Cartun Politik, kompasiana.com |
Pengantar
Puji syukur
tetap hanya milik Allah semata, begitupun shalawat berbingkai salam tiada yang
berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW. Tanpa
nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Beberapa kalimat yang kami
sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu
makalah.
Dalam hal
apapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti
pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena
ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami
saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung
dalam penulisan makalah ini.
Setidaknya,
dalam penulisan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri,
ada banyak maraji’ yang kami petik, sehingga kami mengharap akan banyak manfaat
yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
Pada akhirnya, makalah ini kami persembahkan kepada orang tua kami yang
telah merelakan darah juang kami dalam petualangan akademik, kepada khususnya
Drs. Badrun M. SI selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Politik yang memberi
kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan yang terakhir kepada
teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan
agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.
BAB. I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap
orang berbicara tentang cuaca, tetapi tak seorang pun yang bisa berbuat
terhadapnya. Sampai pada zaman nya, orang dapat memengaruhi cuaca, meski hanya
melalui pencemaran udara akibat aktiftas manusia. Dan sudah sejak lama
sesungguhnya manusia telah mengendalikan akibat yang di munculkan cuaca, contoh
nya mesir kuno melalui pembangunan sistem pengairannya. Dalam perkembangan nya,
manusia saat ini telah mampu merekayasa cuaca, manusia mampu membuat awan hujan
untuk pengairan wilayah tertentu. Selain itu manusia juga bisa mengolah tanah
untuk mengurangi erosi, dan menggunakan energi matahari untuk mengubahnya
menjadi listrik.
Semua
hal diatas bukan tidak ada sangkut-pautnya dengan politik. Hal-hal seperti itu
secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik disuatu tempat.
Contoh sistem pengairan dan pembuatan awan hujan, secara tidak langsung akan
memengaruhi kualitas, kuantitas, dan harga bahan makanan hasil olahan kebun.
Selanjutnya berawal dari ketentuan kebijakan kebutuhan pokok, hal ini juga
memengaruhi akses pendidikan, jenis usaha yang bisa dipilih, pekerjaan yang
tersedia, besar penghasilan yang bisa didapat, biaya perumahan, transportasi,
pakaian, dll.
Di seluruh negara di dunia, pemerintah
merupakan lembaga politik yang resmi (terlepas dari negara republik atau
kerajaan, dan yang lain). Hubungan pemerintahan dan politik di ibaratkan dimana
ada asap disana ada api, dimana ada politik disitu ada kekuasaan/pemerintahan.
Begitulah awal pemahaman kita tentang politik.[1]
Dalam makalah ini kami selaku penyusun akan membahas lebih lanjut point dalam
ilmu politik yaitu sistem politik, baik secara umum dan secara khusus yang ada
di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan ciri-ciri sistem
politik?
2. Bagaimana fungsi dan struktur sistem
politik?
3. Bagaimana penjelasan sistem politik secara
umum?
4. Bagaimana penjelasan sistem politik yang
ada di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan ciri-ciri sistem
politik
2. Mengetahui fungsi dan struktur sistem
politik
3. Mengetahui penjelasan sistem politik secara
umum
4. Mengetahui penjelasan sistem politik di
Indonesia
BAB. II
Isi
A. Pengertian dan CiriSistem Politik
1. Pengertian Sistem Politik
Terminologi sistem
digunakan dalam berbagai cara yang luas sekali sehingga sulit untuk
mendefinisikannya ke dalam suatu pernyataan yang dirangkum untuk menetukan
maksud pengertian sistem. Hal ini dikarenakan bahwa pengertian sistem
tergantung pada latar belakang cara pandang orang yang mendefinisikan. Menutut
Hukum sistem dipandang sebagai sekumpulan aturan yang membatasi. Menurut
Rekayasa sistem menjadi proses input yang ditransformasikan menjadi output.
Menurut Awam sistem dipandang sebagai cara atau metode untuk mencapai suatu
tujuan. Itulah berbagai cara pandang terhadap pengertian sistem. Maka dapat
disimpukan bahwa sistem adalah sekumpulan objek yang saling berhubungan, saling
bekerja sama dan saling mempengaruhi satu sama lain serta terkait pada rencana
yang sama untuk mencapai satu tujuan dalam lingkungan yang kompleks.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem diartikan sebagai perangkat unsur
yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Sedangkan pengertian
politik adalah hal yang menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara
melaksanakannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik diartikan sebagai
segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan Negara. Dan jika pengertian
sistem dan pengertian politik di pertemukan, maka menghasilkan definisi sistem
politik adalah membahas hubungan interaksi antara lembaga-lembaga yang menjadi
objek bahasannya dalam kegiatan atau usaha dalam kegiatan atau usaha
lembaga-lembaga tersebut melaksanakan fungsi-fungsinya untuk menghasilkan output
dari input agar dapat dicapai tujuan sistem itu.[3]
Selain pengertian di
atas, juga banyak ahli yang berpendapat tentang pengertian sistem politik,
yaitu:
Menurut Arifin Rahman,
adalah suatu kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip, dan lain-lain, yang
membentuk suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain.
Menurut Ludwig Von
Bertallanffy, adalah sekumpulan unsur yang berbeda dalam keadaan berinteraksi.
Menurut Pamudji, suatu
kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks dan utuh. Dan suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh,
dimana didalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan
sistem tersendiri yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu
sama lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mencapai suatu
tujuan.
Menurut Inu Kencana
Syafie’ie, adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kait-mengait
satu sama lain. Bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk sistem
dari rangkaian selanjutnya. Begitulah seterusnya sampai pada bagian akan
mengganggu kestabilan sistem itu sendiri.
Menurut Sumantri, adalah
sekelompok bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu
maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya,
maka maksud yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya
sistem yang telah terwujud akan mendaapat gangguan.[4]
Setelah mengumpulkan
pengertian-pengertian di atas dari banyak pendapat ahli, maka kami sebagai
penyusun makalah menhyimpulkan satu pengertian tentang sistem politik, yaitu suatu
kesatuan unsur-unsur yang bekerja bersama dalam politik suatu negara, yang
saling mendukung dan mempunyai satu tujuan.
2. Ciri Sistem Politik
Untuk mempermudah memahami sistem politik,
ada baiknya kita melihat apa sajakah ciri-ciri umum mengenai hal ini. Berikut
adalah beberapa ciri-ciri sistem politik menurut Easton[5]
dan Almond.[6]
a.
Memiliki kebudayaan politik
Dalam pengertian bahwa masyarakat yang
paling sederhana pun mempunyai tipe struktur politik yang terdapat dalam
masyarakat yang paling kompleks sekalipun. (Almond)
b.
Memiliki sistem campuran dalam hal kebudayaan
Dalam artian secara rasional tidak ada
struktur dan kebudayaan yang semuanya modern dan semuanya tradisional,
melainkan campuran antara unsur modern dan tradisional. (Almond)
c.
Memiliki unit-unit dan batasan-batasan suatu sistem politik
Dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit (unit-unit ini adalah lembaga yang sifatnya
otoritatif) yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk menggerakkan
roda kerja sistem politik. (Easton, 1965)
d.
Memiliki input dan output
Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam
system politik berupa tuntutan, dukungan atau keduanya. Sedangkan Output adalah
hasil kerja sistem politik yang berasal dari tuntutan dan dukungan masyarakat.
(Easton, 1965)
e.
Memiliki diferensiasi dalam sistem
Sistem yang baik haruslah memiliki
diferensiasi (pembedaan/pemisahan) kerja. Misalkan saja dalam pembuatan UU
Pemilu Indonesia, tidak cukup KPU saja yang merancang kemudian mengesahkan DPR.
Tetapi, KPU lembaga kepresidenan, sedangkan dalam perundang-undangan partai
politik dan masyarakatlah yang berhak atas hal ini. (Easton, 1965). Serupa
dengan Easton, Almond berpendapat semua struktur politik mempunyai spesialisasi
khusus tugas.
f.
Memiliki integrasi dalam sistem
Meskipun memiliki diferensiasi, suatu sistem
tetaplah harus memperhatikan aspek integrasi. Integrasi adalah keterpaduan
kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. (Easton, 1965). Senada
dengan ungkapan Easton, Almond berpendapat bahwa system politik menjalankan
fungsi-fungsi yang ssama walau tingkatannya berbeda yang ditimbulkan karena
perbedaan struktur.
B. Fungsi dan Struktur
Sistem Politik
Sistem politik merupakan
organisasi dimana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan bersama.
Oleh karena itu, sistem politik melaksanakan berbagai aktivitas yang
ditunjukkan untuk meraih tujuan-tujuan bersama yang telah dirumuskan tersebut.
Milsalnya, perang, perdamaian, pajak, pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, dan
sebagainya. Untuk melaksanakan aktivitas yang kompleks itu maka sistem politik
memerlukan badan-badan atau struktur-struktur yang akan bekerja dalam sistem
politik seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang melaksanakan
fungsi-fungsi tersebut.
Dalam konteks ini,
kekuasaan kekuasaan pada pembicaraan system politik menurut Gabriel A. Almond
dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Kekuasaan yang ditunjukan kepada Negara identik dengan infra struktur
politik
Infra
struktur politik adalah struktur politik masyarakat, yang merupakan struktur,
atau bangunan pranata yang tak tampak secara jelas, atau tidak terlihat
wujudnya, namun keberadaannya dapat dirasakan karena ada fungsi-fungsi yang
mengalir. Infra struktur politik bias diartikan sebagai anggota politik tidak
resmi, contohnya dalah masyarakat penekan, media masa, pengamat politik, dam
partai politik. Contoh:
a.
Partai
Politik (Political Party)
b.
Kelompok
Kepentingan (Interest Group)
c.
Kelompok
Penekan (Presure Group)
d.
Political
Communication Media
e.
Tokoh
Politik
2.
Kekuasaan yang ada dalam Negara sama dengan supra struktur politik.
Supra
struktur politik adalah bangunan atau tata hubungan kekuasaan yang di pandang
sebagai pembagian kekuasaan secara horizontal-fungsional yang ada dalam Negara
yang bersangkutan, yaitu merupakan mesin politik resmi, atau mesin politik
formal, yaitu bidang kekuasaan Negara atau pemerintahan yang terdiri dari
kekuasaan legilatif, eksektif, dan yudikatif.[7]
Contoh:
a. MPR
b. Anggota
Dewan
c. Presiden
d. BPK
e. MA
f. DPR dan
Presiden
C. Sistem Politik Secara
Umum
1.
Sistem politik Amerika Serikat
Amerika
serikat adalah negara federal, sistem pemerintahan daerahnya adalah negara
berbentuk negara-negara bagian, yang terpisah sama sekali dengan negara
induknya (pemerintah federal) kecuali dalam hal keamanan bersama. Bahakan
negara-negara bagian mempunyai undang-undang sendiri. Wakaupun demikian, semua
negara bagian haruslah bercorak republic dan tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi pusat. Dibawah negara bagian kita temui pemerintahan kota yang
dipimpin oleh seorang walikota. Sistem pemerintahan negara ini juga menggunakan
pemisahan kekuasaan dengan tegas antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Kehendak
bebas manusia ditentukan oleh apa yang jelas dapat ditentukan dan diputuskan.
Tetapi dalam hal kehendak bebas untuk melaksanakan sesuatu kitab suci masih
memberikan batas. Bagi negara sekuler seperti Amerika Serikat, agam hanya
dipegang pada acara khusus seperti kelahiran, kematian, pernikahan dan
sebagainya. Tetapi dalam menentukan perundang-undangan, sepanjang tidak
mengganggu orang atau pihak lain sudah mereka tingalkan.[8]
2. Sistem politik Perancis
Berbeda
dengan Amerika Serikat yang merupakan negara serikat, maka Perancis merupakan
Republik kesatuan. Dengan memperkuat kedudukan Eksekutif (presiden) Perancis
tetap menjaga agar partai-partai politik tradisional pun tetap hidup dan kuat.
Kedudukan
presiden dapat dikatakan kuat karena, walaupun dewan menteri memiliki perdana
menteri, tetapi presidennya yang mengangkat perdana menteri. Dan presidenlah
yang mengetuai sidang kabinet tersebut.[9]
3. Sistem politik Tiongkok
Tiongkok
berdiri pada tahun 1949 setelah menumbangkan dinasti Cing yang kala itu berusia
ratusan tahun. Namun baru pada tahun 1954 lah konstitusi Tiongkok (Dahulu
China) ditetapkan dalam kongres Rakyat Nasional, yang menyebutkan antara lain
bahwa demokrasi rakyat dipimpin oleh partai Komunis China sebagai inti
kepemimpinan pemerintahan.
Dalam
Republik Rakyat Tiongkok badan eksekutif diduduki oleh ketua partai yang
berkuasa yaitu ketua partai komunis, dan sekretaris jendral partai sebagai
pelaksana pemerintahan. Badan legislatif Tiongkok adalah Kongres Rakyat
Nasional (Setingkat DPR) yang tentunya juga di dominasi Partai Komunis.
Yudikatif Tiongkok di pegang oleh Mahkamah Agung, sekalilagi karena Kongres
Rakyat Nasional di dominasi partai Komunis, maka sangat sulit menegakkan
demokrasi di Tiongkok, sekalipun di era globalisasi ini gencar diwacanakan
reformasi besar-besaran.[10]
4. Sistem politik Iran
Sistem
pemerintahan Iran adalah Republik Islam Iran yang ditandai oleh kejatuhan
dinasti Syah Iran, yang bertindak sebagai kepala negara adalah Imam ke-12 yang
selama masih gaib diwakili oleh Faqih atau Dewan Faqih (Dewan Keimanan).
Kepala
pemerintahan dipegang oleh seorang presiden, yang walaupun dipilih oleh rakyat
tetapi diangkat, dilantik dan diberhentikan oleh Faqih atau Dewan Faqih
(Penentuan seorang untuk menjadi Faqih dan Ayatullah adalah berdasarkan
kemampuan yang bersangkutan mengenal Al-quran).
Ketua
dewan Menteri-Menteri dipegang oleh Perdana Menteri yang dipilih, diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden, setelah mendapat persetujuan dari badan
Legislatif (Dewan Pertimbangan Nasional Iran). Disamping itu dikenal pula Dewan
Pelindung Konstitusi, dewan ini disebut juga Dewan Perwalian atau The
Guardian Counsil of Constitution (Syura ne Gahdan) yang bertugas mengawasi
agar undang-undang yang dibuat oleh Dewaan Pertimbangan Nasional Iran tidak
bertentangan dengan ajaran Islam dan Konstitusi Iran.[11]
D. Sistem Politik di
Indonesia
Sistem politik di
Indonesia juga melibatkan rakyat dalam pelaksanaannya, rakyat sebagai
masyarakat yang mempunyai kapasitas relatif rendah untuk bisa melayani segala
perubahan. Masyarakat yang secara minimal memperoleh kesempatan untuk mengenal
berbagai sistem politik di dunia dan mencoba mengurus diri sendiri dengan
mempraktekkan salah satu atau kombinasi dari berbagai sistem politik yang
dikenalnya; di dalam waktu yang singkat sekaligus dihadapkan kepada tanggung
jawab untuk mengatasi segala keterbelakangannya.
Demikian halnya dengan
partai politik. Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, masalah yang menyangkut
partai serta kehidupannya sudah menjadi salah satu pembicaraan utama dikalangan
para politisi Indonesia. Para perintis kemerdekaan sudah memikirkan sistem
kepartaian apa yang mungkin kelak dikembangkan di Indonesia.
Di Indonesia sebelum
islam datang, sudah berkembang berbagai kepercayaan seperti animisme dan
agama-agama hindu dan budha, bahkan masyarakat pada saat itu mencampur
kepercayaan-kepercayaan tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa bagian masyarakat
tertentu mencampur adukkan unsur-unsur dari ajaran dan upacara-upacara dari
kepercayaan dan agama-agama di atas. Besarnya peranan agama dalam kehidupan
masyarakat, ternyata untuk melandasi kekuasaan raja-raja dimasa lalu.
Perhatikan bagaimana raja syailendra membangun candi-candi seperti Borobudur,
pawon, mendut, kalasan dll, dengan teknologi yang sederhana.
Peninggalan-peninggalan sejarah memperlihatkan kita bagaimana keterkaitan agama
dengan politik pada kala itu di Indonesia.
Masuknya agama islam,
tidak mengubah hubungan agama dengan kekuasaan. Seperti raja-raja terdahulu,
kerajaan-kerajaan islam sesuai dengan ajaran agama islam mempergunakan agama
sebagai landasan kekuasaan raja. Akan tetapi perkembangan islam menumbuhkan
pengelompokan baru dikalangan masyarakat Indonesia yang lebih dikenal sebagai
santri dan abangan –santri adalah masyarakat islam yang terpelajar dan kritis,
abangan adalah masyarakat islam yang kurang terpelajar–.
Belanda menguasai
Indonesia selama lebih dari 300 tahun, pemerintahan hindia-belanda menerapkan
sistem politik kekuasaan yang sekuler. Kolonial memisahkan agama dengan
politik, sedangakan masyarakat Indonesia tetap berpegang teguh pada sistemnya
yang semula. Namun secara umum pemerintahan kolonial lah yang mau tidak mau
pasti diterapkan di Indonesia, karena melihat kondisi pada saat itu Indonesia
berada dalam jajahan Belanda. Namun Indonesia kala itu tidak tinggal diam, hal
ini melandasi banyaknya aliran-aliran atas nama organisasi sosial dan politik
mulai menyeruak. Dan walaupun dalam tingkatan organisasi, namun perannya dalam
kemerdekaan juga patut dicatat. Adapun contoh-contoh organisasi penggerak
kemerdekaan pada saat itu ialah Syarikat Dagang Islam, Nahdatul Ulama, Dan
Muhammadiyah. Selain organisasi politik dengan dasar keberagamaan ada juga
organisasi atas dasar kesukuan yang juga memiliki peran, antara lain Paguyuban
Pasundan (1914), Sarekat Sumatera (1920), Rukun Minahaasa dan Rukun Betawi
(1923).
Sampai jepang mengambil
alih kekuasaan atas Indonesia dari pemerintahan Kolonial Belanda, oraganisasi
kemerdekaan diatas masih tetap eksis, namun dikelompokkan menjadi 2 golongan
yaitu kelompok kiri Nasionalis-Islam dan kelompok kanan Nasionalis-Moderat.[12]
Sedangkan Indonesia
sekarang menerapkan sistem pemerintahan presidensil, atau kekuasaan eksekutif
di amanahkan kepada presiden. Sistem presidensil (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional,
merupakan sistem
pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Presiden yang
dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa
jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Tidak ada status yang
tumpang tindih antara badan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif
kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya
dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika
presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan
terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia
diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil
presiden akan menggantikan posisinya.[13]
Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, membatasi masa
jabatan presiden/wakil presiden selama 2 periode. Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan (eksekutif) berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas
tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden juga berhak mengajukan
rancangan Undang-undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga memiliki
kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
Undang-undang
Badan legislatif adalah struktur politik yang
mewakili rakyat Indonesia dalam menyusun undang-undang serta melakukan
pengawasan atas implementasi undang-undang oleh badan eksekutif di mana para
anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum. Struktur-struktur politik yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat I dan Tingkat II, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
Dewan Perwakilan Daerah.
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman
dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman di Indonesia,
menurut konstitusi, berada di tangan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya (peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,
peradilan tatausaha negara) serta sebuah Mahkamah Konstitusi. (Seta Basri, 2009).
BAB. III
Penutup
Kesimpulan
Sistem
politik adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kait-mengait satu
sama lain. Di dalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya
merupakan sistem tersendiri yang mempunyai fungsi masing-masing, namun tetap
dalam aturan dan kaedah yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Yang berciri
Memiliki kebudayaan politik, Memiliki sistem campuran dalam hal kebudayaan,
Memiliki unit-unit dan batasan-batasan suatu sistem politik, Memiliki input dan
output, Memiliki diferensiasi dalam system, Memiliki integrasi dalam sistem
Sistem politik secara tidak langsung
dipengaruhi oleh hal nonteknis semacam cuaca, yang membuat system dan kebijakan
di dalamnya berbeda antara satu tempat dengan yang lainnya. Sistem politik juga
di tentukan oleh latar belakang sejarah suatu bangsa, sistem politik bias di
adopsi melalui apa yang mereka dapat dari Negara yang menjajahnya dan juga
dibentuk dari cara mereka memberontak kepada Negara yang menjajahnya. Serta
politik pun dipengaruhi oleh latar belakang agama, dimana agama menjadi sumber
tata cara berpolitik.
Di
Indonesia, system politik telah mengalami pembentukan dalam sejarah Indonesia.
Dari mulai saat animism muncul di Indonesia, dilanjutkan datang nya ajaran
agama Hindu-Budha yang semakin mewarnai cara berpolitik pada kala itu. Saat
ajaran islam datang, sistem politik tidak berubah, masih tetap agama menjadi
dasar dalam berpolitik. Barulah saat Belanda sistem sekularisme agama dan
politik diberlakukan, dan berlanjut pada masa penjajahan Jepang. Dan sekarang
Indonesia memiliki sistem Presidensil dan memiksahkan kekuasaan atas 3
kekuatan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Daftar Pustaka
Maksudi, Beddy Irawan, Sistem politik Indonesia. Jakarta:
Rajawali pers, 2012
Piliang, Indra, Mengenal teori-teori politik. Bandung:
Nuansa Cendekia, 2013
Rodee, C. Clymer, dkk., Pengantar ilmu politik. Jakarta:
Rajawali pers, 2013
Sanit, Arbi,
Sistem politik Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1981
Syafiie, Inu Kencana, Ilmu politik. Jakarta:
Rineka Cipta, 1997
sistempemerintahanindonesia.com
0 komentar:
Post a Comment