Cover Kitab Kayfa Nadrus Ilm Takhrij al-Hadis, s.wordpress.com |
Takhrij memiliki kedudukan yang amat penting dalam studi hadis,
karena takhrij merupakan awal dari penelitian hadis. Lafadz takhrij sendiri
memiliki banyak pengertian sebagaimana yang diungkapkan para ulama-ulama hadis
dalam kitab-kitabnya. Diantaranya;
1) Periwayatan hadis,
2) Menghubungkan
hadis pada sumber aslinya dengan menerangkan keadaan sanad secara ringkas,
3) Penulisan kitab dan
periwayatannya,
4) Memilih hadis asing atau yang shohih dalam
kitab tertentu beserta penjelasan periwayatnya dari golongan ulama
mutaqoddimin,
5) Penggalian. Dan penggalian hadis dari
perawinya yaitu hanya pada abad kedua, ketiga dan keempat, adapun pada abad
kelima dan seterusnya penggalian atau penelitian hadis bersumber pada
kitab-kitab atau karya para ulama terdahulu yang telah mengumpulkan dan
mengelompokkan hadis,
6) Merupakan istilah yang dipakai para ulama
hadis saat ini sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Sakhowi, yaitu mengambil
hadis dari sumber asalnya.
Metode takhrij saat ini yaitu dengan memilih suatu topik hadis lalu
mencari sumber hadis tersebut dalam kitab-kitab hadis yang disusun ulama yang
memang kitab tersebut berisi daftar hadis dan sumber primernya. Dan harus
diketahui bahwa tugas dalam takhrij adalah mewakili pada konteks hadis-hadis
dalam kitab tersebut baik dengan sanad sendiri ataupun dengan sanad lain dari
kitab-kitab ulama terdahulu seperti Imam Malik, Bukhari, dan lain-lain.
Dan pengertian takhrij menurut ulama kontemporer yaitu menggali
petunjuk kedudukan hadis dari sumber aslinya disertai menyebutkan sanad-sanad
kemudian menjelaskan tingkatannya sesuai kebutuhan. Pada saat ini, para pelajar
hanya mempelajari dan memfokuskan hadis-hadis dari sumber kitab yang yang telah
tertulis dan tidak memperhatikan atau meminggirkan keotentikan hadis itu
sendiri yang jauh dari hakikat takhrij itu sendiri.
Pengertian takhrij ilmiah yaitu mengangkat sangkaan hadis dari
sumber aslinya yang berpegangan pada periwayatan secara langsung untuk
mengetahui keadaan periwayatan dari segi keganjilan, kesesuaian ataupun
perbedaannya.
Sedangkan tujuan dari takhrij sendiri adalah untuk mengetahui
keadaan periwayatan dari segi keganjilan, kesesuaian atau perbedaannya dengan
riwayat yang lain dan mengkompromikan riwayat-riwayat dari sumber aslinya lalu
membandingkannya satu sama lain.
Dan dengan menengok dari apa yang telah disebut di atas bahwa
kepentingan takhrij adalah untuk mengetahui antara hadis shohih dan hadis yang
dloif hingga tidak mungkin terjadi pentashihan atau medloifkan hadis tanpa
penguatan dari tiga hal, yaitu; keganjilan, kesesuaian dan perbedaan.
Dalam pertengahan proses takhrij ini kita akan menemukan
manfaat-manfaat lain yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.
Mengetahui
perowi, namanya, nama orang tuanya, nama kunyahnya serta nama laqobnya.
2.
Mengetahui
ketersambungan riwayat.
3.
Mengetahui sighot-sighot
atau simbol yang digunakan perowi dalam penyampaian hadis, baik berupa mu’an’an
ataupun simbol penyampaian hadis yang sesuan dengan penerimaannya.
4.
Mengetahui
keterikatan antara guru dan murid perowi.
5.
Mengetahui
masa-masa.
6.
Mengetahui nama
yang samar yang terjadi pada sanad ataupun matan.
7.
Dan lain-lain.
Dalam proses takhrij kita tentu membutuhkan kitab-kitab pegangan
atau kamus untuk mencari hadis-hadis tersebut dari sumber asalnya. Adapun
jenis-jenis kitab kamus hadis ada bermacam-macam tergantung ulama penyusunnya,
yaitu;
-
Urutan
berdasarkan kata hadis
-
Urutan
berdasarkan tema hadis
-
Urutan
berdasarkan awal kata hadis
-
Urutan
berdasarkan penyandaran hadis
Pembahasan selanjutnya yaitu mengenai jenis-jenis kitab yang pada
umumnya digunakan para pentakhrij hadis. Sebagaimana yang telah disebutkan di
atas bahwa tiap kitab-kitab hadis itu berbeda tata urutannya tergantung para
ulama yang menyusunnya dan tiap-tiap kitab tersebut juga memiliki metode-metode
dalam penggunaan kitabnya tersebut, baik berupa teknis ataupun
simbol-simbolnya.
A.
Kitab al-Mu’jam
al-Mufahras li alfadh al-Hadis al-Nabawiyah
Kitab ini memuat hadis-hadis yang ditulis oleh imam hadis dalam
kitab-kitabya yaitu kutub al-sittah. Dalam menggunakan kitab ini kita
harus mengetahui kaidah shorfiyah seperti fiil madli, fiil mudlori’, fiil amar,
isim fail, isim maf’ul, sighot-sighot fiil mabni ma’lum dengan imbuhan maupun
tanpa imbuhan, sighot-sighot fiil mabni majhulnya juga dan lain-lain. Dan
mengetahui jenis-jenis isim seperti isim marfu’ bertanwin atau tidak bertanwin
dan imbuhannya, isim majrur dengan idlofah baik bertanwin ataupun tidak serta
imbuhannya, isim majrur karena huruf jer, isim manshub bertawin, tidak
bertanwin beserta imbuhan-imbuhannya dan lain-lain serta harus mengetahui
isim-isimnya yang musytaq.
Dalam kitab ini, nama mukhorrij hadis diberi lambang-lambang
tertentu agar kita bisa langsung melihatnya dari sumber aslinya, antara lain:
-
Imam Bukhori
dengan lambang (خ)
-
Imam muslim
dengan lambang (م)
-
Imam Tirmidzi
dengan lambang (ت)
-
Imam Abu Dawud
dengan lambang(د)
-
Imam An-Nasa’i
dengan lambang(ن)
-
Imam Ibn Majjah
dengan lambang (جه)
-
Imam Malik
dengan lambang(ط)
-
Imam Ahmad
dengan lambang (حم)
-
Imam Ad-Darimi dengan
lambang(دي)
B.
Kitab
al-Faharis al-Maudhu’iyah
Yaitu kitab yang berisi banyak hadis-hadis nabi yang termuat dalam
kitab-kitab terdahulu, seperti kitab shohih, jami’, sunan dan lain-lain.
C.
Kitab Kunuz
as-Sunnah
Ini adalah salah satu kitab yang ditulis oleh orang-orang
orientalis dari Belanda. Kitab ini pada mulanya adalah berbahasa inggris tetapi
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Orientalis yang menyusun kitab ini mengelompokkan daftar isinya sesuai tema
yang terkandung didalamnya. Dan kitab ini sendiri mencangkup sebanyak empat
belas kitab hadis. Kitab tambahan selain sembilan kitab yang ada pada kitab
sebelumnya yaitu; Musnad at-Thiyalusi, Musnad Zaid ibn Ali, Sirah Ibn Hisyam,
Kitab al-Maghazi al-Waqadi dan Kitab at-Thabaqat al-Kabir Ibn Sa’d.
Dalam kitab ini terdapat manfaat antara lain; mengakomodasi
penyebutan penempatan hadis sesuai babnya yang berbeda dengan kitab mu’jam yang
penempatannya berdasarkan tata urutan kalimat.
Tiap-tiap hadis yang berasal dari berbagai kitab tersebut mempunyai
petunjuk masing-masing, yaitu;
-
Dalam kitab
Sahih Bukhari, Sunan Abi Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibn Majjah, dan Ad-Darimi
dengan penjelasan nomor kitab dan nomor babnya.
-
Dalam kitab
Sahih Muslim dan Muwaththo dengan penjelasan nomor kitab dan nomor hadis.
-
Dalam Musnad
Zaid ibn Ali dan At-Thiyalusi dengan penjelasan nomor hadis.
-
Dalam kitab
Musnad Ahmad disertai penyebutan nomor juz kitab dan nomor halaman.
-
Dalam kitab
Tabaqat Ibn Sa’d disertai penyebutan nomor juz, bagian dan halaman.
-
Dalam kitab
Sirah Ibn Hisyam dan Maghazi Al-Waqadi dengan penjelasan nomor halaman.
Nomor-nomor tersebut di atas yang kita temukan dalam hadis-hadis
berguna untuk memudahkan kita dalam pencarian hadis tersebut.
Kitab-kitab hadis itu ada bermacam-macam namanya yang berisi
tentang hadis-hadis tertentu ataupun jenis-jenis kitab hadis itu sendiri. Dan
ada kitab yang hanya berisi hadis-hadis yang bertema khusus dan sejenis,
diantaranya;
1.
Sahih, yaitu
kitab yang khusus hanya berisi hadis-hadis yang sahih, seperti kitab Sahih
Bukhari, Shahih Muslim dan Shahih Ibn Hibban.
2.
Mustakhraj,
yaitu kitab yang berisi hadis yang sama dari kitab hadis induk, tetapi dengan
menggunakan sanad lain yang tidak terdapat pada kitab induk tersebut dengan menggunakan
metode yang digunakan penyusun kitab induk tersebut, seperti Mustakhraj
al-Isma’ili, Mustakhraj Ibn Abi Dzahl.
3.
Mustadrak,
yaitu kitab yang berisi hadis-hadis yang tidak termuat pada kitab induk tapi
dalam pengumpulannya menggunakan metode dari ulama penyusun kitab induk
tersebut, seperti Mustadrak al-Hakim.
Kemudian dijelaskan di dalam kitab ini yaitu urutan langkah-langkah
pembahasan hadis dan pencariannya, yaitu;
1.
Merujuk pada
kitab Mu’jam Mufahras setelah pemilihan hadis yang sesuai dengan cara yang
telah dijelaskan.
2.
Merujuk pada
sumber kitab yang telah ditransmisikan kitab Mu’jam dan telah memenuhi syarat
untuk;
a.
Memilih tema
hadis khusus sesuai keinginanmu.
b.
Memilih rawi
paling atas yakni para shahabat nabi.
3.
Setelah
mengetahui tema hadis tersebut, maka rujuk lagi ke kitab Kanus as-Sunnah untuk
mencari sumber-sumber yang tidak ditemukan di dalam Mu’jam dan untuk
membenarkan apabila terdapat kesalahan perawi di dalamnya.
4.
Menutup
pengkajian ini dengan merujuk pada kitab Tihfah al-Asyraf, proses ini dilakukan
setelah memastikan nama perawi paling atas atau shahabat, dan hal ini dilakukan
apabila hadis tersebut berupa hadis muttasil.
Pada tahap kedua ini adalah latihan-latihan tata cara membandingkan
periwayatan yang telah ditakhrij untuk memantau keadaan-keadaan riwayat yang
disepakati dan yang diperselisihkan di antara keduanya dan memilih aspek-aspek
bahasanya secara teliti.
Kitab-kitab yang dibutuhkan pada tahap ini cukup banyak, dan untuk menjelaskan keadaan keganjilan dan
perbedaan itu kitab-kitab yang diperlukan di antaranya yang pertama:
1.
Kitab Mu’jam
al-Ausath karya at-Thabrani
2.
Kitab Mu’jam
Shaghir karya at-Thabrani
3.
Kitab
ad-Dhu’afa al-Kabir karya al-Uqaili
4.
Kitab al-Kamil
fi dhu’afa ar-Rijal karya Ibn Adi
5.
Kitab
al-Majruhin min al-Muhaddisin wa al-Dhu’afa wa al-Matrukin karya Ibn Hibban
6.
Kitab at-Tarikh
al-Kabir karya Imam Bukhari
7.
Kitab Hilliyah
al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ karya Abu Nu’aim al-Ashbahani
Yang kedua ini adalah kitab-kitab berisi illat-illat hadis,
diantaranya:
1.
‘Ilal al-Hadis
karya Ibn Abi Hatim
2.
‘Ilal
al-Waridah fi al-Ahadis an-Nabawiyah karya Ad-Daruqutni
3.
Kitab al-Afrad
karya Ad-Daruqutni
4.
Al-‘Ilal
al-Kabir karya At-Tirmidzi
5.
Al-‘Ilal wa
Ma’rifat ar-Rijal karya Imam Ahmad Ibn Hanbal
6.
Al-Musnad
al-Kabir al-Mu’allal al-Musamma bi al-Bahr az-Zakhar karya Imam al-Bazzar
7.
Al-‘Ilal
al-Mutanahiyah fi al-Ahadis al-Wahiyah karya Ibn Jauzi
Ketiga, kitab-kitab faidah hadis, seperti:
1.
Fawaid Abi
al-Qasim Tamam ar-Razi
2.
Al-Fawaid karya
Abi Syaikh al-Ashbahani
3.
Al-Fawaid karya
Abi Ali as-Shawaf
Selain kitab-kitab di atas ada juga kitab-kitab yang menjelaskan
tentang kegaiban dan keganjilan dalam riwayat. Dan setelah itu barulah dimulai
penelitian hadis dan di dalam kitab ini juga terdapat banyak latihan-latihan
yang sangat membantu bagi pemahaman metode ini.
Selanjutnya pada tahap ketiga dalam kitab ini diterangkan tata cara
penelusuran atau penelitian perawi-perawi hadis dengan menyusuri asal-usulnya
untuk memahami penelitian perawi ini.
Ada tiga hal yang harus diketahui dalam tahap ini, yaitu;
1.
Penelusuran
perawi merupakan sarana untuk mengetahui luasnya kesalahan, kepalsuan,
kebenaran dan kecerdasan mereka apabila kita tidak menemukan catatan kritikus
hadis pada demikian itu. Maka tidak sesuai apabila kita memusatkan pada
penelusuran perawi pada perawi yang bertentangan atau perawi yang memiliki
keganjilan ataupun cacat pada sanad dan matan mereka ataupun jalur yang akan
kembali kepadanya.
2.
Penelurusan
perawi merupakan urgensi yang penting ketika kita berdiri pada contoh yang
dirumuskan atas keganjilan dan pertentangan yang terjadi pada periwayatan.
Penelusuran tidak berfungsi kecuali ketika kita memfungsikannya secara langsung
yang cocok dengan waktu yang sesuai.
3.
Penelusuran
perawi haruslah terbatas dengan yang berhubungan dengan penelusuran agar tidak
bertele-tele dan tidak berguna.
Ketiga hal di atas adalah penting agar kita tidak keluar dari
tujuan utama kita yaitu mencari kebenaran dengan tanpa membuka
keburukan-keburukan yang tidak diperlukan. Dan dalam penelusuran tersebut pasti
diperlukan kitab-kitab ulama yang secar khusus membahas tentang keadaan perawi
tersebut, atau bisa dibilang ilmu ini dinamakan dengan nama Ilmu Rijal
al-Hadis. Serta di dalam kitab ini juga dijelaskan tata cara pembahasan tentang
keadaan perawi hadis yang dalam bab ini juga banyak latihan-latihan dan
penjelasan kitab-kitab rijal tersebut yang sangat membantu dalam memahami
metodologi ini.
Dan dalam catatan ringkas ini semoga kita bisa memahami tata cara
takhrij hadis yang benar yang tidak lain adalah untuk mencari kebenaran tentang
hadis dan pemahamannya untuk dikontekstualisasikan dengan masa kontemporer ini.
0 komentar:
Post a Comment