Sejarah Umat Islam di Bahrain

Sejarah Umat Islam di Bahrain, https://resources.news.e.abb.com

A. Pendahuluan
Bahrain adalah sebuah negara kepulauan kecil yang terletak di pesisir barat Teluk Persia, kawasan Timur Tengah Benua Asia bagian Barat. Pulau terbesar di negara ini adalah Pulau Bahrain yang berjarak sekitar 23 km dari sebelah timur Arab Saudi. Antara Pulau Bahrain dengan Arab Saudi, terdapat sebuah Jembatan yang menghubungkannya yaitu Jembatan Raja Fahd. Pada awal kekuasaan Al-Khalifa, Bahrain pernah membuat serangkaian perjanjian dengan Britania Raya (Inggris) dan menjadikannya sebagai negara protektorat Inggris pada abad ke-19. Bahrain berhasil memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 15 Agustus 1971. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai hari Kemerdekaannya. Bahrain merupakan negara terkecil ketiga di benua Asia setelah Maladewa dan Singapura. Luas wilayahnya hanya sebesar 760km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.410.942 jiwa. Mayoritas penduduk Bahrain adalah pemeluk agama Islam yaitu sebanyak 70,3%. Bahasa Resmi Bahrain adalah Bahasa Arab.  
Bahrain secara umum kepulauan yang rata dan bergurun, memiliki dataran padang pasir yang rendah. Kawasan tertinggi di Bahrain ialah Jabal ad-Dukhan berketinggian 122 meter. Bahrain menikmati musim dingin yang sejuk dan mengalami musim panas dengan temperator tinggi dan lembap. Sumber alam Bahrain termasuk jumlah minyak mentah dan gas yang besar, di samping cadangan ikan yang mencukupi dari 1% wilayahnya. Gurun meliputi 92% dari keseluruhan kawasan lain di Bahrain. Musim panas yang panjang dan badai pasir adalah bencana alam utama untuk penduduk Bahrain. Isu-isu alam sekitar yang melanda Bahrain ialah kemusnahan padang pasir dan pesisir pantai karena kekurangan tanah (kemusnahan kepada pantai, terumbu karang, dan tumbuhan laut). Pengerukan tanah mengakibatkan pencemaran menyusul tumpahan minyak. Luas total Bahrain 620 km2 (239 mi²), sedikit lebih besar dari the Isle of Man walaupun sedikit lebih kecil dari King Fahd Airport di Dammam, Arab Saudi (besarnya 780 km2). Bahrain adalah negara kepulauan yang terdiri dari 33 pulau, tidak memiliki batas darat dengan negara lain, namun memiliki 161 kilo (528 mi) batas garis pantai dan mengklaim 12 mil batas laut dan 24 mil laut (44 km) zona tambahan.
Agama resmi Bahrain ialah Islam dengan mayoritas penduduknya mengamalkan ajaran Islam. Adapun kalangan pemimpin (Khalifah) menganut mazhab Maliki. Kalangan elit komersial menganut mazhab Syafi’i dan sebagian kalangan kecil menganut mazhab Hambali. Selebihnya masyarakat umum menganut paham Syi’ah Itsna Asy’ariyah. Kebanjiran pendatang dan pekerja asing dari non-Islam seperti Filipina dan Sri Lanka persentase keseluruhan masyarakat Muslim di negara tersebut menurun drastis. Menurut sensus pada tahun 2001, 81,2% penduduk Bahrain ialah Muslim, 9% Kristen, dan 9,8% mengamalkan ajaran lain. Namun, berdasarkan data Pew Research tahun 2010, kelompok penganut agama mengalami perubahan.
Sistem pemerintahan yang dianut oleh Bahrain adalah Monarki Konstitusional yaitu sistem pemerintahan yang kepala negaranya adalah seorang Raja yang tahtanya diwariskan secara turun temurun, sedangkan kepala pemerintahannya adalah Perdana Menteri yang ditunjuk oleh Raja. Raja Bahrain saat ini adalah Raja HAMAD bin Isa Al-Khalifa  yang menjabat sejak 6 Maret 1999. Ibukota Bahrain adalah kota Manama.
Perekonomian Bahrain sangat tergantung pada sektor perminyakan. Meskipun telah melakukan berbagai program diversifikasi ekonomi, sektor minyak masih merupakan penyumbang terbesar yaitu sekitar 80% pada Anggaran Pendapatan Negara Bahrain. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Bahrain adalah sebesar US$69,77 miliar dengan Pendapatan Perkapita sebesar US$51.800. Selain sektor perminyakan, industri-industri penting bagi perekonomian Bahrain diantaranya adalah produksi aluminium, besi, perbankan, pariwisata dan perbaikan kapal. Sebagai bagian dari diversifikasi ekonominya, Bahrain menerapkan Free Trade Agreement (FTA) dengan Amerika Serikat pada Agustus 2006. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 adalah sebesar 2,5%. 
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Islam di Bahrain?
2. Mengapa terjadi konflik antara Sunni dan Syi’ah di Bahrain?

B. Pembahasan 
1. Awal Masuknya Islam di Bahrain
Islam tersiar ke Bahrain sejak Rasulullah Saw. mengirim utusan kesana dalam upaya penyiaran Islam, dengan mengirimkan sepucuk surat kepada penguasa setempat yakni Al-Mundzir dan Al-Mirbazan yang berisi tentang ajakan untuk masuk Islam. Ajakan ini direspon dengan baik, terbukti dengan penerimaan Islam oleh keduanya serta diikuti oleh masyarakat setempat baik penduduk Arab Bahrain maupun penduduk non-Arab Bahrain. Sejak itu Al-Mundzir melepaskan diri dari kekuasaan Persia dan menjadi bagian dari Daulah Islamiyyah di Madinah. Dia memerintah Bahrain sebagai amir hingga wafatnya pada tahun 10 H. Setelah itu Bahrain diperintah oleh Al-Ula, kemudian tidak lama kemudian digantikan oleh Abal bin Sa’id bin As. 
Bahrain pada Masa Klasik
Pada masa pemerintahan Abu Bakar Asidiq, al-Ula diangkat kembali menjadi wali Bahrain atas permintaan dari penduduknya. Pada periode ini kaum muslimin Bahrain dari keluarga Bani Qais bin Sa’labah, Bani Rabiah Khala al-Jarud bin Basyar al-Abd, murtad dari Islam dibawah pimpinan al-Hatam dari Bani Qais. Golongan murtad ini ditumpas oleh al-Ula, sehingga umat Islam di Bahrain kembali tenang. Penumpasan golangan orang murtad tersebut tidak dari bantuan penduduk muslim di Bahrain yang telah benar-benar menerima kebenaran Islam. Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, Usman bin Abi al-As diangkat menjadi wali Bahrain. Pada masa berikutnya Bahrain dipimpin oleh seorang gubenur.
Pada masa Dinasti Umayyah Bahrain menjadi basis gerakan Khawarij An-Najdah, namun keadaan berubah setelah periode pertama Dinasti Abbasiyah. Bahrain telah menjadi pusat gerakan Al-Zanj dan gerakan Qoromitah. Bahkan pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir kaum Qoromitah berhasil memisahkan diri dari kekhalifahan di Bagdad dengan pemimpin besarnya Abu Sa’id Hasan bin Baheram Al-Jabani, kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh puteranya yakni Abu Taher Sulaiman Al-Jabani. Pada masanya kaum Qoromitah berkali-kali mencoba menyerang Basrah, tapi senantiasa digagalkan. Pada tahun 301 H, Abu Taher menyerang Makkah, tidak dihormatinya lagi kesucian Ka’bah, dan ditimbunya bangkai orang-orang yang dibunuhnya ke dalam telaga zam-zam. Hajar Al-Aswad dilarikanya ke Bahrein selama 22 tahun, kiswah ka’bah dirobek-robeknya, namun akhirnya kaum Qoromitah dapat dimusnahkan.
Bahrain pada masa Pertengahan
Pada awal awal abad ke-16 Bahrain berada dibawah komando Turki Utsmani, namun sejak tahun 1521 Portugis datang dan mulai menamkan pengaruhnya di Bahrain. Portugis menjajah Bahrain sejak tahun 1521-1602 M, setelah itu Bahrain berada di bawah kekuasaan Sultan Persia. Nadir Shah menguasai Bahrain atas alasan politik Bahrain mayoritas Syiah. Pada tahun 1782 Keluarga Al-Khalifah mengambil alih pulau ini dari tangan Persia. Untuk menjaga agar pulau ini tidak jatuh kembali ke tangan Persia, mereka menjalin persahabatan dengan Inggris dan menjadi negeri di bawah naungan Inggris.
Bahrain pada masa Modern
Sebelum tahun 1861, Bahrain pernah dikuasai oleh Saudi Arabia pada masa Saud bin Faisal. Namun setelah tahun 1861 Bahrain berada di bawah Protektorat Inggris hingga tahun 1971. Pada tahun 1973 Bahrain berhasil membuat konstitusi negara mereka dengan kepala negara dipegang oleh amir dari keturunan keluarga Al-Khalifah. Sementara minyak pertama kali ditemukan di negeri ini pada tahun 1931, dengan ditemukanya sumber minyak ini Bahrain telah mengalami modernisasi pesat disegala bidang. Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 juga berdampak bagi Bahrain, tahun 1981 terjadi upaya kudeta dari golongan Syi’ah, namun usaha mereka tidak membuahkan hasil.
Bahrain pada masa Kontemporer
Bahrain adalah sebuah negara yang menjalankan sistem monarki konstitusional yang dikepalai oleh raja, Syekh Hamad bin Isa Al Khalifah. Kepala pemerintahan saat ini ialah Perdana Menteri Syekh Khalifah bin Salman Al Khalifah yang mengepalai anggota kabinet sebanyak 15 orang. Bahrain mengamalkan sistem dwi-perundangan yaitu Dewan Perwakilan dan Majelis Syura yang dipilih oleh raja. Kedua dewan mempunyai anggota sebanyak 40 orang. Pemilihan umum diadakan pada tahun 2002 dengan anggota parlemen bertugas selama empat tahun satu periode.
Hak politik kaum wanita di Bahrain mendapatkan satu kemajuan saat wanita diberi hak untuk memilih dan bertanding dalam pemilu nasional buat pertama kali pada pemilu tahun 2002. Walaupun tidak ada wanita terpilih dan mendapatkan kursi pada pemilihan yang didominasi oleh Syiah dan Sunni, sebagai kompensasinya enam orang calon wanita dilantik sebagai anggota dari Majelis Syura, sekaligus mewakili komunitas Yahudi dan Kristen yang terdapat disana. Menteri wanita pertama yang dilantik di Bahrain ialah Dr. Nada Haffadh sebagai Menteri Kesehatan. Ia dilantik pada tahun 2004. Raja baru-baru ini mendirikan Dewan Makamah Agung untuk menata pengadilan-pengadilan di negara ini dan mensahkan pemisahan cabang administratif dan hukum pemerintahan. Pada 11-12 November 2005, Bahrain menganjurkan Forum Masa Depan yang dihadiri pemimpin-pemimpin dari Timur Tengah dan negara-negara G8 dan membicarakan reformasi politik dan ekonomi di wilayah bersangkutan. Bahrain hingga hari ini merupakan anggota Liga Arab.

2. Kondisi Umat Islam dewasa ini
Kekecewaan meluas dikalangan Syi’ah Bahrain menyebabkan gelombang pemberontakan pada 1923. Segera setelah kejadian ini agen inggris memberhentikan penguasa negeri ini dan membuka serangakaian pembaruan mendasar dalam pemerintahan setempat. Para bangsawan Sunni menentang campur tangan Inggris dalam urusan dalam negeri Bahrain dengan mengorganisasi Kongres Nasional Bahrain untuk menuntut dikembalikannya penguasa lama dan dibentuknya dewan penasihat guna membantunya dalam memerintah negeri ini. Kaum Syi’ah sebagian besar tetap menjauhkan diri dari gerakan nasional liberal awal ini. Akan tetapi, pada 1934 mereka mengajukan permohonan pada penguasa agar mengeluarkan hukum dasar dan melembagakan perwakilan proposional di dewan kotapraja dan dewan pendidikan. Para pembaru Sunni pada akhir 1938 menuntut dibentuknya sebuah majelis dan diakhirinya ketidakefisienan administratif. Ketika mahasiswa dan pekerja minyak mengancam hendak melakukan mogok umum mendukung gerakan majelis, perlindungan rezim (yaitu Inggris) menahan sejumlah tokoh pembaharu dan mendeportasi mereka ke India.
Kekerasan antara Sunni dan Syi’ah meletus kembali pada akhir 1952 menyusul komposisi sektarian dalam dewan kotapraja Manama. Dua tahun berikutnya, ketika pekerja sektor minyak berulang-ulang mogok untuk memprotes kebijakan perusahaan minyak lokal yang mempekerjakan buruh asing dalam jumlah besar, para aktivis nasionalis liberal mencoba menyalurkan kekecewaan terhadap pemerintah Inggris dan menjauhkan diri dari isu-isu sektarian usaha. Usaha ini berhasil melahirkan dukungan luas bagi komisi eksekutif tinggi yang terdiri atas empat orang Sunni dan empat orang Syi’ah. Hal ini juga menyebabkan terbentuknya sejumlah organisasi ”akar rumput”, seperti Ja’fari Syi’ah di Jidd Hafs, yang para anggotanya menyuarakan tuntutan perubahan lebih radikal dalam lembaga politik dan sosial Bahrain. Pada akhir 1956 para pembaru moderat yang khawatir kendali atas gerakan nasionalis beralih ke perwakilan kelompok-kelompok lebih militan, meninggalkan plat form mereka sendiri dan menerima tanpa protes tekanan pemerintah atas kaum radikal.
Kegelisahan dikalangan kaum Syi’ah Bahrain mengemuka kembali menyusul revolusi Iran 1978-1979. Perhimpuanan-perhimpunan kaum pembaru seperti masyarakat Sunni untuk pembaruan sosial dan Partai Dakwah Islam Syi’ah terus-menerus kehilangan pegangan sepanjang 1980-an terhadap kelompok-kelompok lebih radikal seperti Organisasi Islam Sunni dan Front Islam Syi’ah untuk membebaskan Bahrain. Pada pertengahan Desember 1981, penguasa mengumumkan bahwa mereka menggulung jaringan gelap penyabot yang berafiliasi dengan Front Islam; mereka yang ditahan divonis hukuman penjara pada Maret berikutnya oleh pengadilan yang diketuai salah seorang Syeikh senior Al-Khalifah. Penahanan sporadis terhadap jaringan Islamis militan terjadi sepanjang sisa dekade itu. Akan tetapi, efisiensi petugas keamanan negara dalam menggulung kelompok yang bersebrangan, dipadu dengan kemurahan hati keluarga penguasa terhadap mereka yang ditahan,sebagian besar melumpuhkan aktivitas politik kaum radikal maupun moderat dalam beragam gerakan Islamis negeri ini. Dewan penasihat beranggotakan 30 orang -pada Januari 1993 diangkat oleh pemerintah- melibatkan wakil-wakil terkemuka komunitas Sunni maupun Syi’ah. 

C. Penutup
Islam masuk ke Bahrain sejak masa Rasulullah Saw. beliau menulis surat kepada raja Bahrain bernama Al-Mundzir bin Sawa. Surat yang berisi tentang ajakan Nabi Muhammad Saw. terhadap Islam mendapat respon naik dari Al-Mundzir lalu ia menyatakan keIslamanya dan siap berjuang di Jalan Allah Swt. Pada masa Klasik, Bahrain tetap menyatakan kesetiaannya terhadap khalifah Islam di Damaskus (Dinasti Umayyah) sampai melepaskan diri (kaum Qoromitah) pada masa Khalifah Al Muqtadir (Dinasti Abbasiyah) hingga selang beberapa waktu Bahrain kembali ke kondisi normal. Masa modern Bahrain pernah dikuasai oleh Saudi Arabia pada masa Saud bin Faisal. Namun setelah tahun 1861 Bahrain berada di bawah Protektorat Inggris hingga tahun 1971. Kemudian merdeka dari Inggris tahun 1971.
Konflik Islam Syi’ah Sunni yang berkepanjangan pra kemerdekaan. Faktor yang melatar belakangi konflik tersebut adalah permasalahan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mubarakfuri, Shafiyurrahman. 2008; Ar-Rahiqul Makhtum, terj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
John L. Esposito, 2002; Ensiklopedi Oxford of the Modern Islamic World, terj. Eva Y.N. dkk. (ed.) jilid 6 Bandung: Mizan.
https://ilmupengetahuanumum.com/profil-negara-bahrain.

Baca Juga: Sejarah Qatar

0 komentar:

Post a Comment