Pemberantasan KKN pada Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II)


Umar bin Abdul Aziz, nocookie.net/

PENGANTAR

       Syukur Alhamdulillah saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmatNya lah karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, walau banyak kendala dalam pembuatan karya ilmiah ini, mulai dari pencarian sumber referensi dan kesulitan memahami materi. Namun berkat latihan dan bimbingan dari pihak lain, maka makalah dengan tema bahasan sejarah islam periode klasik I, dengan judul pemberantasan KKN pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz telah selesai.
       Dengan karya ilmiah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang sejarah kebudayaan islam dan dapat  mengambil kesimpulan serta pelajaran moral, sosial, dan budaya yang terkandung dalam karya ilmiah ini. Lebih spesifik lagi sejarah tentang kekhalifahan yang ada dalam perjalanan sejarah islam.
       Sejarah menarik untuk di telusuri, lebih–lebih sejarah islam. Sejarah islam tidak dapat dilepaskan dengan periodesasi kekhalifahaan yang dimulai sejak nabi Muhammad SAW wafat dan digantikan oleh kulafaurrasiddin, begitu juga dengan dinasti–dinasti setelahnya. Sejarah kekhalifahan di era dinasti menjadi bahan pembahasan yang menarik karena mempunyai ciri khas tersendiri, khususnya sistem pemerintahan yang kebanyakan memakai sistem monarki atau pergantian kekuasaan berdasarkan nasab/garis keturunan.
       Dinasti umayah didirikan oleh Muawiyah bin abu sofyan bin Harb bin Umayah. Muawiyah dapat mendirikan kursi kekuasaan bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas dasar pilihan umat islam. Berdirinya dinasti umayah bukan berdasar pada hukum musyawarah, jabatan raja menjadi pusaka yang diwariskan secara turun–temurun dengan sistem monarki.[1]

                                                                                           Sleman, 16 November 2015  



                                                                                                        Irfan Hamid         
                                                                                                      Nim. 15120066                       



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

       Islam mempunyai sejarah panjang tentang kenabian, kekhalifahan, dan kerajaan yang beragam. Kali ini saya akan memaparkan masa kerajaan islam klasik yang biasa di sebut dengan dinasti, berikut dengan keadaan politik dan ekonomi yang akan dikaitkan dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Khususnya pada dinasti umayah saat kekuasaan dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz, atau lebih dikenal dengan Umar II.
       Di dalam pembuatan makalah ini juga dilatar belakangi oleh kurangnya pemahaman tentang sejarah islam yang terperinci, mulai dari pengungkapan jati diri Umar II dan dari mana ia berasal, bagaimana dia di angkat, dan pemberantasan KKN yang membuat ia dikenal sebagai khalifah pembawa keadilan.
       Sebelum pembahasan, alangkah baiknya jika kita mengetahui silsilah sescara umum ke14 khalifah Dinasti Umayyah dan silsilah Khalifah umar bin Abdul Aziz, serta urutan ke berapakah khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam kekhalifahan Umayah.

B. RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana biografi dan latar belakang khalifah Umar II?
2.      Apa itu korupsi, kolusi, dan nepotisme?
3.      Bagaimana pemberantasan Korupsi pada masa khalifah Umar II?
4.      Bagaimana pemberantasan Kolusi pada masa khalifah Umar II?
5.      Bagaimana pemberantasan Nepotisme pada masa khalifah Umar II?

C. TUJUAN

1.      Mengetahui biografi dan latar belakang khalifah Umar II
2.      Mengetahui korupsi, kolusi dan nepotisme
3.      Mengetahui pemberantasan Korupsi pada masa khalifah Umar II
4.      Mengetahui pemberantasan Kolusi pada masa khalifah Umar II
5.      Mengetahui pemberantasan Nepotisme pada masa khalifah Umar II
      



BAB II

PEMBAHASAN


A. Biografi dan latar belakang Umar Bin Abdul Aziz

Asal Usul Umar bin Abdul Aziz,

       Diantara yang mereka ceritakan adalah bahwasanya Umar ibnul Khattab r.a. di masa menjadi khalifah, ia melarang mencampur susu dengan air. Suatu malam, ia keluar menuju pinggir kota madinah. Tanpa diduga, ia mendengar suara seorang wanita berkata pada putrinya,”tidaklah kau campur susu daganganmu dengan air? Shubuh telah datang!” anak putrinya menjawab,”bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan amirul mukminin telah melarang mencampur susu dengan air?” sang ibu menimpali,”orang–orang telah mencampurnya, kaucampur saja. Toh, amirul mukminin tidak akan tahu.” Sang anak menjawab,”jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.” Perkataan anak putri itu masuk ke dalam relung hati Umar bin khatab. Pagi harinya, Umar mengundang Ashim, putranya, dan berkata,”putraku, pergilah kau ke tempat yang begini dan begini, tanyakanlah tentang anak putri ini (Umar menceritakan anak putri itu pada putranya).” Ashim lalu pergi. Ternyata anak putri itu berasal dari bani Hilal. Umar lalu berkata pada Ashim,”pergilah anakku dan kawinilah anak putri itu, ia sangat tepat untuk melahirkan seorang ksatria yang akan memimpin bangsa arab.” Ashim lalu mengawininya. Wanita itu melahirkan untuk Ashim seorang putri, yaitu ummu ashim binti ashim bin umar bin khattab, yang kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, dari pasangan itu lahirlah Umar bin Abdul Aziz.[2]
       Jika kita cermati, maka garis keturunan dari pihak ayah lebih menyiratkan sisi kebangsawanannya, karena keturunan Umayyah termasuk orang-orang yang terpandang di kalangan masyarakat Arab, baik pada masa Jahiliyah maupun pada masa Islam. Sedangkan kebesaran itu lebih terlihat jika kita telusuri dari garis nasab ibunya. Nama Umar bin Khattab yang merupakan sang kakek sudah sangat akrab di telinga ummat Islam, bahkan dalam hati kita semua. Sosok khalifah yang adil, zuhud, tegas, visioner dan sangat fenomenal dalam sejarah Islam.[3]

Silsilah Umar bin Abdul Aziz,

1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41–60 H)   8. Umar bin Abdul Aziz (99–101 H)
2. Yazid bin Muawiyah (60–64 H)                        9. Yazid bin Abdul Malik (101–105 H)
3. Muawiyah bin Yazid (64H)                   10. Hisyam bin Abdul Malik (105–125 H)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H)              11. Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125–126 H)
5. Abdul Malik bin Marwan (65–87 H)     12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126 H)
6. Walid bin Abdul Malik (86–96 H)        13. Ibrahim bin Yazid (126–127 H)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96–99 H)   14. Marwan bin M. al-Himar (127-132H)[5]

Perawakan Umar II,

       Isma'il al-Khatabi berkata: "Aku membaca sifat perawakannya (Umar bin Abdul Aziz) dalam beberapa kitab: kulitnya putih, wajahnya teduh, tampan, tubuhnya kurus, jenggotnya rapi, matanya cekung, di jidatnya ada bekas luka sepakan kuda, karena itulah ia disebut dengan 'Asyajju Bani Umayyah', (Keturunan Umayyah yang memiliki bekas luka di jidatnya), dan rambutnya telah beruban." [6]

Umar II pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan,

       Abdul Malik bin Marwan adalah saudara kandung ayah Umar, Abdul Aziz. Tepatnya, ia adalah pamannya. Sejak Umar masih usia belia, Abdul Malik sudah menaruh perhatian yang lebih kepadanya. Abdul Malik sering memperlakukan Umar dengan istimewa, melebihi perlakuannya kepada anak-anaknya. Hingga akhirnya Abdul Malik menikahkannya dengan puterinya, Fatimah binti Abdul Malik.  Abdul Malik sering memberikan amanah kepada Umar bin Abdul Aziz. Hal itu dimaksudkan agar dirinya mulai belajar tentang kepemimpinan. Namun Abdul Malik tidak mengamanahkan ja-batan kepadanya, karena saat itu usianya masih terlalu belia.[7]

Umar II pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik,

       Sepeninggal Abdul Malik bin Marwan, diangkatlah Walid bin Abdul Malik sebagai khalifah menggantikan ayahnya. Pada kekhilafahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diberi amanah untuk menjadi gubernur di Madinah.[8] Sebagai langkah awal Umar II memilih 10 orang Ulama’ yang shaleh dan terkemuka di Madinah sebagai anggota majelis prnasihat pemerintahannya.[9]

Umar II pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik,

       Pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik, terbuka lebar peluang bagi Umar bin Abdul Aziz untuk menggeluti dunia politik. Sulaiman mengangkatnya sebagai menterinya, dewan syuronya serta teman dekatnya dimanapun ia berada. Sulaiman merasa dekat dengan Umar bin Abdul Aziz lantaran beberapa sebab. Diantaranya adalah kepribadiannya yang kokoh, mandiri, tidak terpengaruh dengan orang di sekitarnya.[10]

Umar II menjabat menjadi Khalifah Umayah,

       Awal pertama yang dialaminya sebagai ujian kehidupanya sebagai seorang khalifah adalah masalah kendaraan. Sepulang dari pusara menguburkan khalifah Sulaiman kepadanya diberikan berbagai macam kendaraan khalifah, yang terdiri dari pada beberapa ekor kuda pengangkut barang–barang, beberapa ekor kuda tunggangan dan beberapa ekor bigal, masing–masing lengkap dengan alat dan kusirnya. Umar bertanya: “apakah ini?” mereka menjawab: “inilah kendaraan buat khalifah.” Umar menyahut: “hewanku lebih sesuai bagiku.” Kemudian ia jual semua kendaraanitu dan uangnya diserahkannya ke Baitul mal. Begitu pula semua tenda–tenda, permadani–permadani dan tempat–tempat alas kaki yang biasanya disediakan untuk khalifah–khalifah yang baru, semuanya itu dijualnya dan uangnya dimasukkanya ke baitul mal.[11]

Wafatnya Umar II,

       Khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggal pada tahun 101 H, jika kita kurangi 39 tahun 5 bulan  maka hasilnya adalah 61 lebih 7 bulan. Jika kita kurangi 40 tahun maka hasilnya adalah 61. Berdasarkan hitungan inilah maka riwayat yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 61 H itu lebih tepat.

B. Pengertian Korupsi Kolusi dan Nepotisme

1. Korupsi : penyelewengan atau penggunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

2.  Kolusi: kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan: hambatan usaha pemerataan berupa antara pejabat dan pengusaha.
3.Nepotisme: kecenderungan untuk mengutamakan sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.

C. Pemberantasan Korupsi

       Kepala negara biasanya berusaha bagaimana memperkaya dirinya setelah menjadi kepala negara, maka Umar bin Abdul Aziz berfikir dan berusaha bagaimana memperzuhud dan memperwara’ dirinya sedemikian rupa sehingga hidupnya demikian bersih lahir dan batin. Untuk itu beliau tidak segan–segan menyerahkan hampir seluruh kekayaannya kepada negara untuk kepentingan kaum muslimin khususnya dan rakyat seluruhnya pada mumumnya. harta kekayaan beliau berlimpah–limpah sehingga dia memiliki tanah–tanah perkebunan di hijaz, syam, mesir, yaman, dan Bahrain. Dari sana ia memperoleh penghasilan yang besar, sebanyak 40,000 dinar setiap tahun. Dan disamping itu belum terhitung lagi penghasilan gajinya setiap bulan sebagai seorang khalifatul mukminin. Sekarang setelah beliau menjadi khalifah semua kekayaan itu disarahkan kepada negara .[14]
       Umar II memilih orang-orang pilihan sebagai pegawai pemerintahan di pusat maupun di daerah, Ia sangat memperhatikan kinerja mereka. Jangan sampai ada diantara para pegawainya yang bersikap dhalim kepada rakyat. Karena jelas itu akan berpengaruh besar pada stabilitas keamanan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.[15]
       Pada suatu ketika, khalifah yang sedang membagikan buah apel untuk rakyatnya. Tiba–tiba anaknya yang kecil mengambil buah apel itu dan dibawanya ke mulutnya. Umar pun menepuk tangan anaknya yang masih kecil itu. Kemudian anak itu menangis lari kepada ibunya. Dan setelah istri beliau (Fatimah) mengetahui persoalanya, dia pun cepat lari ke pasar untuk membelikan buah apel itu untuk anaknya yang kecewa itu. Setelah khalifah mengetahui hal itu, maka beliau berkata pada isterinya seperti ini: “demi Allah, saya telah merenggutkan buah apel itu dari mulut anak saya itu seolah–olah saya merenggutkannya dari hati saya sendiri, tetapi aku tidak berlaku sia–sia atas diriku dalam perkara sebuah apel milik kaum muslimin.[16]
       Umar II dalam sebuah kisah juga mebuktikan bahwa ia adalah pemimpin amanah yang jauh dari korupsi, saat isterinya memberikan madu, umar bertanya “dari mana kau mendapatkan ini?” isterinya menjawab “budakku ku suruh membelinya dengan mengendarai keledai pos”, maka ia marah dan menyuruh orang untuk menjualnya, lalu hasilnya dimasukkan dibaitul mal.[17]
       Suatu ketika Umar ingin memakan buah apel. Ia berkata, "Andaikata kita mempunyai buah apel, maka alangkah enaknya."  Maka berdirilah salah seorang dari keluarganya kemudian mengutus utusan untuk mengantarkan apel kepada Umar bin Abdul Aziz sebagai hadiah. Setelah utusan itu memberikan apel, maka Umar pun berkata kepadanya, "Alangkah bagusnya apel ini dan alangkah segar baunya. Bawa kembali apel ini, lalu sampaikan salamku kepada orang yang mengutusmu. Katakana kepadanya bahwa hadiahmu sudah sampai kepada kami sebagaimana yang kamu kehendaki."[18]
       Dalam sejarah dinasti Umayah, pada periode Umar II lah, rakyat negerinya menikmati keadilan dan pemerataan yang sebelumnya dirampas oleh kebijakan para khalifah dan kepala daerah yang korup. Walaupun sebenarnya Umar II adalah kaum feudal, namun dia sangat menentang Feodalisme.[19]

D. Pemberantasan Kolusi

       Kebijakan pemberantasan kolusi pada masa Khalifah Umar II antara lain, mengembalikan semua tanah rakyat yang dirampas oleh pemerintahan feodal yang lama. Dan kemudian menyita tanah–tanah milik negara yang selama ini diambil alih oleh kaum feodal untuk menjadi milik mereka pribadi. Demikianlah beliau tidak ragu–ragu mengembalikan hak milik kepada yang sebenarnya berhak memilikinya. Dan yang amat gembira dalam hal ini adalah rakyat banyak yang selama ini menderita karena harta mereka dirampas secara licik dan tak sah.[20] Adapun tanah-tanah yang dirampas dan tidak ada arsipnya, oleh Umar II dinyatakan, bahwa tanah-tanah tersebut dikembalikan pada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak ada atau tidak diketahui, maka tanah itu dikembalikan ke baitul mal. Tidak hanya itu, bahkan Umar II tidak ragu-ragu memecat pejabat yang diketahui merampas hak rakyat dan menyalah–gunakan jabatannya.[21]
       Khalifah Umar II juga mengembalikan gereja kepada kaum nasrani yang diambil oleh khalifah sebelum beliau dan diubahnya menjadi masjid. Dan ketika umar bin Abdul Aziz naik menjadi khalifah, dan mereka tahu, bahwa Umar bin abdul aziz adalah seorang yang adil, maka mereka menuntut supaya gereja mereka dikembalikan kepada mereka.[22]
       Dia juga menghentikan sama sekali semua ekspedisi penyerbuan di wilayah timur bahkan memerintahkan pengunduran sama sekali dari wilayah Transoksiana.[23] Ini membuktikan bahwa Umar bin Abdul aziz fokus untuk membangun pemerintahan islam dan pemimpin bersih tanpa kolusi.

E. Pemberantasan Nepotisme

       Berdasar amar makruf dan nahi munkar, Umar II memecat pejabat–pejabatnya yang zalim lagi durhaka yang diangkat pada zaman orde lama berdasarkan famili, bukan berdasarkan keahlian, kecakapan, dan moral yang tinggi, dengan jalan mengangkat pejabat baru berdasarkan efisiensi pekerjaan, the right man and the right place, yang capable, bermoral dan berkarakter tinggi, dan yang terpercaya karena kesalehan dan ketakwaanya. Begitulah beliau mengangkat Abdul Hamid Al Quraisy sebagai gubernur kufah, Abdurrahman bin Nu’aim untuk gubernur khurasan dan samah bin malik selaku gubernur Andalusia (spanyol). Beliau mengangkat pula untuk mendampingi mereka kadhi-kadhi yang adil, seperti ulama’ besar Hasan Basri, ‘amir Asy-sya’bi dan iyas ibn muawiah.[24]
Kemudian Umar bin Abdul Aziz juga menulis surat kepada para pegawainya di daerah: "Janganlah sekali-kali kalian menunjuk orang untuk membantu pekerjaan kita selain para ahli Qur'an. Karena jika tidak ada kebaikan pada para ahli Qur'an maka selain para ahli Qur'an lebih mungkin untuk tidak memiliki kebaikan."  Ini adalah sudut pandang yang sangat unik, yang dipakai oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam menilai para pegawainya. Dan ini sangat tepat. Karena jika para ahli Qur'an saja tidak memiliki kebaikan, lalu bagaimana ihwal mereka yang jauh dari al-Qur'an?[25]
       Saat itu memang belum dikenal sistem parlemen seperti sekarang ini, namun kecakapan seorang penguasa dalam demokrasi mencerahkan dan bersinar seperti matahari yang tercermin dengan tata caranya menjalankan hukum, tata cara dalam memilih para gubernur, kesiapannya menerima teguran, mendengar kebenaran, pandangan nya terhadap rakyat yang di pimpinnya dan sejauh mana loyalitasnya dalam menunaikan hak dan kebebasan mereka.[26] Memilih para ahli ilmu yang bertakwa dan memiliki kompetensi sebagai orang-orang dekat yang akan dimintai pertimbangan dalam urusan pemerintahan adalah langkah sangat tepat yang diambil oleh khalifah besar ini. Kemudian permintaannya kepada para ahli ilmu itu untuk meluruskannya di saat salah adalah langkah yang berani.[27]
       Umar II menjadi khalifah mencurahkan tenaga dan fikiranya untuk memperbaiki dan mengatur urusan dalam negeri. Kebijakan yang diterapkan; mengatur para penguasa dan pejabat daerah. Netral, dan adil dalam pemberian kesamaan hak, dan kewajiban kepada orang arab dan mawali. Mereka yang tidak cakap, tidak mampu, ber KKN, dan lalim, serat tidak memihak kepada kepentingan rakyat, dipecat tanpa pandang bulu, dan mengangkat orang saleh dan jujur, yang memperhatikan kesejahteraan rakyat, serta berada diatas golongan, suku, dan ras.[28] Siapapun yang melakukan kesalahan akan dihukum, hal ini dibuktikan dengan pada saat Yazid bin Muhallab, Gubernur Khurasan dimana Yazid tidak bisa membuktikan tentang tuduhan penggelapan pajak dari khas provinsi, maka dia dipecat dan diasingkan ke Pulau Syprus.[29]
       Karena sikap kehati-hatian inilah sehingga ketika kita menyimak para gubernur Umar bin Abdul Aziz dan para pegawainya maka kita akan mendapatkan bahwa mereka semua adalah para ulama' dan para pecinta kebaikan. Karena itu sebagian besar para ulama' menyatakan dengan terang-terangan bahwa semua orang yang dipilih Umar bin Abdul Aziz sebagai gubernur maupun pegawai adalah orang-orang tsiqoh (terpercaya).[30]
       Umar II pun sudah memikirkan penggantinya yang lain dari pada yang diwasiatkan abdul Malik yakni Yazid bin Abdul Malik. Ia sadar, Yazid tidak layak untuk memangku jabatan itu. Tetapi sebelum ia melakukan itu, Umar II sudah wafat ? (720 M)[31]

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

       Setelah melihat data–data referensi dari buku–buku tentang pemberantasan KKN pada masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Saya menarik kesimpulan bahwa Umar II adalah khalifah yang jujur, amanah, sederhana, dan taat pada agama islam. Hal itu dibuktikan dengan sikap–sikapnya dalam pemerintahan, yang tidak ragu menentang suap, menyetarakan  segala golongan masyarakat, dan tidak segan-segan menghukum siapa saja yang bersalah, bahkan walaupun yang bersalah adalah seorang yang masih ada hubungan darah sekalipun. Sehingga masalah KKN dalam pemerintahan khalifah sebelumnya dapat teratasi dan rakyat merasa puas dengan kinerja khalifah Umar Bin Abdul Aziz sebagai Amirul Mukminin ke-8 Dinasti Umayah.

2. Lampiran Gambar




Keterangan gambar:
Cokelat tua: Ekspansi wilayah Islam di zaman Rasulullah, 622-632
Cokelat muda: Ekspansi wilayah Islam di zaman Khulafaur Rasyidin, 632-661
Oranye: Ekspansi wilayah Islam di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah, 661-750


DAFTAR PUSTAKA

Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,      1998.
Fatimah, Rais, Ghazal Under The Umayyads. New Delhi: Seema Offset Press.
Imam Ibnu Abdul Hakam, Biografi Umar Bin Abdul Aziz Penegak Keadilan. Jakarta: Gema    Insani press, 2002.
Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah.        Bandung: Cv Diponegoro, 1994.
M. A. Shaban, Sejarah Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2014.
Syeikh Khalid Muhammad Khalid, 5 Khalifah Kebanggaan Islam. Jakarta: Akbarmedia,         2013.
Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia. Tanpa Kota:     Cahayasiroh.com, 2012.
Drs. Agus santoso, Sejarah kebudayaan islam. Sragen: Akik Pusaka.
http://kbbi.web.id/
https://faisalman.files.wordpress.com/



[1] Drs. Agus santoso, Sejarah kebudayaan islam (Sragen: Akik Pusaka), hlm.32
[2] Imam Ibnu Abdul Hakam, Biografi Umar Bin Abdul Aziz Penegak Keadilan (Jakarta: Gema Insani press, 2002), hlm. 31
[3] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia (Tanpa Kota: Cahayasiroh.com, 2012) hlm.4
[4] Fatimah, Rais, Ghazal Under The Umayyads (New Delhi: Seema Offset Press), hlm. iv
[5] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.15-16
[6] Ibid, hlm.9
[7] Ibid, hlm.38
[8] Ibid,
[9] Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat Dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulallah (Bandung: Cv Diponegoro, 1994), hlm. 642
[10] Ghulam Faizi, Herfi,  Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.6
[11] Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1998), hlm. 73
[12] Ghulam Faizi, Herfi,  Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.6
[13] Kbbi.web.id
[14] Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, hlm .168
[15] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.71
[16] Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, hlm. 170
[17] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Bagaskara, 2014), hlm. 124
[18] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.96
[19] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 126-127
[20] Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, hlm. 176
[21] Ibid, hlm. 76
[22] Ibid, hlm. 183
[23] Shaban, Sejarah Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 194
[24] Firdaus A. N, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, hlm. 100
[25] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.69
[26] Syeikh Khalid Muhammad Khalid, 5 Khalifah Kebanggaan Islam (Jakarta:Akbarmedia, 2013), hlm. 370
[27] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia, hlm.65
[28] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 125
[29] Ibid,  hlm. 125-126
[30] Ghulam Faizi, Herfi, Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia , hlm.70
[31] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 127

0 komentar:

Post a Comment