Simbol Agama, static.z-dn.net |
Durkheim merasa bahwa hanya ada satu metode ilmiah yang bisa
membantu memahami fenomena-fenomena masyarakat yaitu pendekatan sosiologi.
Durkheim meletakkan dua prinsip fundamental dan pasti bagi investigasi
ilmiahnya: (1) bahwa sifat masyarakat adalah subjek yang paling cocok dan
menjanjikan bagi investasi yang sistematik, terutama dalam sejarah pada keadaan
sekarang (2) bahwa semua “fakta sosial” yang semacam itu harus diinvestigasi
dengan metode-metode ilmiah yang paling objektif.
Durkheim mengklaim bahwa orang-orang primitif secara normal tidak
betul-betul memikirkan tentang dua dunia yang berbeda, yang satu natural dan
yang satunya lagi supernatural sebagaimana cara beragama oleh orang-orang
modern. Orang-orang modern sangat dipengaruhi oleh asumsi dan kaidah-kaidah
sains. Sedangkan orang-orang primitif tidak, mereka melihat semua gejal itu
pada dasarnya sama. Durkheim selanjutnya menyatakan bahwa karakteristik dan
ritual agama bukanlah merupakan unsur supernatural, tetapi konsep tentang yang
sakral. Dia tidak membagi wilayah dunia pada yang natural dan supernatural,
melainkan pada wilayah yang sakral dan profan. Dia memberikan kata-kata, “agama
adalah sebuah sistem terpadu dari kepercayaan dari praktik yang berhubungan
dengan hal-hal yang sakral”.
Durkheim mengamati pada suku aborigin dan membuat kesimpulan bahwa
agama dari suku-suku ini adalah totemisme karena sebagaimana yang ia amati,
orang-orang aborigin memiliki simbol-simbol (totem) klan, dan itulah yang
mereka sakralkan. Dan di samping itu, klan itu sendiri dipandang suci karena
dianggap sama dengan totemnya. Ketika klan kumpul bersama untuk melakukan
upacara, totem selalu diukir di sepotong kayu ataupun batu yang menjadi
panggung utama. Di balik totem adalah sebuah kekuatan impersonal yang memiliki
kekuasaan besar atas kehidupan klan, baik secara fisik maupun moral.
Durkheim dengan berani menggambarkan perasaan yang meluap-luap
dalam kegembiraan dari upacara kelompok ini. Sentimen-sentimen itu adalah
masa-masa ritual yang dipenuhi dengan energi, antusiasme, kegembiraan, komitmen
yang tak mementingkan dirinya sendiri, dan keamanan penuh. “tampaknya ide agama
dilahirkan di tengah-tengah lingkungan sosial yang riang gembira ini dari
kegembiraan ini sendiri”. Dalam momen-momen semacam itu, yang profan
dikesampingkan yang ada hanya yang sakral.
Dengan dipahami secara tepat, prinsip totemik dapat menerangkan
semua agama yang lain juga. Kepercayaan pada roh atau jiwa adalah contohnya
Totemisme menunjukkan bagaimana kepercayaan semacam itu berkembang. Ide tentang
jiwa benar-benar merupaka prinsip totemik tang tertanam dalam setiap individu.
Karena klan hanya dapat ada akibat individu memikirkannya dalam pikirannya,
wajarnya bagi anggotanya untuk menganggap prinsip totemik itu betapapun
menyebarkan dirinya ke dalam setiap orang dari mereka. Ketika ia mendistribusikan
dirinya ke seluruh klan, pecahan dari dirinya yang dimiliki oleh setiap
individu menjadi bagian dari jiwa individu tersebut, ia adalah klan yang di
dalam.
Baca Juga: Kisah Rasulallah Disusui Keluarga Sa'd
0 komentar:
Post a Comment