Sejarah Kesenian Islam Indonesia | Divinisi dan Ruang Lingkup Seni Pertunjukan Islam


Kesenian Islam, blogspot.com

Pengantar

            Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
            Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah ini.
            Setidaknya, dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
            Pada akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Dra. Soraya Adnani, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Kesenin Islam Indonesia yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.

                                                                                                Sleman, 24 Maret 2017


                                                                                                Irfan Hamid




BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Pengertian seni secara umum dikemukakan oleh 2 tokoh sebagai berikut; Seni adalah salah satu unsur kebudayaan yang bersifat universal (Koentjaraningrat, 1990: 204). Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam pembentukan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang hidup selaras dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa 9Haryono, 1999: 92).[1]
          Sedangkan Seni Islam adalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada Allah. Di sini kita sudah dapat membedakan seni yang dihasilkan jika dibandingkan dengan pengertian seni secara umum. Seni islam juga memiliki kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya:
- Seni yang mengungkapkan pandangan hidup umat Muslim,
- Seni yang diciptakan desainer Muslim,
- Seni yang sesuai dengan bayangan seorang Muslim, dan
- Segala bentuk seni yang mengarah pada nilai keislaman.
Belum lagi pendapat para ulama mengenai syarat-syarat berseni dalam Islam yang semakin memperjelas perbedaan seni umum dan seni islam.
          Jenis seni islam sebenarnya tidak jauh dengan seni umum, yaitu meliputi seni rupa, seni musik, seni pertunjukkan, seni sastra, dan seni film/sinema. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas secara khusus Seni Pertunjukkan Islam Indonesia, dikerucutkan lagi pada periode klasik. Untuk memperjelas gambaran tentang seni yang kami bahas, kami telah membuat bagan/peta konsep mengenai seni di bawah ini:
Gambar Peta Konsep Seni

B. Rumusan Masalah

1.    Bagaimana definisi[2] dan ruang lingkup Seni Pertunjukkan Islam?
2.    Bagaimana periodisasi Seni Pertunjukkan?
3.    Bagaimana perkembangan Seni Pertunjukkan Islam Indonesia Klasik?
4.    Apa saja contoh Seni Pertunjukkan Islam Indonesia?

C. Tujuan

1.    Mengetahui definisi dan ruang lingkup Seni Pertunjukkan Islam
2.    Mengetahui periodisasi Seni Pertunjukkan
3.    Mengetahui perkembangan Seni Pertunjukkan Islam Indonesia Klasik
4.    Mengetahui contoh Seni Pertunjukkan Islam Indonesia



BAB. II
PEMBAHASAN

A. Difinisi dan Ruang Lingkup Seni Pertunjukan Islam

          Seni pertunjukkan (Performance Art) adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni ini mencakup seni mainstream seperti teater, tari, musik, dan sirkus. Pertunjukkan biasanya melibatkan empat unsur yaitu waktu, ruang, tubuh seniman, dan hubungan seniman dengan penonton.[3] Berkenaan hubungan dengan penonton, maka sudah jelas bahwa seni pertunjukkan dilakukan dihadapan penonton saat seni ini ditampilkan.[4]
          Batasan atau ruang lingkup seni pertunjukkan adalah segala ungkapan seni yang substansi dasarnya adalah yang digelarkan langsung di hadapan penonton. Seni pertunjukkan dipilah ke dalam:
1. Musik (Vokal, instrumen, gabungan)
2. Tari (representasional dan non- representasional)
3. Teater (dengan orang atau boneka/wayang sebagai dramatis personae).[5]
Pembagian tersebur sebenarnya merupakan rekaan untuk membuat pengelompokkan secara sistematis agar memudahkan pemahamannya.
          Setelah didapati definisi dan ruang lingkup seni pertunjukkan secara umum, maka kami akan memaparkan Seni Pertunjukkan dalam Islam. Pengertian ini bisa disimpulkan dengan menggabungkan pengertian Seni Pertunjukkan dan pengertian Seni Islam. Maka dari itu didapatlah pengertian Seni Pertunjukkan Islam adalah pertunjukkan yang memiliki kandungan pesan keislaman dan dilakukan atas dasar ungkapan pengabdian kepada Allah,[6]  serta tidak melanggar syariat Islam.

B.  Periodisasi Seni Pertunjukkan

          Seperti sejarah seni yang lain, seni pertunjukkan di Indonesia juga mengalami perkembangan. Perkembangan seni pertunjukkan Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan sosial-politik yang sedang mendominasi di Indonesia. Berikut adalah pembabakan atau periode-periode seni pertunjukkan yang pernah ada di Indonesia:
1.    Zaman Pra-Sejarah Awal: Zaman ini ditandai oleh kehidupan manusia yang belum menetap. Zaman ini juga disebut Paleo dan Meso-lithik. Pada zaman ini di Indonesia tidak ditemukan data mengenai kemungkinan adanya seni pertunjukkan, berbeda dengan Eropa Paleo-lithik di mana terdapat lukisan gua yang menggambarkan figur manusia dengan sikap seperti menari.
2.    Zaman Pra-Sejarah Akhir: Zaman ini disebut masa Neolitik dan Perunggu-Besi. Pada beberapa benda logam hasil zaman ini terdapat sejumlah penggambaran yang ditafsirkan (secara etnografik) sebagai gambar orang menari dengan hiasan kepala berupa bulu-bulu dan topeng. Bukti lain juga terdapat pada nekara, sarkofagus, dan menhir berpahat topeng yang digunakan saat menari.
3.    Zaman Hindu-Budha: Zaman ini memperlihatkan lonjakan data seni pertunjukkan karena didukung sumber-sumber tertulis. Selain itu juga relief candi dengan jelas memperlihatkan adegan menari dan bermain musik. Di sana-sini banyak penggalan karya sastra memberikan deskripsi mengenai pertunjukkan.
4.    Zaman Islam: Zaman ini memperlihatkan suatu masukan tersendiri dalam perkembangan seni pertunjukkan Indonesia. Seni Pertunjukkan Islam ini agaknya melanjutkan dan memodifikasi seni yang telah ada pada Zaman Hindu-Budha. Unsur Hindu-Budha banyak terbawa dalam seni pertunjukkan namun juga terlihat unsur Islam yang jelas.
5.    Zaman Kolonial: Bersamaan dengan kedatangan bangsa Eropa, bangsa Indonesia diperkenalkan dengan gagasan-gagasan baru, seperti prinsip-prinsip keilmiahan, pendidikan formal, serta bentuk kesenian Eropa. Dalam seni pertunjukkan, ragam baru yang diperkenalkan adalah apa yang disebut Toneel dan musik diatonik.
6.    Zaman Kemerdekaan: Zaman ini memperlihatkan kekhasan dalam perkembangan seni, termasuk seni pertunjukkan. Di satu sisi bentuk-bentuk baru yang khususnya diambil alih dari kebudayaan Eropa digunakan untuk mengembangkan ragam kesenian baru sebagai “Kesenian Nasional”.[7]

          Dari 6 periode seni pertunjukkan di atas, kami akan membahas lebih dalam periode ke 4 yaitu saat seni pertunjukkan islam di Indonesia baru bermula. Dengan kata lain pembahasan akan menitikberatkan pada masa klasik.

C.  Perkembangan Seni Pertunjukkan Islam Indonesia Klasik

          Agama Islam sendiri tidak banyak masuk ke dunia kesenian untuk akhirnya menumbuhkan kaidah-kaidah seni yang khas Islam. Satu-satunya yang diatur adalah seni membaca Al-qur’an (Qiroah), merupakan satu-satunya yang tanpa ragu dikatakan seni Islam. Perwujudan seni lain misalnya musik dalam arti luas, seni rupa, arsitektur, tari, dll, pada umumnya dianggap bercorak Islam karena perkembangannya bertaut dengan sejarah penyebaran agama Islam. Di Indonesia misalnya, corak seni Islam dikenali karena diperkenalkan bersamaan dengan upaya memperkenalkan agama Islam. Sedangkan bahan dasar seninya adalah kebudayaan di luar Islam yang sudah ada di Indonesia yang kemudian dimasuki corak Islam dalam isi dari seni tersebut.[8]
          Tidak bermaksud mengunggulkan suatu daerah dan mendiskreditkan daerah lain, namun realitanya secara umum perkembangan seni pertunjukkan di Indonesia tergambar dari apa yang terjadi di Pulau Jawa. Perkembangan ini dapat dibagi dalam tiga golongan sebagai berikut:
1. Golongan pertama: adalah bentuk seni lama yang telah berakar pada wilayah jawa, yang dimasuki nilai islam. Hasilnya adalah seni yang tampak luarnya bukan dari Islam namun isi atau hakikatnya adalah bernilai islam. Contohnya adalah wayang kulit, wayang golek, wayang krucil, dll.
2. Golongan kedua: adalah bentuk-bentuk pengungkapan baru beserta sarananya yang baru pula, yang diperkenalkan bersamaan dengan perkenalan terhadap agama Islam. Pertunjukan-pertunjukan jenis Rodat, Saman, Slawatan, dan sebangsanya adalah contoh dari golongan ini.
3. Golongan ketiga: Bentuk baru sama sekali yang tak terkait erat tradisi, dan orang awam akan sulit mengidentifikasikan golongan ini sebagai seni Islam. Karena tidak ada tanda-tanda luarnya yang dapat dikatakan sebagai “cap” Islam. Golongan inilah yang menjadi seni pertunjukkan modern, kontemporer, atau baru.[9]
Dari tiga golongan di atas, kami tidak akan memperdalam bahasan ke golongan ke tiga, karena golongan ketiga merupakan seni pertunjukkan islam modern.
          Mengenai perkembangan awal seni pertunjukkan, ada beberapa pendapat di antaranya: pertama, menurut Umar Kayam, seni pertunjukkan lahir dan dinikmati oleh masyarakat, ini membuat seni pertunjukkan terikat dengan sistem kekuasaan, kepercayaan, sosial, dan sebagainya. Kedua, menurut Brandon pertunjukkan tradisional yang masih bisa dinikmati sekarang sebenarnya adalah bentuk ritual dari masa prasejarah. Ketiga, menurut Djelantik munculnya seni pertunjukan asal mulanya dari kegiatan ritual yang dibutuhkan manusia.[10]
             Masuknya Islam ke Indonesia, atau jawa khususnya dipaksa bertemu dengan adat setempat yang sangat mendalam dan dicintai masyarakat Jawa. Adat ini kental akan ciri seni yang estetik, simbolik, dan hiburan yang dipandu oleh sistem nilai tertentu. Pada sisi lain, syiar agama Islam pada waktu itu masih harus diperkenalkan dengan intensif pada masyarakat Jawa. Syiar Islam ini memerlukan sarana yang efektif dan juga memerlukan situasi kebatinan yang damai, yang diupayakan tanpa harus merombak sepenuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa. Seperti contoh seni pertunjukkan, orang Jawa tanpa wayang bisa seakan tercerabut jati dirinya. Maka, wayang itulah yang rupanya ‘dimasuki’ dan ‘digunakan’ untuk Syiar agama Islam tersebut.[11]

D.  Contoh Seni Pertunjukkan Islam Indonesia

1.    Wayang
Kesenian wayang sendiri awalnya sangat kental dengan ajaran Hindu melalui epik Ramayana dan Mahabarata. Tapi seiring masuknya Islam yang dibawa oleh saudagar dari Arab, Gujarat, dan Cina, telah banyak perubahan yang terjadi pada kesenian wayang ini. Perubahan dalam sistem pewayangan jawa secara baku terutama oleh para walisongo. Hal ini disebabkan wayang pada saat itu dijadikan sebagai media dakwah dalam menyebarkan ajaran Islam.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media dakwah mereka, sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang bertentangan dengan aqidah,doktrin keesaan tuhan dalam Islam.Selanjutnya para Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran Islam.Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi bentuk yang baru. Wajahnya miring, leher dibuat memanjang.
Salah satu yang mendorong adanya perubahan dalam kesenian wayang adalah raden Patah. Pendiri dan Sultan pertama kerajaan Demak ini meminta para wali agar mengubah beberapa aturan wayang. Atas dasar itu para wali secara gotong royong melakukan sejumlah perubahan. Wayang beber karya Prabangkara (zaman Majapahit) yang dahulunya berbentuk seperti manusia asli dimodifikasi sedemikian rupa dari kulit kerbau yang ditipiskan, dibuat menyamping, tangan dipanjangkan dan digapit dengan penguat tanduk.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.[12]
Berikut adalah jenis-jenis wayang:
a.    Wayang beber
          Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.
b.    Wayang kulit
          Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau  wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.

c.    Wayang Klitik (atau Karucil)
          Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari suara kayu yang bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.
d.    Wayang golek
          Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek, yaitu wayang golek papak cepak dan wayang golek purwa. Wayang golek yang banyak dikenal orang adalah wayang golek purwa. Kisah-kisah yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam, seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir Hamzah, pamannya Nabi Muhammad a.s.
e.    Wayang wong
          Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah  Smaradahana. Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer[13]

2.   Tari Zapin
Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Diperkirakan berasal dari Yaman, Zapin merupakan khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan.
Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan.
Tari Zapin sangat ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam.[14]
3.    Tari Piring
Pada awalnya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
 Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi Tari Piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.
Pada awalnya Tari Piring diperuntukkan buat sesembahan para dewa, dibarengi dengan penyediaan sesaji dalam bentuk makanan yang lezat-lezat. Tarian ini dibawakan oleh beberapa perempuan yang dengan penampilan khusus, berbusana indah, sopan, tertib, dan lemah lembut.
Dalam perjalanannya, orientasi atau tujuan sesembahan Tari Piring bergeser drastis. Ketika Islam datang, orientasi penyajian tidak lagi tertuju pada para dewa, namun dipersembahkan kepada para raja dan pejabat, khususnya saat ada pertemuan atau forum khusus dan istimewa lainnya.[15]





BAB. III
PENUTUP

Kesimpulan

            Seni Pertunjukkan Islam adalah pertunjukkan yang memiliki kandungan pesan keislaman dan dilakukan atas dasar ungkapan pengabdian kepada Allah,  serta tidak melanggar syariat Islam. Seni pertunjukkan di Indonesia berlangsung beberapa periode dari masa Paleolithikum, Neolithikum, hingga masa modern (termasuk di dalamnya masa Islam). Di Indonesia seni pertunjukan islam klasik terjadi pada masa masuknya agama Islam. Saat itu para wali menggunakan seni pertunjukan yang sudah dimiliki masyarakat untul disisipi nilai ketauhidan. Contoh konkret dari seni pertunjukan Islam adalah wayang dan tari-tarian yang ketika masa pra-islam kebanyakan dipakai sebagai ritual Hindu-Buddha, dan malanggar syariat. Namun setelah Islam masuk justru seni ini dijadikan sebagai ‘tombak’ untuk mentauhidkan orang Indonesia pra-islam.

Daftar Pustaka


Djaenuderadjat, Endjat, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan           Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. Jakarta: Rajawali Pers.

Sujarno. 2003. Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi dan Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.


http://tari-piring.blogspot.co.id/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tari_Zapin






[1] Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi dan Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003), hlm. 23
[2] Dalam KBBI, Definisi berarti “…rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.”
[5] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 3
[6] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 77-78
[7] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 16-18
[8] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 77
[9] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 78
[10] Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi dan Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003), hlm. 23
[11] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 98
[12] Dikutip dari, https://topiknugroho.wordpress.com/2011/12/15/kesenian-wayang-kulit-dalam-islam/ (pada tanggal 3/4/17, pukul 21:11)
[13] Dikutip dari, http://belindomag.nl/id/seni-budaya/5-macam-wayang-indonesia (pada tanggal 3/4/17, pukul 22:04)
[15] Dikuti dari, http://tari-piring.blogspot.co.id/ (pada tanggal 3/4/17, pikul 22:00)

0 komentar:

Post a Comment