Riview Buku | Bentuk-Bentuk Pluralisme

Bentuk Pluralisme, http://pa.uinsgd.ac.id


Kata Kunci: Differensiasi, Humanitas Rasional, Akal Budi, Agama, Kodrat, Budaya

Vico
            Hidup pada akhir abad 17 sampai akhir abad 18. Vico berpendapat bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas budaya yang berbeda. Masyarakat yang berbeda merepresentasikan bentuk pemikiran dan kehidupan yang berbeda dan sering tidak kompatibel. Masyarakat terstrukturkan oleh adat dan konvensi dan digerakkan oleh harapan dan ketakutan yang paling dalam, di mana rasionalitas internalnya sering diabaikan oleh orang luar.
            Bagi Vico, adalah sebuah sesat pikir bahwa kaum rasionalis yang berpikir bahwa kita dapat memahami suatu masyarakat sepenuhnya menurut sifat manusia yang dimiliki bersama-sama secara universal atau melalui analisis rasional.
            Ia berpendapat bahwa sebagai anggota dari spesies umum, manusia bersama-sama menggunakan beberapa sifat umum. Mereka memiliki keinginan yang identic, sifat buruk yang umum dalam bentuk kebiasaan, ketamakan dan ambisi, dan kapasitas umum seperti akal, imajinasi, dan pengertian umum atau penilaian tanpa refleksi. Mereka juga bersama-sama menggunakan bahasa mental umum atau kosa kata mental yang diletakkan pada basis bahawa yang berbeda dan dinyatakan secara berbeda dalam bahasa yang berbeda, itulah mengapa pepatah dan paribahasa dari masyakarat yang berbeda secara substansional menyampaikan makna yang sama dan dengan mudah dimengerti orang luar.
            Bagi Vico, realisasi paling utuh atas Humanitas Rasional merepresentasikan tahap tertinggi dari perkembangan manusia. Secara umum hal itu berada dalam keselarasan akal budi dan agama. Akal budi adalah kecakapan yang paling berharga karena menawarkan pengetahuan dunia sekuler, menantang dogma dan takhayul, dan mengatur keinginan dan nafsu. Akan tetapi hal itu memiliki dua kelemahan. Karena memiliki orientasi kritis, akal budi mendorong skeptisisme dan membawa pada perbedaan pandangan yang luas bahwa jarang sekali setiap dua manusia dapat setuju.
            Agama memperbaiki kelemahannya dan membuat hubungan yang tidak dapat dihindarkan. Agama mengungkapkan kebenaran spiritual dan moral yang tidak dapat ditemukan oleh akal budi, namun poin agama dapat dilihat ketika dihadirkan bersama kebenaran. Agama juga menggerakkan perasaan spiritual dan moral dan memberikan imbangan pada nafsu alamiah manusia. Meskipun demikian, pada dirinya sendiri, agama memiliki sebuah kecenderungan untuk mendorong takhayul dan dogma yang tidak masuk akal, mendukung struktur sosial yang menindas, dan menghambat penyelidikan bebas. Akal budi dan agama, dengan demikian, saling melengkapi. Hanya masyarakat yang menyelaraskan agama dan akal budilah yang menyadari potensi manusia dan menjamin stabilitas sekaligus kebaikan.

Montesquieu
            Sama-sama memiliki sensitivitas terhadap keanekaragaman kultural seperti Vico, tetapi  Montesquieu berbeda dengannya dalam beberapa hal.
            Bagi Montesquieu, keanekaragaman kultural adalah sifat kehidupan manusia yang berkembang perlahan-lahan dan mutlak. Tidak ada dua masyarakat yang sama. Tiap masyarakat memiliki adat, praktek, cara, sistem hukum, struktur keluarga dan bentuk pemerintahan yang berbeda, dan masing-masing mendorong keinginan dan konsepsi hiduo yang baik. Bahkan ketika mereka memiliki hukum dan adat yang sama, hal-hal tersebut memiliki pengaruh yang berbeda dan memainkan oeran yang cukup berlainan.
            Montesquieu memperoleh tolak ukur nilai baku moral universal dari tiga sumber yang saling terkait, yaitu ‘kodrat segala sesuatu’, hukum kodrat manusia’, dan ‘pengalaman manusia’.
            Kodrat adalah segala sesuatu atau hubungan wajib antara mereka mengacu pada prinsip-prinsip yang inheren dalam konstitusi dunia dan mewajibkan semua makhluk moral menaatinya melalui keperluan rasional mereka. Ini meliputi bermacam-macam prinsip seperti bahwa yang baik layak memperoleh ucapan terima kasih, bahwa mereka yang melukai lainnya layak dicederai oleh mereka sendiri, dan bahwa janji harus dipegang.
            Dalam hukum kodrat, perasaan aman bagi Montesquieu menjadi dasar bagi perasaan bebas manusia dan kebutuhan manusia yang mendalam, merupakan sebuah produk hukum umum dan yang sudah ditetapkan, dan menguasai kelaliman atau mengatasi kehendak sewenang-wenang pihak lain.
            Tolak ukur nomer tiga yaitu Pengalaman Manusia mengciptakan apa yang disebut Agama. Bagi Montesquieu agama adalah dasar kehidupan sosial yang perlu. Agama menjadi pilar moralitas, membantu perkembangan kebaikan, mengatur nafsu alami, dan memberi motif untuk tindakan yang tidak memihak.

Herder
            Bagi Herder setiap kebudayaan secara unuk dihubungkan dengan pengalaman sebuah kelompok masyarakat. Lingkungan alam masyarakat memainkan peranan penting dalam membentuk kebudayaannya, tidak melalui cara kausal langsung seperti yang telah dipikirkan Montesquieu tetapi dengan menstrukturkan dunia pengalamannya yang didalamnya menginterpretasikan dan menata imajinasi kreatif manusia.

Baca Juga: Pluralisme Agama

            Bagi Herder, budaya dibatasi dengan sangat erta oleh bahasa, poin yang diabaikan oleh Montesquieu dan hanya secara kebetulan dirujuk oleh Vico. Setiap komunitas kultural memiliki sebuah bahasa mereka sendiri dan merupakan sebuah komunitas linguistic yang berbeda. Pengaruh budaya meresap ke dalam cara berpikir perasaan dan penilaian, makanan, pakaian, gerak secara ragawi, cara berbicara, cara mengendalikan diri sedniri atau bersama, kesenangan, sakit, nilai, cita-cita, impian, mimpi buruk, bentuk imajinasi, dan kepekaan estetika moral.

Budaya
            Keyakinan bagwa sebuah kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi mendorong pandangan bahwa kebudayaan-kebudayaan bisa diindividualisasikan dengan rapi, dan sebaliknya kebudayaan-kebudayaan tersebut hanya bisa dibedakan dengan mudah jika masing-masing diasumsikan sebagai sebuah keseluruhan tersendiri

0 komentar:

Post a Comment