Metode Pembelajaran Diskusi


   
Diskusi, http://lpmgemakeadilan.fh.undip.ac.id
A. 
Pendahuluan
Mendidik, di samping sebagai ilmu juga sebagai suatu seni. Seni mendidik/mengajar di sini yang dimaksudkan adalah keahlian dalam penyampaian pendidikan/pengajaran (metode mengajar).[1] Istilah mendidik dan mengajar ini juga memiliki perbedaan. Dalam mendidik, yang lebih dipentingkan adalah segi pembentukan pribadi anak. Sedangkan dalam mengajar, yang dipentingkan adalah segi ilmiahnya.[2] Karena itulah penggunaan nama program studi dalam fakultas pendidikan atau tarbiyah lebih memilih kata pendidikan daripada pengajaran.
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Agar pendidikan berjalan secara efektif, maka diperlukan metode dan teknik khusus dalam pelaksanaannya. Ada berbagai metode pendidikan yang ditawarkan, salah satunya adalah metode diskusi ini yang sangat populer khususnya bagi kalangan mahasiswa perguruan tinggi.
Dan hadis, sebagai suatu cabang ilmu, juga memerlukan metode pendidikan dan pengajaran yang tepat agar dapat dipahami dengan baik oleh murid serta dapat berkesan baginya agar mudah untuk mengamalkannya. Karena tujuan dari pendidikan adalah pembentukan karakter, maka pendidikan hadis, yang berkaitan dengan agama, akan sangat bermanfaat bagi murid untuk mengamalkan nilai-nilai mulia dalam hadis yang telah dicontohkan oleh Rasulullah semasa hidupnya.  Dan pendidikan hadis yang dibahas di sini adalah pendidikan hadis dengan metode diskusi.
Dari uraian ringkas di atas, makalah ini memunculkan dua rumusan masalah, yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dengan metode diskusi?
2.      Bagaimana penerapan metode diskusi dalam pendidikan hadis?

Permasalahan yang sering dijumpai dari pembelajaran adalah tidak tersampaikannya materi dan nilai yang dibawakan guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan kurang efektif dan efisiennya metode yang digunakan guru dalam penyampaiannya. Maka diperlukan strategi yang sesuai agar menarik minat murid serta memudahkan pemahaman serta pengamalannya. Dan metode pendidikan merupakan salah satu strategi dan usaha untuk mengatasinya problem tersebut.
Pengertian dari metode pembelajaran, yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan. Karena metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar-mengajar dan merupakan bagian yang integral dalam suatu sistem pengajaran.[3] Metode pembelajaran membuat guru dapat mencapai tujuan dengan cepat dan tepat. Hasilnya dapat diyakini, dan kalau perlu dapat diperiksa kembali jalan pengajaran itu.[4]
Mengenai metode pembelajaran ini banyak sekali jumlahnya sebagai hasil  dari penelitian para ahli pendidikan dan psikologi, dan juga hasil penumpukan dari dahulu sampai sekarang. Dengan semakin luasnya pengetahuan tentang psikologi, semakin luas dan banyak pula metode mengajar yang ditemukan terutama sekali ilmu jiwa belajar, sebab ia memberikan sumbangan bagaimana cara-cara orang berpikir, berbuat, berkemauan dan sebagainya yang semuanya itu bermuara pada bagaimana cara orang belajar dan akhirnya didapat pula cara mengajar yang baru.[5]
Penggunaan metode harus sesuai dan selaras dengan konteks. Bila ditinjau  secara lebih teliti, sebenarnya keunggulan suatu metode terletak pada beberapa fakyor yang berpengaruh, antara lain: tujuan, karakteristik murid, situasi dan kondisi, kemampuan dan pribadi guru, serta sarana dan prasarana yang digunakan.[6]
Secara garis besar metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni:
1.      Metode mengajar konvensional
2.      Metode mengajar inkonvensional
Metode mengajar konvensional adalah metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru, atau yang lebih sering disebut dengan metode tradisional. Sedangkan metode mengajar inkonvensional adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar dengan modul, pengajaran berprogram, pengajaran unit, machine program, masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan di beberapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang ahli menanganinya.[7]
Ada berbagai metode pembelajaran yang dapat digunakan seorang guru dalam proses belajar agar berjalan secara efektif. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, suatu metode pembelajaran disesuaikan sesuai kondisinya masing-masing. Tetapi dalam makalah ini hanya dijelaskan metode pembelajaran diskusi yang nantinya akan dihubungkan dengan hadis.

   C.    Metode Pembelajaran Diskusi
Metode diskusi adalah suatu metode dalam mempelajari bahan atau manyampaikan naham dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.[8] Definisi lain, metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif.[9]
Metode ini biasanya erat kaitannya dengan metode lainnya, misalnya metode ceramah, karyawisata dan lain-lain karena metode diskusi ini adalah bagian yang terpenting dalam memecahkan suatu masalah. Dalam dunia pendidikan, metode diskusi ini mendapat perhatian karena dengan diskusi akan merangsang murid-murid berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri.[10] Metode diskusi juga dimaksudkan untuk dapat merangsang murid dalam belajar dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah.[11]
Dalam pendidikan agama, metode diskusi ini sebaiknya tidak diterapkan pada tingkat SD, SLTP tetapi pada SLTA dan Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan macam-macam hal seperti:
1.      Memerlukan teks tertulis yang dibutuhkan kepandaian mengarang.
2.      Pengetahuan yang sudah cukup luas baik agama maupun lainnya.
3.      Menghendaki kecepatan dalam menanggapi tulisan atau pikiran orang lain.
4.      Memerlukan ketangkasan dalam berbicara, mengeluarkan pendapat, memberikan argumentasi dan lain-lain.[12]
Prinsip-prinsip yang perlu dipegangi dalam melakukan diskusi antara lain:
1.      Melibatkan murid secara aktif dalam diskusi yang diadakan.
2.      Diperlukan ketertiban dan keteraturan dalam mengemukakan pendapat secara bergilir dipimpin oleh seorang ketua atau moderator.
3.      Masalah yang didiskusikan sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak.
4.      Guru berusaha mendorong muridnya yang kurang aktif untuk melakukan atau mengeluarkan pendapatnya,
5.      Murid dibiasakan menghargai pendapat orang lain dalam menyetujui atau menentang pendapat.
6.      Aturan dan jalannya diskusi hendaknya dijelaskan kepada murid yang masih belum mengenal tata cara berdiskusi agar mereka dapat secara lancar mengikutinya.[13]
Metode diskusi ini sangat sesuai digunakan jika:
1.      Materi yang disajikan bersifat low concensus problem artinya bahan yang akan disajikan tersebut banyak mengandung permasalahan yang tingkat kesepakatannya masih rendah.
2.      Untuk pengembangan sikap atau tujuan-tujuan pengajaran yang bersifat afektif.
3.      Untuk tujuan-tujuan yang bersifat analisis sintesis dan tingkat pemahaman yang tinggi.[14]
Adapun masalah yang baik untuk didiskusikan ialah:
1.      Menarik minat anak-anak yang sesuai dengan taraf usianya dan merupakan masalah yang up to date.
2.      Mempunyai kemungkinan pemecahan lebih dari satu jawaban yang masing-masing dapat dipertahankan kemudian berusaha menemukan jawaban yang setepat-tepatnya dengan jalan diskusi.[15]
Dalam metode diskusi ini, peranan guru sangat penting dalam rangka menghidupkan kegairahan murid berdiskusi, diantaranya adalah:
1.      Guru atau pemimpin diskusi harus berusaha semaksimal mungkin agar semua murid turut aktif dan berperan dalam diskusi tersebut.
2.      Guru atau pemimpin diskusi berfungsi sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan dan harus bijaksana dalam mengarahkan sehingga diskusi tersebut berjalan lancar dan aman.
3.      Membimbing diskusi agar sampai kepada suatu kesimpulan. Guru atau pemimpin diskusi perlu ada keterampilan mengumpulkan hasil-hasil pembicaraan.[16]
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam pelaksanaan diskusi, antara lain:
1.      Pemilihan topik yang akan didiskusikan dapat dilakukan oleh guru dengan murid atau oleh murid itu sendiri. Kriteria pemilihan topik disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, kesesuaian dengan kemampuan murid, kekohesian para murid, atau latar belakang pengetahuannya.
2.      Dibentuk kelompok-kelompok diskusi yang terdiri dari 4-6 anggota setiap kelompok dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang notulis. Pembentukan kelompok dapat dilakukan secara acak, atau memperhatikan minat dan latar belakang murid.
3.      Dalam pelaksanaan diskusi, para murid melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing, sedangkan guru memperhatikan petunjuk bila diperlukan.
4.      Laporan hasil diskusi. Hasil diskusi dilaporkan secara tertulis oleh masing-masing kelompok kemudian diadakan suatu forum panel diskusi untuk menanggapi setiap laporan kelompok tersebut.[17]
Keunggulan metode diskusi ini antara lain:
1.      Suasana kelas lebih hidup, sebab para murid mengarahkan perhatiannya pada masalah yang sedang didiskusikan. Partisipasi murid pada metode ini lebih baik.
2.      Dapat menaikkan prestasi kepribadian individu, seperti toleransi demokratis, berpikir kritis, sistematis, sabar dan sebagainya.
3.      Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami karena murid mengikuti proses berpikir sebelum sampai pada suatu kesimpulan.
4.      Para murid dilatih belajar mematuhi peraturan-peraturan dan tata tertib dalam suatu musyawarah sebagai latihan pada musyawarah yang sebenarnya.[18]
Disamping itu, kelemahan-kelemahan metode diskusi adalah:
1.      Kemungkinan ada murid yang tidak ikut aktif sehingga bagi murid-murid ini diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab.
2.      Sulit menduga hasil yang dicapai, karena waktu yang digunakan untuk diskusi cukup panjang.[19]
Ada beberapa jenis diskusi yang dapat dilakukan oleh guru dalam membimbing belajar murid, antara lain:
1.      Whole Group
2.      Diskusi Kelompok
3.      Buzz Group
4.      Panel
5.      Syndicate Group
6.      Symposium
7.      Informal Debate
8.      Fish Bowl
9.      The Open Discussion Group
10.  Brainstroming[20]
Dalam pendidikan agama, metode diskusi ini banyak digunakan dalam bidang syariah dan akhlak. Sedangkan masalah akidah kurang sesuai apabila metode diskusi ini digunakan. Metode diskusi banyak digunakan di sekolah-sekolah tingkat lanjutan dan Perguruan Tinggi.[21] Tapi pendapat ini juga tergantung konteksnya, jika kita berada dalam ruang lingkup kajian ilmu kalam, maka masalah akidah tetap harus boleh didiskusikan, begitupun kajian ilmu-ilmu lain yang membahas suatu permasalahan secara spesifik dan anggota yang terbatas.

   D. Metode Diskusi dalam Pembelajaran Hadis
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, metode pembelajaran tergantung pada situasi dan kondisi dalam kelas. Dan hadis di sini berperan sebagai materi dalam diskusi, karena itu hadis harus menyesuaikan kemampuan murid dan mengandung perbedaan pendapat yang menarik untuk didiskusikan.
Perbedaan pendapat dalam pemahaman hadis akan nampak jelas pada materi hadis-hadis yang tampak bertentangan secara lahiriah. Meskipun materi hadis yang disajikan bukan hadis yang bertentangan masih sangat memungkinkan adanya perbedaan pendapat, tetapi untuk memancing diskusi yang menarik dan memunculkan kemungkinan banyaknya perbedaan pendapat, maka hadis yang bertentangan akan sangat cocok digunakan sebagai materi dalam metode pembelajaran ini. Serta guru harus menguasai materi terlebih dahulu meskipun bisa saja dalam diskusi akan memunculkan kesimpulan lain yang berbeda karena masuknya pandangan dari para murid.
Dalam diskursus ilmu hadis, diskusi telah berlangsung di kalangan ulama tentang petunjuk hadis Nabi yang tampak bertentangan. Perlu ditegaskan bahwa hadis-hadis yang didiskusikan itu adalah hadis-hadis yang sanadnya sama-sama sahih, minimal hasan, dan bukan yang dhaif ataupun maudhu’. Hadis yang dhaif dan maudhu’ tidak dimasalahkan lebih lanjut tentang kandungan petunjuknya, sebab hadis yang bersangkutan menurut pandangan ulama hadis tertolak sebagai hujah. Dengan demikian, sebelum kandungan matan hadis yang tampak bertentangan dibahas, maka terlebih dahulu sanad-sanad hadis yang bersangkutan diteliti. Diskusi tentang petunjuk hadis yang tampak bertentangan itu telah terjadi juga pada zaman sahabat. Diskusi memang tidak menyeluruh untuk semua hadis, tetapi bersifat parsial.[22]
Meskipun menurut penulis, penelitian sanad itu sendiri masih menimbulkan permasalahan yang rumit dan mengakibatkan perbedaan pendapat juga terhadap kualitasnya. Dan diskusi yang dilakukan para sahabat dan ulama hadis terdahulu mengenai hadis yang tampak bertentangan ini menunjukkan bahwa hadis-hadis ini sangat cocok digunakan sebagai materi untuk berdiskusi. Diskusi ini bisa menggunakan hadis-hadis yang umum diperdebatkan di Indonesia ini, khususnya terhadap permasalahan yang khilafiyah, seperti hadis tentang rakaat shalat tarawih, penggunaan celana yang isbal, penentuan awal bulan, dan lain-lain.
Contoh hadis yang bisa dijadikan bahan diskusi:
-         عن أبي سعيد الخضرى قال : قال رسول الله : لا تكتبوا عنى شيئا سوى القرآن , فمن كتب عنى شيئا فليمحه
-         عن ابن عمرو قال : قلت يا رسول الله , أقيد العلم ؟ قال : نعم قيل : وما تقييده ؟ قال : كتابت[23]
Contoh-contoh hadis yang lain juga dapat digunakan sebagai bahan diskusi selama hadis tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan sebelumnya.

   E.  Daftar Pustaka
Ismail, M. Syuhudi. 2009. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama. 1985. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Qutaibah, Ibn. 2006. Ta’wil Mukhtalif al-Hadis. Kairo: Dar al-Hadis
Usman, M. Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
Zein, Muhammad. 1995. Methodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: AK Group
Zuhairini, dkk.. 1981. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.

Baca Juga: Pemahaman Hadis Hermeneutik dan Ensiklopedis


[1] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981, hlm. 79.
[2] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 79.
[3] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hlm. 31.
[4] Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: AK Group, 1995, hlm. 168.
[5] Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, hlm. 169.
[6] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 32.
[7] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 33.
[8] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 89.
[9] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 36.
[10] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1985, hlm. 229.
[11] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 36.
[12] Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, hlm. 176.
[13] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 36-37.
[14] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 37.
[15] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 89.
[16] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, Metodik Khusus Pengajaran, hlm. 229.
[17] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 39-40.
[18] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 90.
[19] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 90.
[20] M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama, hlm. 40-43.
[21] Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan, hlm. 93-94.
[22] M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, Jakarta: Bulan Bintang, 2009, hlm. 71-72.
[23] Ibn Qutaibah, Ta’wil Mukhtalif al-Hadis, Kairo: Dar al-Hadis, 2006, hlm.

0 komentar:

Post a Comment