya tulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu disaran kepada pembaca agar dapat membaca juga buku referensi lain agar
lebih dapat memahami lebih dalam lagi materi yang ada dalam makalah ini. Selain
itu, seandainya dalam penulisan makalah ini ada terdapat kesalahan, baik secara
penulisan maupun isi materi, kami mohon maaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
Maarif,
Ahmad Syafi’i. 1996. Islam dan Politik :
Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Jakarta: Gema
Insani Press.
Maarif,
Ahmad Syafi’i. 1998. Islam dan Poltik
Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Yogyakarta: PT Pustaka
Parama Abiwara.
Muhammad Iqbal dan
Amin Husein Nasution. 2010. Pemikiran Politik Islam (Dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer). Cet. I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Syafiie Drs. Inu
Kencana. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Media Online:
Elziya.
“Kebijakan Politik Orde lama”. http://blogspot.com/2012/04/kebijakan-politik-orde-lama.html,
(diakses 17 September 2017, jam 13.40 WIB).
Indonesia Investments.
“Orde
Lama Soekarno - Sejarah Politik Sukarno” https://www.indonesia-investments.com
› ... › Orde Lama Soekarn, (diakses 18 September 2017, jam 11.15 WIB).
[1]
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik
Islam (Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer), (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010) Hlm. 267-268
[2]
Ahmad Syafi’i Maarif, Islam dan Politik : Teori Belah Bambu Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) hlm. 31-39
[3]
Ibid,. hlm. 41
[4]
Ibid., hlm. 49-50
[5]
Drs. Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1994) hlm. 40
[6]
Ahmad Syafi’i Maarif, Islam dan Poltik Indonesia Pada Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965), (Yogyakarta: PT Pustaka Parama Abiwara, 1998) hlm.
61-62.
[7]
Ibid., hlm. 51
0 komentar:
Post a Comment