Dinasti Abbasiyah Priode 1

Dinasti Abbasiyah Priode 1, data:image

   
            A.    Sejarah Singkat Berdirinya Daulah Abassiyah
Dinasti Abbasiyah merupakan kekhalifahan terlama yang pernah memimpin sepanjang sejarah Islam, yaitu pada tahun 750-1258 M. Naiknya dinasti ini ke dalam tahta kepemimpinan Umat Islam saat itu tidak lepas dari banyak faktor. Diantaranya adalah adanya sebagian umat yang memandang bahwa Dinasti Umayyah tidak berlaku adil dan hanya memihak kepada sebagian kelompok saja. Ada juga sebagian kelompok yang merasa hak-haknya dirampas seperti kelompok Syiah. Dan juga orang-orang non-arab (Mawalli) yang tidak diberlakukan secara adil dengan dibebankan membayar pajak lebih besar dari orang arab.
Faktor-faktor tersebutlah yang membuat Bani Abbasiyyah mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak sampai memastikan kursi kekhalifahan pada waktu itu berpindah tangan dari Bani Umayyah kepada Bani Abbasiyah dengan melalui perebutan wilayah sampai menyisakan satu wilayah kekuasaan Bani Umayyah, yaitu Andalusia.
Nama Bani Abbasiyah sendiri disandarkan kepada paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Hal ini menunjukan pertalian yang erat antara keluarga Bani Abbas dengan Nabi Muhammad Saw. Sementara itu, Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai  pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan ke baghdad.
Dinasti ini mengalami masa kejayaan pada awal-awal masa kepemimpinannya. Yaitu pada masa Harun Ar Rashid yang pernah memerintah pada tahun 786-809 M dan putranya yaitu Al Ma’mun yang menjabat pada tahun 813-833 M.
Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan, yaitu :
          1.      Periode I (132 H/750 M-232/847 M) Pengaruh Persia
          2.      periode II (232 H/874 M-334 H/9445 M) Pengaruh turki pertama
          3.       periode III (334 H/9445 M-447 H/1055 M) pengaruh Persia dua
          4.      periode IV (447 H/1055-M-334 H/1055 M), pengaruh turki dua
          5.      periode V (590 H/1194 M-656 H-1258 M) kekuasaan aktif sekitar bagdad

            B.     Penguasa Dinasti Abbasiyah Periode I dan Kebijakan-kebijakannya
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Periode pertama terjadi pada tahun 132 H/750 M – 232 H/847 M. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang.
Para Penguasa Periode I antara lain :
           1. Abdullah Ibn Muhammad Ibn Ali Bin Abdillah Ibn Abbas
Abu Abbas as Shaffah lahir di Humaymah. Ia merupakan pendiri dinasi Abassiyah. Kepemimpinannya identik dengan tangan besi, Ia dikenal sebagai seseorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas. Menurut as Syuyuti ia adalah manusia yang sopan dan selalu menepati janji.
Namun, ia hanya menjabat selama empat tahun, yaitu dari 750 M sampai 754 M. Diantara kebijakannya yaitu : Mengeluarkan dekrit pada Gubernur supaya tokoh-tokoh Umayah yang memiliki darah biru ditumpas, ia juga membunuh rival dari dinasti Tersebut. Ia sampai menggali kuburan para khalifah umayah( kecuali Umar Bin Abul Aziz). Selain itu ia juga disibukkan untuk menguatkan pilar pilar negara, serta ia mengonsolidasikan berbagai kekuatan untuk kejayaan Dinasti Abbasiyah.

            2. Abu Ja’far Al Mansur
Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al-Mansur adalah Khalifah kedua Bani Abbasiyah, putera Muhammad bin Ali bin Abdullah ibn Abbas bin Abdul Muthalib, dilahirkan di Hamimah pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita dari suku Barbar. Al-Mansur adalah saudara Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Al-Mansur memiliki kepribadian kuat, tegas, berani, cerdas, dan otak cemerlang.
Ia tampil dengan gagah berani dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan yang tengah melanda pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Al-Mansur juga sangat mencintai ilmu pengetahuan. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan menjadi pilar bagi pengembangan peradaban Islam di masanya. Diantara kebijakannya antara lain :
Memindahkan ibu kota Abbasiyah dari Kufah ke Baghdad, ia melakukan pembangunan di kota tersebut hingga menghabiskan 18 juta dinar. Di ibu kota tersebut ia melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Yang mana dalam membenahi administrasi pemerintahan dan kebijakan politik ia melakukan beberapa hal seperti : mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan bersenjata, ia menunjuk Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya untuk menghimpun seluruh informasi dari daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan berjalan dengan lancar sekaligus menjadi pusat informasi khalifah untuk mengontrol para gubernurnya.
Untuk memperluas jaringan politik, Al-Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang melepaskan diri, dan menertibkan keamanan di daerah perbatasan. Dia juga melakukan perdamaian dengan kaisar Constantine V, membuat Byzantium membayar upeti tahunan, serta menjalin kerjasama dengan Raja Pepin di Prancis.

3.  Muhammad Al Mahdi Ibn Al Manshur
Al-Mahdi dikenal sebagai sosok dermawan, pemurah, terpuji, disukai rakyat serta banyak memberikan hadiah-hadiah. Selain itu, ia juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar. Ia lahir pada 129 H. Ada juga yang mengatakan 126 H. Ibunya bernama Ummu Musa binti Al-Manshur Al-Himyariyah.
Khalifah Al-Mahdi berkuasa sekitar sepuluh tahun. Dia menggalakkan program penulisan kitab ilmu pengetahuan, meneruskan kebijakan ayahnya. Namun dia sangat keras terhadap orang zindiq, yaitu aliran yang pada masa itu mencampuradukkan ajaran Islam dengan Zoroaster. Kaum Zindiq ini dikejar dan dibunuh.Misalnya muncul tokoh Hasyim bin Hakim yang dikenal dengan Al-Muqanna’ yang menutupi wajahnya akibat cacat. Dia menganggap dirinya sebagai Nabi dari Khurasan. Dia dikepung oleh pasukan Al-Mahdi sehingga, konon, dia melakukan bunuh diri massal bersama pengikutnya dengan cara membakar diri.
Kebijakan Al-Mahdi yang pro ilmu pengetahuan juga didukung oleh penemuan kertas dari China. Sebelumnya yang digunakan itu papirus dari Mesir. Sejak penemuan kertas, kota Baghdad menjadi ramai dengan pabrik kertas yang digunakan sebagai bahan untuk menulis kitab.
Al-Mahdi juga membangun jaringan pos antara Irak dan Hijaz. Ini membuat komunikasi antarkota menjadi lebih terjalin, tidak lagi mengandalkan utusan atau melempar burung dengan pesan diikat di kaki burung. Sayang, pada masa itu belum ada Whatsapp dan pesan pendek.
Al-Mahdi juga pecinta seni. Banyak sekali berbagai syair yang tumbuh pesat pada masanya, dan sebagian diulas oleh Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa. Al-Mahdi bisa sangat royal memberikan berbagai hadiah jikalau ada pihak yang membacakan sya’ir indah memuji-muji dirinya dan kekuasaannya.
Penaklukan di masa Khalifah Al-Mahdi meliputi daerah Hindustan (India) dan penaklukan besar-besaran terjadi di wilayah Romawi. Selain itu, Al-Mahdi juga bersikap keras terhadap orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mereka yang menganut ajaran Manawiyah Paganistik (penyembah cahaya dan kegelapan) atau lebih dikenal dengan sebutan kaum Zindiq. Setelah itu sebutan Zindiq dialamatkan kepada siapa saja yang mulhid atau para ahli bid’ah.
Gerakan lain yang muncul pada masa kepemimpinannya adalah gerakan Muqanna Al-Khurasani yang menuntut dendam atas kematian Abu Muslim Al-Khurasani. Selain itu, gerakan ini merupakan percobaan Persia untuk merebut kembali kekuasaan dan pengaruh dari bangsa Arab, khususnya Bani Abbasiyah. Al-Muqanna mengajarkan kepada para pengikutnya tentang pengembalian ruh ke dunia dalam jasad yang lain, yang lebih dikenal dengan reinkarnasi. Tentu saja gerakan ini sangat sesat dan menyesatkan.

4.      Musa Al Hadi Ibn Muhammad Ibn Ja’far Al Manshur
Al Hadi menjabat Khalifah Abbasiyah keempat menggantikan ayahnya, Khalifah Al-Mahdi. Ia menjalankan pemerintahan hanya satu tahun tiga bulan (169-170 H). Ia dilahirkan di Ray pada 147 H. Ketika ayahnya wafat, Musa Al-Hadi sedang berada di pesisir pantai Jurjan di pinggir laut Kaspia. Saudaranya, Harun Ar-Rasyid, bertindak mewakilinya untuk mengambil baiat dari seluruh tentara. Mendengar berita wafatnya sang ayah, Musa Al-Hadi segera kembali ke Baghdad dan berlangsunglah baiat secara umum.
Pusat perhatian umat Musa Al-Hadi ketika menjabat khalifah adalah membasmi kaum Zindiq. Kelompok ini berkembang sejak pemerintahan ayahnya, Al-Mahdi. Secara umum kelompok ini lebih mirip ajaran komunis yang ingin menyamakan kepemilikan harta. Tetapi mereka sering tidak menampakkan ajarannya secara terang-terangan. Ini yang menyulitkan kaum Muslimin membasminya.
Walau demikian, di akhir pemerintahan Al-Mahdi, kelompok ini semakin merebak dengan melakukan kegiatan bawah tanah. Untuk itu, Khalifah Musa Al-Hadi tidak mau ambil resiko. Dengan tegas ia memerintahkan pasukannya untuk membasmi kelompok ini sampai ke akar-akarnya.
Tantangan terhadap Khalifah Musa Al-Hadi tak hanya muncul dari kaum Zindiq. Di daerah Hijaz muncul sosok Husain bin Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia mendapatkan sambutan dari masyarakat karena masih keturunan Ali bin Abi Thalib. Bahkan kelompok ini sempat memaklumatkan berdirinya Daulah Alawi di Tanah Hijaz.
Karena gubernur setempat tak mampu mengatasinya, Musa Al-Hadi segera mengirimkan pasukan cukup besar dari Baghdad yang dipimpin oleh Muhammad bin Sulaiman. Mulanya pihak Sulaiman menawarkan perdamaian. Namun karena tak mencapai kata mufakat, akhirnya terjadilah pertempuran di suatu tempat antara Madinah dan Makkah.
Tak terlalu banyak perkembangan yang terjadi di masa pemerintahan Musa Al-Hadi. Usia pemerintahannya pun tidak terlalu lama. Ia meninggal dunia pada malam Sabtu 16 Rabiul Awwal 170 H. Konon kemangkatannya itu tidak wajar. Ibunya, Khaizuran yang masih keturunan Iran, dianggap terlalu sering mencampuri urusan pemerintahan. Hal itu tidak disenangi oleh sang khalifah.
Konon sering terjadi pertentangan antara keduanya, ia pun dibunuh. Imam As-Suyuthi memaparkan banyak versi tentang tewasnya Musa Al-Hadi. Ada yang mengatakan sang khalifah jatuh dari jurang dan tertancap pada sebatang pohon. Ada juga yang mengatakan ia meninggal karena radang usus hingga perutnya bernanah. Riwayat lain mengatakan, ia diracun oleh ibunya sendiri.
Sebagaimana diketahui, ibunya adalah orang yang sangat berpengaruh dan sering mengurusi hal yang sangat penting seputar istana. Para utusan banyak yang datang ke kediaman ibunya. Melihat hal itu, Musa Al-Hadi marah. Terjadi pertengkaran antara dirinya dan ibunya.
Seperti dikisahkan As-Suyuthi, Musa Al-Hadi mengirimkan makan beracun kepada ibunya. Begitu menerima makanan itu, ibunya langsung memberikannya kepada seekor anjing. Seketika binatang itu mati!
Setelah mengetahui niat busuk anaknya, sang ibu berencana untuk membunuh anaknya yang durhaka itu. Dengan menggunakan selendang, ia membungkam wajah Musa Al-Hadi hingga kehilangan nafas dan mati. Musa meninggalkan tujuh orang anak laki-laki.

            5.  Harun Ar Rasyid
Harun Ar Rasyid merupakan kalifah kelima, ia terlahir pada 17 Maret 763 M di Rayy, Teheran, Iran. Dia adalah putera dari Khalifah Al-Mahdi bin Abu Ja’far Al-Mansur khalifah Abbasiyah ketiga. Ibunya bernama Khaizuran seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan dan dinikahi Al-Mahdi.
Sejak belia, Harun Ar-Rasyid ditempa dengan pendidikan agama Islam dan pemerintahan di lingkungan istana. Salah satu gurunya yang paling populer adalah Yahya bin Khalid. Berbekal pendidikan yang memadai, Harun pun tumbuh menjadi seorang terpelajar. Harun Ar-Rasyid memang dikenal sebagai pria yang berotak encer, berkepribadian kuat, dan fasih dalam berbicara.
Ketika tumbuh menjadi seorang remaja, Harun Ar-Rasyid sudah mulai diterjunkan ayahnya dalam urusan pemerintahan. Kepemimpinan Harun ditempa sang ayah ketika dipercaya memimpin ekspedisi militer untuk menaklukk Bizantium sebanyak dua kali. Ekspedisi militer pertama dipimpinnya pada 779 M - 780 M.
Harun banyak memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Pada masannya paling tidak sudah terdapat 800 orang dokter. Disamping itu pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada masa khalifah ini. Kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada masannya.
Kebijakan-kebijakan Harun menjadikan Baghdad sebagai kota literasi. Baghdad tumbuh sebagai kota buku. Industri kertas mengubah wajah Baghdad. Pendidikan dan situasi intelektual bertumbuh secara pesat dan menakjubkan. Harun menghendaki arus peradaban merujuk ke tulisan. Agenda keilmuan dan administrasi pemerintahan mulai menggunakan kertas. Sistem perdagangan juga berlangsung melalui pencatatan-pencatatan di kertas. Harun menggerakkan kekuasaan dan peradaban dengan literasi. Kebijakan Harun mengakbibatkan gairah intelektual bersebaran dari Baghdad. Kaum terpelajar menggunakan buku dan kertas untuk sebaran ilmu, selain itu ia juga membangun majlis al-Muzakarah  : lembaga pengkaji masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan dirumah-rumah, masjid-masjid dan istana.

            6. Muhammad Al-Amin Ibn Harun Ar-Rasyid
Jumadil Akhir 194 H – Muharram 198 H
Al-Amin diangkat menjadi khalifah pada usia 23 tahun. Masa kekhalifahanya hanya berlangsung sebentar kurang lebih sekitar 4 tahun, itupun dipenuhi pertikaian dengan saudara kandungnya sendiri, Al-Ma’mun.
Pada mulanya, Harun Ar-Rasyid menetapkan  Muhammad Al-Amin sebagai khlifah yang akan menggantikannya kelak. Secara usia jelas Al-Ma’mun lebih berumur daripada Al-Amin. Kelebihan Al-Amin hanyalah posisinya yang merupakan anak dari Zubaydah, istri Ar-Rasyid yang bernasab tinggi dan paling dicintai.
Upaya Ar-Rasyid untuk menghilangkan kecemburuan Al-Ma’mun, ialah dengan menyertakan nama Al-Ma’mun sebagai khalifah penggantinya setelah Al-Amin dan memberikan kekuasaan penuh atas wilayah Khurasan dan Rayy. Alih-alih ingin meredam kecemburuan Al-Ma’mun keputusan Ar-Rasyid ini justru mendatangkan masalah yang lebih buruk. Ditambah dengan memberi saudara ketiga kekuasaan penuh atas wilayah Jazirah dan Armenia. Semua ini membuat Al-Amin merasa kekuasaannya semakin dikurangi secara otomatis kekuasaan wilayah yg di genggamnya pun semakin sedikit. Ditambah lagi hadirnya sosok Fadhl Ibn Rabi’ yang mengahasut Al-Amin untuk membunuh Al-Ma’mun, meski sebenarnya Al-Amin tak berniat membunuhnya.
Pertikaian antar dua saudara ini berujung pada perang. Al-Amin yang mempunyai keyakinan dapat mengalahkan saudaranya tetapi dalam kesehariannya ia hanya sibuk bersenang-senang dan sebenarnya ia juga tidak memiliki rencana yang matang. Berbeda dengan Al-Ma’mun yang berusaha mengumpulkan semua ulama ke majlisnya sehingga mereka memihak kepadanya. Pada akhirnya Al-Amin terbunuh oleh salah satu panglima perang Al-Ma’mun. orang-orang pun membaiat Al-Ma’mun sebagai khalifah baru

           7.  Al-Ma’mun Ibn Harun Ar-Rasyid
Pada awal masa kepemimpinan Al-Ma’mun terjadi banyaknya kekacauan yang ditimbulkan oleh perdana menterinya sendiri, yaitu Fadhl Ibn Sahl. Fadhl membuat fitnah dan menghasut Al-Ma’mun untuk kepentingan pribadinya sendiri. Akibat ulah dari Fadhl munculah banyaknya pemberontakan dan kekacauan kian merajalela. Mulai banyak terjadi tindakan pembegalan, merampas para perempuan dan budak,serta memungut pajak secara paksa. Tentunya banyak yang sedih melihat kekacauan kota dan lemahnya kekhalifahan pusat dalam melindungi rakyat. Dengan keadaan yang seperti itu membuat beberapa reformis dari setiap kota pun keluar dan sepakat mengadakan perlawanan terhadap kaum fasik dan perusak.
Perlahan tipu muslihat Fadhl pun terbongkar dan Al-Ma’mun pun mulai sadar bahwa di negerinya sedang terjadi kekacauan. Akhirnya Al-Ma’mun membuat gerakan penangkapan pada Fadhl, yang berujung dengan di eksekusinya Fadhl di tengah perjalanannya menuju Baghdad. Peristiwa yang terjadi anatara Khalifah (Al-Ma’un) dan menterinya (Al-Fadhl) menjadi pelajaran berharga pada Al-Ma’mun dalam memilih memteri dan menentukan kriteria-kriterianya.
Dalam perjalanan kepemimpinannya Al-Ma’mun terjadi perkembanga ilmu pengetahuan, seperti pada ilmu kalam, yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar agama (ushul ad-din) dan sepenuhnya rasional. Dalam hal ini faktor pendorong berkembangnya ilmu pengetahuan adalah kebijakan khalifah Al-Ma’mun yang memberikan ruang dalam kebebasan berpendapat serta diizinkannya perdebatan dan adu argumen.

            8. Al-Mu’tashim Billah Abi Ishaq Muhammad Ibn Ar-Rasyid Ibn Al-Mahdi
Al-Mu’tashim menduduki kursi khilafah pada usia 39 tahun. Pembaiatanya dilakukan diwilayah kekuasaan Byzantium sehingga pasukan muslim kembali pulang ke baghdad.
Al-Mu’tashim dikenal memiliki keberanian, kekuatan, ambisi besar dan suka tantangan. Kekuatan fisiknya sangat mengagumkan. Ia dapat mengangkat beban beberapa kg yg tak sanggung diangkat oleh sejumlah orang lainya. Al-Mu’tashim tidak seperti saudara-saudaranya yang ahli sastra. Waktu mudanya lebih suka dihabiskan untuk bermain-main. Oleh sebab itu, konon, khalifah Al-Mu’tashim sangat lemah dalam hal baca tulis.
Pernah suatu ketika terjadi perang, Al-Mu’tashim membutuhkan banyak pasukan, karena tidak percaya pada pasukan local maka ia mangambil jasa kaum turki sebagai pasukanya. Akhirnya budak-budak turki di datangkan dan diperbanyak hingga jumlah mereka melampaui batas. Mereka pun juga di beri tempat tinggal di Baghdad. Karena karakter mereka kasar, suka memacu kuda dan tidak pedula dengan apa yang didepanya, baik laki-laki, perempuan, dewasa atau anak kecil semua di tabrak. Penduduk pun mengadu pada Al-Mu’tashim. Kemudian Al-Mu’tashim membangun sebuah kota yang di beri nama Sarra Man Ra’a (Samarra). Kota ini di huni olehnya beserta pasukan turki.
Lama kelamaan orang Turki di beri kendali pemerintahan oleh Al-Mu’tashim dan semakin menyingkirkan unsur orang Arab dari kepemimpinan, bahkan menghapus nama-nama mereka dari arsip-arsip resmi. Artinya, Al-Mu’tashim telah menjadikan Bani Abbasiyah di bawah kendali kekuasaan unsur Turki yang keras hatinya, berbuat semaunya, dan tidak jelas nasabnya.

           9. Al Watsiq Billah Abi Ja’far Harun Ibn Al Mu’tashim Ibn Al Rasyid
Ia menjabat pada usia 41 tahun, ia adalah khalifah dan penyair. Al-Watsiq memiliki wawasan yang luas dan memiliki syair-syair yang indah. Ia juga banyak mengetahui tentang berbagai persoalan. Dia memiliki suara yang bisa diubah menjadi seratus macam, ahli memainkan musik, serta ahli meriwayatkan syair dan kisah kasih.
Al Watsiq terpengaruh pemikiran Mu’tazilah. Ia seringkali menyerikan doktrin kemakhlukan Al Quran. Pada 231 H, Al-Watsiq mengirimkan surat kepada Gubernur Basrah, memerintahkannya untuk kembali menguji para imam dan para muadzin tentang masalah Al-Qur'an yang dianggap makhluk. Dalam hal ini dia melanjutkan pendapat pendahulunya yang menganggap Al-Qur'an itu makhluk. Namun dia bertobat di akhir masa jabatannya.
Pada tahun ini, Ahmad bin Nashr Al-Khazai, seorang ahli hadits dibunuh. Ia dibawa dari Baghdad menuju Samarra dengan tangan diborgol. Al-Watsiq bertanya tentang Al-Qur'an bukan makhluk. Ahmad bin Nashr juga ditanya tentang apakah Allah dilihat dengan mata kepala sendiri di Hari Kiamat atau tidak. Ahmad menjawab dengan sebuah hadits yang menyatakan bahwa Allah bisa dilihat.
Mendengar semua jawaban itu, Al-Watsiq berkata, "Engkau berbohong!"
"Sebenarnya engkau sendiri yang berbohong," balas Ahmad.
Al-Watsiq berkata, "Celaka kamu! Apakah Allah akan dilihat sebagaimana dilihatnya makhluk yang serba terbatas dan Allah juga menempati satu tempat, serta bisa dipandang oleh orang-orang yang melihat. Sesungguhnya aku tidak percaya kepada Tuhan yang memiliki sifat-sifat demikian sebagaimana yang engkau sebutkan."
Orang-orang Muktazilah yang hadir di tempat itu mengatakan bahwa Ahmad bin Nashr halal untuk dibunuh. Karena itulah Al-Watsiq memerintahkan kepada pengawalnya untuk segera membunuh Ahmad.
10.  Al Muttawakkil ‘Alallah Ibn Al Mu’tashim Ibn Al Rasyid
Berbeda dengan semua keturunannya, ia dikenal membenci Ali Bin Abi Thalib dan semua keturunannya. Ia pernah memerintahkan pembongkaran makam Husain Ibn Ali Ibn Abi Thalib dan penghancuran sekitar makam. Penduduk diberi waktu selama tiga hari, untuk kemudian menjadikan komplek tersebut sebagai lahan pertanian, dibajak dan ditanami. Khalifah juga melarang adanya pendalaman ilmu kalam. Pengetahuan yang boleh dan wajib dipelajari hanyalah Al Quran dan Sunnah.
Semakin hari, Al Muttawakkil menyadari bahwa pengaruh turki semakin dirasakan. Mereka semakin jauh ikut campur urusan pemerintahan, juga mengatur pasukan. Untuk itu, Al Mutawakkil berupaya mengurangi jumlah pasukan dari mereka. Sempat ingin memindahkan ibo kota pemerinahan ke damaskus, juga menyingkirkan beberapa petinggi militer. Akan tetapi rencanannya gagal karena terdahului oleh pembunuhan mereka.

BAB III
PENUTUP
Dinasti Abbasiyah menurut sejarawan dibagi selama 5 periode, hal itu sesuai dengan corak pemerintahan yang ada, Pada periode pertama terdapat sepuluh penguasa dengan ciri khas dan kebijakan masing-masing. Periode ini identic dengan pengaruh Persia. Periode pertama berakhir pada tahun 847 M.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, A Oasim, Shaleh. A Muhammad. 2015. Buku Pintar SEJARAH ISLAM Jejak Langkah Peradaban Islam. Jakarta : Zaman
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam Dirasah II.Jakarta : Rajawali Pers
http://punyalembak.blogspot.com/2016/04/sejarah-peradaban-islam-dinasti.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/02/09/ol392a313-khalifah-dinasti-abbasiyah
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/04/25/lk7c0a-daulah-abbasiyah-muhammad-almahdi-775785-m-khalifah-ketiga
https://www.kompasiana.com/fatimahmutiaraazzahra/5ca1b2dc95760e38b5002a22/kebijakan-khalifah-harun-ar-rasyid-di-bani-abbasiyah
http://kpidakwah.blogspot.com/2010/11/sejarah-singkat-dinasti-abbasiyah.html
https://vhianra.wordpress.com/2012/03/15/ringkasan-materi-awal-berdirinya-dinasti-abbasiyah/
http://kutaradja92.blogspot.com/2013/12/sejarah-berdirinya-dinasti-abbasiyah.html
https://bincangsyariah.com/khazanah/dinasti-abbasiyah-pelopor-pengembangan-ilmu-pengetahuan-dalam-sejarah-islam/




0 komentar:

Post a Comment