Perjanjian Dalam Hubungan Kemitraan


Perjanjian Dalam Hubungan Kemitraan, encrypted-tbn0.gstatic.com
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
B.     Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  2
C.     Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perjanjian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B.     Asas-asas Perjanjian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C.     Syarat-syarat Sah Perjanjian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D.    Akibat Perjanjian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E.     Pengertian Kemitraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F.      Unsur-unsur dan Prinsip Kemitraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
G.    Tujuan Kemitraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
H.    Isi Perjanjian Kemitraan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.       Hak dan Kewajiban pihak-pihak dalam Perjanjian Kemitraan . . . . .  . .
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
            A.    Latar Belakang
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara 2 (dua) atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada 1 (satu) pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi.[1] Dari pengertian tersebut terdapat beberapa unsur, seperti hubungan hukum yang mengangkut hukum kekayaan natara 2 (dua) pihak atau lebih. Pasal 1313 KUHPdt memberikan definisi tentang perjanjian sebagai suatu perbuatan, diaman satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Kemitraan sebagai suatu jalinan kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar tersebut disertai pembinaan dan pengembangan yang dilaksanakan atas dasar prinsip saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat dan saling menguntungkan. Prinsip ini sangat diperlukan melihat cakupan dari kemitraan ini sendiri juga luas berupa proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi. Kemitraan usaha juga merupakan satu instrumen kerjasama yang mengacu kepada terciptanya suasana keseimbangan, keselarasan dan keterampilan yang didasari saling percaya antara para pihak yang bermitra melalui perwujudan sinergi kemitraan dengan diwujudkannya prinsip-prinsip di atas dan menjunjung etika 4 bisnis yang sehat. Para pihak dalam melaksanakan kemitraan mempunyai kedudukan hukum yang setara. Setara dalam artian para pihak yang mengikat perjanjian kemitraan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan hak dan kewajiban yang patut dilaksanakan sebagaimana diatur dalam perjanjian.

            B.   Rumusan Masalah
1.      Pengertian perjanjian Kemitraan?
2.      Asas-asas Perjanjian Kemitraan?
3.      Syarat-syarat Perjanjian Kemitraan?
4.      Unsur dan Prinsip Kemitraan?
5.      Tujuan Kemitraan?
6.      Hak dan Kewajiban Perjanjian Kemitraan?

                  C. Tujuan
1.      Mengetahui Gambaran Tentang Perjanjian Kemitraan
2.      Mengetahui Apek Hukum Tentang Perjanjian Kemitraan
3.      Mengetahui Pedoman-pedoman Dalam Perjanjian Kemitraan?

BAB II
PEMBAHASAN
            A.    Pengertian Perjanjian
Dalam pasal 1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Sedangkan menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal.[2] Suatu perjanjian terjadi dengan persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, sedangkan perikatan bukan dengan janji pun terjadi, tidak ada persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan.[3]
Perjanjian-perjanjian itu pada umumnya berbentuk bebas, artinya dapat diadakan secara lisan, dan apabila itu diterapkan dalam suatu tulisan, yang sifatnya sebagai alat pembuktian semata.[4] Pihak yang terlibat dalam perjanjian saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang telah disetujui oleh dua pihak atau lebih. Dalam perjanjian terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak agar tujuan bersama tersebut dapat dicapai. Apabila diperinci, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Adanya pihak-pihak, sedikitnya dua orang (subjek)
b.      Adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut
c.       Adanya hak dan kewajiban
d.      Adanya tujuan bersama
e.       Adanya bentuk tertentu, lisan atau tulisan

            B.     Asas-asas Perjanjian
Dalam perjanjian terdapat beberapa asas-asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas pelengkap, asas konsensual, asas obligator, yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak tersebut dalam mencapai tujuan, yaitu :
a.    Asas kebebasan berkontrak
Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan merupoakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, kehendak dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya.[5] Hal tersebut diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt yang berbunyi: “semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
b.      Asas Pelengkap
Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang, tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya megenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.
c.       Asas Konsensual
Asas konsensual merupakan kesepakatan para pihak untuk mengikat diri dalam suatu perjanjian. Denga kata lain, suatu perjanjian telah dianggap sah dan mengikat kedua belah pihak setelah adanya kata sepakat, tanpa adanya formalitas.
d.      Asas Obligatoir
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak terkait, baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan.

            C.     Syarat-syarat Sah Perjanjian
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian tersebut sah atau tidak, maka perjanjian tersebut harus memenuhi beberapa syarat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt, yaiut :
a)      Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt, yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara satu orang atau lebih denga pihak lainnya. Pada dasarnya, cara yang paling banayak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa dikemudian hari.[6]
b)      Kecakapan Bertindak
Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana ditentukan oleh undang-undang. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan orang yang tidak cakap dalam melakukan suatu perjanjian menurut Pasal 1330 KUHPdt adalah anak di bawah umur, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan istri, akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
c)      Adanya Objek Perjanjian
Objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban Debitur dan apa yang menjadi hak Kreditur. Prestasi terdiri dari perbutaan prositif dan negatif. Prestasi terdiri dari suatu hal memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPdt). Objek perjanjian itu harus tertentu atau sekurang kurangnya dapat ditentukan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit sudah dapat diketahui jenisnya, bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di tangannya  si berutang pada waktu perjanjian dibuat. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah memungkinkan pelaksanaan hak dan kejwajiban pihak-pihak. Contohnya, jual beli rumah, yang menjadi prestasi/pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dan pembelian rumah itu.[7]
d)     Adanya causa yang halal
Maksudnya adalah isi perjanjian yang dibuat pihak terkait harus dibenarkan dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Dijelaskan dalam Pasal 1337 KUHPdt, “suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

            D.    Akibat Perjanjian
Dalam Pasal 1338 ayat (1) dijelaskan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pasal ini menegaskan, meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak tetap saja kebebasan tersebut dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan perjanjian tersebut. Suatu perjanjian menurut Pasal 1338 ayat (2) KUHPdt tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasa yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk dibatalkan.
Dari Pasal 1338 ayat (2) juga dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang sudah disepakati oleh para pihak yang berkait tidak boleh diubah oleh siapapun juga, kecuali jika hal tersebut telah dikehendaki dan disepakati secara bersama oleh kedua belah pihak. Salah satu dari pihak-pihak tersebut tidak dapat melepaskan diri dari perjanjian sebelum tujuan yang disepakati telah tercapai.
E.     Pengertian Kemitraan
Kemitraan memiliki pengertian yang beragam sebagaimana dikemukakan oleh banyak ahli. Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia kata mitra memiliki arti teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan, sedangkan “kemitraan adalah perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra”. Flecther mengemukakan “partnership is the relation which subsist between persons carrying on a business in comon with a view of profit.” Dari penejelasan diatas dapat ditekankan kemitraan sebagai hubungan atau relasi antar beberapa pihak.
Menurut Kian Wie kemitraan merupakan kerjasama usaha antara perusahaan besar atau menengah yang bergerak di sektor produksi barang-barang maupun sektor jasa dengan industri kecil berdasarkan asas-asas saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.[8] Muhammad Jafar Hafsah dalam bukunya mengatakan “kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prisnsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.”[9]
Dari dua pendapat ahli di atas, definisi kemitraan difokuskan sebagai suatu strategi atau cara melakukan bisnis dari pihak-pihak yang bermitra untuk mencapai tujuan atau keuntungan bersama. Dua pendapat terakhir juga menekankan bahwa strategi bisnis tersebut dilandasi prinsip saling membutuhkan dan membesarkan atau memperkuat. Asas saling menguntungkan antar pihak yang bermitra juga ditekankan dalam definisis diatas.
Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mengatakan : “kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prisnsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usha Besar.”
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan adalah kerja sama usaha atau strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang dilandasi asas saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dalam jangka waktu tertentu. Kemitraan sebagai strategi bisnis diharapkan mampu mengembangkan usaha atau bisnis para pihak yang bekerjasama sehingga usaha tersebut akan menguat serta mendapatkan keuntungan. Unsur pembinaan dan pengembangan oleh mitra besar ke mitra kecil sudah termaktub dalam asas saling memerlukan, saling memeperkuat, dan saling menguntungkan.
F.      Unsur-unsur dan Prinsip Kemitraan
Pengertian-pengertian di atas juga dapat ditarik beberapa unsur dari kemitraan, yaitu:[10]
a.       Kerjasama Usaha
Jalinan bisnis dengan konsep kemitraan didasarkan pada hubungan kerjasama (sebagai mitra/partner kerja) antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil. Hubungan kerjasama ini mempunyai arti bahwa antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil memiliki kedudukan yang sama dan setara. Dengan demikian mempunyai hak dan kewajiban yang bertimbal balik.
b.      Antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil
Pola kemitraan dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan sekaligus mempunyai tanggung jawab sosial untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.
c.       Pembinaan dan pengembangan
Kerjasama usaha pola kemitraan disertai hubungan kerjasam dengan rasa tanggungjawab sosial pengusaha besar untuk memberi pembinaan dan bimbingan kepada pengusaha kecil agar diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri.
d.      Saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan
Konsep kemitraan yang saling memerlukan dapat menjamin eksistensi perusahaan terutama untuk jangka panjang.
Beberapa unsur dalam hubungan hukum perjanjian kemitraan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan dalam Pasal 3 yaitu :[11]
a)      Penyediaan dan penyiapan lahan
b)      Penyediaan sarana produksi
c)      Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi
d)     Perolehan, penguasaan, dan penigkatan teknologi yang diperlukan
e)      Pembiayaan
f)       Pemberi bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha.
Prinsip yang perlu dipahami dan dimiliki oleh masing-masing anggota kemitraan, yaitu :[12]
a)      Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.
b)      Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Dengan adanya keterbukaan sejak awal dijalaninya kemitraan sampai berakhirnya kemitraan akan menimbulkan saling melengkapi antara sesama mitra.
c)      Prinsip Asas Manfaat Bersama (Mutual Benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masoing-masing.

           G.    Tujuan Kemitraan
Tujuan kemitraan adalah untuk meingkatkan pemberdayaan usaha kecil dibidang manajemen, produk, pemasaran, dan teknis, disamping agar bisa mandiri demi kelangsungan usahanya sehingga bisa melepaskan diri dari sifat ketergantungan.[13]
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan sebagai berikut:[14]
                                i.            Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat
                              ii.            Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
                            iii.            Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil
                            iv.            Menigkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional
                              v.            Memperluas kesempatan kerja
                            vi.            Menigkatkan ketahanan ekonomi nasional
            H.    Isi Perjanjian Kemitraan
Di dalam perjanjian memuat isi perjanjian kemitraan yang akan dibuat antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar telah ditentukan dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha mikro, kecil dan menengah, yaitu perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan, tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar.
Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian kemitraan adalah sebagai berikut :
      1)      Judul kontrak
      2)      Para pihak dalam perjanjian
      3)      Persyaratan dan ketentuan
      4)      Pengangkatan
      5)      Masa berlaku perjanjian kerjasama
      6)      Hak dan kewajiban
      7)      Pembatalan perjanjian
      8)      Pelaksanaan pembatalan perjanjian
      9)      Perpanjangan perjanjian kerjasama
Dalam perjanjian kerjasama tersebut, pihak pertama harus melakukan kewajiban sesuai dengan yang tertera dalam dokumen perjanjian kerjasama tersebut berdasarkan atas masa berlakunya perjanjian kemitraan tersebut. Perjanjian kemitraan berakhir dikarenakan masa berlaku perjanjian telah berakhir, kecuali terdapat ketentuan-ketentuan yang mengakibatkan salah satu pihak  dapat membatalkan sepihak. Dengan berakhirnya perjanjian kemitraan amaka hak dan kewajiban antara para pihak yang membuat perjanjian berakhir juga.
I.       Hak dan Kewajiban Pihak-pihak dalam Perjanjian Kemitraan
Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya selalu berupa pembayaran sejumlah uang, penyerahan suatu benda, pelayanan, atau gabungan dari perbuatan-perbuatan tersebut. Pembayaran sejumlah uang dan penyerahan benda dapt terjadi secara serentak dan dapat pula secara tidak serentak, tetapi pelayanan ajasa selalu dilakukan lebih dulu, baru kemudian pembayaran sejumlah uang.[15]
Kewajiban usaha kecil dalam perjanjian kemitraan adalah menjalin hubungan kerja yang baik, meningkatkan efisiensi kerja, mengikuti peraturan pihak ketiga, mencantumkan nama perusahaan, berhak menerima informasi dari pihak kedua, mematuhi segala ketentuan yang terdapat dalam ketentuan dan syarat-syarat umum perjanjian kerjasama.

BAB III
PENUTUP
            A.    Kesimpulan
Perjanjian kemitraan adalah suatu perbuatan dimana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap pihak lainnya dalam strategi bisnis untuk meraih keuntungan bersama dalam jangka waktu tertentu. Dalam perjanjian kemitraan harus terdapat unsur saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menumbuhkan. Perjanjian tersbut mengikat dan harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang ikut terlibat di dalamnya.
Dalam perjanjian kemitraan terdapat prisnsip-prinsip yang harus dipahami, seperti prinsip kesetaraan, keterbukaan, dan kemanfaatan bersama. Tujuan diadakannya kemitraan adalah untuk membantu usaha kecil dan menengah agar menigkatkan pendapatan dan pemerataan ekonomi masyarakat. Pembatalan perjanjian kemitraan tidak bisa sebelum tujuan yang diharapkan terwujud atau terdapat ketentuan-ketentuan yang mengharuskan pembatalan.

DAFTAR PUSTAKA
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju 2000).
Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : Intermasa, 2005).
C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata, termasuk asas-asas hukum perdata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004).
H.F.A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995).
Suharnoko, Hukum Perjanjian (Jakarta: Kencana, 2004).
Salim H.S, Hukum Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2003).
Thee Kian Wie, Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar dan Kecil dalam Sektor Industri Pengelolahan (Jakarta : Gramedia, 1992).
Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha (jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000).
B.N.Marbun, Manajemen Perusahaan Kecil (jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1997).
digilib.unila.ac.id/3703/16/BAB%20II.pdf
M. Tohar, Membuka Usaha Kecil, (Yogyakarta : kanisius, 2000).
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).

Baca Juga: Penghantar Ilmu Hukum


[1] Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju 2000), hlm. 4.
[2] Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : Intermasa, 2005), hal.1.
[3] C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata, termasuk asas-asas hukum perdata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 209.
[4] H.F.A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 128.
[5] Suharnoko, Hukum Perjanjian (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 3.
[6] Salim H.S, Hukum Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 33.
[7] Ibid., hal 34.
[8] Thee Kian Wie, Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar dan Kecil dalam Sektor Industri Pengelolahan (Jakarta : Gramedia, 1992), hal. 3.
[9] Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha (jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000).
[10] B.N.Marbun, Manajemen Perusahaan Kecil (jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1997), hal 35.
[11] http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/69/1374.bpkp (diakses pada tanggal 9 desember 2018)
[12] digilib.unila.ac.id/3703/16/BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 9 desember 2018)
[13] M. Tohar, Membuka Usaha Kecil, (Yogyakarta : kanisius, 2000) hal. 109.
[14] Opcit, muhammad jafar hafsah, hal. 63.
[15] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 236-237.

0 komentar:

Post a Comment