Tradisi Ahad Wage Jamaah al-Khidmah Bantul

Jamaah al-Khidmah, blogspot.com


Pendahuluan
Shalawat adalah ungkapan cinta dari umat Islam kepada Nabinya, yakni Nabi Muhammad. Shalawat kebanyakan berupa pujian pada Nabi dan kisah hidup Nabi yang biasa dikenal dengan nama Maulid. Shalawat juga termasuk dalam kategori dzikir yang mendapat pahala jika dibacakan. Alasan umat Islam membaca shalawat adalah mengharap syafaat dari Nabi yang dipercaya dapat memberi keberkahan dalam hidup di dunia dan di akhirat. Sholawat juga merupakan bentuk penghormatan atas jasa Nabi semasa hidupnya. Tradisi pembacaan shalawat ini sangat erat kaitannya dengan akulturasi antara budaya Arab dan Nusantara yang bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat Diharapkan juga dari tradisi shalawat ini adalah dapat mengambil nilai-nilai kemuliaan dari Nabi untuk diteladani, diamalkan dan melanjutkan perjuangannya.
Salah satu di antara tradisi shalawat ini adalah tradisi shalawat rutin yang dilakukan pada hari Ahad Wage oleh Jamaah Al-Khidmah Bantul, Yogyakarta. Dan pada dasarnya pembacaan shalawat ini adalah ekspresi keagamaan yang berasal dari hadis-hadis Nabi, khususnya hadis yang menjelaskan keutamaan mencintai Nabi. Dengan demikian, tulisan ini akan membahas sekilas penjelasan tentang shalawat Nabi dan fenomena tradisi shalawat Ahad Wage oleh Jamaah Al-Khidmah Bantul.

Sekilas Tentang Shalawat Nabi
Shalawat berasal dari kata shalat dan bentuk jamaknya menjadi shalawat yang berarti doa untuk mengingat Allah secara terus menerus. Shalawat kepada Nabi memiliki dua bentuk, yaitu shalawat ma’surat dan shalawat ghair ma’surat. Shalawat ma’surat adalah shalawat yang redaksinya langsung diajarkan oleh Nabi, seperti shalawat yang dibaca dalam tasyahud akhir dalam shalat. Sedangkan shalawat ghair ma’surat adalah shalawat yang disusun oleh selain Nabi, yakni para sahabat, tabi’in, auliya’, ulama, atau yang lainnya dari kalangan umat Islam. Susunan shalawat ini mengeskpresikan permohonan, pujian dan sanjungan yang disusun dalam bentuk syair.[1] Sedangkan Maulid yang dibaca dalam tradisi shalawat ini termasuk dalam shalawat ghair ma’surat. Maulid ini berisi tentang sejarah kehidupan Nabi, keutamaan-keutamaan, kisah-kisah luar biasa, dan lain-lain.
Maulid bagi kalangan umat Islam merupakan ritual istimewa untuk menunjukkan cinta mereka pada Nabi. Tradisi ini muncul sebagai wujud cinta sekaligus pengingat akan riwayat hidup sang Nabi. Memperingati kehidupan Nabi bukanlah hanya sekadar mengingat jasa-jasanya. Tetapi juga sebagai penumbuh rasa cinta yang berdampak pada keinginan untuk meneladani sosok paling berpengaruh di dunia itu. Tradisi Maulid begitu digalakkan untuk tujuan tersebut, terlebih di tengah hantaman paham yang mencoba menghapus tradisi ini.[2] Sebab dengan mencintai Nabi hakikatnya adalah mencintai Allah. Dan salah satu mencintai Allah adalah mencintai yang dicintai Allah, yakni Nabi Muhammad.
Memperingati Maulid sendiri merupakan ungkapan rasa syukur umat Islam kepada Allah. Umat Islam mengenang sejarah beliau bertujuan untuk mengerti yang haqq. Utamanya, kebenaran dalam berprilaku. Umat Islam perlu mengerti sejarah beliau untuk mengerti apa yang beliau larang. Agar umat Islam bisa menghindar dan menjauhinya.[3]

Mengenal Jamaah Al-Khidmah
Jamaah Al-Khidmah di Bantul ini tidak bisa terlepas dari pusat Jamaah Al-Khidmah sendiri yang berada di Surabaya. Sejarah lahir dan berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya sebenarnya sudah dimulai sejak beliau bertempat tinggal di Kelurahan Kedinding. Selain itu, nama Al-Khidmah sudah dikenalkan oleh KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy dengan menggunakan nama Jamaah Al-Khidmah Surabaya pada setiap buku-buku yang diterbitkan oleh beliau. Setelah secara resmi dideklarasikan pada 25 Desember 2005 Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah membentuk struktur kepengurusan dari tingkat pusat, tingkat Provinsi, tingkat Kota/Kabupaten, tingkat Kecamatan dan tingkat Desa/koordinator. Dari situlah dibentuk kepengurusan secara resmi di Kota Surabaya yang pada saat itu diketuai oleh KH. Ali Tamim, di era kepemimpinan KH. Ali Tamim kegiatan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah masih bertumpu di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah hingga tahun 2006 KH. Ali Tamim digantikan oleh Ust. Rohli, SH. Saat Ust. Rohli menjabat sebagai Ketua, kegiatan Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah sudah tidak bertumpu di Pondok Pesantren Assalafi Al Fitrah melainkan sudah mulai diadakan dirumah-rumah pengurus yang dikenal dengan istilah tarikan. Selain itu, majlis dhikir juga sudah diselenggarakan di rumah-rumah jamaah. Pada tahun 2008 kepemimpinan Ust. Rohli, SH digantikan oleh Pak Zein, saat dipimpin oleh Pak Zein beliau membagi Surabaya kedalam empat kepengurusan yaitu Surabaya Utara, Selatan, Timur dan Barat hingga tahun 2012 kepemimpinan diganti oleh Ust. Ali Mastur, M. Pd. Ust. Ali Mastur membentuk pengurus baik di tingkat Kecamatan maupun Kelurahan. Di Kecamatan Kenjeran juga dibentuk kepengurusan yang diketuai oleh H. Jabbar, SH dan disetiap kelurahan juga dibentuk koordinator. Di era kepemimpinan Ust. Ali Matur inilah Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah berkembang dengan pesat yang tidak lain juga disebabkan oleh pergerakan yang dilakukan oleh para koordinator di setiap Kelurahan. Hingga tahun 2014 Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah sudah bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Kecamatan Kenjeran dan juga sudah masuk pada pemerintahan tingkat Kelurahan maupun Kecamatan Kenjeran dengan mengisi berbagai acara-acara yang diselenggarakan oleh pihak-pihak tersebut. Selain itu, sekarang Jamaah Al-Khidmah juga berpartisipasi dengan memberikan bantuan jika ada bencana alam.[4]
Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah juga mempunyai beberapa ajaran yang diajarkan langsung oleh KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Namun ajaran-ajaran itu ada yang berupa sebuah teori dan juga praktek keagamaan yang berupa amaliah-amaliah yang dilakukan secara kontinue oleh Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah. Ajaran-ajaran itu antara lain, yaitu: menjunjung tinggi kefitrahan, mengabdi kepada Allah Swt, menyontoh Rasul, meneruskan amaliah ulama salafus salih, berbakti kepada nusa dan bangsa, dalam naungan ahlus sunnah wal jamaah, memiliki tujuan yang tulus, memiliki sifat cinta dan benci karena Allah Swt, penuh rendah hati dan toleransi, memiliki perilaku yang jujur dan terbuka, memiliki sifat kepekaan yang tinggi terhadap sesama, mempunyai sikap yang lapang dada dan besar hati dalam menerima saran, dan memiliki sifat yang konsisten dalam menjalankan amaliah. Sedangkan ajaran yang diimplementasikan dengan amaliah bisa dibagi menurut pelaksanaannya, ada yang dilaksanakan setiap hari seperti salat sunah sehari semalam dan juga dhikir selepas salat wajib, ada yang dilakukan setiap satu minggu sekali seperti khususi, ada amaliah yang dilakukan setiap satu bulan sekali seperti manaqib sebelasan dan juga manaqib minggu awal, dan ada juga amaliah yang dilakukan setiap satu tahun sekali seperti haul akbar, majlis awal dan akhir tahun, shalat tanggal 27 Ramadhan, majelis ashuro dan majlis Maulid Nabi.[5]
Strategi yang digunakan oleh Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah dalam menyiarkan ajaran KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy adalah dengan melakukan pendekatan terhadap masyarakat melalui mengisi acara-acara tasyakuran dan ritual-ritual keagamaan yang sesuai dengan pedoman dari KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy, mendekati para elite di setiap daerah, menggunakan irama laguyang khas dan seragam, mengorangkan sesepuh tempat diadakannya majlis dan juga menggunakan sound sistem beserta dekorasi panggung yang indah sekaligus berkualitas agar bisa membuat nyaman hingga menarik simpati hati para Jamaah.[6]
Adapun Jamaah Al-Khidmah Bantul sendiri awal berdirinya menurut salah seorang narasumber yang tidak menyebutkan namanya mengatakan bahwa Al-Khidmah Bantul ini berasal dari mimpi salah seorang jamaahnya yang bertemu dengan KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Setelah mimpi tersebut, jamaah tersebut mengajak “calon” jamaah yang lain untuk ikut sowan ke Pondok Pesantren Al Fitrah di Surabaya. Setelah itu, ada inisiatif untuk mendirikan Jamaah Al-Khidmah cabang Bantul. Dan hingga kini akhirnya jamaah Al-Khidmah Bantul telah resmi menjadi bagian dari keluarga besar jamaah Al-Khidmah di seluruh Indonesia.  Jamaah Al-Khidmah sendiri telah tersebar di beberapa tempat seperti Al-Khidmah Gresik, Al-Khidmah Malang, Al-Khidmah Blitar, dan lain-lain.

Praktik Tradisi Ahad Wage Jamaah Al-Khidmah Bantul
Tradisi ini dilaksanakan di suatu lahan kosong berupa perbukitan yang masih dalam tahap pembangunan di daerah Kentolan Kidul, Pajangan, Bantul. Lahan tersebut cukup luas dengan hanya terdapat satu bangunan yakni pendopo, tempat pelaksanaan tradisi tersebut. Rencananya di tempat tersebut akan didirikan masjid dan Pondok Pesantren Al-Fitrah yang menyesuaikan dengan Pondok Pesantren Al-Fitrah yang ada di Surabaya. Bahkan pada awal mulanya, pondok pesantren tersebut akan mendapatkan pasokan tenaga pengajar langsung dari Surabaya. Upaya penggalangan dan telah dilakukan dengan cara mohon infaq dari para jamaah yang hadir diberi celengan atau kotak amal kecil yang nantinya tiap rutinan Ahad Wage kotak amal tersebut dibawa dan disetorkan.
Acara pembacaan Maulid ini dimulai sejak pukul 07.00 WIB hingga selesai. Susunan acara dimulai dengan pembacaan wasilah kepada Nabi, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, para auliya dan pada para ulama. Acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil yang ditutup dengan doa tahlil yang dipimpin oleh salah seorang jamaah yang dipercaya untuk duduk bersama di depan majelis dengan menghadap para jamaah yang lain.
Selanjutnya acara inti berlanjut pada pembacaan Maulid. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Maulid sendiri ada banyak versi. Di antaranya adalah Maulid al-Diba’i, Maulid Simtud Durar, Maulid Syaraful Anam, dll. Dan Maulid yang dibaca di majelis ini adalah Maulid al-Diba’i, meskipun di lain tempat Jamaah Al-Khidmah Surabaya dan Gresik misalnya, yang dibaca adalah Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Pembacaan Maulid dibaca secara bergilir oleh golongan pemuda dan orang tua di majelis ini. Dan khusus untuk pembacaan shalawat bi al-qiyam dipimpin oleh para pemuda dengan diiringi musik rebana yang iramanya agak berbeda dengan pembacaan mahall al-qiyam di tempat lain. Dan pembacaan Maulid ini juga diakhiri dengan pembacaan doa Maulid yang dipimpin oleh orang yang dipercaya dalam majelis ini yang duduk di depan menghadap jamaah yang lain.
Acara tersebut ditutup dengan mauidhah hasanah oleh salah seorang jamaah yang berada di depan yang khususnya berisi rasa syukur dan ajakan agar para jamaah tetap istiqomah dalam mengikuti rutinan ini. Dan mungkin hanya pada saat kami mengikuti acara ini, ditambah dengan seorang jamaah yang menceritakan kisah berdirinya majelis ini disertai dengan ajakan untuk ikut menyumbang dana dan tenaga agar bangunan tersebut cepat selesai sesuai yang dicita-citakan para jamaah. Dan setelah berakhirnya acara ada jamuan makan berupa nasi bungkus dan teh hangat pada para jamaah yang hadir.
Peserta yang hadir berasal dari semua golongan, baik laki-laki, perempuan, tua dan muda. Mereka berpakaian serba putih sebagaimana para Jamaah Al-Khidmah di Surabaya. Mereka yang hadir nampaknya juga dari berbagai macam daerah dengan asumsi terdapat rombongan yang naik bis dengan mayoritas yang menggunakan motor.
Meskipun Jamaah Al-Khidmah ini tergolong baru, para jamaah yang hadir termasuk banyak dan cukup loyal dalam menyumbang demi kemaslahatan bersama. Hal ini dirasa cukup wajar karena tradisi semacam ini cukup jarang ditemukan di DIY. Dan nampaknya para cultural broker serta para agent cukup sukses dalam tradisi ini.

Majelis Shalawat Al-Khidmah Bantul Sebagai Fenomena Living Hadis
Sebelum membahas lebih jauh, penulis akan menjelaskan pengertian dari living hadis, yakni penafsiran yang kontinyu dan progresif atas hadis yang memunculkan sebuah praktik yang disepakati secara bersama.[7] Adapun fokus kajian ini adalah pada satu bentuk kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di masyarakat yang memiliki landasannya di hadis Nabi.[8]
Banyak ditemukan hadis tentang anjuran membaca shalawat dari Nabi, dibuktikan dengan adanya beberapa shalawat yang malah diajarkan sendiri oleh Nabi dan ada yang telah menjadi rukun sholat. Tetapi banyak dari kalangan umat Islam yang melaksanakannya tanpa mengetahuinya dan bahkan sebenarnya tidak perlu untuk mengetahuinya. Shalawat di kalangan masyarakat telah menjadi bagian dari kehidupan mereka dan tetap juga dianggap sebagai bagian dari agama.
Kebanyakan hadis yang disampaikan pada masyarakat tentang shalawat adalah keutamaan membacanya, seperti hadis:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَقُولُونَ بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
Telah menceritakan kepada kami Harun bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy'Ats Tsauri Ash Shan'ani dari Aus bin Aus dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya di antara hari-harimu yang paling utama adalah hari Jum'at, pada hari itu Adam di ciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu juga ditiup (sangkakala) dan pada hari itu juga mereka pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku -karena- shalawat kalian akan disampaikan kepadaku." Aus bin Aus berkata; para sahabat bertanya; "Wahai Rasulullah Shalallahu, bagaimana mungkin shalawat kami bisa disampaikan kepadamu, sementara anda telah tiada (meninggal)? -atau mereka berkata; "Telah hancur (menjadi tulang) "- Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Daud no 883)
Selain hadis di atas, alasan masyarakat membaca shalawat adalah meningkatkan rasa cinta mereka pada Nabi, sebagaimana hadis:
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ حَاتِمٍ الْأَنْصَارِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Hatim Al Anshari Al Bashri telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al Anshari dari Ayahnya dari Ali bin Zaid dari Sa'id bin Al Musayyaib ia berkata; Anas bin Malik berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai anakku, jika kamu mampu pada pagi hari dan sore hari tanpa ada kecurangan dalam hatimu kepada seorangpun maka lakukanlah, " kemudian beliau berabda kepadaku: "Wahai anakku, itu termasuk dari sunnahku, barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga." (HR. Al-Tirmidzi no 2602)
Dikarenakan masyarakat melakukan pembacaan shalawat atas dasar cinta dan mengharap syafaatnya, mereka tidak perlu tahu atas kualitas hadis dan penjelasan yang rumit dari para ahli hadis yang sependapat maupun yang tidak sependapat. Oleh karena itu, pelaksanaan tradisi yang telah dipraktikkan oleh masyarakat ini dapat dikategorikan sebagai upaya menghidupkan hadis di tengah masyarakat yang dalam hal ini adalah Jamaah Al-Khidmah Bantul.

Kesimpulan
Jamaah Al-Khidmah Bantul ini adalah salah satu dari sekian majelis shalawat yang tersebar di seluruh Indonesia. Majelis shalawat yang berasal dari Surabaya ini berkembang pesat dengan tokoh pendirinya yakni KH. Ahmad Asrori al-Ishaqy. Majelis shalawat ini menggunakan Maulid al-Diba’i sebagai bacaan utamanya yang berisi tentang pujian pada Nabi, kisah hidup Nabi, keutamaan Nabi serta kisah-kisah luar biasa yang lain. Majelis shalawat yang dilatarbelakangi kerinduan dan rasa cinta pada Nabi ini diterima sangat baik di kalangan masyarakat, bahkan di antara mereka ada yang sukarela menyumbangkan harta dan tenaga mereka untuk keberlangsungan rutinan ini. Landasan atas pelaksanaan acara ini adalah hadis Nabi yang menjelaskan keutamaan memperbanyak membaca shalawat dan mencintai Nabi. Implementasi dari hadis tersebut nampak dari perilaku masyarakat sekitar yang menjalankan sunnah Nabi dalam rutinitas kesehariannya.


Daftar Pustaka
Aini, Adrika Fithrotul. “Living Hadis dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’ Bil-Mustofa.” Ar-Raniry, 1, 2 (2014).
Dermawan, Dony. “Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jama’ah Al Khidmah Dalam Menyiarkan Ajaran-ajaran KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Pada Tahun 2005-2014.” Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016.
Mahrus, Abdullah Kafabihi. “Pengantar.” Dalam Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khaizuran (173 H.) Hingga Habib Luthfi bin Yahya (1947 M. - Sekarang), oleh Ahmad Tsauri. Pekalongan: Menara Publisher, 2015.
Nasif, Muhammad. Pesona Maulid Diba’. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013.
Qudsy, Saifuddin Zuhri. “Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi.” Living Hadis, 1, 1 (2016).
Suryadi. “Dari Living Sunnah ke Living Hadis.” Dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, disunting oleh Syamsuddin Sahiron. Yogyakarta: Teras, 2007.



[1] Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadis dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba’ Bil-Mustofa,” Ar-Raniry, 1, 2 (2014). Hlm. 222-223.
[2] Muhammad Nasif, Pesona Maulid Diba’ (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2013). Hlm. v.
[3] Abdullah Kafabihi Mahrus, “Pengantar,” dalam Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khaizuran (173 H.) Hingga Habib Luthfi bin Yahya (1947 M. - Sekarang), oleh Ahmad Tsauri (Pekalongan: Menara Publisher, 2015).
[4] Dony Dermawan, “Sejarah Lahir dan Berkembangnya Perkumpulan Jamaah Al Khidmah Dalam Menyiarkan Ajaran-ajaran KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya Pada Tahun 2005-2014” (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016). Hlm. 79-80.
[5] Dermawan. Hlm. 80-81.
[6] Dermawan. Hlm. 81.
[7] Suryadi, “Dari Living Sunnah ke Living Hadis,” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, ed. oleh Syamsuddin Sahiron (Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm. 93.
[8] Saifuddin Zuhri Qudsy, “Living Hadis: Genealogi, Teori, dan Aplikasi,” Living Hadis, 1, 1 (2016). Hlm. 182.

0 komentar:

Post a Comment