Umar bin Abdul Aziz, nocookie.net/ |
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya haturkan kepada Allah SWT,
karena berkat rahmatNya lah karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik,
walau banyak kendala dalam pembuatan karya ilmiah ini, mulai dari pencarian
sumber referensi dan kesulitan memahami materi. Namun berkat latihan dan
bimbingan dari pihak lain, maka makalah dengan tema bahasan sejarah islam
periode klasik I, dengan judul pemberantasan KKN pada masa khalifah Umar bin
Abdul Aziz telah selesai.
Dengan karya ilmiah ini, diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang sejarah kebudayaan islam dan dapat mengambil kesimpulan serta pelajaran moral,
sosial, dan budaya yang terkandung dalam karya ilmiah ini. Lebih spesifik lagi
sejarah tentang kekhalifahan yang ada dalam perjalanan sejarah islam.
Sejarah menarik untuk di telusuri, lebih–lebih sejarah islam.
Sejarah islam tidak dapat dilepaskan dengan periodesasi kekhalifahaan yang
dimulai sejak nabi Muhammad SAW wafat dan digantikan oleh kulafaurrasiddin,
begitu juga dengan dinasti–dinasti setelahnya. Sejarah kekhalifahan di era
dinasti menjadi bahan pembahasan yang menarik karena mempunyai ciri khas
tersendiri, khususnya sistem pemerintahan yang kebanyakan memakai sistem
monarki atau pergantian kekuasaan berdasarkan nasab/garis keturunan.
Dinasti umayah didirikan oleh Muawiyah bin abu sofyan bin
Harb bin Umayah. Muawiyah dapat mendirikan kursi kekuasaan bukan atas dasar
demokrasi yang berdasarkan atas dasar pilihan umat islam. Berdirinya dinasti
umayah bukan berdasar pada hukum musyawarah, jabatan raja menjadi pusaka yang
diwariskan secara turun–temurun dengan sistem monarki.[1]
Sleman,
16 November 2015
Irfan Hamid
Nim. 15120066
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam mempunyai sejarah panjang tentang
kenabian, kekhalifahan, dan kerajaan yang beragam. Kali ini saya akan
memaparkan masa kerajaan islam klasik yang biasa di sebut dengan dinasti,
berikut dengan keadaan politik dan ekonomi yang akan dikaitkan dengan korupsi,
kolusi dan nepotisme. Khususnya pada dinasti umayah saat kekuasaan dipegang
oleh Umar Bin Abdul Aziz, atau lebih dikenal dengan Umar II.
Di dalam pembuatan makalah ini juga
dilatar belakangi oleh kurangnya pemahaman tentang sejarah islam yang terperinci,
mulai dari pengungkapan jati diri Umar II dan dari mana ia berasal, bagaimana
dia di angkat, dan pemberantasan KKN yang membuat ia dikenal sebagai khalifah
pembawa keadilan.
Sebelum pembahasan, alangkah baiknya jika kita mengetahui
silsilah sescara umum ke14 khalifah Dinasti Umayyah dan silsilah Khalifah umar
bin Abdul Aziz, serta urutan ke berapakah khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam
kekhalifahan Umayah.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
biografi dan latar belakang khalifah Umar II?
2.
Apa
itu korupsi, kolusi, dan nepotisme?
3.
Bagaimana
pemberantasan Korupsi pada masa khalifah Umar II?
4.
Bagaimana
pemberantasan Kolusi pada masa khalifah Umar II?
5.
Bagaimana
pemberantasan Nepotisme pada masa khalifah Umar II?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui
biografi dan latar belakang khalifah Umar II
2.
Mengetahui
korupsi, kolusi dan nepotisme
3.
Mengetahui
pemberantasan Korupsi pada masa khalifah Umar II
4.
Mengetahui
pemberantasan Kolusi pada masa khalifah Umar II
5.
Mengetahui
pemberantasan Nepotisme pada masa khalifah Umar II
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi dan latar belakang Umar
Bin Abdul Aziz
Asal Usul Umar bin Abdul Aziz,
Diantara yang mereka ceritakan adalah
bahwasanya Umar ibnul Khattab r.a. di masa menjadi khalifah, ia melarang
mencampur susu dengan air. Suatu malam, ia keluar menuju pinggir kota madinah.
Tanpa diduga, ia mendengar suara seorang wanita berkata pada putrinya,”tidaklah
kau campur susu daganganmu dengan air? Shubuh telah datang!” anak putrinya
menjawab,”bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan amirul mukminin telah
melarang mencampur susu dengan air?” sang ibu menimpali,”orang–orang telah
mencampurnya, kaucampur saja. Toh, amirul mukminin tidak akan tahu.” Sang anak
menjawab,”jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan
mencampurnya karena dia telah melarangnya.” Perkataan anak putri itu masuk ke
dalam relung hati Umar bin khatab. Pagi harinya, Umar mengundang Ashim,
putranya, dan berkata,”putraku, pergilah kau ke tempat yang begini dan begini,
tanyakanlah tentang anak putri ini (Umar menceritakan anak putri itu pada
putranya).” Ashim lalu pergi. Ternyata anak putri itu berasal dari bani Hilal.
Umar lalu berkata pada Ashim,”pergilah anakku dan kawinilah anak putri itu, ia
sangat tepat untuk melahirkan seorang ksatria yang akan memimpin bangsa arab.”
Ashim lalu mengawininya. Wanita itu melahirkan untuk Ashim seorang putri, yaitu
ummu ashim binti ashim bin umar bin khattab, yang kemudian dinikahi Abdul Aziz
bin Marwan bin Hakam, dari pasangan itu lahirlah Umar bin Abdul Aziz.[2]
Jika kita cermati, maka garis keturunan
dari pihak ayah lebih menyiratkan sisi kebangsawanannya, karena keturunan
Umayyah termasuk orang-orang yang terpandang di kalangan masyarakat Arab, baik
pada masa Jahiliyah maupun pada masa Islam. Sedangkan kebesaran itu lebih
terlihat jika kita telusuri dari garis nasab ibunya. Nama Umar bin Khattab yang
merupakan sang kakek sudah sangat akrab di telinga ummat Islam, bahkan dalam
hati kita semua. Sosok khalifah yang adil, zuhud, tegas, visioner dan sangat
fenomenal dalam sejarah Islam.[3]
Silsilah Umar bin Abdul Aziz,
1. Muawiyah bin Abi Sufyan
(41–60 H) 8. Umar bin Abdul Aziz (99–101 H)
2. Yazid bin Muawiyah (60–64
H) 9.
Yazid bin Abdul Malik (101–105 H)
3. Muawiyah bin Yazid (64H) 10. Hisyam bin Abdul Malik
(105–125 H)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H) 11. Walid bin Yazid bin Abdul Malik
(125–126 H)
5. Abdul Malik bin Marwan
(65–87 H) 12. Yazid bin Walid bin
Abdul Malik (126 H)
6. Walid bin Abdul Malik
(86–96 H) 13. Ibrahim bin Yazid
(126–127 H)
7. Sulaiman bin Abdul Malik
(96–99 H) 14. Marwan bin M. al-Himar
(127-132H)[5]
Perawakan Umar II,
Isma'il al-Khatabi berkata: "Aku
membaca sifat perawakannya (Umar bin Abdul Aziz) dalam beberapa kitab: kulitnya
putih, wajahnya teduh, tampan, tubuhnya kurus, jenggotnya rapi, matanya cekung,
di jidatnya ada bekas luka sepakan kuda, karena itulah ia disebut dengan
'Asyajju Bani Umayyah', (Keturunan Umayyah yang memiliki bekas luka di
jidatnya), dan rambutnya telah beruban." [6]
Umar II pada masa Khalifah Abdul
Malik bin Marwan,
Abdul Malik bin Marwan adalah saudara
kandung ayah Umar, Abdul Aziz. Tepatnya, ia adalah pamannya. Sejak Umar masih
usia belia, Abdul Malik sudah menaruh perhatian yang lebih kepadanya. Abdul
Malik sering memperlakukan Umar dengan istimewa, melebihi perlakuannya kepada
anak-anaknya. Hingga akhirnya Abdul Malik menikahkannya dengan puterinya,
Fatimah binti Abdul Malik. Abdul Malik
sering memberikan amanah kepada Umar bin Abdul Aziz. Hal itu dimaksudkan agar
dirinya mulai belajar tentang kepemimpinan. Namun Abdul Malik tidak
mengamanahkan ja-batan kepadanya, karena saat itu usianya masih terlalu belia.[7]
Umar II pada masa Khalifah Walid bin
Abdul Malik,
Sepeninggal Abdul Malik bin Marwan,
diangkatlah Walid bin Abdul Malik sebagai khalifah menggantikan ayahnya. Pada
kekhilafahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diberi amanah untuk
menjadi gubernur di Madinah.[8] Sebagai langkah awal Umar
II memilih 10 orang Ulama’ yang shaleh dan terkemuka di Madinah sebagai anggota
majelis prnasihat pemerintahannya.[9]
Umar II pada masa Khalifah Sulaiman
bin Abdul Malik,
Pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdul
Malik, terbuka lebar peluang bagi Umar bin Abdul Aziz untuk menggeluti dunia
politik. Sulaiman mengangkatnya sebagai menterinya, dewan syuronya serta teman
dekatnya dimanapun ia berada. Sulaiman merasa dekat dengan Umar bin Abdul Aziz
lantaran beberapa sebab. Diantaranya adalah kepribadiannya yang kokoh, mandiri,
tidak terpengaruh dengan orang di sekitarnya.[10]
Umar II menjabat menjadi Khalifah
Umayah,
Awal pertama yang dialaminya sebagai
ujian kehidupanya sebagai seorang khalifah adalah masalah kendaraan. Sepulang
dari pusara menguburkan khalifah Sulaiman kepadanya diberikan berbagai macam
kendaraan khalifah, yang terdiri dari pada beberapa ekor kuda pengangkut
barang–barang, beberapa ekor kuda tunggangan dan beberapa ekor bigal, masing–masing
lengkap dengan alat dan kusirnya. Umar bertanya: “apakah ini?” mereka menjawab:
“inilah kendaraan buat khalifah.” Umar menyahut: “hewanku lebih sesuai bagiku.”
Kemudian ia jual semua kendaraanitu dan uangnya diserahkannya ke Baitul mal.
Begitu pula semua tenda–tenda, permadani–permadani dan tempat–tempat alas kaki
yang biasanya disediakan untuk khalifah–khalifah yang baru, semuanya itu
dijualnya dan uangnya dimasukkanya ke baitul mal.[11]
Wafatnya Umar II,
Khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggal
pada tahun 101 H, jika kita kurangi 39 tahun 5 bulan maka hasilnya adalah 61 lebih 7 bulan. Jika
kita kurangi 40 tahun maka hasilnya adalah 61. Berdasarkan hitungan inilah maka
riwayat yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 H itu
lebih tepat.
B. Pengertian Korupsi Kolusi dan Nepotisme
1. Korupsi : penyelewengan atau penggunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2. Kolusi: kerja sama rahasia untuk maksud tidak
terpuji; persekongkolan: hambatan usaha
pemerataan berupa antara pejabat
dan pengusaha.
3.Nepotisme: kecenderungan untuk mengutamakan sanak
saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
C. Pemberantasan Korupsi
Kepala negara biasanya berusaha bagaimana
memperkaya dirinya setelah menjadi kepala negara, maka Umar bin Abdul Aziz
berfikir dan berusaha bagaimana memperzuhud dan memperwara’ dirinya sedemikian
rupa sehingga hidupnya demikian bersih lahir dan batin. Untuk itu beliau tidak
segan–segan menyerahkan hampir seluruh kekayaannya kepada negara untuk
kepentingan kaum muslimin khususnya dan rakyat seluruhnya pada mumumnya. harta
kekayaan beliau berlimpah–limpah sehingga dia memiliki tanah–tanah perkebunan
di hijaz, syam, mesir, yaman, dan Bahrain. Dari sana ia memperoleh penghasilan
yang besar, sebanyak 40,000 dinar setiap tahun. Dan disamping itu belum terhitung
lagi penghasilan gajinya setiap bulan sebagai seorang khalifatul mukminin.
Sekarang setelah beliau menjadi khalifah semua kekayaan itu disarahkan kepada
negara .[14]
Umar II memilih orang-orang pilihan sebagai pegawai
pemerintahan di pusat maupun di daerah, Ia sangat memperhatikan kinerja mereka.
Jangan sampai ada diantara para pegawainya yang bersikap dhalim kepada rakyat.
Karena jelas itu akan berpengaruh besar pada stabilitas keamanan pemerintahan
dan kesejahteraan rakyat.[15]
Pada suatu ketika, khalifah yang sedang
membagikan buah apel untuk rakyatnya. Tiba–tiba anaknya yang kecil mengambil
buah apel itu dan dibawanya ke mulutnya. Umar pun menepuk tangan anaknya yang
masih kecil itu. Kemudian anak itu menangis lari kepada ibunya. Dan setelah
istri beliau (Fatimah) mengetahui persoalanya, dia pun cepat lari ke pasar
untuk membelikan buah apel itu untuk anaknya yang kecewa itu. Setelah khalifah
mengetahui hal itu, maka beliau berkata pada isterinya seperti ini: “demi
Allah, saya telah merenggutkan buah apel itu dari mulut anak saya itu seolah–olah
saya merenggutkannya dari hati saya sendiri, tetapi aku tidak berlaku sia–sia
atas diriku dalam perkara sebuah apel milik kaum muslimin.[16]
Umar II dalam sebuah kisah juga
mebuktikan bahwa ia adalah pemimpin amanah yang jauh dari korupsi, saat isterinya
memberikan madu, umar bertanya “dari mana kau mendapatkan ini?” isterinya
menjawab “budakku ku suruh membelinya dengan mengendarai keledai pos”, maka ia
marah dan menyuruh orang untuk menjualnya, lalu hasilnya dimasukkan dibaitul
mal.[17]
Suatu ketika Umar ingin memakan buah
apel. Ia berkata, "Andaikata kita mempunyai buah apel, maka alangkah
enaknya." Maka berdirilah salah
seorang dari keluarganya kemudian mengutus utusan untuk mengantarkan apel
kepada Umar bin Abdul Aziz sebagai hadiah. Setelah utusan itu memberikan apel,
maka Umar pun berkata kepadanya, "Alangkah bagusnya apel ini dan alangkah
segar baunya. Bawa kembali apel ini, lalu sampaikan salamku kepada orang yang
mengutusmu. Katakana kepadanya bahwa hadiahmu sudah sampai kepada kami
sebagaimana yang kamu kehendaki."[18]
Dalam sejarah dinasti Umayah, pada
periode Umar II lah, rakyat negerinya menikmati keadilan dan pemerataan yang sebelumnya
dirampas oleh kebijakan para khalifah dan kepala daerah yang korup. Walaupun
sebenarnya Umar II adalah kaum feudal, namun dia sangat menentang Feodalisme.[19]
D. Pemberantasan Kolusi
Kebijakan pemberantasan kolusi pada masa
Khalifah Umar II antara lain, mengembalikan semua tanah rakyat yang dirampas
oleh pemerintahan feodal yang lama. Dan kemudian menyita tanah–tanah milik
negara yang selama ini diambil alih oleh kaum feodal untuk menjadi milik mereka
pribadi. Demikianlah beliau tidak ragu–ragu mengembalikan hak milik kepada yang
sebenarnya berhak memilikinya. Dan yang amat gembira dalam hal ini adalah
rakyat banyak yang selama ini menderita karena harta mereka dirampas secara
licik dan tak sah.[20] Adapun tanah-tanah yang
dirampas dan tidak ada arsipnya, oleh Umar II dinyatakan, bahwa tanah-tanah
tersebut dikembalikan pada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak ada atau tidak
diketahui, maka tanah itu dikembalikan ke baitul mal. Tidak hanya itu, bahkan
Umar II tidak ragu-ragu memecat pejabat yang diketahui merampas hak rakyat dan
menyalah–gunakan jabatannya.[21]
Khalifah Umar II juga mengembalikan
gereja kepada kaum nasrani yang diambil oleh khalifah sebelum beliau dan diubahnya
menjadi masjid. Dan ketika umar bin Abdul Aziz naik menjadi khalifah, dan
mereka tahu, bahwa Umar bin abdul aziz adalah seorang yang adil, maka mereka
menuntut supaya gereja mereka dikembalikan kepada mereka.[22]
Dia juga menghentikan sama sekali semua
ekspedisi penyerbuan di wilayah timur bahkan memerintahkan pengunduran sama
sekali dari wilayah Transoksiana.[23] Ini membuktikan bahwa
Umar bin Abdul aziz fokus untuk membangun pemerintahan islam dan pemimpin
bersih tanpa kolusi.
E. Pemberantasan Nepotisme
Berdasar amar makruf dan nahi munkar, Umar
II memecat pejabat–pejabatnya yang zalim lagi durhaka yang diangkat pada zaman
orde lama berdasarkan famili, bukan berdasarkan keahlian, kecakapan, dan moral
yang tinggi, dengan jalan mengangkat pejabat baru berdasarkan efisiensi
pekerjaan, the right man and the right
place, yang capable, bermoral dan berkarakter tinggi, dan yang terpercaya
karena kesalehan dan ketakwaanya. Begitulah beliau mengangkat Abdul Hamid Al
Quraisy sebagai gubernur kufah, Abdurrahman bin Nu’aim untuk gubernur khurasan
dan samah bin malik selaku gubernur Andalusia (spanyol). Beliau mengangkat pula
untuk mendampingi mereka kadhi-kadhi yang adil, seperti ulama’ besar Hasan
Basri, ‘amir Asy-sya’bi dan iyas ibn muawiah.[24]
Kemudian Umar bin Abdul Aziz juga menulis surat kepada
para pegawainya di daerah: "Janganlah sekali-kali kalian menunjuk orang
untuk membantu pekerjaan kita selain para ahli Qur'an. Karena jika tidak ada
kebaikan pada para ahli Qur'an maka selain para ahli Qur'an lebih mungkin untuk
tidak memiliki kebaikan." Ini adalah
sudut pandang yang sangat unik, yang dipakai oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz
dalam menilai para pegawainya. Dan ini sangat tepat. Karena jika para ahli
Qur'an saja tidak memiliki kebaikan, lalu bagaimana ihwal mereka yang jauh dari
al-Qur'an?[25]
Saat itu memang belum dikenal sistem
parlemen seperti sekarang ini, namun kecakapan seorang penguasa dalam demokrasi
mencerahkan dan bersinar seperti matahari yang tercermin dengan tata caranya
menjalankan hukum, tata cara dalam memilih para gubernur, kesiapannya menerima
teguran, mendengar kebenaran, pandangan nya terhadap rakyat yang di pimpinnya
dan sejauh mana loyalitasnya dalam menunaikan hak dan kebebasan mereka.[26] Memilih para ahli ilmu
yang bertakwa dan memiliki kompetensi sebagai orang-orang dekat yang akan
dimintai pertimbangan dalam urusan pemerintahan adalah langkah sangat tepat
yang diambil oleh khalifah besar ini. Kemudian permintaannya kepada para ahli
ilmu itu untuk meluruskannya di saat salah adalah langkah yang berani.[27]
Umar II menjadi khalifah mencurahkan
tenaga dan fikiranya untuk memperbaiki dan mengatur urusan dalam negeri.
Kebijakan yang diterapkan; mengatur para penguasa dan pejabat daerah. Netral,
dan adil dalam pemberian kesamaan hak, dan kewajiban kepada orang arab dan
mawali. Mereka yang tidak cakap, tidak mampu, ber KKN, dan lalim, serat tidak
memihak kepada kepentingan rakyat, dipecat tanpa pandang bulu, dan mengangkat
orang saleh dan jujur, yang memperhatikan kesejahteraan rakyat, serta berada
diatas golongan, suku, dan ras.[28] Siapapun yang melakukan
kesalahan akan dihukum, hal ini dibuktikan dengan pada saat Yazid bin Muhallab,
Gubernur Khurasan dimana Yazid tidak bisa membuktikan tentang tuduhan
penggelapan pajak dari khas provinsi, maka dia dipecat dan diasingkan ke Pulau
Syprus.[29]
Karena sikap kehati-hatian inilah
sehingga ketika kita menyimak para gubernur Umar bin Abdul Aziz dan para
pegawainya maka kita akan mendapatkan bahwa mereka semua adalah para ulama' dan
para pecinta kebaikan. Karena itu sebagian besar para ulama' menyatakan dengan
terang-terangan bahwa semua orang yang dipilih Umar bin Abdul Aziz sebagai
gubernur maupun pegawai adalah orang-orang tsiqoh (terpercaya).[30]
Umar II
pun sudah memikirkan penggantinya yang lain dari pada yang diwasiatkan abdul
Malik yakni Yazid bin Abdul Malik. Ia sadar, Yazid tidak layak untuk memangku
jabatan itu. Tetapi sebelum ia melakukan itu, Umar II sudah wafat ? (720 M)[31]
Baca Juga : Politik dan Pemerintahan Dinasti Fatimiyah
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah melihat data–data referensi dari buku–buku tentang
pemberantasan KKN pada masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Saya menarik
kesimpulan bahwa Umar II adalah khalifah yang jujur, amanah, sederhana, dan
taat pada agama islam. Hal itu dibuktikan dengan sikap–sikapnya dalam
pemerintahan, yang tidak ragu menentang suap, menyetarakan segala golongan masyarakat, dan tidak
segan-segan menghukum siapa saja yang bersalah, bahkan walaupun yang bersalah
adalah seorang yang masih ada hubungan darah sekalipun. Sehingga masalah KKN
dalam pemerintahan khalifah sebelumnya dapat teratasi dan rakyat merasa puas
dengan kinerja khalifah Umar Bin Abdul Aziz sebagai Amirul Mukminin ke-8
Dinasti Umayah.
2. Lampiran Gambar
Keterangan gambar:
Cokelat tua: Ekspansi wilayah Islam
di zaman Rasulullah, 622-632
Cokelat muda: Ekspansi wilayah Islam di zaman Khulafaur Rasyidin, 632-661
Oranye: Ekspansi wilayah Islam di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah, 661-750
Cokelat muda: Ekspansi wilayah Islam di zaman Khulafaur Rasyidin, 632-661
Oranye: Ekspansi wilayah Islam di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah, 661-750
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus A. N, Kepemimpinan
Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998.
Fatimah, Rais, Ghazal Under The Umayyads. New
Delhi: Seema Offset Press.
Imam Ibnu Abdul Hakam, Biografi Umar Bin Abdul Aziz Penegak Keadilan. Jakarta: Gema Insani press, 2002.
Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari
Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah. Bandung:
Cv Diponegoro, 1994.
M. A. Shaban, Sejarah
Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2014.
Syeikh Khalid Muhammad Khalid, 5 Khalifah Kebanggaan Islam. Jakarta: Akbarmedia, 2013.
Ghulam
Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia. Tanpa Kota: Cahayasiroh.com,
2012.
Drs. Agus santoso, Sejarah
kebudayaan islam. Sragen: Akik Pusaka.
http://kbbi.web.id/
https://faisalman.files.wordpress.com/
[2] Imam Ibnu Abdul
Hakam, Biografi Umar Bin Abdul Aziz
Penegak Keadilan (Jakarta: Gema Insani press, 2002), hlm. 31
[3] Ghulam Faizi, Herfi, Umar
bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia (Tanpa Kota:
Cahayasiroh.com, 2012) hlm.4
[9] Khalid, Mengenal
Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah (Bandung:
Cv Diponegoro, 1994), hlm. 642
[11]
Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar
Bin Abdul Aziz (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998), hlm. 73
[23]
Shaban, Sejarah Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993), hlm. 194
[26] Syeikh Khalid
Muhammad Khalid, 5 Khalifah Kebanggaan
Islam (Jakarta:Akbarmedia, 2013), hlm. 370
0 komentar:
Post a Comment