Riwayat Ali bin Abi Thalib, wowmenariknya |
KataPengantar
As-Salamu’alaikum
wr.wb. dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat-Nya
lah kita masih diberikan kesehatan hingga mampu menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Sholawat serta Salam juga tetap tercurahkan untuk junjungan
kita Nabi Muhammad SAW karena beliau lah yang membawa kita dari zaman kebodohan
menuju zaman yang penuh dengan ilmu pegetahuan. Alhamdulillah makalah ini telah
selesai, saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang membantu menyelesaikan makalah ini.
Yogyakarta, 14 April 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ali bin Abu Thalib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur
Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah.
Sudah dimaklumi bahwa satu peristiwa pasti berkaitan dengan peristiwa yang
lain, hal itu biasa disebut dengan kausalitas. Begitu juga dengan peristiwa
yang menyangkut dengan pemerintahan Ali bin Abi Thalib, besar hubungannya
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada pemerintahan Utsman bin Affan.
Peristiwa terbunuhnya Utsman di tangan rombongan penentang menyisakan banyak
teka-teki sejarah yang tak kunjung memuaskan. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya berbagai konflik pada masa kekhalifahan selanjutnya yaitu kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib.
Di dalam
makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana latar belakang kehidupan Ali
bin Abi Thalib, bagaimana proses diangkatnya Ali bin Abi Thalib sebagai
pemimpin dan kebijakan-kebijakan apa saja yang diterapkan pada masa
kepemimpinannya, serta peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahan Ali dan
diakhir pembahasan akan dijelaskan tentang akhir riwayat Ali bin Abi Thalib.
B. Rumusan Masalah
Berbicara tentang Ali bin Abi Thalib
tentu perlu perincian yang panjang dan untuk memfokuskan pada pembahasan maka
harus ada batasan dalam penulisan, beberapa poin penting ini menjadi titik
fokus pembahasan pada bagian rumusan masalah, yaitu :
1.
Bagaimana
latar belakang kehidupan Ali bin Abi Thalib?
2.
Bagaimana proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah?
3. Bagaimana kebijakan Ali bin Abi Thalib pada
masa pemerintahannya?
4. Peristiwa apa saja yang terjadi dimasa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib?
5. Bagaimana akhir riwayat hidup Ali bin Abi Thalib?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ali bin Abi Thalib.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 Masehi (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti
Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan
Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan
ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena
beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri
beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan
menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari
kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.[1]
Ali adalah orang yang pertama
menyatakan imannya dari kalangan anak-anak.[2] Ketika Nabi menerima wahyu yang pertama,
menurut Mahmudun Nasir Ali berusia 9 tahun sedangkan menurut Hassan Ibrahim Ali
berusia 13 tahun.[3]
Nabi Muhammad semenjak kecil
diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Kemudian setelah kakeknya meninggal beliau
diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Karena hasrat hendak menolong dan membalas
jasa pamannya, maka Rasulullah mengasuh dan mendidik Ali. Pengetahuan agamanya
amat luas. Karena kedekatannya dengan Rasulullah, ia termasuk orang yang banyak
meriwayatkan Hadits Nabi. Ia juga terkenal dengan keberaniannyadan hampir
diseluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada dibarisan
depan. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau selalu mengajak Ali untuk
memusyarahkan masalah-masalah penting. Begitu pula Umar bin Khathab tidak
mengambil kebijaksanaan atau melakukan tindakan tanpa musyawarah dengan Ali.
Utsman pun pada masa permulaan jabatannya dalam banyak perkara selalu mengajak
Ali dalam permusyaratan.
B. Pembaiatan Ali sebagai
Khalifah
Setelah Khalifah Utsman mati terbunuh di tangan para pemberontak, suara
terbanyak untuk pengangkatan Utsman tertuju kepada Ali. Mereka segera datang
kepada Ali untuk membaiatnya sebagai khalifah dan pemimpin Madinah. Pada
awalnya, Ali menolak untuk dibaiat, namun karena didesak akhirnya ia menyetujui
pembaiatan tersebut dan menjadi pemimpin di Madinah.[4]
Pembaiatan Utsman Pembaiatan itu berlangsung pada bulan Zulhijjah tahun 35
H/656 M.[5]
Pembaiatan Ali sebagai khalifah tidak didukung secara bulat oleh kaum
muslimin. Sahabat-sahabat seperti Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik, Abu Said
al-Khudari dan Muhammad bin Maslamah masih belum sudi mengakui Ali sebagai
khalifah dan pemimpin di Madinah. Sedangkan Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin
Umar, Shuhaib, Zaid bin Tsabit dan Utsman bin Zaid tidak sudi menunjukkan
pendirian mereka. Penolokan terhadap kekhalifaan Ali secara terang-terangan
dilakukan oleh Bani Umayyah. Bani Umayyah akhirnya menggalang kekuatan di
kalangan orang-orang yang tidak menyetujui Ali sebagai khalifah. Penentangan
yang dilakukan Bani Umayyah dilatarbelakangi pada kekhawatiran bahwa kekayaan
dan kesenangan yang diperoleh akan diambil kembali karena kebijakan dan
keadilan yang diterapkan oleh Ali pada masa pemerintahannya.
C.
Politik Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Sebagai pemimpin di Madinah, Ali terkenal dengan sikapnya yang disiplin dan tegas. Sikap demikian tercermin
pada wataknya yang suka berterus terang, tegas bertindak dan berpegang teguh
pada prinsip dalam menjalankan kebenaran dan keadilan. Setelah ali secara resmi
dibaiat menjadi khalifah, ia mengeluarkan dua kebijakan politik nasional
sebagai berikut :
a.
Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Khalifah Utsman bin affan dan
mengganti mereka dengan pilihannya sendiri.
b.
Mengambil kembali tanah-tanah yang telah dibagi-bagikan oleh Khalifah
Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah serta
hibah (pemberian) yang diberikan kepada siapa saja secara tidak legal.
Kebijakan yang ditetapkan oleh
Ali, membuat banyak pendukung dan kaum kerabat memberikan nasihat kepadanya,
agar ia menunggu keadaan stabil. Tetapi, Ali tetap bertahan pada prinsipnya dan
kurang mengindahkan nasihat-nasihat tersebut. Keadaan ini menyeret Ali kedalam
jurang pertentangan dengan Bani Umayyah yang langsung terkena tindakan Ali itu.
Mu’awiyah bin Abu Sufyan (tokoh dari Bani Umayyah) menghimpun kekuatan dan
membulatkan tekad untuk melancarkan pemberontakan terhadap Ali. Sementara itu,
pada waktu yang bersamaan, muncul juga gerakan dan tantangan dari Aisyah (Istri
Nabi Muhammad S.A.W) terhadap Ali.
Melihat dua tantangan ini, Ali yang semula telah siap menghadapi gerakan
Mu’awiyah, lantas mengalihkan perhatiannya untuk menghadapi tantangan Aisyah.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Ali dan pasukan Aisyah yang terkenal
dengan nama Perang Jamal (Perang Unta).
D.
Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
a.
Perang Jamal
Perang Jamal adalah peperangan
yang terjadi antara Aisyah dengan Khalifah Ali. Aisyah telah dihasut oleh anak
angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya menginginkan jabatan khalifah.
Alasan perang ini karena Khalifah Ali dianggap tidak mengusut pembunuhan
Khalifah Utsman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan Utsman. Khalifah Ali
berusaha supaya tidak terjadi peperangan dengan melakukan perundingan. Akan
tetapi, ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang maka perang pun
tidak bisa dihindarkan.
Perang Jamal terjadi pada
tahun 36 H. Perang ini mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum
matahari terbenam pada hari itu. Dalam peperangan ini, Ali disertai 10.000
persoil pasukan, sementara Pasukan Jamal berjumlah antara 5.000-6.000 prajurit.
Bendera Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, sementara bendera
Pasukan Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.
Perang Jamal dimenangkan oleh
Ali, yang dimana pada perang tersebut Thalhah gugur pada awal peperangan dan
Zubair melarikan diri, namun akhirnya berhasil dikejar oleh sekolompok orang
pembencinya dan kemudian ia pun mati terbunuh.
Walaupun kemenangan ditangan
Ali, ia tak mengusik dan tetap menghormati Aisyah sebagai Ummu Mukminin. Selain
itu, Ali juga mengembalikan Aisyah ke Mekkah dengan cara terhormat dan penuh
kemuliaan. Perang Jamal adalah perang pertama kali terjadi antara dua laskar
kaum muslimin.[6]
b.
Perang Shiffin
Perang Shiffin adalah
peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah yang terjadi di wilayah Shffin,
sebelah selatan Raqqah tepi barat
sungai Eufrat. Diangkatnya Ali menjadi khalifah menjadi alasan terjadinya
peperangan ini, sebab dengan memberikan jabatan kekhalifaan kepada Ali berarti
menyerahkan jabatan khalifah ke Bani Hasyim untuk selama-lamanya.
Sebelum berperang, Ali
menampakkan keinginan untuk berdamai dengan Mu’awiyah dengan cara mengirim
surat yang berisikan kemauannya ingin menempuh jalan damai. Namun, hal tersebut
tidak membuat Mu’awiyah ingin berdamai, akan tetapi semakin berkobar
semangatnya untuk berperang melawan Ali dan prajuritnya. Sehingga pada akhirnya
perang pun berlangsung. Dalam peperangan, ini tidak ada yang menjadi pemenang.
Akan tetapi, perang ini berakhir dengan cara perundingan atau lebih dikenal
dengan istilah Sidang Tahkim.
Tahkim yang diselenggarakan
tidak menyelesaikan masalah, namun semakin menimbulkan perpecahan dikalangan
umat muslim yang terbagi menjadi kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah dan
Khawarij. Keadaan tersebut tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij
menyebabkan tantara Ali semakin lemah, sebaliknya kekuatan Mu’awiyah terus
bertambah besar dan luas.[7]
E.
Akhir Riwayat Khalifah Ali bin Abi Thalib
Dengan sisa-sisa kekuatan yang makin lama makin goyah dan lemah, Ali masih
ingin mencoba sekali lagi untuk memerangi Mu’awiyah. Tetapi ketika Ali
bersiap-siap hendak mengirimkan tentaranya, terjadilah suatu komplotan yang
direncanakan oleh kaum Khawarij untuk membunuh tiga tokoh secara serentak,
yaitu Ali, Mu’awiyah dan Amru bin Ash. Mereka Menganggap ketiga tokoh
pemerintahan inilah yang telah memicu dan mengobarkan bara kecanmuk kekacauan
selama ini. Komplotan Khawarij yang hendak membunuh itu terdiri atas tiga orang
dengan misi yang telah diskenariokan oleh mereka masing-masing. Orang pertama
bernama Abdurrahman bin Muljan diberi tugas ke Kufah untuk membunuh Ali. Orang
kedua bernama Barak bin Abdillah at-Tamimi ditugaskan ke Syam dengan misi untuk
membunuh Mu’awiyah. Sedang orang ketiga, Amr bin Bakr at-Tamimi, bertolak
menuju Mesir dengan rencana untuk membunuh Amru bin Ash.
Komplotan Khawarij itu merencanakan pembunuhan pada malam yang sama, yaitu
tanggal 17 Ramadhan. Ketiga orang Khawarij yang berkonspirasi itu mulai
melakukan aksi mereka sesuai misi masing-masing. Barak bin Abdillah at-Tamimi
berhasil menikam Mu’awiyah, tetapi tikaman itu tidak membawa ajal. Mu’awiyah
ditikam dibagian pinggulnya di Masjid Syam. Penikamnya lantas ditangkap dan
dibunuh. Adapun Amr bin Bakar, ia menikam Kharijah bin Habib as-Suhami yang
bertindak sebagai imam shalat subuh yang dikiranya Amru bin Ash, Kharijah mati
terbunuh. Dengan demikian, Amru bin Ash selamat dan terhindar dari pembunuhan
karena ia pada shalat subuh pagi itu tidak menjadi imam karena terganggu
kesehatannya.
Di antara ketiga orang Khawarij yang berkomplot itu, hanya Abdurrahman bin
Muljan yang berhasil membunuh Ali bin Abi Thalib. Abdurrahman bin Muljan,
sesuai misi yang telah diskenariokan dari awal, berhasil menusuk Ali dengan
pedang ketika Ali sedang shalat subuh di Masjid Kufah. Para jamaah shalat
segera memblokade dan berhasil menangkap Abdurrahman bin Muljan. Kemudian,
setelah Ali meninggal dunia, Abdurrahman bin Muljan dihukum mati (dikisas).
Demikianlah, Ali mengakhiri hayatnya secara tragis. Dengan kematian Ali bin Abi
Thalib, berakhir pulalah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pasca kematian
Ali, masyarakat di Arabia, Irak dan Iran mengangkat Hasan bin Ali (Putra Ali
bin Abi Thalib dan cucu Nabi Muhammad S.A.W).[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ali bin Abi Thalib merupakan keturunan dari Hasyim yang dimana ibunya
bernama Fatimah binti Asad. Sejak dari kecil, ia sudah sangat dekat dengan
Rasulullah S.A.W. kedekatan itupun semakin bertambah setelah Ali bin Abi Thalib
menikahi putri keempat Nabi S.A.W yaitu
Fatimah Az-Zahra.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, tepatnya setelah Utsman bin Affan (khalifah
ketiga) mati terbunuh, akhirnya sebagian besar penduduk Madinah mendesak Ali
untuk menggantikan Utsman sebagai pemimpin yang kemudian dilegalkan dengan
proses pembaiatan. Dengan demikian, Ali secara resmi menjadi khalifah keempat
setelah wafatnya Rasulullah S.A.W. Namun, ada juga yang tidak mengakui
kepemimpinan Ali bin Abi thalib.
Ketika Ali menjadi khalifah, ia menetapkan beberapa kebijakan yang pada
akhirnya menjadi pemicu lahirnya beberapa permasalahan dikalangan umat Islam.
Dari permasalahan tersebut, membuat umat muslim terpecah dalam beberapa
kelompok, ada yang berpihak dan ada juga yang membenci Ali bin Abi Thalib.
Perpecahan dikalangan umat Islam, mengantarkan pada peperangan-peperangan
yang berujung pada dendam yang terus berkelanjutan. Dan pada akhirnya, dendam
terus menjadi latarbelakang terbunuhnya Ali bin Abi Thalib secara tragis.
B.
Saran
Penulis menyadari banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini.
Untuk itu, kami mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun, sehingga
dapat dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan di penulisan selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.
Ismail, Faisal. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad
VII-XIII M). Yogyakarta: IRCiSoD, 2017.
Nasir, Mahmudun. Islam Concepts and History. New Delhi: Kitab bavan, 1994.
https://ra4103gmail.blogspot.com/2011/11/800x600-normal-0-false-false-false-in-x.html.
Baca Juga: Masa Kerasulan Muhammad SAW
[1] https://ra4103gmail.blogspot.com/2011/11/800x600-normal-0-false-false-false-in-x.html. Diakses pada tanggal 14
April 2019 pukul 16.30 WIB
[4] Faisal Ismail, SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM Periode
Klasik (Abad VII-XIII M), (Yogyakarta:IRCiSoD, 2017), hlm.235-236
[6] Faisal Ismail, SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM Periode
Klasik (Abad VII-XIII M), (Yogyakarta:IRCiSoD, 2017),hlm.240
[7] Faisal Ismail, SEJARAH DAN KEBUDAYAAN
ISLAM Periode Klasik (Abad VII-XIII M), (Yogyakarta:IRCiSoD, 2017),hlm.241
[8] Faisal Ismail, SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM Periode
Klasik (Abad VII-XIII M), (Yogyakarta:IRCiSoD, 2017),hlm.246
0 komentar:
Post a Comment