Wanprestasi | Hukum Dagang


Wanprestasi | Hukum Dagang, http://nusantaranews86.com

DAFTAR ISI.................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................... ii
BAB II PEMBAHASAN
Syarat-syarat sahnya perjanjian.......................................................... 1
Pengertian wanprestasi...................................................................... 1
Bentuk Wanprestasi........................................................................... 3
Akibat wanprestasi............................................................................ 3
Ganti rugi & Overmacht.................................................................... 6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................ 9
Daftar pustaka................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Dahulu, orang-orang melakukan perjanjian dengan orang lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter (bertukar barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan kemudia berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban cara hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melalui transaksi secara langsung, tetapi juga bisa melalui kredit dan lainnya. Bahkan ada perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perjanjian pemenuhan kebutuhan tersebut.
Akibat semakin hari semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhiyang tidak diiringi dengan jumlah pendapatan, maka lahirlah ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah dibuat yang dinamakan wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak kreditur, baik perjanjian itu berupa sepihak maupun timbal balik.

      B.     Rumusan Masalah

1.      Apa saja syarat sahnya perjanjian ?
2.      Apa pengertian wanprestasi?
3.      Apa saja bentuk-bentuk dari wanprestasi?
4.      Bagaimana akibat dari wanprestasi?
5.      Bagaiamana penjelasan tentang ganti rugi dan Overmacht? 



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Syarat-syarat sahnya perjanjian
Sebelum mengetahui makna terjadinya wanprestasi, alangkah baiknya mengetahui syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
B.     Pengertian wanprestasi
Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata tentang Akibat Suatu Perjanjian.
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena ada alasan-alasan yang oleh undang-unang dinyatakan cukup oleh itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”[1]
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. [2]
Wanprestasi adalah tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Kata wanprestasi itu sendiri diambil dari bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

Menurut kamus Hukum, wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.[3] Dengan demikian, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi timbul karena :
1.      Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
2.      Adanya keadaan memaksa.[4]

C.    Bentuk-bentuk Wanprestasi
Menurut Subekti bentuk-bentuk wanprestasi adalah sebagai berikut:[5]
a.       Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan
Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli sepeda. A sudah menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran sepeda, tapi B tidak juga menyerahkan sepeda miliknya kepada A. Sebab sepeda tersebut sudah dijualnya ke orang lain. Dalam hal ini B telah wanprestasi karena dia tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan yaitu menyerahkan sepedanya kepada A sebagaimana yang sudah disepakati/diperjanjikan.
b.      Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak seperti yang diperjanjikan
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli kursi. A memesan/membeli kursi berwarna biru dari B. tapi yang dikirim atau yang diserahkan B bukan kursi warna biru tapi warna hitam. Dalam hal ini B sudah wanprestasi karena melakukan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya.



c.       Melaksanakan tapi tidak tepat waktu (terlambat)
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
d.      Debitur melakukan suatu hal yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Misalnya A menyewakan rumahnya kepada B, di dalam perjanjian sewa disepakati bahwa B dilarang menyewakan lagi rumah A tersebut ke orang lain. faktanya B menyewakan rumah A yang ia sewa itu ke pihak ketiga/orang lain. Dalam hal ini B sudah wanprestasi karena melakukan sesuatu yabg oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau peryataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.



D.    Akibat Wanprestasi
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi empat macam[6], yaitu :
1.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Per).
Ganti rugi sering diperinci meliputi beberapa unsur, yakni :
Ø  Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
Ø  Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor.
Ø  Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Per).
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Ø Pasal 1247 KUH Perdata “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”. 
Ø  Pasal 1248 KUH Perdata “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”. 



3.      Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 KUH Per).
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH Perdata.
4.      Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).

E.     Ganti rugi dan Overmacht
1.      Pengertian Ganti Rugi
Adalah penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya. Dengan demikian, ganti kerugian adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi.[7]
2.      Unsur-unsur Ganti Rugi
Menurut pasal 1246 KUH Per, unsur-unsur ganti rugi antara lain:[8]
a.       Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang nyata dikeluarkan.
b.      Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaa kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
c.       Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur.
3.      Batasan-batasan Mengenai Ganti Rugi
Tidak semua kerugian yang dapat dimintaka penggantian. UU menentukan bahwa kerugian yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat wanprestasi :
a.       Kerugian yang dapat diduga saat perjanjian dibuat.
b.      Kerugian adalah akibat langsung dari wanprestasi.[9]

4.      Pengertian Overmacht
Overmacht ialah suatu keadaan yang memaksa. Overmacht menjadi landasan hukum yang memaafkan kesalahan seorang debitur. Peristiwa overmacht merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beriktikad buruk.Konsekuensi yang muncul dari keadaan ini menyebabkan suatu perjanjian (kontrak) dapat dibatalkan dan yang batal demi hukum.[10]
Adapun macam-macam keadaan memaksa atau overmacht, yaitu:
1.      keadaan memaksa yang absolut (absolut onmogelijkheid)
Keadaan memaksa yang absolut merupakan suatu keadaan dimana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
2.      keadaan memaksa yang relatif (relatieve onmogelijkheid).
Keadaan memaksa yang relatif, merupakan suatu keadaan yang menyebabkan debitur mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Pada pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
5.      Unsur-unsur Overmacht.
Unsur-unsur yang terdapat dalam overmacht atau keadaan memaksa antara lain :
a.       Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan.
b.      Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi.
c.       Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akkan terjadi pada waktu membuat perikatan.[11]
6.      Pengaturan tentang Overmacht dalam KUH Per.
Overmacht di Indonesia diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata, namun apabila dikaji lebih lanjut ketentuan tersebut lebih menekankan bagaimana tata cara penggantian biaya, rugi dan bunga akan tetapi dapat dijadikan acuan sebagai pengaturan force majeure.[12]
Pasal 1244 KUHPerdata: Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
Pasal 1245 KUHPerdata: Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan memaksa adalah keadaan dimana Debitur terhalang dalam memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan untuk membayar ganti rugi dan bunga. 

BAB III
KESIMPULAN
Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi timbul karena kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri dan adanya keadaan memaksa.Bentuk-bentuk wanprestasi antara lain :
a.       Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan
b.      Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak seperti yang diperjanjikan
c.       Melaksanakan tapi tidak tepat waktu (terlambat)
d.      Debitur melakukan suatu hal yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Akibat-akibat wanprestasi dapat digolongkan menjadi empat macam :
a.       Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Per).
b.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Per).
c.       Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 KUH Per).
d.      Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).
Ganti kerugian adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi. Yang memiliki tiga unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga.
Overmacht merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beriktikad buruk. Ada dua macam, yaitu keadaan memaksa yang absolut dan keadaan memaksa yang relativ.



DAFTAR PUSTAKA
Erawati, Elly, Herlien Budiono, 2010, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Jakarta : Nasional Legal Reform Program Gramedia.
Isradjuningtias, Agri Chairunisa, Force Majuere (Overmacht) Dalam Hukum Kontrak (Perjanjian) Indonesia.
Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kitab lengkap undang-undang hukum (pustaka buana)

Simanjuntak, P.H.N, 2015, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta : Prenadamedia Group.
Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta : Pembimbing Massa.
Subekti, Tjitroseodibjo, 1996, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya paramita.
https://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/

Baca Juga: Mekanisme HAM (Hak Asasi Manusia) Religion Amerika dan Asia


[1] Kitab lengkap undang-undang hukum (pustaka buana)
[2] Dikutip dari https://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/
[3]Subekti dan Tjitroseodibjo, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1996), hlm. 110.
[4]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015), hlm. 292
[5]R.Subekti, Hukum perjanjian Cet.ke-II,(Jakarta: Pembimbing Masa, 1970), hal 50 .)
[6]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015), hlm. 293
[7]Ibid, hlm. 292
[8]Ibid, hlm. 295
[9]Ibid, hlm. 295
[10]Elly Erawati, Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal Reform Program-Gramedia, Jakarta, 2010, hlm. 5
[11]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015), hlm. 296
[12]Agri Chairunisa Isradjuningtias, FORCE MAJEURE (OVERMACHT)DALAM HUKUM KONTRAK (PERJANJIAN) INDONESIA

0 komentar:

Post a Comment