Al-Quran, kohaislame.com |
I. PENDAHULUAN
Al-Quran adalah hujjah yang harus seluruh umat manusia amalkan.
Karena Al-Quran merupakan firman Allah SWT yang benar penyampaiannya kepada
manusia lewat jalan yang pasti, tanpa keraguan ataupun kesamaran di dalamya.
Dalil yang memastikan akan hal itu ialah kemukjizatan Al-Quran.[1]
I’jaz inilah yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab samawi sebelum
Al-Quran. Sebagaimana terdapat perbedaan pendapat tentang jumlahnya, menurut
pendapat yang termasyhur, ada 103 kitab samawi sebelum Al-Quran. Namun tak ada
satupun yang terjaga sehingga hukum-hukum yang terkandung di dalamnya pun telah
terhapus dan digantikan oleh yang terkandung dalam Al-Quran.[2]
Untuk memperkuat pemahaman kita mengenai ini penulis akan sedikit
memaparkan poin-poin yang dianggap penting dalam pembahasannya mengenai ini.
Karena pada dasarnya, kita semua telah meyakini bahwa al-Quran adalah mukjizat
yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman hidup untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Tetapi kebanyakan dari kita dalam meyakini bahwa al-Quran merupakan
mukjizat karena itu adalah sebuah ajaran atau doktrin dalam agama Islam yang
harus diyakini tanpa perlu ditindaklanjuti terlebih dahulu karena kita semua
yakin bahwa agama ini telah mengajarkan kebenaran.
Sedangkan bagi orang-orang yang skeptis terhadap kemukjizatan ini
semisal orang non-Islam yang kritis pasti mempertanyakan apa sih istimewaannya
al-Quran. Oleh karena itu diperlukan kemampuan kita sebagai mahasiswa yang
berkecimpung dalam ranah keilmuan ini untuk turut serta membantu menyelesaikan
problematika ini, untuk mengatasi apabila terjadi hal-hal seperti itu kita
mampu menjelaskannya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang tidak diinginkan
dan alih-alih bisa menjadi sarana dakwah untuk menunjukkan keindahan dan
kesempurnaan agama rahmatan lil ‘alamin ini dengan argumen yang masuk
akal, menarik dan mudah dicerna bagi kebanyakan orang.
Dalam tulisan ini akan dituturkan rumusan masalah sebagai berikut:
-
Apakah
pengertian kemukjizatan Al-Quran?
-
Bagaimanakah
penjelasan tentang aspek-aspek kemukjizatan Al-Quran?
-
Seperti apakah
paham Ash-Sharfah mengenai kemukjizatan Al-Quran?
II.
PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah kita ketahui istilah I’jaz atau yang biasa
dikenal juga dengan istilah Mukjizat secara etimologi berasal dari kata a’jaza-yu’jizu-i’jaz
yang berarti melemahkan atau menjadikan lemah sedangkan istilah Mukjizat
sendiri merupakan isim fail dari wazan tersebut yang berarti yang melemahkan.
Dan karena ini merupakan kalimah yang muta’addi dalam bentuk ruba’i nya,
maka tentu memerlukan suatu objek yang tidak lain adalah umat-umat para nabi
atau rasul yang dihadapinya. Dan dalam kalimah Mukjizat itu juga mendapat
tambahan ta’ di akhir yang memiliki makna mubalaghah (superlatif) yang
berarti lebih atau sangat.
Sedangkan menurut terminologi, di dalam buku “Mukjizat Al-Qur’an”
karya Prof. Dr. Quraish Shihab, Mukjizat didefinisikan sebagai “suatu hal atau peristiwa luar biasa
yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk malakukan atau mendatangkan hal serupa,
namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”.[3]
Pada umumnya mukjizat para nabi yaitu disesuaikan dengan kondisi
pada yang ngetrend dan bernilai tinggi pada masyarakat yang dihadapinya.
Karena apabila suatu masyarakat mengetahui atau ahli dalam bidang tertentu,
mereka akan mengetahui apa yang menjadi batas kemampuan mereka atau kemampuan
manusia, dan mereka akhirnya mengakuinya siap atau tidak bahwa hal luar biasa
itu bukan buatan atau kreasi manusia melainkan berasal dari kekuasaan Tuhan.
Sebagaimana kisah-kisah mukjizat pada umat Nabi Musa yang pada saat
itu lagi gencar-gencarnya orang-orang melakukan sihir, maka Nabi Musa menyapa
mereka dengan mukjizat yang memiliki ciri khas seperti sihir juga. Dan mukjizat
yang terjadi pada kisah Nabi Isa yang pada saat itu umatnya terkenal ahli dalam
bidang pengobatan, maka Nabi Isa mendatangi mereka dengan mukjizat yang hal-hal
yang berbau kedokteran juga yang pada waktu itu masih mustahil ditemukan ilmu
kedokteran sebagaimana yang ditunjukkan Nabi Isa.
Dan begitu pula yang terjadi pada masa turunnya al-Quran, pada masa
itu orang-orang Arab dikenal hobi dan mahir dalam membuat sastra-sastra yang
indah, maka al-Quran datang menghampiri mereka dan membuat mereka takjub akan
sastra tingkat tinggi yang termuat pada al-Qur’an. Mereka takjub dan
terkagum-kagum tidak lain karena mereka ahli dalam bidang itu, dan mengetahui
mana sastra yang berkualitas tinggi dan mana yang tidak. Dan oleh karena itu
banyak dari orang Arab pada saat itu yang masuk Islam hanya karena pernah
mendengar atau membaca potongan-potongan ayat al-Qur’an yang dibacakan atau
yang diperlihatkan pada mereka.
Dan mukjizat sendiri juga memiliki syarat-syarat tertentu agar bisa
dinamakan dengan mukjizat. Para ulama’ membagi syarat-syarat tersebut menjadi
lima, dan apabila tidak terpenuhi salah satu dari kelima syarat tersebut, maka
tidaklah disebut dengan mukjizat. Kelima syarat tersebut adalah :
1. Mukjizat harus berupa sesuatu yang tidak disanggupi oleh selain
Allah Tuhan sekalian alam.
2. Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.
3. Mukjizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang yang
mengaku membawa risalah Ilahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
4. Terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding
menggunakan mukjizat tersebut.
5.
Tidak ada
seorangpun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan
tersebut.[4]
Setelah kita mengetahui pengertian di atas, jika kita berkata
“Mukjizat Al-Quran” maka ini berarti bahwa mukjizat (bukti kebenaran) tersebut
adalah mukjizat yang dimiliki atau yang terdapat dalam al-Quran, bukannya bukti
kebenaran yang datangnya dari luar al-Qur’an atau faktor luar.[5]
Ada beberapa segi kemukjizatan al-Quran, di antaranya:
1.
Susunan yang
indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa orang-orang Arab.
2.
Adanya uslub
yang aneh yang berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa Arab.
3.
Sifat agung
yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan hal yang seperti
itu.
4.
Bentuk
undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap undang-undang
buatan manusia.
5.
Mengabarkan
hal-hal gaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
6.
Tidak
bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya.
7.
Menepati janji
dan ancaman yang dikabarkan al-Quran.
8.
Adanya
ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya (ilmu pengetahuan agama dan
ilmu pengetahuan umum).
9.
Memenuhi segala
kebutuhan manusia.
10.
Berpengaruh
kepada hati pengikut dan musuh.[6]
Dan keistimewaan al-Quran sendiri
dibandingkan dengan mukjizat yang lain adalah bukan seperti mukjizat nabi-nabi
terdahulu yang bersifat lokalistik dan temporal, maka al-Quran tidak terikat
dengan suatu tempat dan waktu. Al-Quran adalah mukjizat yang universal dan
mencangkup pada seluruh dunia dan melengkapi serta menyempurnakan mukjizat
terdahulu. Al-Quran dijaga oleh Allah dengan perantara penulisan mushaf-mushaf
al-Quran dan hafalan yang terjaga oleh para huffadz di penjuru dunia. Allah
akan menjaga kemurnian al-Quran hingga datangnya hari kiamat yang pada hari itu
dihapuskannya semua tulisan-tulisan al-Quran dan diangkatnya hafalan-hafalan
yang berada di hati dan pikiran manusia.
B.
Aspek-aspek
Kemukjizatan Al-Quran
Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara ringkas terhadap
aspek-aspek kemukjizatan yang terkandung dalam al-Quran yang meliputi Uslub,
Tasyri’, berita Gaib dan isyarat sains.
1.
Kemukjizatan
Al-Quran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan
Sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa al-Quran diturunkan di kalangan orang
Arab yang pada saat itu sangat ahli dalam bidang sastranya, maka al-Quran juga
memilik mukjizat dalam aspek sastra atau kebahasaan yang sangat tinggi untuk
menandingi dan menunjukkan kelemahan mereka ketika mereka dihadapkan dengan
mukjizat Ilahi yang mereka mengakui ketidakmampuannya.
Mukjizat al-Quran dari aspek kebahasaan pertama kali dapat dilihat
dari susunan kata dan kalimatnya. Dalam hal tersebut dapat dilihat dari hal-hal
berikut ini:
a.
Nada dan
Langgam Al-Quran
Walaupun
al-Quran bukanlah puisi atau syair, tapi apabila kita mendengar ayat-ayat
al-Quran dilantunkan akan terasa nada dan langgamnya yang berirama. Irama itu
muncul dari keserasian huruf dan kata-kata yang dipilih sehingga memunculkan
keserasian bunyi, dan keserasian bunyi itu menimbulkan keserasian irama.
Cobalah baca sebagai contoh surat An-Nazi’at 1-14:
Perhatikanlah
ayat 1-5 dengan langgam sendiri, kemudian ayat 6-14 dengan langgam yang
berbeda, tetapi kedua-duanya indah didengar telinga.[7]
b.
Singkat dan Padat
Tidak
mudah menyusun kalimat yang singkat, padat dan penuh makna. Al-Quran memiliki
keistimewaan pada pilihan katanya yang singkat dan padat seperti pada potongan
ayat dalam surat Al-Baqarah berikut ini:
Dalam
ayat di atas Allah memberikan rezeki kepada yang dikehendaki-Nya: 1. Tanpa ada
yang berhak mempertanyakan kenapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan
mempersempit kepada yang lainnya; 2. Tanpa Dia memperhitungkan pemberian itu
karena Dia Maha Kaya; 3. Tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga
kehadiran rezeki itu; 4. Tanpa yang bersangkutan dihitung secara detail
amal-amalnya; dan 5. Dengan jumlah rezeki yang amat banyak sehingga yang
bersangkutan tidak mampu menghitungnya.[8]
c.
Memuaskan Para
Pemikir dan Orang Kebanyakan
Orang
awam dengan segala keterbatasan ilmunya dapat merasa puas memahami ayat-ayat
al-Quran, tetapi ayat yang sama dapat dipahami dengan luas dan mendalam oleh
para ilmuwan dan filosof. Contohnya ayat berikut ini:
Ayat di atas tersebut cukup mudah
dipahami oleh orang awam yaitu Allah menjadikan api yang berasal dari kayu yang
dinyalakan. Dan pemahaman tersebut tanpa perlu penjelasan yang lebih lanjut.
Bandingkan dengan uraian dari Al-Kindi, seorang filosof terkenal: “kehadiran wujud
sesuatu dari sumber yang berlawanan dengannya bisa terjadi, sebagaimana
terciptanya api dari daun yang hijau (yang mengandung air).[9]
Dan juga dari para ilmuwan dari
berbagai ahli pasti memiliki pemahaman yang berbeda tergantung pada bidang
keilmuan yang dimikilinya.
d.
Memuaskan Akal
dan Jiwa
Adakalanya seseorang berbicara dapat
memuaskan akal pikiran tetapi tidak dapat memuaskan jiwa. Sebaliknya ada yang
yang memuaskan jiwa tapi tidak memuaskan akal pikiran. Dan al-Quran karena kemukjizatannya
dapat memuaskan keduanya sekaligus, seperti contoh potongan ayat dalam surat
Al-Ahqaf berikut:
Perintah
berbuat baik kepada orang tua dalam ayat di atas diberi argumen logika dengan
mengingatkan anak bagaimana susah payah ibu dalam mengandung, melahirkan dan
menyusui anaknya. Kemudian di celah peringatan tersebut ditetapkan bahwa masa
kehamilan dan penyusuan selama 30 bulan. Jika dikurangi masa menyusui selama
dua tahun sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 233, maka
ayat ini menjelaskan bahwa masa kehamilan minimal 6 bulan.
Selanjutnya
perintah berbuat baik kepada orang tua dikaitkan dengan sentuhan batin bahwa
seseorang yang telah dewasa pasti mengharapkan agar anak-anaknya dapat berbakti
kepadanya. Tampaklah bahwa dalam ayat di atas dipuaskan dua hal sekaligus, akal
dan rasa.[10]
e.
Keindahan dan
Ketepatan Maknanya
Al-Quran
menggambarkan sesuatu dengan indah tepat, seperti contoh dua ayat berikut:
Kedua ayat dalam surat Az-Zumar ini
menggambarkan dengan indah bagaimana orang-orang kafir digiring ke neraka dan
orang-orang yang bertakwa diantar ke surga. Gaya bahasa kedua ayat itu sama,
tetapi kalau dicermati ada perbedaan pada kata futihat. Jika pada ayat
pertama kata futihat tidak diawali dengan waw, sedangkan pada
ayat kedua pakai waw (wa futihat). Jika tidak pakai waw
artinya pintu neraka selalu tertutup, batu dibuka jika ada orang-orang kafir
yang akan dimasukkan ke dalamnya. Jika pakai waw, artinya pintu itu
selalu terbuka. Sebagai perbandingan, jika penjahat diantar ke penjara, pintu
baru dibuka jika penjahatnya sudah sampai dekat pintu penjara. Tetapi jika
mengantar orang yang dihormati dan ditunggu-tunggu kedatangannya ke suatu
tempat, pintu gerbang telah terbuka lebar untuk menyambutnya.[11]
Demikianlah, walaupun hanya berbeda
satu huruf saja, sudah memiliki pengertian yang berbeda. Dan disitulah letak
ketepatan makna yang tidak mengabaikan sisi keindahannya.
f.
Keseimbangan Redaksi
Al-Quran
Salah satu diantara kemukjizatan
al-Quran selanjutnya adalah keseimbangan yang terletak pada redaksi al-Quran
yang membedakannya dengan karya-karya manusia. Dan penulis hanya memberi salah
satu contoh dari sekian banyak contoh tersebut:
1)
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya, misal: al-hayah (kehidupan)
dan al-maut (kematian) masing-masing sebanyak 145 kali dan an-naf’ (manfaat)
dan al-fasad (kerusakan atau mudarat) masing-masing sebanyak 50 kali.
2)
Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya, misal: al-harts
(membajak) dan az-zira’ah (bertani) masing-masing 14 kali dan al-jahr
(nyata) dan al-‘alaniyah (nyata) masing-masing sebanyak 16 kali.
3)
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya,
misal: al-infaq (menafkahkan) dan ar-ridha (kerelaan)
masing-masing sebanyak 73 kali dan al-kafirun (orang-orang kafir) dan an-nar
(neraka/pembakaran) masing-masing 154 kali.
4)
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya, misal: al-asra
(tawanan) dan al-harb (perang) masing-masing sebanyak 6 kali dan as-salam
(kedamaian) dan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing sebanyak 60
kali.
5)
Keseimbangan
khusus, misal: kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali,
sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata ayyam (hari-hari) yang
menunjuk kepada jamak dan yaumain (dua hari), jumlah keseluruhannya
hanya tiga puluh, sejumlah hari-hari dalm sebulan. Di sisi lain kata yang
berarti bulan (syahr/asyhur) hanya terdapat dua belas kali,
sejumlah bulan dalam setahun.[12]
Demikianlah kerasian dan
keseimbangan redaksi al-Quran yang dapat membuat orang berdecak kagum melihat
keserasiannya, dan ini tidak hanya dalam ayat-ayat di atas saja, melainkan
sekian banyak redaksi yang menunjukkan keserasian dan keseimbangan yang tidak
dapat bagi penulis untuk menunjukkan semuanya dalam tulisan singkat ini.
2.
Kemukjizatan
Al-Quran Ditinjau dari Aspek Tasyri’ (Pembentukan Hukum)
Sebagaimana yang telah kita ketahui
bahwa al-Quran memuat banyak aspek pembahasan, baik tentang akidah atau
kisah-kisah dan lain-lain yang di antaranya juga memuat pembahasan tentang
hukum-hukum Islam.
Cara-cara yang digunakan al-Quran
dalam menetapkan hukum ada tiga macam :
a.
Secara Mujmal
Kebanyakan urusan ibadah diterangkan
secara mujmal. Cara yang dipergunakan al-Quran dalam menghadapi soal ibadah ini
ialah dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula halnya tentang mu’amalat
badaniyah, al-Quran hanya mengemukakan pokok-pokok dan kaidah kulliyah saja.
Perincian dan penjelasan hukum-hukum itu diserahkan pada sunnah dan ijtihad
para mujtahid.
b.
Agak Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum yang diterangkan agak
jelas dan agak terperinci ialah hukum jihad, undang-undang perang, hubungan
umat Islam dengan umat lain, hukum-hukum tawanan dan rampasan perang. Ayat yang
menjelaskan dasar hukum berjihad tertulis pada surah at-Taubah :
c.
Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum yang jelas dan
terperinci adalah di antaranya adalah masalah:
1)
Hutang piutang
Al-Quran menganjurkan untuk bersaksi
ketika mengadakan jual-beli dan hutang-piutang. Firman Allah dalam surah
al-Baqarah ayat 282
2)
Makan-makanan
yang halal dan haram
Dalam urusan pergaulan sesama insan,
al-Qur’an mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah,
sesuai dengan firman Allah dan surah an-Nisa’ ayat 29 :
Demikianlah sedikit pembahasan
kemukjizatan al-Quran dalam aspek ini. Dan aturan-aturan hukum yang diungkapkan
al-Quran itu tidak semuanya bersifat qat’i (pasti) dan malah kebanyakan
bersifat umum. Dan karena itu juga menunjukkan bahwa Islam itu tidak monoton,
memudahkan bagi pemeluknya dan menjadikannya semakin menarik untuk dikaji.
Bayangkan semisal semua hukum itu sama, pasti akan memberatkan dikarenakan
keadaan lingkungan dan antar individu itu berbeda dan karena inilah adanya
sistem bermadzhab yang semakin memperluas khazanah dunia keislaman.
3.
Kemukjizatan
Al-Quran Ditinjau dari Aspek Berita Gaib
Salah satu bukti kemukjizatan
al-Quran selanjutnya adalah berita gaib yang dikandungnya yang tidak mungkin
diketahui oleh seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis, tidak pernah
berguru pada orang luar dan berisi hal-hal yang tidak masuk akal pada mulanya
tetapi akhirnya ditemukan kebenarannya atau tidak ada yang dapat membantah
kebenarannya melainkan benar-benar dari Tuhannya yang Maha Mengetahui.
Dan berita-berita gaib dalam
al-Quran dibagi menjadi dua, yaitu:
1)
Berita Gaib
tentang Masa Lampau
Al-Quran diantaranya juga berisi
tentang kisah-kisah tentang masa lalu yang dimuat juga di dalam kitab-kitab
terdahulu yang juga berfungsi menunjukkan kemukjizatan al-Quran mengenai
kisah-kisah terdahulu dan menjawab pertanyaan tantangan orang-orang Yahudi dan
juga berfungsi sebagai teladan dan peringatan bagi umat saat ini sebagaimana
yang terjadi pada orang-orang beriman dan beramal salih juga pada orang-orang
kafir dan durhaka pada masa itu. Sedikit contoh dari informasi gaib ini adalah:
-
Berita tentang
Tenggelam dan Selamatnya Badan Fir’aun
Kisah ini adalah kisah yang luar biasa
yang sama sekali tidak diungkap dan disinngung oleh suatu kitab pun sebelumnya,
bahkan tidak akan dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang hidup pada masa
terjadinya peristiwa tersebut yaitu pada abad kedua belas sebelum masehi atau
sekitar 3200 tahun lalu. Dan kebenaran dari kisah ini akhirnya dapat ditemukan
pada masa kini. Berikut mari kita dengarkan penggalan ayatnya dalam surah Yunus
:
2)
Berita Gaib
pada Masa Datang dan yang Terbukti
Kisah ini adalah peristiwa yang
mengenai seorang musyrik yang bernama Al-Walid ibn Al-Mughirah. Berikut kita
simak potongan ayatnya dalam surah al-Qalam :
Yang unik dari ayat di atas yaitu
selain mengisahkan terhadap masa yang akan datang yaitu tanda luka di hidung
yang dialaminya ketika perang badar hingga berbekas sampai akhir hayatnya, juga
mengungkapkan rahasia pribadinya yang bahkan dia tidak tahu hingga ayat ini
muncul yaitu bahwa dia adalah zanin, yaitu seorang anak yang diakui oleh
orang tuanya sebagai anak kandungnya, setelah sebelumnya bukan merupakan anak
kandungnya. Dan kisah ini telah terbukti kebenarannya dan semakin memperkuat
kemukjizatan al-Quran.
Dan dari sumber lain, berita gaib
dalam al-Quran ada tiga macam, dan poin ketiga ini yaitu :
3)
Berita Gaib yang Mendindingi Ruang dan Waktu
Yaitu suatu ketika terjadi sebuah
peristiwa pada suatu tempat tertentu, sedang saat itu, kita berada pada tempat
yang lain. Sudah barang tentu kita tidak akan mengerti secara pasti apa yang
telah terjadi di tempat tersebut.[16]
Dan mukjizat tersebut mungkin bisa suatu peristiwa pada masa nabi tetapi di
wilayah berbeda yang tidak terjangkau atau bisa saja peristiwa yang terjadi di
alam gaib lain yang diciptakan Allah. Dan pada pembahasan ini penulis belum
bisa menemukan contoh ayatnya karena keterbatasan penulis sendiri.
Begitulah salah satu kemukjizatan
al-Quran mengenai berita yang dikandungnya yang bisa dipastikan berasal dari
Allah dan bukan buatan nabi seperti yang dituduhkan orang-orang yang meragukan
keotentikan al-Quran agar kita semakin yakin dan semangat dalam mendalami
ilmu-ilmu al-Quran ini.
4.
Kemukjizatan
al-Quran Ditinjau dari Aspek Isyarat Sains (Ilmiah)
Sebelum berbicara tentang isyarat
ilmiah dalam al-Quran, perlu diketahui dulu bahwasanya al-Quran bukanlah kitab
ilmiah seperti kitab-kitab yang beredar pada saat ini, melainkan kitab yang
berisi petunjuk bagi kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Isyarat ilmiah
tersebut hanya sebagai mukjizat pemuas pikiran orang-orang pada masa tersebut.
Dan karena itulah penjelasan tentang ilmiah dijelaskan secara singkat dan sarat
makna. Bagi orang awam cukup jelas, dan bagi orang-orang pemikir merupakan suatu
hal yang sangat menarik untuk direnungkan dan dianalisa untuk memperoleh
kandungan maknanya. Berikut adalah beberapa contohnya :
§
Ihwal Pemisah
Dua Laut[17]
Penggalan ayat dalam surah Al-Furqan
diatas menjelaskan tentang pertemuan antara air asin dan air tawar yang ada di
laut dan ada pemisah secara horizontal di antara keduanya yang menyebabkan
tidak tercampurnya antara dua jenis air tersebut.
Pada mulanya orang-orang berpikir
bahwa itu seperti hilir sungai yang berakhir pada tepi lautan, tetapi pada masa
ini akhirnya ditemukan bahwa di antara Teluk Oman dan Teluk Persia ada fenomena
luar biasa tersebut di alam dan berjalan stabil sampai saat ini
§
Ihwal Gunung
Dari hasil rekaman satelit diperoleh
bukti bahwa Jazirah Arab beserta gunung-gunungnya bergerak mendekati Iran
beberapa sentimeter setiap tahunnya. Sebelumnya sekitar lima juta tahun yang
lalu, Jazirah Arab bergerak memisahkan diri dari Afrika dan membentuk laut
merah. Sekitar daerah somalia sepanjang pantai Timur ke selatan saat ini berada
dalam proses pemisahan yang lamban dan telah membentuk “Lembah Belah” yang
membujur ke selatan melalui deretan danau Afrika.[18]
Itulah sepertinya yang dimaksud oleh
al-Quran mengenai gunung-gunung yang berjalan sebagaimana jalannya awan-awan
yang pada masa itu dirasa aneh dan tidak ditemukan informasi ilmiah mengenai
itu. Dan al-Quran telah memberikan informasi yang akurat tentang fenomena
tersebut yang akhirnya dapat dibuktikan pada masa sekarang ini.
Setelah kita mengetahui sedikit
tentang kemukjizatan al-Quran dari sekelumit penjelasan di atas, ini ada
pembahasan tambahan mengenai salah satu paham dalam kemukjizatan al-Qur’an.
Ada sekelompok pemikir yang mengakui
ketidakmampuan manusia dalam menyusun semacam al-Quran, tapi menurut mereka ini
bukan dikarenakan kemukjizatan atau keistimewaan al-Quran sendiri, tetapi lebih
dikarenakan campur tangan Allah yang membuat manusia tidak mampu membuat
semacam al-Quran. Dan paham inilah menamai mukjizat al-Quran dengan nama
“Mukjizat Ash-Sharfah”.
Kata Ash-Sharfah sendiri
berasal dari kata dasar sharafa yang berarti memalingkan. Dalam arti
lain bahwa Allah memalingkan kemampuan manusia untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan Al-Quran, sehingga apabila Allah tidak memalingkan kemampuan
manusia, maka tidak dipungkiri bahwa manusia dapat membuat semacam al-Quran.
Dengan kata lain, mereka menganggap kemukjizatan al-Quran bukan lahir dari
al-Quran itu sendiri, melainkan berasal dari faktor eksternal.
Pendapat mereka pada dasarnya ada
dua pernyataan tentang hal ini. Pertama, mengatakan bahwa semangat
mereka dilemahkan oleh Allah. Dan Kedua, menyatakan bahwa cara Allah
memalingkan adalah dengan mencabut pengetahuan dan rasa bahasa yang mereka
miliki dan yang diperlukan guna lahirnya satu susunan kalimat serupa al-Quran.
Analisis dari kedua pernyataan
tersebut adalah bahwa mereka merasa dirugikan atau berat sebelah dalam
menghadapi tantangan tersebut. Padahal sebenarnya Allah memberi tantangan pada
mereka yang sebenarnya malah membuat mereka tertantang dan semakin meningkat
semangat perlawanannya, dengan tantangan pada penggalan surah al-Baqarah
berikut :
bÎ)ualam ayat di atas menunjukkan
tantangan Allah pada mereka. Bahkan, mereka diberi kesempatan untuk meminta
bantuan-bantuan sesamanya dan tantangan ini tidak dibatasi oleh waktu yang
mungkin bisa mengendurkan semangat mereka. Dan mereka disamakan dengan batu dan
diancam untuk dijadikan bahan bakar neraka apabila mereka tidak mampu
melaksanakannya. Bukankah ini adalah tantangan yang hebat dan cukup melecehkan.
Dan standardnya apabila seseorang diberi tantangan semacam ini, dia malah
semakin semangat, tetapi karena memang karena ketidakmampuan mereka.
Selanjutnya menanggapi argumen kedua
yaitu Allah mencabut kemampuan mereka. Bila kita balik bertanya kapan
dicabutnya? Pasti mereka menjawab setelah turunnya al-Quran. Padahal semisal
mereka mampu membuat semisalnya, maka pasti ada suatu karya sastra yang mereka
hasilkan pada masa sebelum turunnya al-Quran yang dapat menandingi keistimewaan
al-Quran. Pendapat yang mereka ungkapkan ini juga dibantah dengan pernyataan
orang Arab pada masa itu yang bernama Al-Walid ibn Al-Mughirah yang mengatakan,
“Ini bukan ucapan manusia”. Dan juga para kritikus masa kini dan masa lalu
membanding-bandingkan ayat-ayat al-Quran dengan syair dan ucapan mereka gubah.
Mereka semua pada menundukkan kepala karena kagum akan perbedaan yang amat
besar di antara keduanya.
Kembali kepada mereka, mereka juga
memiliki dalih lain yaitu:
Pertama, masyarakat Arab mampu mengucapkan kata dan kalimat-kalimat
semacam al-Quran. Umar ibn Khaththab misalnya pernah mengusulkan kepada Nabi:
لو اتخذت من مقام إبراهيم مصلى
Usul Shahabat Umar ini diterima oleh
al-Quran dengan turunnya ayat dalam surat al-Baqarah ayat 125 yang menggunakan
redaksi yang mirip dengan redaksi Umar di atas, yaitu
Suatu ketika, Nabi mendiktekan
kepada Abdullah ibn Abi Sarh agar menuliskan ayat-ayat Surah al-Mu’minun, yang
antara lain berbicara tentang proses kejadian manusia. Belum lagi Nabi selesai
membacakan keseluruhan ayat, Abdullah berkata,
Mendengar ini, Nabi bersabda,
اكتب ! فهكذا أنزل
Kini, kalau kita membuka penggalan
surah al-Mu’minun tersbut , maka akan ditemukan ayat yang diucapkan oleh
Abdullah ibn Abi Sarh yang tertera di akhir ayat 14.
Kedua, ketika terjadi upaya pengumpulan al-Quran pada masa Khalifah Abu
Bakar, beliau memerintahkan pada Umar dan Zaid ibn Tsabit agar berdiri di pintu
masjid dan tidak menerima naskah al-Quran selain disertai dua orang saksi.
Dan seandainya al-Quran itu
mukjjizat dari segi bahasanya, maka tidak diperlukan dua orang saksi karena
apabila al-Quran itu mukjizat maka beliau akan dengan mudah membedakannya
dengan karya manusia.
Tetapi, kedua dalih tersebut dengan
mudah dibantah dengan argumen yang lebih kuat yang penulis kutip dari buku
“Mukjizat Al-Quran” karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab, yang diawali pada dalih
pertama bahwa memang tidak bisa dipungkiri bahwa orang Arab semisal Umar Ibn
Khaththab dan Abdullah Ibn Abi Sarh mampu mengucapkan kalimat-kalimat yang
serupa dengan al-Quran. Tetapi dalih ini tidak mampu membuktikan bahwa orang
Arab mampu untuk membuat yang serupa dengan al-Quran. Karena tantangan al-Quran
itu tidak sependek atau sepenggal kata saja seperti itu, melainkan satu surah
yang minimal terdiri dari tiga ayat.
Dan seandainya kemampuan menyusun
kalimat pendek itu dianggap mampu menyamai al-Quran, maka setiap bangsa
Indonesia pastilah semuanya bisa dianggap sebagai seorang penyair yang hanya
dengan mengandalkan sebuah penggalan kalimat yang diucapkan oleh penyair Chairil
Anwar, “Aku ingin hidup setahun lagi”.
Adapun keharusan dua orang saksi
dalam penerimaan naskah-naskah al-Quran adalah untuk membuktikan apakah
naskah-naskah tersebut benar-benar otentik dan didiktekan oleh Nabi, dan Nabi
telah memverifikasinya agar tidak terdapat adanya shahabat yang menuliskan
al-Quran tanpa sepengetahuan Nabi yang terjadi kesalahan dalam penulisan. Dan
penulisan al-Quran sendiri tidak hanya berlandaskan naskah-naskah tersebut,
melainkan juga pada hafalan-hafalan yang ada dalam diri shahabat dan semuanya
bersifat mutawatir.
Demikianlah terlihat kerapuhan paham
yang menyatakan bahwa kemukjizatan al-Quran bukan berasal dari keistimewaan
yang dimilikinya, melainkan berasal dari faktor eksternal.
III.
استنباط
الاعجاز لغة مصدر من اعجز بمعنى الاضعاف والتسخيف , واعجز القرأن
الناس اثبت عجزهم عن ان يأتوا بمثله . ووجوه اعجازه كائن من جهة لغته , تشريعه ,
خبر غائبه , وأشارته العلمية.
اما من جهة لغته فهو موجود في لحن صوته , وقصره مع صلده , اقتناعه على
المفكرين , اقتناعه على العقل والقلب , جمال معناه , واتزان لفظه .
اما من جهة تشريعه فهو موجود في كونه مجملا , او بعض واضحه مع تفصيله
, او واضحه مع تفصيله .
اما من جهة خبر غائبه فهوعلى قسمين : الخبر عما وقع في الماضي , و
الخبر عما سيقع في الاستقبال و هو مبرهن عليه .
اما من جهة أشارته العلمية فهو متنوع , منها الذي يبحث عن فارق
البحرين والذي يبحث عن الجبل .
اما اهل الصرفة فهم يقولون أن اعجازالقرأن ليس منه نفسه , بل مما
خارجه .
IV.
Daftar Pustaka
Al Munawwar, Said Agil Husin dan Masykur Hakim. 1994. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir.
Semarang: Dina Putra Semarang,
Al-Amiri, Muhammad Romzi Mannan. 2012. Ats-Tsamroh Al-Yani’ah.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawally. 1984. Mukjizat Al-Qur’an,
terj. Mustafa Mahdamy. Bandung: Risalah Bandung
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Wajiz fi Ushulil Fiqh. TT
Ilyas, Yunahar. 2014. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta:
ITQAN Publishing
Shihab,
M. Quraish. 2004. Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah, dan
[1] Wahbah Az-Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, TT, hlm. 26.
[2] Muhammad Romzi Mannan Al-Amiri, Ats-Tsamroh Al-Yani’ah,
(Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2012), hlm. 134-139.
[3] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek
Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Jakarta: Mizan, 2004),
hlm. 23.
[4] Said Agil Husin Al Munawwar dan Masykur Hakim, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir
(Semarang: Dina Putra Semarang, 1994), hlm. 1-2.
[5] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 43.
[6] Said Agil Husin Al Munawwar dan Masykur Hakim, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi, hlm. 2.
[7] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta: ITQAN
Publishing, 2014), hlm. 245-246.
[8] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, hlm. 246.
[9] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, hlm. 246-247.
[10] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, hlm. 248-249.
[11] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, hlm. 249-251.
[12] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 140-142.
[13] Said Agil Husin Al Munawwar dan Masykur Hakim, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi, hlm.
19-20.
[14] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 200-201.
[15] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 215-216.
[16] Muhammad Mutawally Asy-Sya’rawi, Mukjizat Al-Qur’an, terj.
Mustafa Mahdamy (Bandung: Risalah Bandung, 1984), hlm. 25.
[17] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 175-180.
[18] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 187-188.
[19] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran: Ditinjau, hlm. 155-163.
0 komentar:
Post a Comment