Perkembangan Islam di China Abad Pertengahan, dheoalviansyahgoblog |
A. Latar Belakang
Pada
pertengahan abad ke-7, Islam mulai diperkenalkan di Cina. Setelah disebar dan
dikembangkan selama 1300 tahun, seiring masa pemerintahan Dinasti Tang, Dinasti
Song, Dinasti Yuan, Dinasti Ming, dan Dinasti Qing, dan periode Republik
(618-1949 M), Islam telah mencapai lebih dari 20 juta pengikut di Cina. Islam
dalam hal ini disebut dengan nama yang berbeda pada periode sejarah yang
berbeda. Masa Dinasti Tang (618-907 M), Islam disebut “Dashi Jio” (Agama
Dashi). Orang Arab kemudian disebut Dashi. Di masa Dinasti Ming (1368-1644 M),
Islam disebut dengan “Tiang Jiao Fang” (Agama Arabia) atau “Hui Hui Jiao”
(Agama Orang Hui Hui). Kaum muslim dari berbagai latar belakang etnis umumya
kemudian juga disebut Hui Hui. Pada
akhir Dinasti Ming dan awal Dinasti Qing (1616-1911 M), agama Islam disebut
“Qingzhen Jiao” (Agama murni dan Benar), dan pada Periode Republik (1912-1949
M), disebut “Hui Jiao” (Agama Orang Hui), yang merupakan kelompok muslim di
cina.
Islam memiliki
pengaruh besar pada kehidupan sosial Cina, terutama pada pembangunan sosial dan
tradisi etnis. Kaum Muslim di Cina telah mempunyai pengaruh dan memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan politik, ekonomi, dan budaya Cina.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sejarah masuknya Islam di cina?
2.
Bagaimana
penyebarluasan Islam di Cina pada masa pertengahan?
3.
Bagaimana
sistem kehidupan keagamaan Islam di Cina?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini Antara lain:
1.
Untuk
memaparkan sejarah masuknya Islam di Cina.
2.
Untuk
memaparkan penyebaran Islam di Cina pada masa pertengahan.
3.
Untuk
memaparkan sistem kehidupan keagamaan Islam di Cina.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuknya Islam di Cina
Teori
yang popular disampaikan oleh sejarawan kontemporer terkenal Chen Yuan yang
menunjukkan bahwa Islam diperkenalkan di Cina pada tahun kedua kaisar Yonghui
dari dinasti Tang(651 M). Ia menemukan catatan aktual dalam “Sejarah Tang” dan
“Cefu Yuangui (Panduan Buku)”. Pada tahun kedua kekaisaran Yonghui, kaisar
Gaozong dari Dinasti Tang, khalifah ketiga Othman mengirim utusan diplomatik ke
Chang’an., ibu kota Tang, demi memenuhi panggilan resmi dari kaisar Gaozong,
untuk memperkenalkan kekhalifahan mereka, kebiasaan mereka dan Islam. Sebagai
peristiwa bersejarah, sebagian besar sarjana telah mengakui tahun ini sebagai
simbol kedatangan Islam di Cina.[1]
Kedatangan
Islam di Cina ini melalui dua rute : rute laut dan rute daratan. Sejak Zangqian
dikirim sebagai utusan ke barat pada dinasti Han, transportasi dan komunikasi
antar Cina dan negara-negara di sebelah barat telah dimulai. Pada tahun ke-9
Yongyuan, masa Kaisar Hanhe dari Dinasti Han, Ganying mencapai jazirah Arab
ketika ia dikirim dalam misi diplomatik ke wilayah barat.[2]
Dalam
Dinasti Tang, transportasi dan komunikasi antar Cina dan barat itu dikembangkan
lebih lanjut. Jalan darat mulai dari Asia Barat Daya, melalui Persia,
Afganistan. Asia Tengah, Pegunungan Tianshan dan koridor Hexi, ke Chang’an, ibu
kota Thang, adalah bagian penting yang menghubungkan Cina dan Barat. Banyak
pedagang muslim melakukan perjalanan panjang dan sulit ke Cina untuk melakukan
bisnis. Sesuai dengan “Zi Zhi Tong Jian” (sejarah sebagai mirror), ada lebih
dari 4000 pebisnis asing di Chang’an pada masa dinasti Tang, mayoritas adalah
orang Arab dan Persia, dan Pemerintahan Tang mendirikan sebuah “Departemen
Perdagangan” pada masa Dinasti Tang, untuk mengatur administrasi. Dinasi Tang
Juga memiliki militer yang sering mengadakan kontak dengan kekaisaran Arab
Islam.[3]
Pada
masa Dinasti Tang, pedagang Arab dan Cina mendominasi alur laut bisnis mulai
dari Teluk Persia dan Laut Arab, melalui Teluk Bangladesh, selat malaka dan
laut Cina selatan, menuju pelabuhan Cina seperti Guangzhou , Quanzhou dan
Yangzhou. Banyak pedagang Arab dan Persia
datang ke berbagai tempat untuk melakukan bisnis, dan banyak dari mereka
menetap disana. Dengan demikian, Islam di Cina juga diperkenalkan melalui
bisnis laut.
Dinasti
Tang dan Song (618-1279 M) adalah periode pertama Islam di Cina. Muslim di Cina
pada waktu itu terdiri dari pedagang, tentara dan utusan diplomatik dari Arab,
Persia, dan negara-negara lain. Mereka menetap dan tinggal dalam komunitas
seagama ketika mereka datang ke Cina, menjaga agama mereka dan menjalani cara
hidup yang khas. Tujuan mereka datang ke Cina pada dasarnya adalah untuk
melakukan bisnis dari pada bekerja sebagai misionaris. Oleh karena itu, mereka
tidak berlawanan (oposisi) dengan tata aturan kelas penguasa Cina, dan
diizinkan untuk menetap dan menikah dengan orang Tionghoa lokal. Namun, pada
waktu itu, jumlah umat Islam masih kecil, terkonsentrasi di kota-kota besar dan
pelabuhan yang terletak di sepanjang jalur penting komunikasi. Karena kebutuhan
agama dan adat, mereka membangun masjid dan tinggal dalam komunitas agama
dengan masjid sebagai pusatnya.
Perkawinan
antara muslim asing yang hidup di Cina dan Tionghoa asli kemudian menjadi
fenomena umum. Di antara generasi pertama muslim asing, sebagian besar datang
sendiri ke Cina. Mereka kaya dan menikmati status sosial yang tinggi sehingga
perkawinan bukan sama sekali hal yang sulit bagi mereka. Mereka menikahi para
gadis dari kalangan biasa, bahkan juga keluarga resmi dari kerajaan. Tentu
saja, ada beberapa gadis muslim menikahi lelaki non muslim, tapi itu tidak akan
terjadi kecuali mereka masuk Islam karena Islam mengharuskan non muslim, baik
laki-laki atau perempuan, semua harus memluk Islam ketika mereka menikahi
seorang muslim. Sebagai hasilnya, populasi Islam di Cina meningkat.[4]
Penyebaran
Islam dari perbatasan barat Cina berhubungan dengan sejarah Dinasti Karakitai.
Setelah Dinasti Tang sampai pada akhir masanya pada 840 M, etnis Hui Hus (suku
kuno yang memeluk Islam) bermigrasi ke barat. Sekelompok Hui Hus dipimpin oleh
Pangteqin pergi ke barat menuju sungai Chu dimana suku Garluq berada dalam
pendudukannya. pangteqin dan klannya serta suku Hui Hu yang lain kemudian
menyerahkan diri kepada Garluq dan membangun sebuah rezim Hui Hu baru yang di
dalam sejarah disebut Karakitai. Dari pertengahan abad ke-9 hingga awal abad
13, karakitai berlangsung selama 370 tahun. Selama periode waktu yang sama,
wilayah tengah Cina mengalami pergantian beberapa dinasti dari Dinasti Tang
kepada lima dinasti dan sepuluh kerajaan, pada Dinasti Song Utara dan Song
Selatan (abad ke-7-13). Dan pada waktu yang sama di utara dan barat laut Cina
muncul beberapa rezim kelompok minoritas lainnya: rezim Lioao Barat, rezim Jin
dan rezim xia Barat.
Sejak
menjadi negara Islam, Dinasti Karakitai menjadi kuat. Ia menaklukkan Yutian dan
pengaruhnya meluas ke Qiemo dan Ruoqiang. Para penguasa Dinasti Karakitai
adalah orang yang sangat saleh memeluk Islam dan melakukan yang terbaik untuk
melaksanakan pemerintahan Islam. Dimana-mana pada masa Dinasti ini, pengadilan
Islam didirikan, dan masjid-masjid dan akademi Islam didirikan untuk
mengembangkan tenaga yang mampu menyebarkan Islam. Selain itu cukup banyak mazars terkenal dibangun. Dalam jangka
waktu ini banyak perantau Turki mulai menetap dan ini semakin membantu
mempercepat transformasi kaum pribumi di Asia Tengah ke Turki dan Islamisasi
para perantau. Ekonomi sosial dan ilmu-ilmu dikembangkan lebih lanjut dan sebagai
hasil bentuknya adalah budaya Islam Uighur.[5]
B. Penyebarluasan Islam di Cina
Sejak 1219, Genghis Khan (1162-1227 M) dengan
anak-anaknya dan cucunya bergerak ke barat tiga kali dan menaklukkan Asia
tengah dan Cina, serta membangun sebuah kerajaan besar yang mencakup benua
Eropa dan Asia, termasuk sebagian besar daerah muslim. Dalam perang Khubailah
Khan melawan Dinasti song Selatan untuk menyatukan kembali Cina, banyak orang
Arab, Persia, dan Asia Tengah penganut Islam yang tergabung dalam angkatan
darat wilayah barat dan berpartisipasi dalam perang ini. Ketika perang
berakhir, para prajurit Muslim kemudian tinggal untuk bercocok tanam dan
mencarikan rumput untuk kuda. Meraka tersebar di seluruh negeri, sebagian besar
di Barat Laut dan sebagian besar yang lain tinggal di Barat Daya dan wilayah
tengah, kemudian ada yang berpindah ke selatan sungai Yangtze. Sebagian besar
tentara muslim yang datang biasanya tidak membawa keluarga mereka. Mereka
menikahi perempuan lokal dan berbaur. Selain itu, kerajaan Mongol juga mengirim
pengrajin Muslim ke berbagai tempat negeri ini, yang sebagian besar menetap di
tempat mereka kerja. Pada masa Dinasti Yuan, para muslim dari wilayah Barat
yang keturunan mereka yang disebut Hui Hui, kemudian disebut Se Mu, salah satu empat
klan dimana penduduk Cina dibagi dalam Dinasti Yuan, termasuk sekutu Asia
Tengah dari Mongol, sebagian Uighur dan Turki lainnya. Para muslim dalam
Dinasti Yuan telah memberikan kontribusi besar bagi berdirinya dinasti, mereka
di beri status sosial yang tinggi, hanya setingkat dibawah orang-orang Mongol
dan setingkat diatas orang-orang Etnis Han dan orang-orang Selatan.[6]
Perkembangan Islam pada masa Dinasti Yuan berhubungan
dengan kelahiran dan pertumbuhan etnis Hui Hui. Istilah “Hui Hui” pertama kali muncul
dalam buku Shen Kuo “Meng Xi Bi Tan” (Catatan ditulis dalam Angan-angan) pada
masa dinasti Song Utara (960-1127 M), merujuk pada etnis Hui Hus pada masa
Dinasti Tang. Selama Dinasti Tang dan Dinasti Song, Hui Hui tidak mewujud
sebagai kelompok etnis, jadi tidak ada hubungannya dengan agama Islam. Sejak
Dinasti Song Selatan (1127-1279 M), konsepsi Hui Hui kemudian diperluas mencakup
semua penduduk muslim, di negara-negara dan daerah-daerah di wilayah Barat.
Dalam dinasti Yuan, sebagai dampak dari pengembangan transportasi dan
komunikasi antara Cina dan Barat, banyak muslim di wilayah Barat dan Asia
Tengah datang ke Cina. Pada saat itulah
“Hui Hui” disebutkan untuk semua kelompok Muslim yang berimigrasi dari
Asia Tengah, Persia, dan Arab ke Cina. Pada tahun kedua kaisar Xiangzong (1252
M), istilah “Hui Hui digunakan dalam sensus resmi, dan Hui Hui kemudian menjadi
nama khusus etnis muslim yang tinggal di wilayah tengah Cina dalam Dinasti
Yuan.
Laskar Tiga penaklukkan Mongol berbaris ke barat
selama Dinasti Yuan (1206-1368 M) yang menyebabkan migrasi dari berbagai kelompok
etnis, kelas dan profesional di timur. Mereka tidak hanya berbatas di kota-kota
yang terletak di jalur lalu lintas, tetapi banyak tersebar di seluruh daerah
pedesaan, kota-kota komersial, dan tempat-tempat dimana Chi Ma Ta Jun (pasukan
muslim yang terdiri dari suku-suku di wilayah Barat) ditempatkan, meliputi
daerah yang luas dari Mobei dan Dadu (Beijing sekarang) sampai di sebelah
selatan Sungai Yantze dan yuanhan serta barat laut. Populasi dan perluasan
etnis Hui Hui jauh melampaui Hui Hui pada masa Dinasti Tang dan Song. Ketika
mereka tinggal di berbagai tempat, mereka diperbolehkan untuk berbaur dan
menikahi wanita setempat, dan sebagai hasilnya populasi etnis Hui Hui meningkat
tajam.
Penakluk Mongol berpawai ke barat mengakhiri situasi
pemisahan dari sisi utara dan selatan Pegunungan Tianshan dan mengaktifkan
komunikasi serta penggabungan antara suku-suku tertua. Selain itu, beberapa
raja Mongol dan khan memeluk Islam dan memberikan pengaruh yang cukup besar
pada penyebaran Islam di daerah ini. Etnis Hui Hui tumbuh lebih kuat. Pada masa
Uighur beberapa orang Mongol dan suku-suku lain bergabung dengan memeluk Islam.
Migrasi nasional yang terjadi pada masa Dinasti yuan
membuat sejumlah besar etnis Hui Hui
mulai menjalani hidup baru yang bergantung pada pertanian. Perlakuan istemewa
yang diberikan oleh pemerintah Yuan bersama dengan upaya mereka sendiri
memungkinkan umat Islam untuk tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu
panjang dan mempertahankan hidup mereka tanpa bantuan ekonomi dari dunia luar.
Indikasi pengakuan dan dorongan yang diberikan kepada Islam oleh otoritas
Dinasti Yuan adalah cukup banyaknya masjid yang dibangun sebagai tempat untuk
kegiatan keagamaan umat Islam.
Para penguasa Yuan melakukan sikap toleransi dan
perlindungan terhadap semua agama. Islam berkembang pesat pada saat itu.
Penakluk Mongol melakukan pawai ke barat dan kebijakan mereka mengadopsi secara
langsung dan mempromosikan penyebar luasan serta pengembangan Islam di barat
laut Cina dan Asia Tengah, dan membuat Islam berkembang menjadi agama yang
berada dalam posisi terdepan.
C. Sistem Kehidupan Keagamaan Islam di Cina
Seiring
kedatangan Etnis Hui Hui dari barat, Islam menyebar luas ke pedalaman pemukiman
Tionghoa.. sistem Fan Fang (permukiman asing) yang telah dipraktekkan pada masa
dinasti Tang dan Song menjadi kurang efisien dalam pengadministrasian urusan
agama dan etnis pada masa Dinasti Yuan. Karena itu, departemen Qadhi didirikan
pada kedua pemerintah, pusat dan daerah, untuk bertanggung jawab secara khusus
tentang pedalaman Etnis Hui Hui dan urusan agama mereka. Dimanapun Etnis Hui
Hui menjadi jumlah terbesar penduduk setempat, Dinas Qadhi didirikan untuk
menangani urusan agama, perdata, dan pidana di kalangan umat Islam.
Qadhi
adalah kata yang berasal dari Bahasa Arab, yang berarti pejabat eksekutif Hukum
Islam, orang-orang yang berhak untuk menghukumi urusan sipil, komersial dan
pidana di kalangan umat Islam. Selama paruh pertama periode Yuan, qadhi adalah
porsenil tertinggi agama Islam, sebagai pengkhotbah, pemimpin agama, petugas
pengadilan dan eksekutif dan juga komandan para muslim. Ia menikmati status
keagamaan dan sosial yang sangat tinggi dan mendapat penghormatan dengan
disebut sebagai seorang master pengadilan.[7]
Selama periode pertengahan dan akhir Dinasti Yuan (pertengahan abad
ke-14), departemen Qadhi akhirnya dihapuskan, tetapi Qadhi masih tetap ada.
Mereka tidak bertugas untuk mendoakan nasib baik bagi negara dan kaisar lagi
setelah sebelumnya juga mempunyai tugas tersebut, tapi Qadhi masih berfungsi
sebagai hakim untuk menyelesaikan masalah peradilan di kalangan Umat Islam
hingga masa akhir Dinasti Yuan.
Setelah Departemen Qadhi selama pertengahan hingga
periode akhir dari Dinasti Yuan akhirnya dihapuskan,Jiao Fang ( permukiman
muslim) kemudian mengambil posisinya. Jiao Fang sebenarnya merupakan organisasi
khusus tanpa pengurus resmi. Jiao Fang bukan merupakan lembaga eksekutif,
melainkan semacam organisasi keagamaan untuk kegiatan umum kegiatan keagamaan para
muslim dalam sistem kekaisaran. Hal ini ditandai sebagai berikut:
1.
Berbagai
Jiao Fang yang independen satu sama lain, bukan merupakan subordinat (saling
berkaitan posisi) satu sama lain.
2.
Mereka
eksklusif tidak berhubungan satu sama lain.
3.
Setiap
Jiao Fang mengambil masjid sebagai pusatnya dan mengorganisasi sebuah komunitas
yang mencakup agama, politik, urusan ekonomi, budaya, dan sipil serta kegiatan
sosial.
4.
Berbagai
urusan Jiao Fang dipisahkan dari masjid namun terkait dengan masjid tersebut
sampai batas tertentu.
Organisasi semacam ini
muncul di perkotaan. Sebagai dampak kebijakan menggabungkan tentara dan petani
dimasukkan dalam praktik pada masa Dinasti Yuan, berbagai Jiao Fang juga muncul
di pedesaan. Masjid adalah inti dari Jiao Fang, dan menjadi basis dasar untuk
kelahiran dan perkembangan.
Pada masa Dinasti Yuan
masjid dibangun di seluruh negeri dimanapun muslim terkonsentrasi di seluruh
negeri. Itu adalah simbol bahwa Islam telah berhasil berakar di Cina. Sebagai
sebuah situs agama, masjid memainkan peran penting dalam mengintensifkan imam
para muslim dan mendidik umat Islam untuk melakukan pelayanan keagamaan serta
memenuhi tugas-tugas agama. Dibandingkan dengan yang terjadi dalam periode
Dinasti Tang dan Song, fungsi masjid menjadi lebih beragam selama Dinasti Yuan.
Bukan hanya sebagai tempat untuk melakukan doa, melainkan juga menjadi mimbar
tempat mereka belajar dan mengerjakan Islam, juga merupakan tempat umum dimana
imam dan para pemimpin Islam lainnya menangani masalah internal masyarakat,
tempat dimana umat Islam memperingati para tua bijak masa lalu dan juga pusat
layanan dimana umat Islam bias mencari bantuan pada berbagai hal. Kemudian
berkembang menjadi pusat pendidikan Masjid (pendidikan Islam dilakukan di Masjid-masjid).
Seiring sistem Jiao Fang berkembang dan
menjadi matang, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dikembangkan dan
sekolah-sekolah bebas dalam Jiao Fang muncul satu demi satu. Membangun Masjid
yang merupakan pusat Jiao Fang menjadi tempat yang penting bagi kehidupan
sosial umat Islam. Tidak terhitung jumlah masjid yang dibangun atau direnovasi
selama Dinasti Yuan dan Dinasti Ming awal (abad ke-13 ke tengah abad ke-14).
Sayangnya, akibat perang dan bencana alam, banyak dari masjid-masjid tersebut
telah hancur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mulai masuk di Cina
diperkirakan pada abad ke-7 yaitu pada tahun kedua
kaisar Yonghui dari dinasti Tang (651 M). Alasan tersebut karena pada saat itu
terjadi peristiwa bersejarah yang mana kekaisaran Yonghui, kaisar Gaozong dari
Dinasti Tang, khalifah ketiga Othman mengirim utusan diplomatik ke Chang’an.,
ibu kota Tang, demi memenuhi panggilan resmi dari kaisar Gaozong, untuk
memperkenalkan kekhalifahan mereka, kebiasaan mereka dan Islam. Selain itu,
masuknya Islam di Cina juga melalui jalur perdagangan dimana pada saat itu Arab
dan Cina mendominasi alur laut bisnis sehingga banyak pula pedagang yang
menetap di Cina dan terjadilah perkawinan dengan pribumi.
Perkembangan
Islam pada masa Dinasti Yuan berhubungan dengan kelahiran dan pertumbuhan etnis
Hui Hui. Hui Hui merupakan sebutan bagi etnis muslim. Populasi dan perluasan etnis Hui Hui jauh
melampaui Hui Hui pada masa Dinasti Tang dan Song. Ketika mereka tinggal di
berbagai tempat, mereka diperbolehkan untuk berbaur dan menikahi wanita
setempat, dan sebagai hasilnya populasi etnis Hui Hui meningkat tajam. Mereka
mendapatkan perlakuan istimewa dari Dinasti Yuan. Indikasi pengakuan dan
dorongan yang diberikan kepada Islam oleh otoritas Dinasti Yuan adalah cukup banyaknya
masjid yang dibangun sebagai tempat untuk kegiatan keagamaan umat Islam.
Perkembangan
selanjutnya, dibentuklah dinas Qadhi karena sistem Fan Fang (permukiman asing)
yang telah dipraktekkan pada masa dinasti Tang dan Song menjadi kurang efisien
dalam pengadministrasian urusan agama dan etnis pada masa Dinasti Yuan. Dinas
Qadhi didirikan untuk menangani urusan agama, perdata, dan pidana di kalangan
umat Islam. Akhirnya dinas Qadhi
dihapuskan dan digantikan dengan Jiao fang yang mana pusatnya berada di
masjid-masjid yang tersebar di berbagai daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Lapidus, Ira M. Sejarah
Sosial Ummat Islam Bagian 1 dan 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1999.
Mi Shoujiang. You Jia, Islam In China: Mengenal Islam Di Negeri Leluhur. Terjemah Kurnia
Nk. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara. 2014.
Rusdan, Ismail. Minoritas
Muslim di China: Perkembangan, Sejarah, dan Pendidikan. Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam. Dipublikasikan Mei 2017.
[1] Mi
Shoujiang & You Jiang, Islam In China
: Mengenal Islam di Negeri Leluhur (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2014),
hal. 1.
0 komentar:
Post a Comment