DAFTAR ISI....................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN...............................................................
ii
BAB II PEMBAHASAN
Syarat-syarat sahnya
perjanjian..........................................................
1
Pengertian
wanprestasi......................................................................
1
Bentuk
Wanprestasi...........................................................................
3
Akibat
wanprestasi............................................................................
3
Ganti rugi &
Overmacht....................................................................
6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................
9
Daftar pustaka...................................................................................
10
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dahulu, orang-orang melakukan perjanjian dengan
orang lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter
(bertukar barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan
kemudia berganti menjadi barang dengan uang.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban
cara hidup manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melalui transaksi
secara langsung, tetapi juga bisa melalui kredit dan lainnya. Bahkan ada
perjanjian secara tertulis sebelum diadakan perjanjian pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Akibat semakin hari semakin banyak pula kebutuhan
yang harus dipenuhiyang tidak diiringi dengan jumlah pendapatan, maka lahirlah
ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah dibuat yang dinamakan
wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak kreditur, baik perjanjian
itu berupa sepihak maupun timbal balik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja syarat
sahnya perjanjian ?
2. Apa pengertian wanprestasi?
3. Apa saja bentuk-bentuk dari wanprestasi?
4. Bagaimana akibat dari wanprestasi?
5. Bagaiamana penjelasan tentang ganti rugi dan
Overmacht?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Syarat-syarat
sahnya perjanjian
Sebelum
mengetahui makna terjadinya wanprestasi, alangkah baiknya mengetahui syarat sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya
perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk
mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala
sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas,
artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai
wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya
setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk
dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu
pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab
ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya.
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang
oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut
Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak
mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
B.
Pengertian
wanprestasi
Semua
subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang
menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat persetujuan tersebut.
Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan
perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata
tentang Akibat Suatu Perjanjian.
“semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak, atau karena ada alasan-alasan yang oleh undang-unang
dinyatakan cukup oleh itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad
baik.”[1]
Suatu
perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi
prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang
dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik
karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. [2]
Wanprestasi
adalah tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena
kesengajaan atau kelalaian. Kata wanprestasi itu sendiri diambil dari bahasa
Belanda yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah
suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat
memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan
dalam keadaan memaksa
Menurut
J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan
kepadanya”.
Yahya
Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan
keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi
(schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak
yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Menurut
kamus Hukum, wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak
menepati kewajibannya dalam perjanjian.[3]
Dengan demikian, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak
memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian. Wanprestasi timbul karena :
1. Kesengajaan
atau kelalaian debitur itu sendiri.
2. Adanya
keadaan memaksa.[4]
C.
Bentuk-bentuk
Wanprestasi
Menurut
Subekti bentuk-bentuk wanprestasi adalah sebagai berikut:[5]
a. Tidak
melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan
Sehubungan dengan
dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak
memenuhi prestasi sama sekali.Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli
sepeda. A sudah menyerahkan sejumlah uang untuk pembayaran sepeda, tapi B tidak
juga menyerahkan sepeda miliknya kepada A. Sebab sepeda tersebut sudah
dijualnya ke orang lain. Dalam hal ini B telah wanprestasi karena dia tidak
melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan yaitu menyerahkan sepedanya
kepada A sebagaimana yang sudah disepakati/diperjanjikan.
b. Melakukan
apa yang diperjanjikan tapi tidak seperti yang diperjanjikan
Debitur yang memenuhi
prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama
sekali.Misalnya, A dan B sepakat melakukan jual beli kursi. A memesan/membeli
kursi berwarna biru dari B. tapi yang dikirim atau yang diserahkan B bukan
kursi warna biru tapi warna hitam. Dalam hal ini B sudah wanprestasi karena
melakukan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya.
c. Melaksanakan
tapi tidak tepat waktu (terlambat)
Apabila prestasi
debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
d. Debitur
melakukan suatu hal yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Misalnya A menyewakan
rumahnya kepada B, di dalam perjanjian sewa disepakati bahwa B dilarang
menyewakan lagi rumah A tersebut ke orang lain. faktanya B menyewakan rumah A
yang ia sewa itu ke pihak ketiga/orang lain. Dalam hal ini B sudah wanprestasi
karena melakukan sesuatu yabg oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk
mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian,
kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan
tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam
hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu,
akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak
pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.
Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan
sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal
1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas
waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk
menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan
tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut
disebut dengan somasi.
Somasi
adalah pemberitahuan atau peryataan dari kreditur kepada debitur yang berisi
ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam
jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.Somasi ini diatur
di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
D. Akibat
Wanprestasi
Akibat-akibat wanprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat
digolongkan menjadi empat macam[6],
yaitu :
1. Membayar kerugian yang diderita
oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Per).
Ganti
rugi sering diperinci meliputi beberapa unsur, yakni :
Ø Biaya adalah segala pengeluaran
atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
Ø Rugi adalah kerugian karena
kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si
debitor.
Ø Bunga adalah kerugian yang berupa
kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH Per).
Di
dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Ø Pasal 1247 KUH Perdata “Si
berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau
sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal
tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang
dilakukan olehnya”.
Ø Pasal 1248 KUH Perdata “Bahkan
jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si
berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang
diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah
terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya
perjanjian”.
3. Peralihan resiko kepada debitur
sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 KUH Per).
Adalah
kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan
Pasal 1237 KUH Perdata.
4. Membayar biaya perkara apabila
sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).
E.
Ganti rugi dan Overmacht
1.
Pengertian Ganti Rugi
Adalah
penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian,
barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi
perjanjiannya. Dengan demikian, ganti kerugian adalah ganti kerugian yang
timbul karena debitur melakukan wanprestasi.[7]
2.
Unsur-unsur Ganti Rugi
Menurut
pasal 1246 KUH Per, unsur-unsur ganti rugi antara lain:[8]
a. Biaya,
yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang nyata dikeluarkan.
b. Rugi,
yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaa kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian debitur.
c. Bunga,
yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur.
3.
Batasan-batasan Mengenai Ganti Rugi
Tidak
semua kerugian yang dapat dimintaka penggantian. UU menentukan bahwa kerugian
yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat wanprestasi :
a.
Kerugian yang dapat diduga saat
perjanjian dibuat.
b.
Kerugian adalah akibat langsung
dari wanprestasi.[9]
4.
Pengertian Overmacht
Overmacht ialah suatu keadaan yang memaksa. Overmacht
menjadi landasan hukum yang memaafkan kesalahan seorang debitur. Peristiwa
overmacht merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan
prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat
dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam
keadaan beriktikad buruk.Konsekuensi yang muncul dari keadaan ini menyebabkan
suatu perjanjian (kontrak) dapat dibatalkan dan yang batal demi hukum.[10]
Adapun macam-macam keadaan memaksa atau overmacht,
yaitu:
1.
keadaan memaksa yang absolut (absolut onmogelijkheid)
Keadaan memaksa yang absolut merupakan suatu keadaan dimana
debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh
karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
2.
keadaan memaksa yang relatif (relatieve onmogelijkheid).
Keadaan memaksa yang relatif, merupakan suatu keadaan yang
menyebabkan debitur mungkin untuk melaksanakan prestasinya. Pada pelaksanaan
prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar yang tidak
seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau
kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
5.
Unsur-unsur Overmacht.
Unsur-unsur
yang terdapat dalam overmacht atau keadaan memaksa antara lain :
a.
Tidak dipenuhi prestasi, karena
suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek
perikatan.
b.
Tidak dapat dipenuhi prestasi
karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi.
c.
Peristiwa itu tidak dapat
diketahui atau diduga akkan terjadi pada waktu membuat perikatan.[11]
6.
Pengaturan tentang Overmacht dalam
KUH Per.
Overmacht di Indonesia diatur dalam Pasal 1244 dan 1245
KUHPerdata, namun apabila dikaji lebih lanjut ketentuan tersebut lebih
menekankan bagaimana tata cara penggantian biaya, rugi dan bunga akan tetapi
dapat dijadikan acuan sebagai pengaturan force majeure.[12]
Pasal 1244 KUHPerdata: Jika ada alasan untuk itu, si
berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat
membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya
perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah
ada pada pihaknya.
Pasal 1245 KUHPerdata: Tidaklah biaya rugi dan bunga,
harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian
tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang
terlarang.
“Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat
disimpulkan bahwa keadaan memaksa adalah keadaan dimana Debitur terhalang dalam
memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga lebih dahulu dan
tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan untuk membayar ganti
rugi dan bunga.”
BAB III
KESIMPULAN
Wanprestasi
adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak memenuhi atau melaksanakan
prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi timbul
karena kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri dan adanya keadaan memaksa.Bentuk-bentuk
wanprestasi antara lain :
a. Tidak
melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan
b. Melakukan
apa yang diperjanjikan tapi tidak seperti yang diperjanjikan
c. Melaksanakan
tapi tidak tepat waktu (terlambat)
d. Debitur
melakukan suatu hal yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Akibat-akibat wanprestasi dapat
digolongkan menjadi empat macam :
a. Membayar kerugian yang diderita
oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Per).
b. Pembatalan perjanjian atau
pemecahan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti rugi (Pasal 1267 KUH
Per).
c. Peralihan resiko kepada debitur
sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 KUH Per).
d. Membayar biaya perkara apabila
sampai diperkarakan dimuka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).
Ganti kerugian adalah ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi. Yang memiliki tiga unsur, yaitu biaya,
rugi, dan bunga.
Overmacht
merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan
prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat
dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam
keadaan beriktikad buruk. Ada dua macam, yaitu keadaan memaksa yang absolut dan
keadaan memaksa yang relativ.
DAFTAR PUSTAKA
Erawati, Elly, Herlien Budiono, 2010, Penjelasan
Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Jakarta : Nasional Legal Reform Program
Gramedia.
Isradjuningtias,
Agri Chairunisa, Force Majuere (Overmacht) Dalam Hukum Kontrak (Perjanjian)
Indonesia.
Kartika Sari,
Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum
Dalam Ekonomi.
Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kitab lengkap undang-undang hukum
(pustaka buana)
Simanjuntak, P.H.N, 2015, Hukum Perdata
Indonesia, Jakarta : Prenadamedia Group.
Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta : Pembimbing Massa.
Subekti,
Tjitroseodibjo, 1996, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya paramita.
https://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/
Baca Juga: Mekanisme HAM (Hak Asasi Manusia) Religion Amerika dan Asia
[1] Kitab lengkap undang-undang hukum (pustaka buana)
[2] Dikutip dari https://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/
[3]Subekti dan Tjitroseodibjo, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 1996), hlm. 110.
[4]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2015), hlm. 292
[5]R.Subekti, Hukum perjanjian Cet.ke-II,(Jakarta: Pembimbing Masa,
1970), hal 50 .)
[6]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2015), hlm. 293
[7]Ibid, hlm. 292
[8]Ibid, hlm. 295
[9]Ibid, hlm. 295
[10]Elly Erawati, Herlien
Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal
Reform Program-Gramedia, Jakarta, 2010, hlm. 5
[11]P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2015), hlm. 296
[12]Agri Chairunisa
Isradjuningtias,
FORCE MAJEURE (OVERMACHT)DALAM HUKUM
KONTRAK (PERJANJIAN) INDONESIA
0 komentar:
Post a Comment