![]() |
Fiqih Muamalah, http://www.nu.or.id |
Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala,
yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap
orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif
yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling
melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling
memperoleh manfaat dari satu terhadap yang lainnya.
Secara istilah muamalah memiliki beberapa pengertian dari para
ahli, diantaranya :
1.
Ahmad
Ibrahim Beik
Muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan
dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan,
perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan
manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan
dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk
bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
2.
Louis
Ma’luf
Muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan
dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain
sebagainya.
Kata fiqh secara etimologi (bahasa) berarti paham, seperti
pernyataan “Saya paham akan kejadian itu”. Sedangkan secara terminologi
(istilah) yaitu pengetahuan tentang hukum syariah islamiah yang berkaitan
dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari
dalil-dalil terperinci. Atau dapat dikatakan, fiqh adalah suatu ilmu yang
mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum Islam dan berbagai macam aturan
hidup bagi manusia baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat
sosial.
Jadi Fiqh Muamalah
memiliki definisi pemahaman atau pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi
yang berdasarkan hukum-hukum syariat. Mengenai perilaku manusia dalam
kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Pengertian
yang lebih rinci diungkapkan Musthofa Ahmad al-Zarqa, yang dimaksudkan fiqh
muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan
hubungan sesama manusia dalam urusan kebendaan, hak-hak kebendaan, serta
penyelesaian perselisihan di antara mereka.
B.
Objek
Kajian Fiqh Muamalah
Dalam hal ini, objek kajian atau ruang lingkup fiqh muamalah secara
garis besar meliputi pembahasan tentang harta (al-mal), hak-hak
kebendaan (al-huquq), dan hukum perikatan (al-aqad).
a.
Hukum
Benda :
Pertama, konsep harta (al-mal), meliputi pembahasan tentang
pengertian harta, unsur-unsur dan pembagian jenis-jenis harta. Kedua,
konsep hak (al-huquq), meliputi pembahasan tentang pengertian hak,
sumber hak, perlindungan dan pembatasan hak, dan pembagian jenis-jenis hak. Ketiga,
konsep tentang hak milik (al-milkiyah), meliputi pembahasan tentang
pengertian hak milik, sumber-sumber pemilikan, dan pembagian macam-macam hak
milik.
b.
Hukum
perikatan / akad :
Jual
beli (al-bai’ at tijarah), gadai
(rahn), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman),
pemindahan hutang (hiwalah), perseroan atau perkongsian (asy-syirkah), perseoran harta dan tenaga (al-mudharabah),
sewa menyewa (al-ijarah). utang piutang (al-qard),
pinjam-meminjam (al ariyah), penitipan (al-wadi’ah).
Sedangkan hubungan
antara Fiqh Muamalah dengan Hukum
Perdata adalaha keduanya memiliki kemiripan dalam ruang lingkupnya. Keduanya
mengatur hubungan antara orang perorangan, antara individu dengan individu
lainnya, seperti perdagangan dan semua mengenainya. Fiqh Muamalah merupakan
Hukum Perdata dalam bentuk Islam yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist.
C.
Prinsip
Fiqh Muamalah
Diantara prinsip-prinsip Fiqh Muamalah adalah sebagai berikut :
1.
Hukum
Asal dalam Muamalah adalah Mubah (diperbolehkan)
Ulama fiqh sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan
demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang
sepanjang belum/ tidak ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda
dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah
ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada
Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya.
2.
Konsentrasi
Fiqh Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan
Fiqh muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan,
mereduksi permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan
syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup
hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan
manusia. Ibnu Taimiyah berkata: “Syariah diturunkan untuk mewujudkan
kemaslahatan dan menyempurnakannya, mengeliminasi dan mereduksi kerusakan,
memberikan alternatif pilihan terbaik di antara beberapa pilihan, memberikan
nilai maslahat yang maksimal di antara beberapa maslahat, dan menghilangkan
nilai kerusakan yang lebih besar dengan menanggung kerusakan yang lebih kecil” .
3.
Keadilan
Bagi Kedua Belah Pihak
Adil adalah perintah Allah Swt. “Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,” (QS. An-Nahl:90). Meskipun
berbuat adil bagian dari perintah Allah, tetapi banyak di antara manusia yang
mengabaikan berbuat adil, mereka berkecenderungan berbuat kecurangan,
kezaliman, kelaliman demi keuntungan
pribadi, kelompok, dan golongan tertentu, bahkan demi etnis tertentu. Padahal Allah mengancam bagi
para pembelot dari kebenaran dan keadilan dengan ancaman neraka,”Adapun orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahanam,”(QS.
Al-Jin:15).
D.
Harta
& Pembagiannya
Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Memberikan definisinya mengenai
Pengertian Harta sebagai berikut :
1.
Nama
selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia,
dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola (tasharruf) dengan jalan
ikhtiar.
2.
Sesuatu
yang oleh setiap manusia dapat dimiliki, baik oleh seluruh manusia maupun oleh
sebagian manusia.
3.
Sesuatu
yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat
dimiliki oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi
sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai (berharga), maka sebiji beras tidak
termasuk harta.
4.
Sesuatu
yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya
tidak termasuk harta, misalnya manfaat, karena manfaat tidak berwujud sehingga
tidak termasuk harta.
5.
Sesuatu
yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan.
Pembagian Harta Menurut Fuqaha ini dapat ditinjau dari beberapa
segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus
dan hukumnya tersendiri, adapun pembagian jenis harta ini sebagai berikut :
1.
Mal
Mutaqawwin dan Ghair Mutaqawwin
a.
Harta
mutaqawwin, adalah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan
penggunaannya. Misalnya kerbau halal dimakan oleh umat Islam, tetapi kerbau
tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, misalnya dipukul, maka daging
kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut
syara’.
b.
Harta
Ghair mutaqawwin, yakni tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara
memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya babi termasuk ghair
mutaqawwin, karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk
ghair mutaqawwin karena cara memperolehnya yang haram, Uang disambungkan untuk
membangun cara pelacuran, termasuk harta ghair mutaqawwin karena penggunaannya
itu.
2.
Mal
Mitsli dan Mal Qimi
a.
Mal
Mitsli, benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya dalam arti
dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu
dinilai.
b.
Mal
Qimi, benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karenanya tidak dapat
berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang dinilai.
3.
Harta
Istihlak dan Harta Isti’mal
a.
harta
istihlak, terbagi menjadi 2 yaitu harta istihlak haqiqi dan istihlak huquqi.
Harta istihlak haqiqi, adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas
(nyata) zatnya habis sekali digunakan sedangkan harta istihlak huquqi yaitu
suatu harta yang sudah habis nilainya bila sudah tidak digunakan, tetapi zatnya
masih tetap ada. Misalnya uang yang dipakai untuk membayar utang, dipandang
habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuh, hanya pindah
kepemilikannya.
b.
harta
isti’mal, yaitu sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap
terpelihara. harta isti’mal tidaklah habis sekali digunakan, tetapi dapat
digunakan lama menurut apa adanya, seperti kebun, tempat tidur, pakaian,
sepatu, dan lain sebagainya.
c.
Perbedaan
2 jenis harta ini, yaitu harta istihlak habis satu kali digunakan sedangkan
harta isti’mal tidak habis dalam satu kali pemanfaatan.
4.
Harta
Manqul dan Harta Ghair Manqul
a.
Harta
Manqul, segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke
tempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan, dan lain
sebagainya.
b.
Harta
Ghair Manqul, sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat
ke tempat lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan yang lainnya.
5.
Harta
‘Ain dan harta Dayn
a.
Harta
‘Ain, yaitu harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, jambu,
kendaraan (mobil), dan yang lainnya. Harta ‘ain terbagi menjadi dua : Harta
‘ain dzati qimah, yaitu suatu benda yang memiliki bentuk yang dipandang
sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ‘ain ghayr dzati qimah, yaitu
suatu benda yang tidak dapayt dipandang sebagai harta karena tidak memiliki
harga, misalnya sepiji beras.
b.
Harta
dayn, sesuatu yang berada dalam tanggung jawab. Seperti uang yang berada dalam
tanggung jawab seseorang.
6.
Mal
al-‘ain dan mal al-naf’i
a.
Harta
‘aini ialah suatu benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud), misalnya
rumah, ternak dan lainnya.
b.
Harta
nafi’ ialah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh
karena itu mal al naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.
7.
Harta
Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a.
Harta
mamluk, sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik badan
hukum, seperti pemerintah dan yayasan.
b.
Harta
Mubah, sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata
air, binatang burung darat, laut, pohon-pohon di hutan dan buah buahannya. Tiap-tiap
manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan ketetapannya, orang yang
mengambilnya akan menjadi pemiliknya sesuai dengan kaidah : “barangsiapa
yang mengeluarkan dari harta mubah, maka ia menjadi pemiliknya”.
c.
Harta
Mahjur, sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada
orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda
yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid,
kuburan-kuburan, dan yang lainnya.
8.
Harta
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a.
Harta
yang dapat dibagi, adalah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras tepung dan yang
lainnya.
b.
Harta
yang tidak dapat dibagi, adalah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja,
mesin, dan yang lainnya.
9.
Harta
Pokok dan Harta Hasil (buah)
Harta
pokok adalah “harta yang mungkin darinya terjadi harta lain”. Sedangkan harta
hasil (samarah) ialah ” harta yang terjadi dari harta yang lain”. Pokok harta
bisa juga disebut modal misalnya uang, emas dan lainnya, contoh harta pokok dan
harta hasil adalah bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta
pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang beranak, anaknya
dianggap sebagai harta hasil dan induknya yang melahirkannya disebut harta
pokok.
10.
Harta
Khas dan Harta ‘am
a.
Harta
Khas, yaitu harta pribadi, tidak bersekutu dengan harta lain, tidak boleh
diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b.
Harta
‘am, harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya.
Baca Juga: Makalah Lainya
0 komentar:
Post a Comment