Kerasulan Nabi Muhammad, data:imag |
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Sejarah Singkat Nabi Muhammad SAW
A. Kerasulan Nabi
Muhammad SAW
B. Dakwah secara
sembunyi-sembunyi
C. Dakwah secara terang-terangan
Misi, Tujuan dan Tugas Kerasulan Nabi
Hubungan Kerosulan Nabi Muhammad Dan HAM
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya tugas islam dan
HAK yang berjudul Kerosulan Nabi ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya sebagaimana yang telah ditugaskan oleh dosen pengajar mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugas ini, terutama kepada Dr.
H. Hamim Ilyas, M.Ag selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Semoga
tugas ini dapat diterima dengan baik serta dapat bermanfaat, khususnya bagi
yang sedang dalam proses pembelajaran dan umumnya bagi yang membaca. Kami sudah
berusaha maksimal untuk menyusun tugas ini walaupun masih jauh dari
kesempurnaan. Segala sumbang saran dan kritik demi perbaikan akan kami terima
dengan senang hati dan kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 13 Januari 2018
Penyusun
Sejarah Singkat Nabi Muhammad
SAW
Sebelum kelahiran Nabi Muhammad, ada banyak hal yang terlihat jauh
berbeda jika dibandingkan dengan pasca kelahirannya dan ditandai dengan
perisitiwa yang terjadi sangat luar biasa pada saat itu.
Zaman jahiliyah yaitu zaman kebodohan, sebelum kelahiran nabi.
Dimana umat nabi ketika itu terbiasa menyembah patung-patung berhala. Mereka
terbiasa juga dengan mabuk-mabukan, main judi, maksiat dan merendahkan derajat
kaum wanita. Hidupnya berpindah-pindah dan terpecah kedalam beberapa suku yang
disebut dengan “kabilah“. Hidup yang penuh dengan kebebasan dan tidak memiliki
aturan dalam bermasyarakat, Sehingga kehidupannya pada saat itu sangat kacau.
Peristiwa “Tahun Gajah” merupakan peristiwa terjadinya penyerbuan
kota Makkah oleh Pasukan Abrahah, pada masa kelahiran Nabi Muhammad. Tahun Gajah ini ialah tahun terjadinya penyerangan Ka’bah oleh
pasukan atau tentara Raja Abrahah yaitu Gubernur Habsyi di Yaman. Serombongan
pasukan Gajah yang dipimpinnya ini hendak menghancurkan Ka’bah karena bangsa
Quraisy akan semakin terhormat dan pada setiap tahunnya selalu ramai umat
manusia untuk melakukan ibadah haji. Ini yang membuat Abrahah ingin membelokkan
umat manusia agar tidak lagi datang ke Makkah. Lalu Abrahah mendirikan gereja
besar di Shan’a yang bernama Al-Qulles. Namun usahanya itu
tak berhasil , tak seorang pun mau datang ke gereja Al Qulles itu.
Abrahah sangat marah besar dan pada akhirnya mengerahkan tentara bergajah untuk
menyerang Ka’bah.
Didekat Makkah pasukan bergajah merampas harta benda penduduk
termasuk 100 ekor Unta milik Abdul Muthalib kakek nabi Muhamad. Ketika ka’bah
hendak dihancurkan, Allah SWT mengutus burung Ababil untuk
membawa kerikil Sijjil dengan paruhnya. Kerikil-kerkil itu dijatuhkan
tepat mengenai kepala masing-masing pasukan bergajah tersebut hingga tembus ke
badan mereka sampai mati. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an
surat Al Fiil ayat 1-5. (QS 105 :1-5). Pasukan bergajah ini hancur lebur
mendapat adzab dari Allah SWT. Dimasa inilah kemudian lahir seorang nabi akhiruzzaman
yaitu Muhammad dari pasangan Abdullah dan Siti Aminah. Peristiwa inilah
yang menandai tahun kelahiran Muhammad dan pada akhirnya
disebut Tahun Gajah.
Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang diutus ke muka bumi
untuk membawa umatnya ke jalan yang benar. Beliau terlahir dari seorang ibu
yang bernama Siti Aminah dan Ayah yang bernama Abdullah, yang
dilahirkan pada hari Senin, 12 Rabiul Awal atau 22 April 571 M di
kota Mekkah pada tahun Fiil (gajah) dan wafat pada
tanggal 8 Juni 632 M di Madinah dalam usia 63 tahun. Nabi Muhammad
dilahirkan dalam keadaan yatim, karena ketika nabi Muhammad masih dalam
kandungan, Abdullah telah meninggal dunia. Nabi terlahir dari keluarga
bangsawan Bani Quraisy. Nama lengkap Muhammad bin Abdullāh ini merupakan seorang
yang terlahir dari keluarga Bani Quraisy yang membawa ajaran agama
Islam. Nama Muhammad artinya orang yang terpuji. Nama ini diberikan oleh
kakek tercintanya yaitu Abdul Muthalib.
Telah menjadi kebiasan masyarakat Arab pada saat itu
untuk mengirimkan bayi yang baru lahir ke pedalaman desa. Tujuan bayi itu
dikirim ke pedalaman desa adalah agar bayi itu tumbuh di lingkungan yang baik.
Salah satunya adalah bayi itu akan hidup dalam lingkungan yang orang-orangnya
berbahasa dengan baik. Dengan demikian, bayi yang dikirim ke pedalaman desa tidak disusui
oleh ibu kandungnya. Namun, bayi tersebut akan disusui oleh perempuan lain.
Begitu pula dengan Muhammad. Muhammad akhirnya disusui oleh Halimah as-Sa'diyah
seorang perempuan dari kalangan Bani Sa'ad.
Bayi Muhammad disusui oleh Halimah selama dua tahun.
Setelah dua tahun, Halimah pun mengembalikan Muhammad ke ibu kandungnya,
Aminah. Dengan berat hati Halimah mengembalikan Muhammad. Bahkan, Halimah
meminta untuk dapat mengurus Muhammad satu tahun lagi. Walaupun ragu, namun
karena melihat ketulusan dan air mata Halimah, akhirnya Aminah mengabulkan
permintaan Halimah. Aminah meminta Halimah untuk mengembalikan Muhammad pada
tahun berikutnya.
Pada suatu hari, Muhammad bermain dengan putra Halimah
yang merupakan saudara sesusuannya. Saat bermain, tiba-tiba putra Halimah
pulang dengan ketakukan. Putra Halimah pun menceritakan perihal yang terjadi.
Putra Halimah menceritakan bahwa telah ada dua orang laki-laki yang mendatangi
Muhammad. Dua orang itu kemudian membaringkan Muhammad dan membelah dadanya.
Halimah kemudian bercerita kepada suaminya. Suaminya pun langsung mencari
Muhammad. Muhammad akhirnya ditemukan dalam keadaan sehat walafiat. Muhammad
pun menceritakan apa yang telah terjadi. Muhammad menceritakan bahwa ada dua
orang laki-laki yang membelah dadanya dan mengambil sesuatu dari kalbunya
kemudian mengembalikannya lagi. Peristiwa tersebut tercacat dalam sejarah dan
dikenal dengan "peristiwa pembelahan dada". Kedua laki-laki yang
membelah dada Muhammad itu adalah malaikat. Malaikat itu mengeluarkan bagian
dari kalbu manusia yang biasa dihuni oleh setan.
Masa Kanak-Kanak Nabi Muhammad
Setelah kembali kepada ibunya, Muhammad diasuh dengan
kasih sayang. Muhammad tumbuh menjadi anak yang terpuji. Perilakunya berbeda
dengan anak-anak lain seusianya. Selain ibunya, kakeknya pun sangat sayang
kepada Muhammad, sebagai pengganti anaknya, Abdullah. Suatu hari, Muhammad yang
berusia 6 tahun di ajak oleh ibunya untuk berziarah ke makam ayahnya. Selain itu,
ibunya pun hendak mengenalkan Muhammad kepada saudara-saudaranya. Perjalanan
mereka ditemani oleh Ummu Aiman. Ummu Aiman adalah seorang budak perempuan.
Saat perjalanan pulang, Aminah mengalami sakit keras. Karena sakitnya itu,
Aminah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Aminah wafat dan kembali
kepada Allah. Muhammad saat itu sangat sedih dan tak kuasa menahan air matanya.
Belumlah lama Muhammad merasakan kasih sayang Ibunya, kini Ibunya telah
berpulang ke Rahmatullah. Sekarang, Muhammad menjadi yatim piatu. Ummu Aiman
yang pada saat itu menemani Muhammad memeluk Muhammad dan menangis.
Sesampainya di Mekah, Muhammad kemudian diasuh oleh
kakeknya, Abdul Muthalib. Kakeknya sangat menyayangi Muhammad. Kakeknya
meratapi nasib Muhammad yang masih kecil sudah mengalami kepedihan yang begitu
berat. Abdul Muthalib sangat mengistimewakan Muhammad. Muhammad diasuh dengan
kasih sayang yang sangat besar. Namun, Muhammad tidak dapat merasakan kasih
sayang kakeknya tersebut dalam waktu yang lama. Kakeknya akhirnya meninggal
dunia ketika Muhammad berusia delapan tahun. Kepedihan dan kesedihan pun
dirasakan kembali oleh Muhammad kecil. Sepeninggalan kakeknya, Muhammad
kemudian diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Abu Thalib sangat
mencintai Muhammad seperti anaknya yang lain, bahkan lebih. Begitu pula
Fatimah, istri Abu Thalib, beliau pun sangat mencintai Muhammad.
Ketika usianya yang masih muda belia, semangat kerja
keras dan keuletannya sudah muncul. Di saat anak-anak seusianya bermain dengan
penuh suka cita, Muhammad dapat bekerja dan dapat membanggakan pamannya dan
orang-orang di sekitarnya. Muhammad pun menjadi anak yang disayangi semua orang
yang ada di sekitarnya. Suatu saat diceritakan ketika sedang menggembala
kambing, Muhammad mendengar suara hiburan. Beliaupun meminta teman sesama
penggembala untuk menjaga ternaknya, sedangkan beliau hendak melihat tempat
suara itu. Ternyata, suara hiburan itu berasal dari pesta pernikahan. Saat
beliau hendak memasuki tempat itu, rasa kantuk yang amat sangat menghinggapinya
sehingga beliau tertidur. Allah telah menjaga Muhammad untuk tidak menyaksikan
hiburan. Saat terbangun, hiburan itu telah berakhir dan beliau pun kembali ke
ternaknya.
Selain membantu Abu Thalib, Muhammad pun sering
membantu yang lainnya. Muhammad suatu hari pernah membantu pamannya Abbas untuk
memindahkan batu-batu kecil di sekitar Ka'bah. Pamannya waktu itu meminta
Muhammad untuk meletakkan sarungnya di pundak agar tidak menghalangi langkah
bekerjanya. Namun, Muhammad tidak melakukannya. Dengan demikian, tidak ada
seorangpun yang dapat melihat auratnya. Suatu saat Abu Thalib hendak berdagang
ke negeri Syam beserta rombongan yang lainnya. Abu Thalib tak kuasa
meninggalkan Muhammad. Kemudian, Muhammad pun diajaknya membantu berdagang ke
negeri Syam. Selama di perjalanan, keajaiban pun selalu mengikuti para
rombongan dagang. Awan selalu menaungi Muhammad ke mana pun Muhammad berjalan.
Dengan demikian, Muhammad tidak merasakan panasnya matahari.
Peristiwa tersebut disaksikan oleh seorang pendeta
Nasrani yang bernama Bahira. Bahira merupakan pendeta yang sangat memahami
injil dan taurat. Bahira pun sangat paham akan tanda-tanda kehadiran rasul
akhir zaman. Bahira kemudian mengundang para rombongan dagang tersebut untuk
makan bersamanya. Setelah melihat Muhammad, Bahira mengetahui bahwa ada
tanda-tanda kenabian di dalam diri Muhammad. Kemudian,
BahiramenanyakanperihalMuhammadkepadaAbuThalib.
BahirakemudianbertanyakepadaAbuThalib."Siapakahdia?"
Abu Thalib menjawab, "Dia anakku".
BahirakemudianbertanyakepadaAbuThalib."Siapakahdia?"
Abu Thalib menjawab, "Dia anakku".
"Bukan, dia bukan anakmu, orang tuanya pastilah
telah meninggal", kata Bahira.
"Memang benar, ayahnya telah meninggal ketika dia
dalam kandungan. Selanjutnya, ibunya juga meninggaldunia,"jelasAbuThalib.
Bahira kembali berkata "Sebaiknya kamu bawa
kembali anak ini ke negerimu. Jagalah baik-baik dan waspadalah terhadap orang
Yahudi. Sebab, jika orang Yahudi tahu, mereka akan membunuhnya". Abu
Thalib pun membawa Muhammad pulang kembali ke Mekah dan menjaganya lebih
hati-hati lagi. Abu Thalib yakin bahwa Muhammad mempunyai kelebihan daripada
manusia yang lainnya.
A.
Kerasulan
Nabi Muhammad SAW
Di usia 14 pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khatijah, Nabi
Muhammad SAW sering menyendiri dan berkhalwat di goa Hira, yaitu goa yang
berada di bukit Nur (jabal Nur) yang terletak di dekat Makkah. Berkhalwat ini
dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan khusuk, kadang sampai beberapa hari baru
pulang jika bekal sudah habis. Di sanalah, beliau menghabiskan waktu selama
berhari-hari dan bermalam-malam. Pada malam bertepatan dengan malam Jum’at tanggal
17 Ramadhan, yaitu ketika beliau sedang bertafakur di dalam goa Hira dan telah
berusia empat puluh tahun, beliau didatangi malaikat Jibril yang seraya berkata
kepadanya: “Bacalah!”, beliau menjawab: “Saya tidak bisa membaca”. Jibril
mengulangi perintah ini untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya. Dan pada yang
ketiga kalinya, Jibril berkata kepadanya Artinya : “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah;Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al ‘Alaq : 1 – 5)
Setelah itu, Jibrilpun meninggalkannya, dan Rasulullah sudah tidak
kuat lagi berada di goa Hira’. Akhirnya beliau pulang ke rumahnya dan
menghampiri Khadijah dengan gemetar sambil berkata: “Selimuti saya!, selimuti
saya!”, maka Khadijah pun menyelimutinya, sehingga rasa takutnya sirna.
Lalu memberitahu Khadijah tentang apa yang telah diperolehnya dan berkata:
“Sungguh saya khawatir terhadap diriku”. Khadijah menanggapinya dan menenangkan
serta meyakinkan Nabi Muhammad SAW: “Sekali-kali tidak, demi Allah, Dia tidak
akan merendahkan dirimu untuk selamanya, karena sesungguhnya engkau adalah
orang yang menyambungkan tali persaudaraan, menanggung beban kesusahan orang
lain, memberi orang yang tak punya, menjamu tamu, dan menolong orang yang
menegakkan kebenaran”. Setelah tenang Siti Khatijah mengajak Nabi Muhammad SAW
untuk menemui saudaranya Waraqah bin Naufal. Di depan Waraqah Nabi Muhammad SAW
menceriterakan semua yang terjadi, kemudian Waraqah membuka kitab Taurat dan
Injil serta berkata “demi Tuhan, yang datang itu adalah Malaikat Jibril yang
pernah datang pada Nabi Musa, baik-baiklah menjaga diri, tabahkan hatimu wahai
Muhammad, kelak engkau akan diangkat menjadi Rasul, jangan takut, tapi
gembiralah menerima wahyu itu”.
Nabi Muhammad SAW telah mendapat wahyu yang pertama dari Allah SWT
dan telah mendapat nasehat dari Waraqah bin Naufal. Beberapa malam Nabi
Muhammad SAW telah siap menerima wahyu kembali, tetapi wahyu tersebut tidak
kunjung datang. Pada malam ke-40 barulah wahyu kedua turun, waktu itu Nabi
sedang berjalan-jalan ke suatu tempat. Tiba-tiba mendengar suara : “ya
Muhammad, engkau benar utusan Allah”. Nabi merasa takut mendengar suara itu,
beliau segera kembali ke rumah menyuruh Siti Khatijah menyelimutinya, suara
tadi terdengar lagi dengan jelas dan semakin dekat Jibril mendatanginya sambil
duduk di atas kursi antara bumi dan langit, lalu turunlah ayat Artinya : “ Hai
orang yang berkemul (berselimut); Bangunlah, lalu berilah
peringatan!; Dan Tuhanmu agungkanlah!; Dan pakaianmu
bersihkanlah; Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (QS. Al
Mudatsir : 1 – 5).
Mulai saat inilah Muhammad telah diangkat oleh Allah SWT menjadi Rasul.
Tugas baru telah datang, yaitu menyebarkan agama Islam kepada seluruh umat
manusia, setelah itu wahyu pun turun terus-menerus dan berkelanjutan.Nabi
memulai dakwahnya, Khadijah masuk Islam dan bersaksi atas keesaan Allah dan
kenabian suaminya yang mulia. Sehingga, ia adalah orang yang pertama kali masuk
Islam. Kemudian, sebagai balas budi pada pamannya, Abu Thalib yang mengasuh dan
menjaganya sejak kepergian ibunda dan kakeknya, Rasulullah memilih Ali dari
sekian banyak putranya itu, untuk dididik di sisinya dan ditanggung nafkahnya.
Dalam kondisi seperti ini, hati Alipun terbuka dan akhirnya masuk Islam.
Setelah itu, barulah Zaid bin Haritsah, seorang budak yang telah dimerdekakan
oleh Khadijah menyusul masuk Islam. Rasulullah juga bercerita kepada teman
akrabnya, Abu Bakar, maka iapun beriman dan membenarkannya, tanpa ada keraguan
kemudian Abu Bakar mengajak teman seperdagangannya mereka menyambut dengan
baik, di antar mereka yang kemudian masuk Islam adalah Utsman bin Affan, Zubair
bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqas, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin Auf.
B.
Dakwah
secara sembunyi-sembunyi
Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi yang beliau lakukan
selama tiga tahun. Dikatakan secara sembunyi-sembunyi disini, mengingat tempat
para sahabat, pengikutnya, dan orang-orang yang mereka ajak masuk Islam
tersebut bersifat sangat rahasia. Ketika itu Nabi Muhammad SAW mendapat
pengikut sekitar 30 orang, mereka mendapat sebutan “Assabiqunal Awwalu” artinya
orang yang pertama kali masuk Islam. Sudah banyak yang beriman kepada
Rasulullah, namun mereka masih menyembunyikan keIslaman mereka. Karena jika
satu saja urusan mereka terungkap, maka ia akan menghadapi berbagai siksaan
keras dari kaum kafir Quraisy hingga ia murtad (keluar) dari agama
Islam.
Pada awalnya, Rasulullah saw
melakukan metode dakwah sirriyah (sembunyi-sembunyi), berlangsung selama tiga
tahun pertama beliau memulai dakwanya. Hal tersebut mengingat keadaan
Rasulullah saw yang masih lemah dan belum memiliki pengikut, meskipun ia
berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang yang disegani dan dihormati .
Lapisan yang paling pertama beliah
seru tentu saja keluarga dan kenalan dekat beliau. Itu pun hanya mereka yang
memperlihatkan tanda-tanda kebaikan yang ada pada dirinya.
Usaha beliau tidak sia-sia. Pada hari-hari pertama beliau berdakwah telah terkumpul sejumlah orang yang menerima dakwah dengan penuh keyakinan dan penghormatan terhadap Rasulullah saw. Merekalah dalam secara yang terkenal sebagai as-Saabiquunal Awwalun (Generasi Pertama yang Menerima Islam) . Orang terdepan dari kelompok ini ialah istri Rasulullah saw sendiri; Ummul Mu`minun; Khadijah binti Khuwailid, kemudian budaknya: Zaid bin Haritsah, lalu sepupunya; Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih belia dan diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Kemudia sahabat dekat beliau, Abu Bakar as-Shiddiq.
Usaha beliau tidak sia-sia. Pada hari-hari pertama beliau berdakwah telah terkumpul sejumlah orang yang menerima dakwah dengan penuh keyakinan dan penghormatan terhadap Rasulullah saw. Merekalah dalam secara yang terkenal sebagai as-Saabiquunal Awwalun (Generasi Pertama yang Menerima Islam) . Orang terdepan dari kelompok ini ialah istri Rasulullah saw sendiri; Ummul Mu`minun; Khadijah binti Khuwailid, kemudian budaknya: Zaid bin Haritsah, lalu sepupunya; Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih belia dan diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Kemudia sahabat dekat beliau, Abu Bakar as-Shiddiq.
C.
Dakwah secara terang-terangan
Setelah Rasulullah berdakwah secara rahasia selama tiga tahun, lalu
Allah menurunkan ayat Artinya : “Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik”. (QS. Al Hijr : 94)
Sesudah ayat di atas turun mulailah Nabi Muhammad SAW menyeru ke
segenap lapisan manusia kepada agama Islam secara terang-terangan, baik dari
golongan bangsawan maupun lapisan hamba sahaya begitu juga kaum kerabat beliau
sendiri atau orang-orang yang jauh. Pada suatu hari, Rasulullah berdiri di
atas bukit Shafa memanggil suku Quraisy, hingga orang-orangpun mengerumuninya.
Di antara mereka, terdapat pamannya, Abu Lahab, seorang tokoh Quraisy yang
paling memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Tatkala orang-orang telah berkumpul,
beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian, seandainya saya memberitahu kalian
bahwa di balik gunung ini ada musuh yang menanti kalian, apakah kalian
mempercayai saya?”, mereka menjawab: “Yang terlintas di hati kami tentang anda
adalah kejujuran dan amanah”, beliau lalu bersabda: “Saya adalah orang yang
memberi peringatan kepada kalian bahwa di hadapan kalian ada siksa yang maha
berat”. Kemudian Rasulullah mengajak mereka untuk menyembah Allah dan
meninggalkan berhala yang selama ini mereka sembah. Abu Lahab langsung keluar
dari kerumunan orang-orang dan berkata: “Celakalah kamu!, apakah karena ini
kamu mengumpulkan kami?”. Setelah kejadian ini, Allah menurunkan
surah Al-Lahab.
Misi,
Tujuan dan Tugas Kerasulan Nabi
1. Mengajarkan Ketauhidan.
Rasulullah Saw mengajarkan untuk mengesakan Allah Swt dan memberantas
kemusyrikan yang dilakukan oleh masyarakat Mekkah pada saat itu. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Quran :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad)
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya : 25)
2. Menyempurnakan Akhlak.
Akhlak Nabi Muhammad Saw. merupakan acuan yang tidak ada bandingannya.
Bukan hanya dipuji oleh manusia, tetapi juga oleh Allah Swt. Hal ini dapat dilihat
dalam firman-Nya: وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيم
Artinya: “Dan sesunguhnya kamu ( Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti yang agung.“ (QS. Al-Qalam: 4 )
Artinya: “Dan sesunguhnya kamu ( Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti yang agung.“ (QS. Al-Qalam: 4 )
Ketika Aisyah binti Abu Bakar (istri Nabi Muhammad) ditanya tentang akhlak Nabi
Muhammad saw., ia menjawab : “Akhlaknya adalah Al-Qur’an “. (HR. Ahmad dan
Muslim)
Nabi Muhammad Saw. bersabda: Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
Nabi Muhammad Saw. bersabda: Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad)
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa akhlak merupakan ajaran yang diterima
Rasulullah Saw dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi umat yang pada saat itu
dalam kejahiliyahan. Pada saat itu, manusia mengagungkan hawa nafsu dan
sekaligus menjadi hamba hawa nafsu. Ajaran akhlak yang dibawa Nabi Muhammad Saw
tersebut terangkum dalam sebuah hadits yang artinya:
“Hai Muhammad, beritahu padaku tentang iman, iman yaitu engkau percaya
kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, dan hari kebangkitan. Kemudian, Jibril
bertanya lagi, hai Muhammad apa yang dimaksud dengan Islam? Islam, yaitu engkau
bersaksi bahwa tiada Tuhan selainAllah dan Muhammad adalah
utusan-Nya,mendirikan salat,menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadan, dan
menunaikan haji ke Baitullah bila mampu. Kemudian, Jibril bertanya lagi, “Hai
Rasulullah apa yang dimaksud dengan ihsan? Ihsan, yaitu engkau menyembah Allah
seakan-akan engkau melihatnya. Apabila engkau tidak melihatnya, maka Dia pasti
melihatmu.” (HR. Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ajaran akhlak yang dibawa Nabi Muhammad
berupa tiga hal, yaitu: iman, Islam, dan ihsan. Ketiganya merupakan proses yang
kontinu yang hendaknya dilakukan seorang Muslim. Ini semua tidak hanya
merupakan kewajiban bagi seorang Muslim, tetapi juga merupakan pendidikan yang
dilakukan seumur hidup guna membentuk akhlak yang baik terhadap Allah swt. dan
sesama makhluk. Berdasarkan hadits tersebut, kita dapat mengetahui bahwa tujuan
berakhlak itu supaya hubungan kita dengan Allah dan makhluk selalu terpelihara
dengan baik dan harmonis.
3. Membangun Manusia yang Mulia dan Bermanfaat.
Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi
Muhammad saw. jugamengajarkan agar penyelesaianmasalah tidak boleh dilakukan
dengan cara kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan
beradab.
Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad Saw. ketika mendamaikan masyarakat Mekah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya, dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan. Sebaliknya, anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan mengasihi, akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram, dan sejahtera. Terbukti, saat ini, keadaan Masyarakat Mekah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera, dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah Swt dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad Saw.
Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad Saw. ketika mendamaikan masyarakat Mekah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya, dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan. Sebaliknya, anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan mengasihi, akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram, dan sejahtera. Terbukti, saat ini, keadaan Masyarakat Mekah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera, dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah Swt dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad Saw.
4. Memberi Kabar Gembira dan Peringatan.
Rasulullah Saw memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt, serta mengikuti beliau. Sebaliknya beliau mengingatkan kepada
mereka yang berbuat kejahatan, kemusyrikan, dan kemaksiatan agar menghentikan
perbuatan-perbuatan yang terlarang itu, pahamilah Firman Allah Swt dalam
Al-Qur’an :
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ۚ وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
“Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada satupun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan.” (QS. Al-Fatir :24)
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا ۚ وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
“Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada satupun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan.” (QS. Al-Fatir :24)
Hubungan
Kerosulan Nabi Muhammad Dan HAM
Dalam pembahasan kita tentang HAM dalam diskursus
klasik Islam sejak dari Piagam Madinah, Khutbah Haji Wada’, Mâqashid
Sharî’ah/Dharûriyyât Khamsah dapat dilihat kesesuaian antara prinsip-prinsip
HAM dalam Islam dan dalam DUHAM. Tercatat ada beberapa hak asasi manusia yang
penyebutan selalu ada pada ketiga dokumen di atas, yaitu hak hidup atau hak
perlindungan atas jiwa, kebebasan agama atau hak terhadap agama, hak
terhadap harta benda atau hak ekonomi. Hak-hak lainnya disebutkan dalam satu dokumen tapi tidak di dokumen lainnya adalah: hak kesetaraan dalam bidang hukum dan pemerintahan,
hak memperoleh jaminan keamanan, hak perempuan, hak anak atau keturunan, dan hak atas kehormatan diri dan hak privasi. Dengan demikian dapat disebutkan di sini pembahasan HAM dalam Hadits dan fiqih klasik telah merumuskan hak-hak asasi manusia sebagai berikut:
terhadap harta benda atau hak ekonomi. Hak-hak lainnya disebutkan dalam satu dokumen tapi tidak di dokumen lainnya adalah: hak kesetaraan dalam bidang hukum dan pemerintahan,
hak memperoleh jaminan keamanan, hak perempuan, hak anak atau keturunan, dan hak atas kehormatan diri dan hak privasi. Dengan demikian dapat disebutkan di sini pembahasan HAM dalam Hadits dan fiqih klasik telah merumuskan hak-hak asasi manusia sebagai berikut:
1. Hak hidup
2. Kebebasan beragama atau hak atas agama
3. Hak ekonomi atau hak atas harta benda
4. Hak kesetaraan di bidang hukum dan pemerintahan 176
5. Hak untuk berkumpul dan berorganisasi
6. Hak memperoleh jaminan keamanan diri
7. Hak perempuan
8. Hak anak atau keturunan (termasuk hak bekeluarga)
9. Hak atas kehormatan diri dan privasi.
Dari analisis dokumen klasik Islam tentang HAM dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar HAM dalam istilah modern baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah tercakup dalam teks-teks klasik Islam baik yang berusumber dari Nabi saw maupun dari penafsiran kalangan ulama klasik. Kita dapat menegaskan bahwa HAM dalam Islam bukanlah wacana baru tapi wacana lama yang melekat dengan kehadiran Islam itu sendiri sejak pertama kali hadir di Makkah pada abad ke-6 Masehi. Hal ini dalam perspektif yang berbeda memperkuat klaim bahwa HAM adalah nilai-nilai universal yang berlaku di segala waktu dan tempat karena menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar manusia sebagai manusia bukan sebagai kelompok identitas tertentu. Pengembangan rumusan HAM di zaman modern oleh masyarakat Barat tidak menjelaskan supremasi Barat atas peradaban lain. Tapi
mempertegas kekuasaan Tuhan yang menciptakan manusia dengan segala martabat kemanusiaannya yang suci. Pasalnya, kalau bukan masyarakat Barat yang mengembangkannya di dunia modern, maka masyarakat dari peradaban lain yang akan
mengambil peran itu. Pengembangan dalam arti perluasan penafsiran tentang pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM di zaman modern harus dilihat sebagai konsekuensi kemajuan berpikir masyarakat manusia yang harus menjawab masalah-masalah kemanusiaan yang semakin kompleks. Memang sudah semestinya begitu. Namun membayangkan sekelompok kecil masyarakat Islam di daerah terpencil Makkah dan Madinah 15 abad lalu
mendeklarasikan Hak-hak asasi manusia tentu orang-orang itu sangatlah maju berpikirnya. Mengutip Robert N Bellah, seorang sosiolog Amerika, bahwa masyarakat Islam Madinah pada masa 177 Nabi saw terlalu cepat untuk menjadi modern (too early to be modern). Apa yang dapat dipahami dari ungkapan ini bagi umat Islam modern? Jelas bahwa berpikir jauh ke depan adalah karakter dasar Islam. Dengan begitu memperluas dan mengembangkan penafsiran atas konsep HAM dalam Islam, Maqâshid Sharî’ah dan Dharûriyât Khamsah perlu dilakukan. Karena itu memang bagian dari semangat Islam sendiri. Tentu dengan syarat tidak kebablasan sehingga mengorbankan spirit penghargaan terhadap martabat kemanusiaan itu sendiri. Lebih dari itu, keistimewaan masyarakat awal Islam di bawah kepemimpinan Nabi dan para sahabatnya bukan terletak pada konsep atau nilai-nilai HAM yang diucapkan
atau tercatat dalam dokumen, tapi lebih pada komitmen dan konsitensi mereka menjalankannya dalam kehidupan nyata. Jadi pertanyaannya bukan lagi apakah HAM sesuai dengan Islam ? Tapi apakah umat Islam siap menjalankan nilai-nilai HAM secara konsekuen dan konsisten? Nilai-nilai HAM modern yang mengedepankan kesetaraan dan non diskriminasi adalah semangat yang sejak awal telah ditiupkan oleh ajaran Islam.²⁷
Dalam Islam prinsip kesetaraan dituangkan dalam beberapa ayat dan Hadits Nabi saw di antaranya adalah:
Dari analisis dokumen klasik Islam tentang HAM dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar HAM dalam istilah modern baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah tercakup dalam teks-teks klasik Islam baik yang berusumber dari Nabi saw maupun dari penafsiran kalangan ulama klasik. Kita dapat menegaskan bahwa HAM dalam Islam bukanlah wacana baru tapi wacana lama yang melekat dengan kehadiran Islam itu sendiri sejak pertama kali hadir di Makkah pada abad ke-6 Masehi. Hal ini dalam perspektif yang berbeda memperkuat klaim bahwa HAM adalah nilai-nilai universal yang berlaku di segala waktu dan tempat karena menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar manusia sebagai manusia bukan sebagai kelompok identitas tertentu. Pengembangan rumusan HAM di zaman modern oleh masyarakat Barat tidak menjelaskan supremasi Barat atas peradaban lain. Tapi
mempertegas kekuasaan Tuhan yang menciptakan manusia dengan segala martabat kemanusiaannya yang suci. Pasalnya, kalau bukan masyarakat Barat yang mengembangkannya di dunia modern, maka masyarakat dari peradaban lain yang akan
mengambil peran itu. Pengembangan dalam arti perluasan penafsiran tentang pemenuhan, penghormatan dan perlindungan HAM di zaman modern harus dilihat sebagai konsekuensi kemajuan berpikir masyarakat manusia yang harus menjawab masalah-masalah kemanusiaan yang semakin kompleks. Memang sudah semestinya begitu. Namun membayangkan sekelompok kecil masyarakat Islam di daerah terpencil Makkah dan Madinah 15 abad lalu
mendeklarasikan Hak-hak asasi manusia tentu orang-orang itu sangatlah maju berpikirnya. Mengutip Robert N Bellah, seorang sosiolog Amerika, bahwa masyarakat Islam Madinah pada masa 177 Nabi saw terlalu cepat untuk menjadi modern (too early to be modern). Apa yang dapat dipahami dari ungkapan ini bagi umat Islam modern? Jelas bahwa berpikir jauh ke depan adalah karakter dasar Islam. Dengan begitu memperluas dan mengembangkan penafsiran atas konsep HAM dalam Islam, Maqâshid Sharî’ah dan Dharûriyât Khamsah perlu dilakukan. Karena itu memang bagian dari semangat Islam sendiri. Tentu dengan syarat tidak kebablasan sehingga mengorbankan spirit penghargaan terhadap martabat kemanusiaan itu sendiri. Lebih dari itu, keistimewaan masyarakat awal Islam di bawah kepemimpinan Nabi dan para sahabatnya bukan terletak pada konsep atau nilai-nilai HAM yang diucapkan
atau tercatat dalam dokumen, tapi lebih pada komitmen dan konsitensi mereka menjalankannya dalam kehidupan nyata. Jadi pertanyaannya bukan lagi apakah HAM sesuai dengan Islam ? Tapi apakah umat Islam siap menjalankan nilai-nilai HAM secara konsekuen dan konsisten? Nilai-nilai HAM modern yang mengedepankan kesetaraan dan non diskriminasi adalah semangat yang sejak awal telah ditiupkan oleh ajaran Islam.²⁷
Dalam Islam prinsip kesetaraan dituangkan dalam beberapa ayat dan Hadits Nabi saw di antaranya adalah:
Firman Allah Swt:
ُ“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” [QS. Al-Hujurat: 13]
Rasulullah saw bersabda:
“Kalian semua adalah anak keturunan Adam, sedangkan Adam terbuat dari tanah.” [HR. Abu Dawud]
Dalam salah satu khutbahnya, Rasulullah saw bersabda:
َ“Wahai semua manusia, ketahuliah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, nenek moyang kalian juga satu. Ketahuilah bahwa orang Arab tidaklah kebih mulia dari orang non Arab (‘Ajam), orang non Arab tidaklah lebih mulia dari orang Arab, orang yang berkulit putih kemerah-merahan tidak lebih mulia dari orang yang berkulit hitam, juga orang yang berkulit hitam tidak lebih mulia dari yang berkulit putih kemerah-merahan kecuali dengan takwa.” [HR.Ahmad]
Di mata hukum, semua manusia juga mempunyai kedudukan yang sama dalam Islam. Bahkan Rasulullah saw sangat membenci orang-orang yang tebang pilih dalam menegakkan hukum. Tentang hal ini, Rasulullah saw menegaskan.
“Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat (pejabat, penguasa, elit masyarakat) mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah (masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencuri, mereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya Fatimah binti Muhamamd mencuri, pasti aku potong tangannya.” [HR. Al-Bukhari]
Hadits ini menjadi jaminan dalam Islam bahwa siapapun yang melanggar hukum, mereka diberi sanksi yang sama. Tidak membedakan siapapun orangnya, baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat biasa.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” [HR. Muslim]²⁸
Dari paparan di atas jelaslah bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia, karena dalam Islam semua manusia adalah setara. Islam tidak membeda-bedakan antara satu suku dengan suku yang lain. Bahkan Nabi saw membenci orang-orang yang sangat fanatik terhadap golongannya sendiri. Beliau bersabda:
“Bukan dari kami orang yang mengajak kepada golongan, bukan dari kami orang yang berperang karena golongan dan bukan dari kami orang yang mati karena golongan.” [HR. Abu Dawud]²⁹
Konsep-konsep HAM yang ada dalam Islam atau yang kita ketahui sebagai Maqâshid Syarîah dan Dharûriyyâtul Khamsah, bukan sebagai penafian terhadap HAM universal, tetapi lebih dari itu ajaran-ajaran Islam sebagai penguat nilai-nilai universal. Jadi tidak ada lagi dikotomi nilai antara HAM dan Islam, artinya Islam harus menerima HAM karena nilai-nilai HAM tersebut selaras dengan nilai-nilai yang ada di dalam Islam. Disemangati oleh pesan inklusif Piagam Madinah, lahirnya Deklarasi Kairo (DK), akan tetapi dibentuknya DK bukanlah sebagai tandingan terhadap DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) yang sudah menjadi dasar penegakkan HAM internasional. Hanya saja terdapat perbedaan pada pasal 16 tentang kebebasan nikah beda agama dan pasal 18 tentang kebebasan beragama. Kalangan Islam berpendapat bahwa dalam implementasinya, kedua pasal DUHAM tersebut perlu disesuaikan agar tidak bertentangan dengan prinsip beragama dan
berkeluarga sebagaimana diatur dalam aturan hukum Islam. Pembukaan DK menyebutkan bahwa deklarasi tersebut ingin memberikan sumbangan bagi usaha-usaha manusia dalam
menegakkan HAM yang sesuai dengan syariat Islam. Selain itu dinyatakan bahwa HAM merupakan bagian integral dan agama lslam yang merupakan perintah suci dan Allah melalui al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi-Nya yang terakhir, Muhammad saw.³¹Semangat DK untuk menjaga berlangsungnya kultur Islam di masyarakat Muslim tidak harus dibenturkan dengan semangat DUHAM yang memang tujuannya melindungi hak asasi manusia sebagai individu tanpa pandang bulu, dimana pun dan kapanpun mereka berada. DUHAM tidak diniatkan untuk merugikan masyarakat Islam atau menguntungkan masyarakat non-Muslim
atau sebaliknya. Tapi menguntungkan individu siapapun dia dari kemungkinan pemaksaan terhadap kebebasannya. Dalam perspektif dakwah Islam di tempat-tempat minoritas Muslim,
kebebasan beragama dalam DUHAM justru menjamin perlindungan non-Muslim untuk menjadi Muslim. Tapi prinsip non-diskriminasi dalam HAM menuntut sikap yang sama juga
terhadap individu dari kalangan Muslim. Sekarang terpulang pada keasadaran nurani kita sendiri sebagai umat Islam. Menjaga umat untuk tetap berada dalam Islam adalah hak setiap anggota umat yang dilindungi oleh HAM. Namun menjaga itu harus dijalankan dalam koredor prinsip Islam dan juga HAM yang menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agamanya: “Tidak ada paksaan dalam beragama, karena sudah jelas mana yang hak dan
mana yang batil” (QS Al-Baqarah: 256)
0 komentar:
Post a Comment