Kesenian Islam, blogspot.com |
Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat
kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil kami
mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang lemah
ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti
pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena
ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami
saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung
dalam penyusunan makalah ini.
Setidaknya, dalam
penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri, ada
banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan banyak
manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
Pada akhirnya, makalah yang kami
susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Dra.
Soraya Adnani, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Kesenin Islam Indonesia yang memberi kami kesempatan untuk menyusun
makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan
dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah
kami. Aamiin.
Sleman,
24 Maret 2017
Irfan
Hamid
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian seni secara
umum dikemukakan oleh 2 tokoh sebagai berikut; Seni adalah salah satu unsur
kebudayaan yang bersifat universal (Koentjaraningrat, 1990: 204). Kesenian
merupakan salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan
manusia dalam pembentukan kebutuhan hidupnya. Kesenian merupakan sesuatu yang
hidup selaras dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia
dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa 9Haryono, 1999:
92).[1]
Sedangkan Seni Islam
adalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada Allah. Di sini kita
sudah dapat membedakan seni yang dihasilkan jika dibandingkan dengan pengertian
seni secara umum. Seni islam juga memiliki kriteria yang harus dipenuhi,
diantaranya:
- Seni yang
mengungkapkan pandangan hidup umat Muslim,
- Seni yang
diciptakan desainer Muslim,
- Seni yang
sesuai dengan bayangan seorang Muslim, dan
- Segala
bentuk seni yang mengarah pada nilai keislaman.
Belum lagi pendapat para ulama mengenai syarat-syarat berseni dalam
Islam yang semakin memperjelas perbedaan seni umum dan seni islam.
Jenis seni islam sebenarnya
tidak jauh dengan seni umum, yaitu meliputi seni rupa, seni musik, seni
pertunjukkan, seni sastra, dan seni film/sinema. Pada kesempatan kali ini kami
akan membahas secara khusus Seni Pertunjukkan Islam Indonesia, dikerucutkan
lagi pada periode klasik. Untuk memperjelas gambaran tentang seni yang kami
bahas, kami telah membuat bagan/peta konsep mengenai seni di bawah ini:
Gambar Peta Konsep Seni |
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi[2] dan
ruang lingkup Seni Pertunjukkan Islam?
2. Bagaimana periodisasi Seni Pertunjukkan?
3. Bagaimana perkembangan Seni Pertunjukkan
Islam Indonesia Klasik?
4. Apa saja contoh Seni Pertunjukkan Islam
Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan ruang lingkup Seni
Pertunjukkan Islam
2. Mengetahui periodisasi Seni Pertunjukkan
3. Mengetahui perkembangan Seni Pertunjukkan
Islam Indonesia Klasik
4. Mengetahui contoh Seni Pertunjukkan Islam
Indonesia
BAB. II
PEMBAHASAN
A. Difinisi dan Ruang Lingkup Seni Pertunjukan Islam
Seni pertunjukkan (Performance Art) adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni ini mencakup seni mainstream seperti teater, tari, musik, dan sirkus. Pertunjukkan biasanya melibatkan empat unsur yaitu waktu, ruang, tubuh seniman, dan hubungan seniman dengan penonton.[3] Berkenaan hubungan dengan penonton, maka sudah jelas bahwa seni pertunjukkan dilakukan dihadapan penonton saat seni ini ditampilkan.[4]
Seni pertunjukkan (Performance Art) adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni ini mencakup seni mainstream seperti teater, tari, musik, dan sirkus. Pertunjukkan biasanya melibatkan empat unsur yaitu waktu, ruang, tubuh seniman, dan hubungan seniman dengan penonton.[3] Berkenaan hubungan dengan penonton, maka sudah jelas bahwa seni pertunjukkan dilakukan dihadapan penonton saat seni ini ditampilkan.[4]
Batasan atau ruang
lingkup seni pertunjukkan adalah segala ungkapan seni yang substansi dasarnya
adalah yang digelarkan langsung di hadapan penonton. Seni pertunjukkan dipilah
ke dalam:
1.
Musik (Vokal, instrumen, gabungan)
2.
Tari (representasional dan non- representasional)
3.
Teater (dengan orang atau boneka/wayang sebagai dramatis personae).[5]
Pembagian tersebur sebenarnya merupakan rekaan untuk membuat pengelompokkan
secara sistematis agar memudahkan pemahamannya.
Setelah didapati definisi
dan ruang lingkup seni pertunjukkan secara umum, maka kami akan memaparkan Seni
Pertunjukkan dalam Islam. Pengertian ini bisa disimpulkan dengan menggabungkan
pengertian Seni Pertunjukkan dan pengertian Seni Islam. Maka dari itu
didapatlah pengertian Seni Pertunjukkan Islam adalah pertunjukkan yang memiliki
kandungan pesan keislaman dan dilakukan atas dasar ungkapan pengabdian kepada
Allah,[6] serta tidak melanggar syariat Islam.
B. Periodisasi Seni
Pertunjukkan
Seperti sejarah seni yang
lain, seni pertunjukkan di Indonesia juga mengalami perkembangan. Perkembangan
seni pertunjukkan Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan sosial-politik yang
sedang mendominasi di Indonesia. Berikut adalah pembabakan atau periode-periode
seni pertunjukkan yang pernah ada di Indonesia:
1. Zaman Pra-Sejarah Awal: Zaman ini ditandai
oleh kehidupan manusia yang belum menetap. Zaman ini juga disebut Paleo dan
Meso-lithik. Pada zaman ini di Indonesia tidak ditemukan data mengenai
kemungkinan adanya seni pertunjukkan, berbeda dengan Eropa Paleo-lithik di mana
terdapat lukisan gua yang menggambarkan figur manusia dengan sikap seperti
menari.
2. Zaman Pra-Sejarah Akhir: Zaman ini disebut
masa Neolitik dan Perunggu-Besi. Pada beberapa benda logam hasil zaman ini
terdapat sejumlah penggambaran yang ditafsirkan (secara etnografik) sebagai
gambar orang menari dengan hiasan kepala berupa bulu-bulu dan topeng. Bukti
lain juga terdapat pada nekara, sarkofagus, dan menhir berpahat topeng yang
digunakan saat menari.
3. Zaman Hindu-Budha: Zaman ini memperlihatkan
lonjakan data seni pertunjukkan karena didukung sumber-sumber tertulis. Selain
itu juga relief candi dengan jelas memperlihatkan adegan menari dan bermain
musik. Di sana-sini banyak penggalan karya sastra memberikan deskripsi mengenai
pertunjukkan.
4. Zaman Islam: Zaman ini memperlihatkan suatu
masukan tersendiri dalam perkembangan seni pertunjukkan Indonesia. Seni
Pertunjukkan Islam ini agaknya melanjutkan dan memodifikasi seni yang telah ada
pada Zaman Hindu-Budha. Unsur Hindu-Budha banyak terbawa dalam seni
pertunjukkan namun juga terlihat unsur Islam yang jelas.
5. Zaman Kolonial: Bersamaan dengan kedatangan
bangsa Eropa, bangsa Indonesia diperkenalkan dengan gagasan-gagasan baru,
seperti prinsip-prinsip keilmiahan, pendidikan formal, serta bentuk kesenian
Eropa. Dalam seni pertunjukkan, ragam baru yang diperkenalkan adalah apa yang
disebut Toneel dan musik diatonik.
6. Zaman Kemerdekaan: Zaman ini memperlihatkan
kekhasan dalam perkembangan seni, termasuk seni pertunjukkan. Di satu sisi
bentuk-bentuk baru yang khususnya diambil alih dari kebudayaan Eropa digunakan
untuk mengembangkan ragam kesenian baru sebagai “Kesenian Nasional”.[7]
Dari 6 periode seni
pertunjukkan di atas, kami akan membahas lebih dalam periode ke 4 yaitu saat
seni pertunjukkan islam di Indonesia baru bermula. Dengan kata lain pembahasan
akan menitikberatkan pada masa klasik.
C. Perkembangan Seni
Pertunjukkan Islam Indonesia Klasik
Agama Islam sendiri tidak
banyak masuk ke dunia kesenian untuk akhirnya menumbuhkan kaidah-kaidah seni
yang khas Islam. Satu-satunya yang diatur adalah seni membaca Al-qur’an (Qiroah),
merupakan satu-satunya yang tanpa ragu dikatakan seni Islam. Perwujudan
seni lain misalnya musik dalam arti luas, seni rupa, arsitektur, tari, dll,
pada umumnya dianggap bercorak Islam karena perkembangannya bertaut dengan
sejarah penyebaran agama Islam. Di Indonesia misalnya, corak seni Islam dikenali
karena diperkenalkan bersamaan dengan upaya memperkenalkan agama Islam.
Sedangkan bahan dasar seninya adalah kebudayaan di luar Islam yang sudah ada di
Indonesia yang kemudian dimasuki corak Islam dalam isi dari seni tersebut.[8]
Tidak bermaksud
mengunggulkan suatu daerah dan mendiskreditkan daerah lain, namun realitanya secara
umum perkembangan seni pertunjukkan di Indonesia tergambar dari apa yang
terjadi di Pulau Jawa. Perkembangan ini dapat dibagi dalam tiga golongan
sebagai berikut:
1. Golongan pertama: adalah bentuk seni lama
yang telah berakar pada wilayah jawa, yang dimasuki nilai islam. Hasilnya
adalah seni yang tampak luarnya bukan dari Islam namun isi atau hakikatnya
adalah bernilai islam. Contohnya adalah wayang kulit, wayang golek, wayang
krucil, dll.
2. Golongan kedua: adalah bentuk-bentuk pengungkapan
baru beserta sarananya yang baru pula, yang diperkenalkan bersamaan dengan
perkenalan terhadap agama Islam. Pertunjukan-pertunjukan jenis Rodat, Saman,
Slawatan, dan sebangsanya adalah contoh dari golongan ini.
3. Golongan ketiga: Bentuk baru sama sekali
yang tak terkait erat tradisi, dan orang awam akan sulit mengidentifikasikan
golongan ini sebagai seni Islam. Karena tidak ada tanda-tanda luarnya yang
dapat dikatakan sebagai “cap” Islam. Golongan inilah yang menjadi seni
pertunjukkan modern, kontemporer, atau baru.[9]
Dari tiga golongan di atas, kami tidak akan memperdalam bahasan ke
golongan ke tiga, karena golongan ketiga merupakan seni pertunjukkan islam
modern.
Mengenai perkembangan
awal seni pertunjukkan, ada beberapa pendapat di antaranya: pertama,
menurut Umar Kayam, seni pertunjukkan lahir dan dinikmati oleh masyarakat, ini
membuat seni pertunjukkan terikat dengan sistem kekuasaan, kepercayaan, sosial,
dan sebagainya. Kedua, menurut Brandon pertunjukkan tradisional yang
masih bisa dinikmati sekarang sebenarnya adalah bentuk ritual dari masa
prasejarah. Ketiga, menurut Djelantik munculnya seni pertunjukan asal
mulanya dari kegiatan ritual yang dibutuhkan manusia.[10]
Masuknya
Islam ke Indonesia, atau jawa khususnya dipaksa bertemu dengan adat setempat
yang sangat mendalam dan dicintai masyarakat Jawa. Adat ini kental akan ciri
seni yang estetik, simbolik, dan hiburan yang dipandu oleh sistem nilai
tertentu. Pada sisi lain, syiar agama Islam pada waktu itu
masih harus diperkenalkan dengan intensif pada masyarakat Jawa. Syiar Islam ini
memerlukan sarana yang efektif dan juga memerlukan situasi kebatinan yang
damai, yang diupayakan tanpa harus merombak sepenuhnya sendi-sendi kehidupan
masyarakat Jawa. Seperti contoh seni pertunjukkan, orang Jawa tanpa wayang
bisa seakan tercerabut jati dirinya. Maka, wayang itulah yang rupanya
‘dimasuki’ dan ‘digunakan’ untuk Syiar agama Islam tersebut.[11]
D. Contoh Seni
Pertunjukkan Islam Indonesia
1. Wayang
Kesenian wayang sendiri awalnya sangat kental dengan ajaran Hindu
melalui epik Ramayana dan Mahabarata. Tapi seiring masuknya Islam yang dibawa
oleh saudagar dari Arab, Gujarat, dan Cina, telah banyak perubahan yang terjadi
pada kesenian wayang ini. Perubahan dalam sistem pewayangan jawa secara baku
terutama oleh para walisongo. Hal ini disebabkan wayang pada saat itu dijadikan
sebagai media dakwah dalam menyebarkan ajaran Islam.
Sebelum Walisongo menggunakan wayang sebagai media dakwah mereka,
sempat terjadi perdebatan diantara mereka mengenai adanya unsur-unsur yang
bertentangan dengan aqidah,doktrin keesaan tuhan dalam Islam.Selanjutnya para
Wali melakukan berbagai penyesuaian agar lebih sesuai dengan ajaran
Islam.Bentuk wayangpun diubah yang awalnya berbentuk menyerupai manusia menjadi
bentuk yang baru. Wajahnya miring, leher dibuat memanjang.
Salah satu yang mendorong adanya perubahan dalam kesenian wayang
adalah raden Patah. Pendiri dan Sultan pertama kerajaan Demak ini meminta para
wali agar mengubah beberapa aturan wayang. Atas dasar itu para wali secara
gotong royong melakukan sejumlah perubahan. Wayang beber karya Prabangkara
(zaman Majapahit) yang dahulunya berbentuk seperti manusia asli dimodifikasi
sedemikian rupa dari kulit kerbau yang ditipiskan, dibuat menyamping, tangan
dipanjangkan dan digapit dengan penguat tanduk.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya
disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima
sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di
situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka.
Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar,
berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.[12]
Berikut adalah jenis-jenis wayang:
a. Wayang beber
Wayang beber merupakan salah satu
jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukan narasi ini, lembaran gambar
panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang beber tertua dapat ditemukan di
Pacitan, Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah Mahabharata dan
Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti
kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.
b.
Wayang kulit
Di Jawa Tengah dan Timur, jenis
wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk
pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa
digerakkan. Di Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali
menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah
religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.
c.
Wayang Klitik (atau Karucil)
Bentuk wayang ini mirip dengan
wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan
bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari suara kayu yang
bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya.
Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari
kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan
Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini
dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.
d.
Wayang golek
Pertunjukan ini dilakukan
menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling
populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek, yaitu wayang golek papak cepak
dan wayang golek purwa. Wayang golek yang banyak dikenal orang adalah wayang
golek purwa. Kisah-kisah yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan
Islam, seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir Hamzah, pamannya Nabi
Muhammad a.s.
e.
Wayang wong
Jenis wayang ini adalah sebuah drama
tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada
kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah Smaradahana. Awalnya, wayang wong
dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi
bentuk kesenian populer[13]
2.
Tari Zapin
Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang
mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Diperkirakan
berasal dari Yaman, Zapin merupakan khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat
pengaruh Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus
menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu
zapin yang didendangkan.
Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama yaitu alat
musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut
marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun
kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran
laki-laki dengan perempuan.
Tari Zapin sangat ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak
dasar zapin-nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera,
Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei
Darussalam.[14]
3. Tari Piring
Pada awalnya, Tari Piring ini merupakan ritual ucapan rasa syukur
masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah
ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian
diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.
Setelah masuknya agama Islam
ke Minangkabau, tradisi Tari Piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan
rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai
sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara
keramaian.
Pada awalnya Tari Piring diperuntukkan buat sesembahan para dewa,
dibarengi dengan penyediaan sesaji dalam bentuk makanan yang lezat-lezat.
Tarian ini dibawakan oleh beberapa perempuan yang dengan penampilan khusus,
berbusana indah, sopan, tertib, dan lemah lembut.
Dalam perjalanannya, orientasi atau tujuan sesembahan Tari Piring
bergeser drastis. Ketika Islam datang, orientasi penyajian tidak lagi tertuju
pada para dewa, namun dipersembahkan kepada para raja dan pejabat, khususnya
saat ada pertemuan atau forum khusus dan istimewa lainnya.[15]
BAB. III
PENUTUP
Kesimpulan
Seni
Pertunjukkan Islam adalah pertunjukkan yang memiliki kandungan pesan keislaman
dan dilakukan atas dasar ungkapan pengabdian kepada Allah, serta tidak melanggar syariat Islam. Seni pertunjukkan
di Indonesia berlangsung beberapa periode dari masa Paleolithikum, Neolithikum,
hingga masa modern (termasuk di dalamnya masa Islam). Di Indonesia seni
pertunjukan islam klasik terjadi pada masa masuknya agama Islam. Saat itu para
wali menggunakan seni pertunjukan yang sudah dimiliki masyarakat untul disisipi
nilai ketauhidan. Contoh konkret dari seni pertunjukan Islam adalah wayang dan
tari-tarian yang ketika masa pra-islam kebanyakan dipakai sebagai ritual
Hindu-Buddha, dan malanggar syariat. Namun setelah Islam masuk justru seni ini
dijadikan sebagai ‘tombak’ untuk mentauhidkan orang Indonesia pra-islam.
Baca Juga: Islam Dalam Kebudayaan Jawa
Daftar Pustaka
Djaenuderadjat, Endjat, dkk. 2009. Sejarah
Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni
Media, Editor: Mukhlis PaEni. Jakarta: Rajawali Pers.
Sujarno. 2003. Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi
dan Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
http://tari-piring.blogspot.co.id/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tari_Zapin
[1] Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi dan
Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003), hlm.
23
[2] Dalam KBBI, Definisi berarti “…rumusan tentang ruang lingkup
dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi.”
[3] Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/seni_pertunjukkan
(pada tanggal 25/3/17, pukul: 10.30)
[4] Dikutip dari: https://wawasansejarah.com/seni-pertunjukkan-islam-indonesia (pada tanggal 25/3/17,
pukul: 10:53)
[5] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 3
[6] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 77-78
[7] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 16-18
[8] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 77
[9] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 78
[10] Sujarno, Seni Pertunjukan Tradisional, Fungsi dan
Tantangannya (Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003), hlm.
23
[11] Endjat Djaenuderadjat, dkk., Sejarah Kebudayaan
Indonesia Seni Pertunjukkan dan Seni Media, Editor: Mukhlis PaEni.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 98
[12] Dikutip dari, https://topiknugroho.wordpress.com/2011/12/15/kesenian-wayang-kulit-dalam-islam/
(pada tanggal 3/4/17,
pukul 21:11)
[13] Dikutip dari, http://belindomag.nl/id/seni-budaya/5-macam-wayang-indonesia (pada
tanggal 3/4/17, pukul 22:04)
0 komentar:
Post a Comment