Riview Kitab Umdat al-Qori, Subulussalam, dan ad-Duhuafa' al-Kabir Oleh Sholih ibn Saad

Umdat al-Qori, staticflickr.com

Sebuah tulisan hasil pengamatan dan penelitian Sholih ibn Saad ini timbul akibat kecemasan dan keraguan pada penelitian ulama hadis sebelumnya. Beliau telah membaca terlebih dahulu dan mencoba meluruskan kitab Umdatal-Qori karya Imam al-Aini, kitab Subul as-Salam, dan kitab ad-Dhuafa’ al-Kabir karya Imam al-Uqaili.
Setelah meneliti kitab as-Subul dan kitab al-Umdah sebab kebutuhan yang besar terhadap permasalahan atau urusannya hingga sampai pada memperbaikinya dari segi: penerapan permasalahan sanad, muallaq, bersambung, terputus dan apa yang ditunjukkan oleh al-Aini terhadap jarh atau ta’dil dan terkadang pada guru-guru perawi. Adapun kitab ­ad-Dhuafa’ ketika membacanya terdapat ulama-ulama yang mulia yang namanya terdapat di dalamnya dan setelah diteliti dan jelas bahwa mereka sebenarnya adalah orang siqqah dan adil.
 Akhirnya setelah berjalan hari demi hari, Allah membuka jalan pada penulis kitab tersebut untuk membuat sebuah kitab yang membawa pembahasan ilmiah pada umumnya. Beliau melihat pada kitab-kitab tarajim ruwah sebelumnya yang membutuhkan pandangan yang luas dan kritik yang cerdas.
Beliau memulainya dengan mengumpulkan, mendiskusikan, menyelidiki, merujuk, hingga akhirnya jelas suatu titik untuk sampai pada tujuannya. Beliau mengumpulkan kitab-kitab tarjamah dan meninggalkannya beberapa serta mengumpulkan yang dapat menguatkan yang lainnya. Karena itu beliau meninggalkan kitab karya al-Bukhori, Ibn Syahin, sebagian kitab Ibn al-Madini, kitab Ibn Hibban serta sebagian kitab Ibn Hajar, dan lain sebagainya.
Kemudian beliau fokus sebagian besar pada penelitian yang dirasanya masih membutuhkan kritik dalam metode dan pengeluarannya. Ini terlihat jelas pada penetapan tingkatan Ibn Saad dan sebagaimana pada pembukaan penelitian dan pendekatan Ibn Hajar, lalu membuat masing-masing contoh pada tiap-tiap kitab yang telah dikritiknya. Lebih mendalam terhadap perawi, penjelasan pada kebenaran dan kesalahan mereka khususnya pada kitab ad-Dhuafa’ karya Imam al-Uqaili.
Beliau menjadikan kitabnya ini sebagai pelita yang membawa pada hakikat jarh dan ta’dil bersama apa yang telah lazim dibawa oleh kitab-kitab tarjamah. Mengharuskan pada metode ilmiah dan kaidah, membukukan dan tidak menjadikan dalam kitabnya pinggiran yang menunjukkan bahwa itu bukanlah tulisannya melainkan di bagian atasnya telah berbicara tentangnya.
Terdapat daftar isi yang dapat memudahkan jalan yang mengantar pada maksud dari kitab ini. Terdapat juga hal-hal penting yang tidak dinomorkan dan dicantumkan dalam daftar isi. Pembahasan pertama yaitu definisi an-Naqd, lafad tersebut pada umumnya terdapat dalam kitab-kitab mu’jam yaitu membedakan dirham dan mengeluarkan perhiasan di dalamnya. Lafad ini secara bahasa dalam kitab mu’jam juga bermakna naqasya atau mendiskusikan.
Karena disamping ringkasan pembatasan definisi, yaitu menjadi suatu pencarian dalam suatu pembahasan yang berkeluyuran dan kasar. Naqd sendiri juga muncul mengikuti bekas-bekas peninggalan orang Arab terdahulu sebelum kedatangan Islam yang terlihat pada perbuatan hakim dalam kehidupan mereka.
Ibn Salam al-Jamhi menjelaskan dalam kitabnya Thabaqat as-Syuara dan memaparkan tentang tingkatannya dari sisi kualitas, kemajuan dan bakat, selain itu juga dalam kitabnya menggambarkan naqd menurut orang Arab serta gambaran naqd menurut umat Islam.
Pengembangan naqd dan analisis perbuatan umat Islam juga ditulis Abd al-Qahir al-Jurjani dalam kitabnya Asrar al-Balaghah dan Dalail al-I’jaz. Dalam dua kitab tersebut memuat isu-isu ilmiah untuk tujuan berteori berupa perkataan, penjelasan, memunculkan sifat-sifat, kekhususan-kekhususan, susunan kalam dalam bentuk yang bagus, pekerjaan dengan sistematika berupa bab-bab untuk mengetahhui dan memahami pendapatnya dalam segala hal, dan apa saja yang dimilikinya berupa sifat-sifat kecerdasan dan kepribadian yang memunculkan pekerjaan yang benar dan terpercaya.
Karena itu tidak dapat diasingkan sebagian besar yang datang dari ulama kritik hadis nabi berupa ketepatan penelusuran, kepercayaan penukilan, keadilan mencacat dan kebenaran memuji. Dan tidak ditemukan yang mencela dalam jarh wa ta’dil ini seperti pada Abd ar-Rahman ibn Mahdi umpamanya atau Yazid ibn Harun. Keadaan ini berhubungan dengan kebanyakan yang disebut oleh Abu Zar’ah ar-Razi, Abu Hatim, Ali ibn al-Madini dan Yahya ibn Ma’in.
Allah telah mengaruniai Ali ibn al-Madini, Yahya ibn Ma’in pengetahuan yang tepat pada penetapan keadaan banyak perawi. Hingga Ahmad ibn Hanbal banyak bertanya pada Ibn Ma’in tentang rijal hadis, dan al-Bukhari dalam kitab Sahihnya menyandarkan pada Ali ibn al-Madini, Imam Muslim menyandarkan pada Abi Zar’ah ar-Razi. Dan bangkitlah petunjuk atas kualitas Syu’bah ibn al-Hajjaj, Yahya ibn Said al-Qaththan dan lainnya. Dan yang terdiri dari para shahabat yaitu Ibn Abbas, Ubadah ibn Shamit, Ibn Umar, Ibn Amr dan banyak shahabat lain juga yang membuat bersama mereka.
Bukanlah sebuah pembaruan khusus naqd yang diberkahi pada orang-orang yang disebut sebelumnya dan lebih harum kehidupannya seperti Ibn Abi Hatim, ad-Dzahabi dan lain-lainnya sebagaimana yang terdapat dalam kitab at-Thabaqat.
Tidaklah yang paling bagus apa yang diucapkan Ibn Abi Hatim dalam kitab al-Jarh wa at-Ta’dil: Abu Muhammad berkata : ketika kami tidak menemukan jalan untuk mengetahui sesuatu dari kandungan-kandungan kitabillah dan tidak juga terdapat dalam sunnah Rasulillah kecuali dengan jalan penukilan dan periwayatan. Wajib untuk membedakan antara keadilan penukilan, perawi, kesiqqahan mereka, baik hafalannya, terbukti dan yang terpercaya diantara mereka. Juga antara orang pelupa, palsu, buruknya hafalan, kebohongan, pembuatan hadis-hadis dusta.
Karena agama adalah sesuatu yang datang dari Allah pada kita dan dari Rasulillah dengan penukilan perawi-perawi yang kita mengetahuinya secara nyata, maka suatu keharusan untuk untuk memeriksa para perawi, mencari tahu keadaan merek, menetapkan orang-orang kita ketahui dengan syarat-syarat keadilan, menetapkan dalam riwayat yang telah memenuhi hukum adil dalam periwayatan danpenukilan hadis yang berupa: diri perawi terpecaya, cerdas dalam agamanya, orang yang wara’, taqwa, hafal hadis dan sempurna dan hafalannya, bisa membedakan dan cerdas serta tidak banyak tercampur kelupaan, tidak terpenuhi dengan dugaan-dugaan pada yang dihafal dan dijaganya, tidak menyerupai kesalahan-kesalahan, tidak menyendiri dalam mencela dari orang-orang yang adil, terbuka aib kedustaannya, dan apa saja yang menyamai banyaknya lupa, buruknya hafalan, banyak salah dan serupa, dan untuk mengetahuinya diperlukan dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk agama.


Baca Juga: Mengenal Ilmu Rijal al-Hadis

0 komentar:

Post a Comment