DAFTAR ISI
A. RUMUSAN MASALAH3
B. TUJUAN MASALAH
BAB II PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI HARUN NASUTION
B. PEMKIRAN HARUN NASUTION SEBAGAI TOKOH PEMBAHARU ISLAM
C. PENGARUH PEMIKIRAN HARUN NASUTION DI INDONESIA
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Harun Nasution
2. Bagaimana pemikiran Harun Nasution sebagai tokoh
pembaharu islam
3. Bagaimana pengaruh pemikiran Harun Nasution di Indonesia
Harun Nasution pada tanggal 23 September 1919 di Pematag Siantar,
Sumatera Utara.
Beliau merupakan putra dari
Abdul Jabbar Ahmad yang merupakan ulama’ dan pernah menduduki beberapa posisi
keagamaan, seperti Qadi, Hakim agama, dll. Ibunya bernama Maimunah, ia
merupakan keturunan ulama’ mandaliling, Tapanuli.
Harun adalah putra keempat dari
lima bersaudara. Kedua orangtua beliau memiliki peran yang besar mengenai
pemahaman agama, mengingat orang tua harun memiliki latar berpendidikan agama.[1]
Harun memulai perjalanan
pendidikanya di HIS (Hollandsch-Inlandsche
School) diumur 7 tahun hingga beranjak 14 tahun. Dari sinilah Harun belajar
bahasa belanda. Selesainya di HIS, Harun nasution berencana untuk melanjutkan
pendidikanya ke MULO, akan tetapi kedua orangtuanya mengarahkan kesekolah
agama, dikarenakan pengetahuan harun secara umum sudah dirasa cukup. Maka dari
itu harun disekolahkan di MIK (Moderne Islamietische Kweekschool) yang
berkedudukan di Bukit Tinggi.
Tiga tahun setelah kelulusanya, beliau berencana
melanjutkan ke sekolah Muhammadiyah di Solo. Dari sekolah Muhammadiyah inilah
Harun mulai memiliki benih benih sikap yang berbeda dari apa yang telah
diajarkan kedua orangtuanya. Merasa ada kebengkokan pada anaknya, kedua orangtua
Harun mengirimkan Harun ke Mekkah agar dapat meluruskan sikap agamanya.Namun,
ia merasa Mekah bukanlah tempat yang tepat baginya untuk mengembagkan dunia
keilmuan.[2]
Pada tahun 1938, saat usianya baru 21
tahun, ia hijrah ke Mesir dan melanjutkan studi ke al-Azhar University dan
tamat pada tahun 1940. Setelah itu
beliau melanjutkan studinya di Universitas Amerika di Kairo dan tamat pada
tahun 1952.
Pada tahun 1953, Harun Nasution kembali ke Indonesia dan
menjabat sebagai diplomat selama 3 tahun, hal ini tidak terlepas dari kecakapan
beliau di berbagai bahasa asing dan kemampuanya mengatasi problematika politik
luar negeri Indonesia pada saat itu.
Seiring berjalanya waktu, Harun
nasution memutuskan untuk mengundurkan diri dari kedaulatan, karena melihat
banyaknya pengaruh komunis di Indonesia. Akan tetapi kehausanya akan ilmu
membuatnya ingin melakukan studi ke Mesir, tepatnya di Dirasat Islamiyyah.
Sayangnya keinginan beliau tidak dapat terealisasi begitu saja karena alasan
biaya. Dari situlah Harun Nasution menggunakan beasiswa dari Institute
of Islami Studies MC Gill, Montreal Canada pada tahun 1965.[3]
B.
Pemikiran Harun Nasution Sebagai Tokoh Pembaharu Islam
Harun
Nasution dikenal oleh umum sebagai seorang pemikir yang rasional dan liberal.
Beliau adalah cendekiawan muslim yang sering menyuarakan pemikiran yang
berhubugan dengan akal.
Dikarenakan
pemikirannya disandarkan pada akal,
Harun Nasuion dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis).
Pemikiran
kritis Harun Nasution kearah rasional sudah teredeteksi sejak dirinya berada di
sekolah menengah. Saat itu Harun ditanya oleh kakak laki-lakinya tentang
“bolehkah alquran dipegang oleh orang yang tidak berwudhu?” Harun menjawab
“boleh” .Kemudian kakaknya kembali bertanya “jadi sama dengan surat kabar?”.
“Tidak, surat kabar boleh diinjak-injak,quran tidak boleh” . “Meskipun boleh dipegang oleh orang tak
berwudhu, tapi quran harus disimpan ditempat yang baik. kertas koran
sebaliknya, dibuag begitu saja. sedangkan quran ttap terhormat.” tambah Harun.[4]
Percakapan
antara Harun Nasution dan kakak laki-lakinya dapat disimpulkan bahwa pemikiran
rasionalnya sudah tumbuh sejak kecil. Hanya saja, pemikiran rasional Harun
Nasution saat itu mendapat penolakan secara tidak langsung dari ayahnya yang
saat itu adalah seorang nahdatul ulama. Dalam konteks ini, Nahdatul Ulama zaman
dulu tidak menerima pemikiran baru atau mereka menerima apa adanya ajaran saat
itu.
Dengan
pemikiran ini, Harun Nasution merasa heran kenapa pemikiran saat mengenai islam
terlalu sempit padahal agama islam memilki banyak kemurahan dalam ajarannya.
Maksudnya, agama islam ini longgar dan bisa di inovasikan asalkan tidak
beranjak dari hukum dasar agama islam yaitu alquran dan hadist.
Pemikiran
Harun Nasution yang merujuk rasional sebenarnya sangat banyak. semasa hidupnya Harun Nasution dikenal
sebagai pemikir yang perhatiannya pada
pembaharuan islam yang mencakup
pengertian yang seluas-luasnya, tidak terbatas dalam bidang pemikirannya saja,
seperti teologi, filsafat,tasawuf, dan juga hukum, tapi juga meliputi seluruh
segi kehidupa kaum muslimin. mekipun demikian pemikiran harun nasution tentang
hukum ilam relatif kurang dibanding pemikirannya tentang teologi, filsafat, dan
mistisme (tasawuf).
Pemikiran-pemikiran Harun Nasution banyak yang
berkisar pada kaum Mu’tazilah. Sebuah gologan yang banyak berkisar pada
rasionalitas islam. Harun Nasution sendiri berpendapat bahwa golongan ini
“banyak berpengaruh dalam mengembangkan filsafat dan ilmu pengetahuan, baik
agama maupun bukan agama, yang selanjutnya membawa kita pada timbulnya
peradaban islam zaman klasik”[5]
Dalam
buku 70 tahun Harun Nasution, Franz Magniz mengungkapkan bahwa pemikiran ini
sangat menarik. Karena Harun Nasution mengungkapkan keyakinan, bahwa antara
akal dan iman seharusnya tidak ada pertentangan. Bahkan sebaliknya, iman akan semakin
diperdalam apabila akal dipergunakan sepenuhnya. Menurutnya, sebuah agama akan
menemukan kembali kemampuannya jika
memberi tempat terhormat terhadap pikiran.
Dalam
pengkajiannya, Harun Nasution mengambil
taktik Muhammad Abduh, yaitu menyebarkan ide-ide tapi tidak bertele-tele.
Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pemikir juga yang condong kearah
pemikiran dangan akal yang identik dengan Muktazilah.
Meskipun
pemikiran Harun Nasution yang mengedepankan akal saat itu terlihat gagah, namun
tetap saja ada kelemahan pemikiran Harun Nasution yaitu, watak perkataannya yang rasional
tetapi dalam semangat diskusi dan perbedaan pendapat yang dikembangkan sama sekali
tidak meyentuh realitas sosial dan persoalan sebagian besar masyarakat islam,
yaikni kemiskinan dan keterbelakangan sosial, dominasi polotik dan ekonomi. Sesuai dengan pemikirannya tersebut, Harun Nasution
menuangkannya kedalam karya-karya tulisnya.
C.
Pengaruh Pemikiran Harun Nasution Di Indonesia
Setelah menyelesaikan studinya di Canada dengan gelar
Doktor (Ph.D) Harun Nasution kembali ke Indonesia pada tahun 1969. Karena
memiliki rata-rata nilai yang baik, beliau ditawarkan bekerja di berbagai
universitas di Indonesia seperti, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IKIP
Jakarta,dan Universitas Indonesia, dan Universitas Nasional.
Harun Nasution adalah sosok yang gila dengan ilmu.
Maka, tidak mengherankan jika semasa hidupnya diabdikan pada ilmu.[6]
Bukti lain adalah menjabatnya beliau
sebagai Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah pada tahun 1973-1984, Ketua lembaga Pendidikan Agama IKIP Jakarta,
dan Dekan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Jakarta. [7]
Harun
Nasution dalam melaksanakan pembaharuan tidak seperti yang pada umumnya
dikerjakan tokoh modernis lain, lewat organisasi, sosial maupun politik. Dia
melontarkan ide-ide pembaharuannya lewat IAIN Jakarta dengan pasca- sarjananya,
yang pada umumnya menjadi 'kiblat' semua IAIN di Indonesia.
Tetapi
untuk mengatakan semua IAIN dan pasca-sarjananya di seluruh Indonesia bercorak
Harunistik, juga tidak benar. Sudah risiko setiap modernis, ada yang pro dan
kontra terhadap ide pembaharuannya. Namun 'rasa garam' ide Harun Nasution
terasa ada pada setiap IAIN, meskipun dengan nuansa berbeda[8]. Dapat disimpulakan bahwa
pembaharuan yang dilakukan oleh Harun Nasution fokusnya adalah dalam bidang
pendidikan.
Adanya perkembangan zaman juga menyebabkan masalah
terus menerus muncul. Dalam hal ini, IAIN dihadapkan pada dua masalah, yaitu dimana
sebagai identitas IAIN yang berbasic islam harus mempertahankan nilai
keislamannya dan permasalahan kedua yaitu, harus terbuka terhadap perubahan
zaman agar tidak stagnan[9].
Melihat hal tersebut, usaha-usaha Harun Nasution dalam menghadapi perubahan
atas perannya sebagai Rektor IAIN, yaitu:
a)
Didalam
masa jabatannya menjadi Rektor IAIN ternyata beliau tercatat sebagai ilmuwan
produktif dalam bidang karya ilmiah.[10].
Dari pemikirannya yang aktif dalam bidang karya ilmiah menghasilkan karya-karya
yaitu:
1.
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya
2.
Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan
3.
Filsafat Agama
4.
Filsafat dan Mistisisme dalam Islam
5.
Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa dan Perbandingan
6.
Muhammad Abduh dan Teologi Rasional
7.
Akal dan Wahyu
8.
Islam Rasional
b)
Mengubah
sistem perkuliahan yang semula bersifat hafalan, textbook thinking dan
cenderung menganut madzhab Syafi’i menjadi sistem perkuliahan yang lebih
mengajak mahasiswa dalam berfikir secara
rasional, kritis terhadap permasalahan, inovatif, objektif, dan menghargai
perbedaan dalam berpendapat.[11]
Dengan hal ini, maka kebekuan dalam berfikir dapat terpecahkan.
c)
Memperbaiki
kurikulum dengan memasukkan ilmu umum dalam
pembelajaran, atau tidak hanya ilmu-ilmu agama saja.
d)
Titik
tumpu pembaharuan tidak hanya dipusatkan pada mahasiswa saja, melainkan para
dosen juga wajib membuat makalah yang berbobot dan sesuai standar. Makalah
tersebut sesuai dengan yang dibahas dalam Forum Pengkajian Islam (FPI)
yang kemudian diterbitkan dalam jurnal Ilmiah.
e)
Menambah
standard perpustakaan dengan menambah jumlah buku yang memadai serta sistem
pelayanan yang baik.
f)
Dalam
peningkatan mutu mahasiswa maka, dibukalah Program Pascasarjana pada tahun 1982
untuk S2 dan S3. Hal ini bertujuan dalam
melahirkan tenaga pengajar yang lebih berkualitas.
g)
Menjadikan
IAIN sebagai Pusat Pembaharuan Dalam Islam. Sikap umat islam pada saat itu yang
cenderung beku dalam berfikir, maka harus ada pemikiran yang secara dinamis, Sebagai
contoh, jika kaum modernis sangat menganjurkan umat Islam agar percaya diri
menghadapi suatu persoalan hidup. Anjuran atau anggapan seperti itu adanya di Barat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harun
Nasution adalah seorang ahli ilmu kalam dan filsafat Islam yang disegani dan
berpengaruh dengan corak pemikiranya yang rasional dan cenderung liberal. Sifat
dan corak pemikiran demikian itu amat bertentangan dengan corak dan pemikiran
Islam yang pada umumnya berkembang saat itu, yakni corak pemikiran yang
tradisional dan terikat pada mazhab tertentu. Sifat dan corak pemikiran Harun
Nasution yang demikian itu menyebabkan ia dianggap sebagai ilmuan yang sekular.
Pengaruh
ide-ide dan gagasan Harun Nasution begitu terlihat jelas dalam bidang
pendidikan karena merupakan alat untuk mengubah masyarakat dengan menggunakan
pendidikan. Yakni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai medianya yang paling
efektif dan signifikan.
B . Saran
Demikianlah
makalah yang telah kami susun. kami sadar dan tahu bahwa makalah kami masih
sangat jauh dari kesempurnaankarena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput
dari salah dan khilaf, seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak rentak”
Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki makalah kami kedepannya. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTRA PUSTAKA
Nasution, H. (1996). Islam Rasional. Ban dung: Mizan.
http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html
Nasution,
Harun, 1989 Ferleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun, Lembaga Studi
Agama dan Filsafat hlm.281
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=9221
Baca Juga: Pemikiran Ulama Masa Kini Islamil al-Faruqi
[1] Harun Nasution, Islam Rasional,1996.
Hlm 5-6
[2] Dikutip
dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada Senin,
4 Desember
[3] Harun Nasution, Islam Rasional,1996.
Hlm 5-6
[4] Lembaga
studi agama dan filsafat,Refleksi Pembaharuan Pemikiran islam 70 tahun
Harun Nasution, 1989
[5]
Lembaga studi agama dan filsafat, Refleksi pembaharuan pemikiran islam 70
tahun Harun Nasution,1989
[6]
Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html
pada Senin, 4 Desember
[7].
Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada
Senin, 4 Desember
[8]
Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada
Senin, 4 Desember
[9]Nasution,
Harun, 1989 Ferleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 tahun, Lembaga Studi
Agama dan Filsafat hlm.281
[10]
Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html pada
Senin, 4 Desember
[11]
Dikutip dari http://myikhsannew.blogspot.co.id/2015/03/harun-nasution.html
pada Senin, 4 Desember
0 komentar:
Post a Comment