Logika Kausalita, http://p2tel.or.id |
PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah
kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi
hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga
rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah
serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami
sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu
makalah.
Dalam
aspek manapun, makalah ini belum memenuhi
kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan
kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun,
dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal mungkin, kamipun
menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah ini.
Setidaknya,
dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami
sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan
banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
Pada
akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada beliau
khususnya Bapak Dr. Nurul Hak,
S. Ag, M. Hum selaku dosen
pengampu mata kuliah Logika yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah
ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami.
Aamiin.
Sleman,
9 Mei 2016
Irfan Hamid
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun disadari,
definisi tidak pernah dapat menampilkan dengan sempurna pengertian sesuatu yang
dikandungnya, disamping pada setiap pemyelidikan permulaan suatu ilmu sudah
lazim dibuka dengan pembicaraan definisinya. Kebijakan ini ditempuh, mengingat
bahwa dalam keanekaragaman itu terdapat persamaan-persamaan prinsip yang dapat
mengantarkan kepada garis besar masalah. Sudah barang tentu pengertian yang
diantar oleh definisi ta sejelas yang di dapat dalam akhir penyelidikan. [1]
Karena itu definisi dijadikan pembuka sebuah karya tulis.
Logika itu bukan
merupakan ilmu pengetahuan teoritis saja, melainkan juga memiliki segi praktis.
Artinya disamping kita mengerti hukum-hukum berpikir, maka kita harus dapat
menerapkan hukum-hukum itu dalam praktik (praktik berpikir). Untuk dapat
mempraktikkan hukum-hukum ini kita harus cakap (cakap berpikir sendiri dengan
lurus dan sehat). Ini berarti berpikir menurut hukum-hukum atau patokan
berpikir, sehingga dengan demikian dapat mencapai kebenaran.[2]
Sedangkan dalam makalah
ini kami sebagai penyusun makalah akan menampilkan salah satu hukum berpikir
yaitu Kausalitas (Sebab Akibat). Sebenarnya jika bicara tentang sebab akibat,
kita akan sering atau akrab bersinggungan dengan hal ini. Namun kadang-kadang
kita yang tidak sadar. Untuk lebih jelasnya kami akan membahasnya dalam 3
rumusan masalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Kausalitas?
2. Bagaimana Contoh Hubungan Kausalitas Dalam
Logika?
3. Bagaimana Penjelasan Penyimpulan Kausal?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Kausalitas
2. Mengetahui Metode dan Contoh Kausalitas
Dalam Logika
3. Penjelasan Penyimpulan Kausal
BAB. II
Isi
1. Pengertian Kausalitas
Keyakinan manusia akan
hukum kausalitas sudah ada seja zaman kuno. Bahawa tidak ada satupun peristiwa
terjadi secara kebetulan, melainkan semuanya mempunyai sebab yang
mendahuluinya, dapat kita telusuri sejak peradaban manusia tercatat dalam
sejarah. Bukti itu dapat kita temui pada abad 5 sebelum Masehi, yaitu pada
ucapan filosof Yunani Leucipos: Nihil fit sine causa (tidak ada
peristiwa yang tidak mempunyai sebab). Namun demikian tidak berarti jauh sebelumnya
manusia belum mengenal peristiwa sebab akibat. Dokter-dokter zaman Firaun tidak
mungkin dapat mengobati penyakit kecuali mereka memliki pengetahuan sebab
akibat.[3]
Pada umumnya kalau orang
berbicara tentang sebab dan akibat, yang dimaksud ialah bahwa keadaan atau
kejadian yang satu menimbulkan atau menjadikan keadaan atau kejadian yang lain.
Yang satu disebut sebab, dan yang lain disebut akibat.
Dalam pengertian
sebab-akibat itu pertama-tama terkandung makna bahwa sebab mendahului akibat.
Akan tetapi tidak semua yang mendahului sesuatu yang lain adalah sebab dari
munculnya akibat. Kalau seorang pasien meninggal setelah disuntik, belum tentu
kematiannya disebabkan oleh suntukan itu. Hubungan antara sebab dan akibat itu
bukan hubungan urutan biasa atau hubungan yang kebetulan. Hubungan sebab-akibat
itu adalah hubungan yang interinsik.
Diatas dikatakan bahwa
hubungan sebab-akibat itu mempunyai unsur interinsik, akan tetapi juga
dikatakan diatas bahwa tidak selalu sesuatu yang timbul sesudah sesuatu yang
lain, merupakan sebab-akibat. Agar hubungan antara sebab-akibat menjadi jelas,
dalam logika “sebab” dipandang sebagai suatu syarat atau suatu kondisi yang
merupakan dasar adanya atau terjadinya suatu “akibat”. Dibedakan antara 2 macam
kondisi, yaitu kondisi mutlak dan kondisi memadai.[4]
Sebab sebagai sesuatu
yang melahirkan akibat mempunyai banyak pengertian. kondisi yang mutlak (necessary
causa) dan kondisi yang memadai (Sufficient Causa). kondisi yang mutlak
adalah suatu keadaan bila tidak ada maka akibatnya tidak muncul, tetapi dengan
adanya akibat tidak harus terjadi. Sedangkan kondisi yang memadai adalah sesuatu yang karena adanya menyebabkan akibat
muncul, dan dengan tidak adanya menyebabkan akibat tidak muncul. Dengan kata
lain sebab yang menjadikan adalah sesuatu yang ada atau tidaknya menentukan ada
dan tidaknya akibat.
Disamping itu juga ada
sebab yang jauh dan sebab yang langsung. Bila A mengakibatkan B dan B
mengakibatkan C, C mengakibatkan D, D mengakibatkan E dan E mengakibatkan F,
maka E adalah sebab yang langsung. Sedangkan A adalah sebab yang jauh. Bila
kita menelusuri sebab tewasnya seorang mahasiswa dalam kecelakaan kendaraan,
akan kita dapati sebab yang berantai.[5]
2. Metode dan Contoh
Kausalitas Dalam Logika
a.
Metode Persesuaian (Method of Agreement)
Yaitu jika dua peristiwa atau lebih
dari satu factor yang sama,factor tersebut dapat dianggap sebagai sebab dari
gejala itu.
Dirumuskan:
A B C = Z
C D E = Z
C = Z
Contoh:
P1:Di daeerah A pada umumnya orang
tua kurang perhatian pada anak,dan masyarakatnya kurang memeperhatikan kegiatan
anak muda kea rah positif,serta kurang sekali adanya pendidikan moral agama
sehingga kenakalan remaja makin meningkat.
P2:Di daerah B kurang sekali adanya
pendidikan moral agama,dibentuk adanya karang taruna,bahkan sering diadakan
ceramah kepemudaan,terdapat juga kenakalan remaja makin meningkat
Ks:Dari dua
daerah dengan gejala yang sama tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa
kurangnya pendidikan moral agama yang menyebabkam kenakalan remaja.
b.
Metode Perbedaan (Method of Difference)
Yaitu jika terdapat dua peristiwa
yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan yang lain tidak,sedangkan
pada peristiwa yang satu terdapat sebuah unsur dan peristiwa yang lainya tidak
terdapat maka unsur itulah yang merupakan sebab dari gejala tersebut.
Dirumuskan:
A B
C = Z
A B –C = Z
C = Z
Contoh:
P1:Di daerah A pada umumnya orang
tua kurang perhatian pada anak,dan masyarakatnya kurang memeperhatrikan
kegiatan anak muda kea rah positif,serta kurang sekali adanya pendidikan moral
sehingga kenakalan remaja makin meningkat.
P2:Di daerah C juga umumnya orang
tua kurang perhatian pada anak,dan masyarakatnya kurang memperhatikan kegiatan
anank muda kea rah yang positif, tetapi jika pendidikan agama banyak disampaikan,sehingga
kenakalan remaja makin berkurang
Ks:Dari gejala dua daerah ini dapat
disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang mengakibatkan kenakalan
remaja meningkat.
c.
Metode Gabungan Persesuaian dan Perbedaan (Join Methods of Agreement and Diference)
Jika di dalam dua peristiwa atau
lebih terjadi gejala tertentu yang mempunyai satu unsur yang sama ,sedangkan di
dalam dua atau lebih peristiwa tidak terjadi gejala tertentu dan tidak
mempunyai persamaan kecuali tidak adanya unsur itu,unsur yang semata-mata
membuat dua peristiwa itu berbeda merupakan akibat atau sebab dari gejala
tersebut.
Dirumuskan:
A B
C = Z
B C
E = Z
A B D = -Z
C = Z
Contoh
:
P1:Amakan nasi gudeg dan telur serta
minum teh botol,akibatnya sakit perut
P2:B makan telur,minum the dalam
botol serta makan nasi goring juga sakit perut.
P3:C makan nasi gudeg dan telur
serta minum es jeruk tidak sakit perut.
Ks:Dapat
disimpulkan bahwa minum the dalam botol itulah yang mengakibatkan sakit perut.
d.
Metode Sisa (Methods of Residues)
Yaitu jika terdapat beberapa gejala
sebab akibat dari beberapa factor dan dengan pengurangan dapat mengurangi
gejala tersebut,sisa dari gejala itu merupakan akibat dari sebab-sebab
selebihnya.
Dirumuskan:
ABC
= XYZ
AB = XY
C =
Z
e.
Metode Perubahan sering (Methods of Concomitant Variations)
Yaitu di antara dua peristiwa akan
berubah jika adanya dua perubahan unsur peristiwa kedua,dan sebaliknya unsur
peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsur pada peristiwa pertama
tidak berubah maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan sebagai
sebab akibat.
Dirumuskan:
ABC
= XYZ
ABC1
= XYZ1
ABC2 = XYZ2
C = Z
Contoh:
P1:Tanaman padi di sawah dirawat
dengan teratur oleh petani,hama dicegah dengan baik,dan diberi pupuk kandang
dengan takaran tertentu,ternyata hasilnya meningkat sedikit.
P2:Tanaman padi di sawah dirawat
dengan teratur ,hama dicegah dengan baik,dan diberi pupuk kandang dengan
takaran tertentu dilebihkan sedikit,terbukti hasilnya meningkat banyak .
P3:Tanaman padi di sawah dirawat denganteratur,hama
dicegah dengan baik ,dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu lebih
banyak lagi,terbukti hasilnya meningkat lebih banyak
3. Penyimpulan Kausal
Lima metode penyimpulan yang ditentukan oleh Jhon Stuart Mill yang
kemudian dirumuskan secara singkat dalam rumusan simbolik dengan mengunakan
pola silogisme hipotesis dapat dinyatakan sebagai metode logika, yang sifatnya
deduktif tetapi dalam pengetrapannya bersifat
induktif. Jadi, metode logika ini
bersifat induktif dalam hal pola logikannya atau bentuk logikanya, dan bersifat
induktif dalam hal pelaksanaanya. Kelima metode ini yang setiap premis
mayor(pangkal-pikir besar) didalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya
induksi memerlukan deduksi bagi penyusenan pikiran mengenai hasil-hasil
eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian
yang saling terpisah sebetulnya saling bantu membantu.
Dalam penalaran induktif untuk mencari hubungan sebab akibat
mengunakan lima metode John Stuart Mill ini, didasari atau tidak memang salah
satu dari lima metode tersebut digunakan, dan terutama sekali digunakan dalam
bidang penelitian exsperimental, yang merupakan salah satu kegiatan ilmiah
untuk mengkaji hipotesis yang diajukan. Dibidang filsafat terutama digunakan
dalam perenungan, yaitu penelitian tentang konsep-konsep yang saling
berhubungan satu dengan yang lain sebagai sebab akibat. Dalam modul ini,
diambilkan contoh metode perbedaan diterapkan pada perkembangan politik
kenegaraan indonesia sebagai perwujudan konkret filsafat pancasila:
P1 : jika
diingatkan pendidikan agama, pendidikan kewiraan, dan pendidikan filsafat
pancasila maka dapat mengakibatkan langsung meningkatnya stabilitas nasional.
P2 : Jika hanya
ditingkatkan pendidikan agama, dan pendidika kewiraan, tanpa diikuti pendidikan
filsafat pancasila akibatnya tidak dapat meningkatkan langsung stabilitas
nasional.
P3 : Jika
perbandingan dua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan filsafat
pancasila dapat meningkatkan langsung stabilitas nasional.
Dengan dasar perenungan diatas maka pendidikan filsafat pancasila
perlu disebarluaskan kesemua kelompok masyarakat indonesia untuk memantapkan
ideologi bangsa guna mencapai stabilitas nasional. Menurut pemikiran rakyat
indonesia stabilitas nasional adalah merupakan prasyarat dalam pembangunan
nasional. Selanjutnya, berdasarkan perenungan ini maka dalam pembangunan
nasional harus diikuti pemantapan ideologi pancasila, tanpa pembangunan
nasional tidak akan dapat membangun manusia indonesia seutuhnya, dalam arti
mencapai kebahagiaan manusia atas dasar susunan kodrat jiwa dan raga,
kebahagiaan manusia atas dasar sifat kodrat jiwa dan raga, kebahagiaan manusia
atas dasar kedudukan kodrat sebagai mahluk mandiri dan mahluk tuhan.[7]
Bukti-bukti
ketetapan perenungan diatas, misalnya perenungan kedua (P2). Sebelum
disebarluaskan pendidikan filsafat pancasila secara luas sebagai ideologi
negara, terbukti pada waktu itu stabilitas nasional tidak tercapai sehingga
rakyat indonesia tidak sempat membangun krena antar golongan saling bertengkar
ingin menang sendiri, bahkan banyak terjadi pemberontakan, dan tidak adanya
kesatuan ideologi.
Contoh penyimpulan kausal ini banyak sekali namun terlepas dari
contoh-contoh yang ada, ditinjau segi bentuk logikannya sudah menunjukan
penyimpulan yang tepat sebagai penalaran yang tidak langsung berupa hubungan sebab akibat. Berdasarkan
bentuk logikannya maka, penyimpulan langsung disebut juga metode logika karena
bentuk logikanya maka penyimpulan langsung disebut jug metode logika karena
bentuk logikannya sah dan tepat.[8]
BAB. III
PENUTUP
Kesimpulan
Keyakinan
manusia akan hukum kausalitas sudah ada seja zaman kuno. Bahawa tidak ada
satupun peristiwa terjadi secara kebetulan, melainkan semuanya mempunyai sebab
yang mendahuluinya. Pada umumnya kalau orang berbicara tentang sebab dan
akibat, yang dimaksud ialah bahwa keadaan atau kejadian yang satu menimbulkan
atau menjadikan keadaan atau kejadian yang lain. Yang satu disebut sebab, dan
yang lain disebut akibat.
Metode
dalam kausalitas terbagi atau digolongkan menjadi 5 metode yaitu, Metode Persesuaian (Method of
Agreement), Metode Perbedaan (Method of
Difference), Metode
Gabungan Persesuaian dan Perbedaan (Join
Methods of Agreement and Diference), Metode Sisa (Methods of Residues), Metode Perubahan sering (Methods of Concomitant Variations).
Jadi, metode logika ini bersifat induktif dalam hal pola logikannya
atau bentuk logikanya, dan bersifat induktif dalam hal pelaksanaanya. Kelima
metode ini yang setiap premis mayor(pangkal-pikir besar) didalam deduksi
memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusenan
pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya
bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah sebetulnya saling bantu
membantu.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri, Logika, Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Noor Muhsin, dan Sonjoruri Budiani, Logika, Tangerang:
Universitas Terbuka, 2014
Soedomo Hadi, Logika Filsafat Berpikir, Surakarta:
UNS Press, 2005
Surajiyo Astanto Sugeng.dkk, Dasar-dasar
Logika, Jak
[7] Noor Muhsin, dan Sonjoruri Budiani, Logika (Tangerang:
Universitas Terbuka, 2014), hlm, 9.54-9.55
0 komentar:
Post a Comment