Emile Durkheim, blogspot.com |
Emosi keagamaan merupakan salah satu dari lima komponen religi
sebagaimana yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat. Dalam bukunya dijelaskan
bahwa emosi keagamaan merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia
dan menyebabkan manusia mempunyai sikap serba-religi. Menurutnya, komponen
emosi keagamaan inilah yang merupakan komponen utama dari gejala religi, yang
membedakan suatu sistem religi dari semua sistem sosial budaya yang lain dalam
masyarakat manusia.
Beberapa ahli sosiologi antropologi menyinggung tentang emosi
keagamaan ketika menjelaskan tentang agama, dan tidak terkecuali juga Emile
Durkheim. Fokus pembahasan ini yaitu pada pemikiran Durkheim tentang ini.
Durkheim yang terkenal dengan teori totemisme-nya juga menyinggung tentang
emosi keagamaan dengan istilah lain yang penulis temukan dalam makalah Hujair
Sanaky yaitu dengan istilah perasaan keagamaan.
Penjelasan Durkheim mengenai perasaan keagamaan ini tidak bisa
terlepas dari pandangannya yaitu sakral dan profan dalam sosiologi agama. Pemahaman
terhadap sakral dan profan ini lebih kepada sikap masyarakat kepada sesuatu
tersebut, apakah menganggapnya sebagai hal yang suci dan dimuliakan atau
sebagai sesuatu yang biasa saja. Karena bagi Durkheim, agama adalah sesuatu
yang berasal dari masyarakat dan bersifat kolektif dan sosial. Perasaan
keagamaan ini juga berkaitan dengan pandangan Durkheim bahwa keyakinan
keagamaan bukanlah hal yang penting, dan menganggap ritual keagamaanlah yang
penting. Kepercayaan dan keyakinan ini yang kemudian diungkapkan dalam bentuk
ritual-ritual secara komunal.
Durkheim menganggap bahwa ritual-ritual yang komunal tersebut yang
membuat perasaan-perasaan keagamaan pertama kali muncul, bukan dari momen-momen
yang bersifat pribadi dan individu. Pemujaan yang terdiri dari perasaan-perasaan
anggota upacara dan timbul dalam waktu-waktu tertentu merupakan inti kehidupan
klan secara keseluruhan. Di manapun dan bagaimanapun bentuk perasaan yang
muncul, perilaku-perilaku anggota klan saat melakukan upacara ini adalah
perasaan yang paling penting yang pernah mereka alami. Perasaan yang timbul
saat itu adalah bagian dari yang sakral, sedangkan perasaan lain adalah bagian
dari yang profan. Maka, tujuan ritual-ritual agama tersebut adalah untuk
memberikan kesadaran tentang arti penting klan, memberikan suatu perasaan
mereka adalah bagian dari klan dan memastikan bahwa yang sakral selalu
terhindar dari segala sesuatu yang profan. Karena itu Durkheim memasukkan ini
dalam fungsi sosial agama.
Dari pandangan Durkheim ini, dapat diketahui bahwa ritual-ritual
keagamaan tidak lain adalah merupakan suatu mekanisme primer untuk
mengekspresikan dan menguatkan kembali sentimen dan solidaritas kelompok. Jadi
seluruh pandangan Durkheim tentang agama terpusat pada klaimnya bahwa agama
adalah sesuatu yang amat bersifat sosial. Artinya, bahwa dalam setiap
kebudayaan, agama adalah bagian yang paling berharga dari seluruh kehidupan
sosial. Ia melayani masyarakat dengan menyediakan ide, ritual dan
perasaan-perasaan yang akan menuntun seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Baca Juga: Relasi Antara Multikulturalisme dan Masyarakat Madani
0 komentar:
Post a Comment