Budha, blogspot.com |
Bab I
Pendahuluan
A. Latar
belakang
Dalam alur sejarah
agama-agama terutama di daerah di India, agama Buddha mulai muncul tahun 500 SM
hingga 300 SM. Secara historis agama tersebut mempunyai keterkaitan dengan
agama yang sebelumnya yakni agama Hindu namun memiliki beberapa perbedaan.
Secara garis besar agama
Buddha terangkum dalam tiga ajaran pokok, yakni Buddha, Dharma, dan
Sangha yang mana ketiga hal ini merupakan dari pengakuan bahwa ia sebagai penganut agama Buddha,
sperti Syahadat bagi orang Islam dan Credo bagi orang Kristen. Ajaran
dalam agama Buddha sendiri lebih menekankan pada bagaimana umat Buddha
memandang Sang Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha dan asas rohani yang dapat di capai oleh semua
makhluk hidup. Pada perkembangan
selanjutnya ajaran Buddha ini berkaitan dengan masalah teologi yang menjadi
salah satu ciri ajaran suatu agama. Ajaran tentang dharma banyak membicarakan
tentang masalah-masalah yang di hadapi dalam kehidupannya, baik yang berkaitan
dengan ciri manusia sendiri maupun hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta
dengan segala isinya. Ajaran tentang sangha selain mengajarkan tentang
bagaimana umat Buddha memandang sangha sebagai pasamuan para bhikkhu
menjalankan dharmanya, juga dengan pertumbuhan dan perkembangan agama buddha,
baik di tempat kelahirannya di india maupun di tempat-tempat agama tersebut
berkembang.[1]
Pada makalah ini, kami
pemakalah mencoba membahas tentang agama Buddha secara singkat, kami berharap dapat
memberikan gambaran tentang agama Buddha itu sendiri
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
sejarah agama Buddha ?
2. Apa
kitab suci agama Buddha ?
3. Bagaimana
ajaran pokok agama Buddha ?
4. Apa
saja aliran-aliran yang ada di agama Buddha ?
5. Bagaimana
perkembangan agama Buddha di Indonesia ?
Bab
II
Pembahasan
Agama Buddha lahir dan
berkembang pada abad ke 6 SM di India Utara. Nama agama ini di ambil dari
sebutan orang yang mendirikan agama sekaligus penyebarnya yakni Sidharta Gautama
Sebutannya yaitu Buddha. Panggilan itu berasal dari akar kata bodhi
(hikmat), yang dalam perkembangan katanya selanjutnya menjadi buddhi (nurani),
dan menjadi buddha (yang mendapat cahaya/pencerahan).[2]
Sebutan ini tidak muncul begitu saja karena ini dimulai dari perjalanan
hidupnnya sehingga menemukan pencerahan.
Sidharta Guatama merupakan putra dari Raja Suddhodhana
dari kerajan Kapilawastu. Kehidupannya di liputi kesenangan dan kemewahan
mengingat statusnya sebagai putera mahkota kerajaan, Sidharta mempunyai seorang
istri bernama Yasodhara dan mempunyai seorang putera bernama Rahula.
Menurut riwayat hidupnya, Sidharta Gautama mula-mula
beragama Hindu sesuai dengan agama yang dianut orang tuanya. Untuk mencegah
pengaruh dari kehidupan luar istana yang mungkin dapat melemahkan keimanannya
dalam agama, dia tidak di serba mewah khas istana yang penuh dengan kenikmatan,
namu sidharta mengalami kebosanan dan ketidakpuasan di tengah-tengah kemewehan
hidup di istana.
Hingga akhirnya dia
secara diam-diam keluar istana bersama kusirnya hingga beberapa kali, dalam
lawatannya itu dia melihat empat peristiwa yang mengguncang jiwanya yaitu
melihat orang tua yang menderita, orang yang menderita karena sakit yang di alaminya,
orang mati yang meninggalkan penderitaan, dan seorang pertapa yang berusaha
mengatasi penderitaannya. Melihat kenyataan tersebut, Sidharta Gautama
memutskan meninggalakan keluarga dan
istananya pada usia 29 tahun. Dia meninggalkan kehidupannya sebagai putera
mahkota dan memilih menjadi seorang
pertapa.
Setelah melakukan
pertapaan yang panjang, penuh coabaan dan gangguan untuk mencari cara mengatasi
penderitaan yang terjadi di masyarakat, akhirnya pada usia 35 tahun, Sidharta
mendapatkan jawaban atas apa yang di cita-citakannya (konon terjadi pada bulan
mei tahun 517 SM). Dia mampu menyadari perihal penderitaan hidup dan cara
mengatasinya. Dia berhasil mencapai penerangan atau pencerahan sempurna sewaktu
bertapa di bawah pohon bodhi, oleh sebab itu dia mendapat gelar atau sebutan Buddha,
yang sadar, sehingga nama lengkapnya menjadi Buddha Gautama.[3]
Kemudian dia berangkat dari pertapaannya menuju ke kota Benares yang berada di
tepi sungai Gangga. Pada suatu tempat yang bernama Sarnath yang berada tidak
jauh dari Benares, dia bertemu dengan lima pertapa bekas temannya yang kemudan
hari menjadi murid-muridnya.lalu dia melakukakan Khotbah pertama tentang ajaran
barunya yang dia sampaikan di sebuah taman rusa, yang mana isi kotbah tersebut
menjadi azas dari seluruh ajarannya, terkenal dengan sebutan Empat Kebenaran
Utama dan Delapan Jalan Kebajikan.[4]
Selama 45 tahun Buddha Gautama
menyebarkan ajarannya bersama para rombongannya. Dia mengajarkan ajarannya kepada
siapapun juga tanpa memandang asal kelahiran, keturunan dan kedudukan sosial.
Akhirnya dia meninggal dalam usia 80 tahun, jenazahnya di bakar dan abunya di
bagikan kepada raja-raja yang mengikuti ajarannya. Kota tempat Buddha meninggal
ialah Kusinagara. Dengan demikian pengikut-pengikutnya memandang adanya empat
tempat yang di sucikan selama-selamanya. Empat kota suci tersebut ialah :
1. Kapilavasthu : tempat kelahiran buddha
2. Bodhgaya : tempat dimana bddha mendapat ilham pertama
3.
Benares : tempat pertama kali mengajarkan
ilham atau kotbah pertama
4. Kusinagara : tempat diamana ia wafat
B. Kitab
Suci Agama Buddha.
Kitab suci Agama Buddha
disebut dengan Tripitaka. Tri yang bermakna tiga dan Pitaka
yang bermakna bakul, tapi yang di maksud disini ialah bakul hikmat., hingga Tripitaka
hakikatnya bermakna tiga himpunan hikmat[5] yaitu
:
•
Vinaya
Pitaka : peraturan-peraturan
hidup setiap anggota sangha
•
Sutta Pitaka : khutbah Sidarta padamurid-muridnya
•
Adhidharma Pitaka:
ajaran tentang himpunan-himpunan yang
mempunyai nilai tinggi.
C. Pokok
Ajaran Agama Buddha
ajaran
dasar agama Buddha di kenal dengan “Empat Kebenaran Utama” yang berhubungan
dengan penderitaan (karma dan samsara) dan “Delapan Jalan Kebajikan” yang
berhubungan dengan cara-cara untuk melepaskan penderitaan (moksha).
Isi empat kebenaran utama yaitu:
1. penderitaan
2. Sumber
penderitaan
3. Terhentinya
penderitaan
4. Delapan
jalan yang menuju terhentinya penderitaan
Isi delapan jalan kebajikan yaitu:
1. Percaya
yang benar
2. Maksud
yang benar
3. Kata-kata
yang benar
4. Perbuatan
yang benar
5. Hidup
yang benar
6. Usaha
yang benar
7. Ingatan
yang benar
8. Semadi
yang benar
D. Aliran-aliran
Agama Buddha
1. Aliran
Hinayana
Hinayana mempunyai arti kendaraan kecil.
Maksudnya, bahwa aliran ini tidak dapat menampung banyak orang untuk memperoleh
kebahagian nirwana. Hinayana merupakan aliran tertua agama Buddha yang bertahan
di India. Hinayana sering disebut juga Theravada.[6]
Namun, theravada berarti jalan orang-orang tua.[7]
Inti ajaran aliran ini lebih condong
pada menjaga kemurnian dan keontentikan ajaran agama Buddha yang di ajarkan
oleh Sidharta Gautama, tidak terpengaruh oleh kebudayaan lain. Ajaran ini juga
tidak menengenal adanya dewa-dewa penyelamat manusia. Jadi, ajaran Hinayana
tidak terdapat upacara-upacara keagamaan dan pemujaan terhadap Yang Maha Suci.[8]
Aliran ini berkembang di
Sri
Langka, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos Dan Vietnam
2. Aliran
mahayana
Mahayana mempunyai arti
kereta atau kendaraan besar. Maksudnya, kendaraan besar tersebut dapat
menampung banyak orang yang ingin masuk nirwana. Sebab-sebab aliran ini
mempunyai pandangan prinsipal bahwa setiap manusia telah mencapai ilham (bodhi)
dapat menolong orang lain untuk mencapai bodhi pula.[9]
Baca Juga: Orientalisme dan Oksidentalisme
Berbeda dengan hinayan
yang mempertahankan kemurnian ajaran agama buddha yang tidak mengalami
perpecahan dan aliran-aliran. Sebaliknya dalam mahayana banyak mengalami
perpecahan dalam banyak aliran, seperti di Tibet yang di kenal dengan Lamaisme,
Budhisme di Mongolia, Zen Budhisme di Jepang, Budhisme di Cina, Budhisme di Korea,
dan lain-lainnya, hal ini terjadi karena pengaruh dari masing-masing kebudayaan
suku setempat.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Agama buddha merupakan sebuah agama yang
didirikan oleh Sidharta Gautama, yang mana ajaran yang di bawanya merupakan
hasil perenungan panjang setelah dirinya merasakan guncangan jiwa karena
menyaksikan realita sosial masyarakat yang penuh dengan penderitaan, sehingga
menggugah keimanannya untuk menemukan kebenaran yang hakiki dan dapat mengatasi
penderitaan manusia. Dalam Perkembangannya para pengikut ajaran ini terpecah
belah menjadi dua aliran besar yakni aliran Hinayana yang masih memegang teguh
dan menjaga kemurnian ajaran Sidharta Gautama, menekankan pada ajaran moral.
Dan aliran Mahayana yang melakukan perubahan besar-besar tentang ajaran dalam Buddha
yang lebih condong ke arah ketuhanan.
Daftar
pustaka
Sou’yb,
Joesoef. Agama-agama Besar Dunia, Jakarta: PT AL HUSNA ZIKRA. 1996
Fajri,
Rahmat, Roni Ismail, Khairullah Zikri, Agama-agama dunia, Yogyakarta: Jurusan
Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Isalam UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta Bekerjasama dengan Penerbit
Belukar. 2012
Djam’annuri,
Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar),
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. 2002
http://id.wikipedia.org/wiki/hinaayana
[1] Rahmat fajri, Roni Ismail, Khairullah Zikri, Agama-agama dunia,
Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Isalam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Bekerjasama dengan Penerbit Belukar,2012, hlm.
120-121
[2] Sou’yb, Joesoef. Agama-agama
Besar Dunia (jakarta: PT AL HUSNA ZIKRA, 1996), hlm. 72.
[3] Djam’annuri, Agama Kita: perspektif sejarah agama-agama (sebuah
pengantar) (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta,2002), hlm. 64.
[4] Sou’yb, Joesoef. Agama-agama Besar Dunia (jakarta: PT AL HUSNA
ZIKRA, 1996), hlm. 77.
[5] Joesoef Sou’yb. Agama-agama Besar Dunia (jakarta: PT AL HUSNA
ZIKRA, 1996), hlm. 72.
[6] Wikipedia, “Aliran Hinayana” ,di akses dari http://id.wikipedia.org/wiki/hinaayana,
pada tanggal 18 Maret 2016 pukul 20.34.
[7] Djam’annuri, Agama Kita:
perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar) (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta,2002), hlm. 108
[8] Djam’annuri, Agama Kita:
perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar) (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta,2002), hlm. 109
[9] Djam’annuri, Agama Kita:
perspektif sejarah agama-agama (sebuah pengantar) (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta,2002), hlm. 110.
0 komentar:
Post a Comment