Jamaah al-Khidmah, blogspot.com |
Pendahuluan
Shalawat adalah ungkapan cinta dari umat Islam
kepada Nabinya, yakni Nabi Muhammad. Shalawat kebanyakan berupa pujian pada
Nabi dan kisah hidup Nabi yang biasa dikenal dengan nama Maulid. Shalawat juga
termasuk dalam kategori dzikir yang mendapat pahala jika dibacakan. Alasan umat
Islam membaca shalawat adalah mengharap syafaat dari Nabi yang dipercaya dapat
memberi keberkahan dalam hidup di dunia dan di akhirat. Sholawat juga merupakan
bentuk penghormatan atas jasa Nabi semasa hidupnya. Tradisi pembacaan shalawat
ini sangat erat kaitannya dengan akulturasi antara budaya Arab dan Nusantara
yang bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat Diharapkan juga dari tradisi
shalawat ini adalah dapat mengambil nilai-nilai kemuliaan dari Nabi untuk
diteladani, diamalkan dan melanjutkan perjuangannya.
Salah satu di antara tradisi shalawat ini
adalah tradisi shalawat rutin yang dilakukan pada hari Ahad Wage oleh Jamaah
Al-Khidmah Bantul, Yogyakarta. Dan pada dasarnya pembacaan shalawat ini adalah
ekspresi keagamaan yang berasal dari hadis-hadis Nabi, khususnya hadis yang
menjelaskan keutamaan mencintai Nabi. Dengan demikian, tulisan ini akan
membahas sekilas penjelasan tentang shalawat Nabi dan fenomena tradisi shalawat
Ahad Wage oleh Jamaah Al-Khidmah Bantul.
Sekilas Tentang Shalawat Nabi
Shalawat berasal dari kata shalat dan
bentuk jamaknya menjadi shalawat yang berarti doa untuk mengingat Allah
secara terus menerus. Shalawat kepada Nabi memiliki dua bentuk, yaitu shalawat
ma’surat dan shalawat ghair ma’surat. Shalawat ma’surat
adalah shalawat yang redaksinya langsung diajarkan oleh Nabi, seperti shalawat
yang dibaca dalam tasyahud akhir dalam shalat. Sedangkan shalawat
ghair ma’surat adalah shalawat yang disusun oleh selain Nabi, yakni para
sahabat, tabi’in, auliya’, ulama, atau yang lainnya dari kalangan umat Islam.
Susunan shalawat ini mengeskpresikan permohonan, pujian dan sanjungan yang
disusun dalam bentuk syair.[1]
Sedangkan Maulid yang dibaca dalam tradisi shalawat ini termasuk dalam shalawat
ghair ma’surat. Maulid ini berisi tentang sejarah kehidupan Nabi,
keutamaan-keutamaan, kisah-kisah luar biasa, dan lain-lain.
Maulid bagi kalangan umat Islam merupakan
ritual istimewa untuk menunjukkan cinta mereka pada Nabi. Tradisi ini muncul
sebagai wujud cinta sekaligus pengingat akan riwayat hidup sang Nabi.
Memperingati kehidupan Nabi bukanlah hanya sekadar mengingat jasa-jasanya.
Tetapi juga sebagai penumbuh rasa cinta yang berdampak pada keinginan untuk
meneladani sosok paling berpengaruh di dunia itu. Tradisi Maulid begitu
digalakkan untuk tujuan tersebut, terlebih di tengah hantaman paham yang
mencoba menghapus tradisi ini.[2]
Sebab dengan mencintai Nabi hakikatnya adalah mencintai Allah. Dan salah satu
mencintai Allah adalah mencintai yang dicintai Allah, yakni Nabi Muhammad.
Memperingati Maulid sendiri merupakan ungkapan
rasa syukur umat Islam kepada Allah. Umat Islam mengenang sejarah beliau
bertujuan untuk mengerti yang haqq. Utamanya, kebenaran dalam
berprilaku. Umat Islam perlu mengerti sejarah beliau untuk mengerti apa yang
beliau larang. Agar umat Islam bisa menghindar dan menjauhinya.[3]
Mengenal Jamaah Al-Khidmah
Jamaah Al-Khidmah di Bantul ini tidak bisa
terlepas dari pusat Jamaah Al-Khidmah sendiri yang berada di Surabaya. Sejarah
lahir dan berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah di Kecamatan Kenjeran
Kota Surabaya sebenarnya sudah dimulai sejak beliau bertempat tinggal di
Kelurahan Kedinding. Selain itu, nama Al-Khidmah sudah dikenalkan oleh KH.
Ahmad Asrori al-Ishaqy dengan menggunakan nama Jamaah Al-Khidmah Surabaya pada
setiap buku-buku yang diterbitkan oleh beliau. Setelah
secara resmi dideklarasikan pada 25 Desember 2005 Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah
membentuk struktur kepengurusan dari tingkat pusat, tingkat Provinsi, tingkat
Kota/Kabupaten, tingkat Kecamatan dan tingkat Desa/koordinator. Dari situlah
dibentuk kepengurusan secara resmi di Kota Surabaya yang pada saat itu diketuai
oleh KH. Ali Tamim, di era kepemimpinan KH. Ali Tamim kegiatan Perkumpulan Jamaah
Al-Khidmah masih bertumpu di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah
hingga tahun 2006 KH. Ali Tamim digantikan oleh Ust. Rohli, SH. Saat Ust. Rohli
menjabat sebagai Ketua, kegiatan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah sudah
tidak bertumpu di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah melainkan sudah mulai
diadakan dirumah-rumah pengurus yang dikenal dengan istilah tarikan. Selain
itu, majlis dhikir juga sudah diselenggarakan di rumah-rumah jamaah. Pada tahun 2008 kepemimpinan Ust. Rohli, SH
digantikan oleh Pak Zein, saat dipimpin oleh Pak Zein beliau membagi Surabaya
kedalam empat kepengurusan yaitu Surabaya Utara, Selatan, Timur dan Barat
hingga tahun 2012 kepemimpinan diganti oleh Ust. Ali
Mastur, M. Pd. Ust. Ali Mastur membentuk pengurus baik di tingkat Kecamatan
maupun Kelurahan. Di Kecamatan Kenjeran juga dibentuk kepengurusan yang
diketuai oleh H. Jabbar, SH dan disetiap kelurahan juga dibentuk koordinator.
Di era kepemimpinan Ust. Ali Matur inilah Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah
berkembang dengan pesat yang tidak lain juga disebabkan oleh pergerakan yang
dilakukan oleh para koordinator di setiap Kelurahan. Hingga tahun 2014
Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah sudah bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Kecamatan
Kenjeran dan juga sudah masuk pada pemerintahan tingkat Kelurahan maupun
Kecamatan Kenjeran dengan mengisi berbagai acara-acara yang diselenggarakan
oleh pihak-pihak tersebut. Selain itu, sekarang Jamaah Al-Khidmah juga
berpartisipasi dengan memberikan bantuan jika ada bencana alam.[4]
Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah juga mempunyai beberapa ajaran yang diajarkan langsung oleh
KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Namun ajaran-ajaran itu ada yang berupa sebuah
teori dan juga praktek keagamaan yang berupa amaliah-amaliah yang dilakukan
secara kontinue oleh Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah.
Ajaran-ajaran itu antara lain, yaitu: menjunjung tinggi kefitrahan, mengabdi
kepada Allah Swt, menyontoh Rasul, meneruskan amaliah ulama salafus salih,
berbakti kepada nusa dan bangsa, dalam naungan ahlus sunnah wal jamaah, memiliki tujuan yang tulus,
memiliki sifat cinta dan benci karena Allah Swt, penuh rendah hati dan
toleransi, memiliki perilaku yang jujur dan terbuka, memiliki sifat kepekaan
yang tinggi terhadap sesama, mempunyai sikap yang lapang dada dan besar hati
dalam menerima saran, dan memiliki sifat yang konsisten dalam menjalankan
amaliah. Sedangkan ajaran yang diimplementasikan dengan amaliah bisa dibagi
menurut pelaksanaannya, ada yang dilaksanakan setiap hari seperti salat sunah
sehari semalam dan juga dhikir selepas salat wajib, ada yang dilakukan setiap
satu minggu sekali seperti khususi, ada amaliah yang dilakukan setiap satu
bulan sekali seperti manaqib sebelasan dan juga manaqib minggu awal, dan ada
juga amaliah yang dilakukan setiap satu tahun sekali seperti haul akbar, majlis
awal dan akhir tahun, shalat tanggal 27 Ramadhan, majelis ashuro dan majlis Maulid Nabi.[5]
Strategi yang digunakan oleh Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah dalam
menyiarkan ajaran KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy adalah dengan melakukan pendekatan
terhadap masyarakat melalui mengisi acara-acara tasyakuran dan ritual-ritual
keagamaan yang sesuai dengan pedoman dari KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy, mendekati
para elite di setiap daerah, menggunakan irama laguyang khas dan seragam,
mengorangkan sesepuh tempat diadakannya majlis dan juga menggunakan sound
sistem beserta dekorasi panggung yang indah sekaligus berkualitas agar bisa
membuat nyaman hingga menarik simpati hati para Jamaah.[6]
Adapun Jamaah Al-Khidmah Bantul sendiri awal
berdirinya menurut salah seorang narasumber yang tidak menyebutkan namanya
mengatakan bahwa Al-Khidmah Bantul ini berasal dari mimpi salah seorang
jamaahnya yang bertemu dengan KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Setelah mimpi
tersebut, jamaah tersebut mengajak “calon” jamaah yang lain untuk ikut sowan ke
Pondok Pesantren Al Fitrah di Surabaya. Setelah itu, ada inisiatif untuk
mendirikan Jamaah Al-Khidmah cabang Bantul. Dan hingga kini akhirnya jamaah
Al-Khidmah Bantul telah resmi menjadi bagian dari keluarga besar jamaah
Al-Khidmah di seluruh Indonesia. Jamaah
Al-Khidmah sendiri telah tersebar di beberapa tempat seperti Al-Khidmah Gresik,
Al-Khidmah Malang, Al-Khidmah Blitar, dan lain-lain.
Praktik Tradisi Ahad Wage Jamaah Al-Khidmah
Bantul
Tradisi ini dilaksanakan di suatu lahan kosong
berupa perbukitan yang masih dalam tahap pembangunan di daerah Kentolan Kidul,
Pajangan, Bantul. Lahan tersebut cukup luas dengan hanya terdapat satu bangunan
yakni pendopo, tempat pelaksanaan tradisi tersebut. Rencananya di tempat
tersebut akan didirikan masjid dan Pondok Pesantren Al-Fitrah yang menyesuaikan
dengan Pondok Pesantren Al-Fitrah yang ada di Surabaya. Bahkan pada awal
mulanya, pondok pesantren tersebut akan mendapatkan pasokan tenaga pengajar
langsung dari Surabaya. Upaya penggalangan dan telah dilakukan dengan cara
mohon infaq dari para jamaah yang hadir diberi celengan atau kotak amal kecil
yang nantinya tiap rutinan Ahad Wage kotak amal tersebut dibawa dan disetorkan.
Acara pembacaan Maulid ini dimulai sejak pukul
07.00 WIB hingga selesai. Susunan acara dimulai dengan pembacaan wasilah kepada
Nabi, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, para auliya dan pada para ulama. Acara
dilanjutkan dengan pembacaan tahlil yang ditutup dengan doa tahlil yang
dipimpin oleh salah seorang jamaah yang dipercaya untuk duduk bersama di depan
majelis dengan menghadap para jamaah yang lain.
Selanjutnya acara inti berlanjut pada
pembacaan Maulid. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Maulid sendiri
ada banyak versi. Di antaranya adalah Maulid al-Diba’i, Maulid Simtud Durar,
Maulid Syaraful Anam, dll. Dan Maulid yang dibaca di majelis ini adalah Maulid al-Diba’i,
meskipun di lain tempat Jamaah Al-Khidmah Surabaya dan Gresik misalnya, yang
dibaca adalah Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Pembacaan Maulid dibaca secara bergilir oleh
golongan pemuda dan orang tua di majelis ini. Dan khusus untuk pembacaan shalawat
bi al-qiyam dipimpin oleh para pemuda dengan diiringi musik rebana yang
iramanya agak berbeda dengan pembacaan mahall al-qiyam di tempat lain.
Dan pembacaan Maulid ini juga diakhiri dengan pembacaan doa Maulid yang
dipimpin oleh orang yang dipercaya dalam majelis ini yang duduk di depan
menghadap jamaah yang lain.
Acara tersebut ditutup dengan mauidhah
hasanah oleh salah seorang jamaah yang berada di depan yang khususnya
berisi rasa syukur dan ajakan agar para jamaah tetap istiqomah dalam mengikuti
rutinan ini. Dan mungkin hanya pada saat kami mengikuti acara ini, ditambah
dengan seorang jamaah yang menceritakan kisah berdirinya majelis ini disertai
dengan ajakan untuk ikut menyumbang dana dan tenaga agar bangunan tersebut
cepat selesai sesuai yang dicita-citakan para jamaah. Dan setelah berakhirnya
acara ada jamuan makan berupa nasi bungkus dan teh hangat pada para jamaah yang
hadir.
Peserta yang hadir berasal dari semua
golongan, baik laki-laki, perempuan, tua dan muda. Mereka berpakaian serba
putih sebagaimana para Jamaah Al-Khidmah di Surabaya. Mereka yang hadir
nampaknya juga dari berbagai macam daerah dengan asumsi terdapat rombongan yang
naik bis dengan mayoritas yang menggunakan motor.
Meskipun Jamaah Al-Khidmah ini tergolong baru,
para jamaah yang hadir termasuk banyak dan cukup loyal dalam menyumbang demi
kemaslahatan bersama. Hal ini dirasa cukup wajar karena tradisi semacam ini
cukup jarang ditemukan di DIY. Dan nampaknya para cultural broker serta
para agent cukup sukses dalam tradisi ini.
Majelis Shalawat Al-Khidmah Bantul Sebagai
Fenomena Living Hadis
Sebelum membahas lebih jauh, penulis akan
menjelaskan pengertian dari living hadis, yakni penafsiran yang kontinyu dan
progresif atas hadis yang memunculkan sebuah praktik yang disepakati secara
bersama.[7]
Adapun fokus kajian ini adalah pada satu bentuk kajian atas fenomena praktik,
tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di masyarakat yang memiliki
landasannya di hadis Nabi.[8]
Banyak ditemukan hadis tentang anjuran membaca
shalawat dari Nabi, dibuktikan dengan adanya beberapa shalawat yang malah
diajarkan sendiri oleh Nabi dan ada yang telah menjadi rukun sholat. Tetapi
banyak dari kalangan umat Islam yang melaksanakannya tanpa mengetahuinya dan
bahkan sebenarnya tidak perlu untuk mengetahuinya. Shalawat di kalangan
masyarakat telah menjadi bagian dari kehidupan mereka dan tetap juga dianggap
sebagai bagian dari agama.
Kebanyakan hadis yang disampaikan pada
masyarakat tentang shalawat adalah keutamaan membacanya, seperti hadis:
حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ
عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ
قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ
الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ
يَقُولُونَ بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ
أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
Telah menceritakan kepada kami Harun bin
Abdullah telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali dari Abdurrahman bin
Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'Ats Tsauri Ash Shan'ani dari Aus bin Aus dia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
di antara hari-harimu yang paling utama adalah hari Jum'at, pada hari itu Adam
di ciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu juga ditiup (sangkakala)
dan pada hari itu juga mereka pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku
-karena- shalawat kalian akan disampaikan kepadaku." Aus bin Aus berkata;
para sahabat bertanya; "Wahai Rasulullah Shalallahu, bagaimana mungkin
shalawat kami bisa disampaikan kepadamu, sementara anda telah tiada
(meninggal)? -atau mereka berkata; "Telah hancur (menjadi tulang) "-
Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk
memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Daud no 883)
Selain hadis di atas, alasan masyarakat
membaca shalawat adalah meningkatkan rasa cinta mereka pada Nabi, sebagaimana
hadis:
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ حَاتِمٍ الْأَنْصَارِيُّ
الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ قَالَ
أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي
قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ
سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ
مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin
Hatim Al Anshari Al Bashri telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah
Al Anshari dari Ayahnya dari Ali bin Zaid dari Sa'id bin Al Musayyaib ia
berkata; Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda kepadaku: "Wahai anakku, jika kamu mampu pada pagi hari dan sore
hari tanpa ada kecurangan dalam hatimu kepada seorangpun maka lakukanlah,
" kemudian beliau berabda kepadaku: "Wahai anakku, itu termasuk dari
sunnahku, barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan
barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga." (HR.
Al-Tirmidzi no 2602)
Dikarenakan masyarakat melakukan pembacaan
shalawat atas dasar cinta dan mengharap syafaatnya, mereka tidak perlu tahu
atas kualitas hadis dan penjelasan yang rumit dari para ahli hadis yang
sependapat maupun yang tidak sependapat. Oleh karena itu, pelaksanaan tradisi
yang telah dipraktikkan oleh masyarakat ini dapat dikategorikan sebagai upaya
menghidupkan hadis di tengah masyarakat yang dalam hal ini adalah Jamaah
Al-Khidmah Bantul.
Kesimpulan
Jamaah Al-Khidmah Bantul ini adalah salah satu
dari sekian majelis shalawat yang tersebar di seluruh Indonesia. Majelis
shalawat yang berasal dari Surabaya ini berkembang pesat dengan tokoh
pendirinya yakni KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Majelis shalawat ini menggunakan
Maulid al-Diba’i sebagai bacaan utamanya yang berisi tentang pujian pada Nabi,
kisah hidup Nabi, keutamaan Nabi serta kisah-kisah luar biasa yang lain.
Majelis shalawat yang dilatarbelakangi kerinduan dan rasa cinta pada Nabi ini
diterima sangat baik di kalangan masyarakat, bahkan di antara mereka ada yang
sukarela menyumbangkan harta dan tenaga mereka untuk keberlangsungan rutinan
ini. Landasan atas pelaksanaan acara ini adalah hadis Nabi yang menjelaskan
keutamaan memperbanyak membaca shalawat dan mencintai Nabi. Implementasi dari
hadis tersebut nampak dari perilaku masyarakat sekitar yang menjalankan sunnah
Nabi dalam rutinitas kesehariannya.
Daftar Pustaka
Aini, Adrika Fithrotul. “Living Hadis dalam Tradisi
Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’ Bil-Mustofa.” Ar-Raniry, 1, 2 (2014).
Dermawan,
Dony. “Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jama’ah Al Khidmah Dalam
Menyiarkan Ajaran-ajaran KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota
Surabaya Pada Tahun 2005-2014.” Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, 2016.
Mahrus,
Abdullah Kafabihi. “Pengantar.” Dalam Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan
Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khaizuran (173 H.) Hingga Habib Luthfi
bin Yahya (1947 M. - Sekarang), oleh Ahmad Tsauri. Pekalongan: Menara
Publisher, 2015.
Nasif,
Muhammad. Pesona Maulid Diba’. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013.
Qudsy,
Saifuddin Zuhri. “Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi.” Living
Hadis, 1, 1 (2016).
Suryadi.
“Dari Living Sunnah ke Living Hadis.” Dalam Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis, disunting oleh Syamsuddin Sahiron. Yogyakarta: Teras,
2007.
[1] Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadis
dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’ Bil-Mustofa,” Ar-Raniry,
1, 2 (2014). Hlm. 222-223.
[3] Abdullah Kafabihi Mahrus, “Pengantar,”
dalam Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan
Sejak Khaizuran (173 H.) Hingga Habib Luthfi bin Yahya (1947 M. - Sekarang),
oleh Ahmad Tsauri (Pekalongan: Menara Publisher, 2015).
[4] Dony Dermawan, “Sejarah Lahir dan
Berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al Khidmah Dalam Menyiarkan Ajaran-ajaran KH.
Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Pada Tahun 2005-2014”
(Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016). Hlm. 79-80.
[7] Suryadi, “Dari Living Sunnah ke Living
Hadis,” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, ed. oleh
Syamsuddin Sahiron (Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm. 93.
[8] Saifuddin Zuhri Qudsy, “Living Hadis:
Genealogi, Teori, dan Aplikasi,” Living Hadis, 1, 1 (2016). Hlm. 182.
0 komentar:
Post a Comment