Syafruddin Prawiranegara, wikimedia.org |
Segala puji bagi Allah SWT
yang telah memberikan nikmat Iman dan Islam kepada kita semua, sehingga kita
dapat berkumpul dalam pertemuan yang InsyaAllah dimuliakan oleh Nya.
Shalawat
serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kepada para sahabatnya para Tabi’it Tabi’innya dan semoga kepada kita selaku
ummatnya mendapatkan syafa’atul udzma di Yaumil Jaza. Amin.
Sebelumnya
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak DRS.H.Jahdan
Ibnu Humam Saleh, MS selaku dosen yang telah memberikan saya kesempatan menjelaskan tentang tokoh Syafruddin Prawiranegara. Suatu kebanggaan bagi saya yang telah diberi
kepercayaan oleh bapak untuk menjelaskan hal tersebut.
Maka
dari itu, saya sebagai pihak yang diberikan tugas mencoba memaparkan
beberapa ilmu yang saya ambil dari beberapa sumber, dalam bentuk makalah yang
akan saya sampaikan atau presentasikan tentang ini.
Dalam
makalah ini terdapat beberapa pelajaran penting yang wajib diketahui oleh saya khususnya dan mahasiswa pada umumnya. Diantara
materi yang akan saya bahas adalah:
mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik dalam segi penulisan
maupun dalam segi redaksi. Kritik dan saran sangat saya harapkan.
Yogyakarta, 28 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Biografi Syafruddin Prawiranegara ....................................................... 2
B.
Presiden Prawiranegara......................................................................
2
C.
Lebih Takut
Kepada Allah SWT ............................................................ 4
BAB III : PENUTUP ........................................................................................ 6
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 7
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Agar kalian tahu semua bahwasanya tokoh
Syafruddin Prawiranegara adalah salah satu presiden sementara pada saat
Ir.soekarno dan Bung Hatta di asingkan. Bung Karno dan Bung Hatta menugaskan
Syafruddin untuk membuat Pemerintahan Darurat RI (PDRI) akan tetapi dia tidak
mau dipanggil pak presiden karena itu hanya tugas sementara yang disuruh
langsung oleh Bung Karno dan Bung hatta tapi dia hanya ingin di bilang sebagai
ketua PDRI saja. Dan tahu sikap Syafruddin Prawiranegara serta biografi beliau
yang sangat penting bagi kemajuan negara kita pada saat ini.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana biografi Syafruddin Prawiranegara?
- Jelaskan Presiden Prawiranegara ?
- Kenapa takut kepada Allah SWT ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Syafruddin Prawiranegara
Syaruddin Prawiranegara,atau juga ditulis Sjafruddin
Prawiranegara (lahir di Serang,28 Oktober 1911 – meninggal di Jakarta, 15
Febuari 1989 pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik
Indonesia yang juga harus pernah menjabat sebagai presiden/ ketua PDRI
(Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintah Indonesia di
Yogyakarta jatuh pada tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada
tanggal 19 Desember 1948. Tokoh yang lahir di Anyer yang memiliki nama kecil
“Kuding”, yang berasal dari kata Udin pada nama Syafruddin. Ia memiliki darah
keturunan Sunda dan Minangkabau. Buyut dari pihak ayah,Sultan Alam Intan, masih
memiliki keturunan raja Pagaruyung di Sumatra Barat, lalu dibuang ke Banten
karena terlibat perang Padri. Lalu beliau menikah dengan putri bangsawan Banten
yang melahirkan sebuah anak yang bernama R.Arsyad Prawira Atmadja. Syafruddin
menempuh pendidikan ELS pada tahun 1925,dilanjutkan ke MULO di Madiun pada
tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Pendidikan tingginya beliau
mengambil di Rechtshooge Schoool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta yang
sekarang adalah (Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil neraih
gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Magister Hukum). Sebelum
kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai radio swasta
(1940-1942), petugas pada Departeman Keuangan Belanda (1940-1942),serta sebagai
departeman keuangan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia beliau bertugas
sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR serta
ikut menetapkan garis-garis besar haluan negara. Dan beliau diutus menjadi
ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diutus oleh Bung Karno
dan Bung Hatta saat diasingkan ke pulau Bangka. Pak Syafruddin Prawiranegara
pernah menjabat sebagai: Wakil Perdana Mentri pada tahun 1946,Mentri Keuangan
pada tahun 1946, dan Mentri Kemakmuran pada tahun 1947.
B.
Presiden Parawiranegara.
Pria kelahiran serang,28 Febuari 1911 mendapat sebutan presiden karena kuding (sebutan panggilan masa kecilnya) pernah menjabat pimpinan tertinggi PDRI atau Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang terbentuk karena Agrasi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Serangan Belanda ke Yogyakarta yang pada saat itu sebagai Ibu Kota Negara Indonesia pada saat itu Soekarno dan Mohammad Hatta tertangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sehingga membuat pemerintahan tidak berjalan dengan normal karena itulah dibentuklah DPRI yang dipimpin oleh Syafruddin dan dia juga orang yang di percaya oleh Soekarno dan Mohammmad Hatta. Walaupun enggan disebut sebagai presiden,kuding hanya ingin disebut sebagai ketua PDRI saja,seperti percakapan antara Kamil Koto dengan Syafruddin.
Pria kelahiran serang,28 Febuari 1911 mendapat sebutan presiden karena kuding (sebutan panggilan masa kecilnya) pernah menjabat pimpinan tertinggi PDRI atau Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang terbentuk karena Agrasi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Serangan Belanda ke Yogyakarta yang pada saat itu sebagai Ibu Kota Negara Indonesia pada saat itu Soekarno dan Mohammad Hatta tertangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sehingga membuat pemerintahan tidak berjalan dengan normal karena itulah dibentuklah DPRI yang dipimpin oleh Syafruddin dan dia juga orang yang di percaya oleh Soekarno dan Mohammmad Hatta. Walaupun enggan disebut sebagai presiden,kuding hanya ingin disebut sebagai ketua PDRI saja,seperti percakapan antara Kamil Koto dengan Syafruddin.
“Jadi, Pak Syaf adalah presiden yang menggantikan
Bung Karno? “tanya Kamil Koto.
“Tidak persis begitu. Secara tugas memang iya,
tapi saya lebih suka menyebutnya sebagai ketua PDRI, bukan Presiden PDRI” kata
Syafruddin Prawiranegara, menjawab pertanyaan Kamil Koto. Syafruddin mendirikan
PDRI bersama pejuang lainnya, seperti Teuku Hasan yang kemudian menjabat
sebagai Wakil Ketua PDRI,Lukman Hakim, Sulaiman Effendi, Mananti Sitompul,
Indracahya, Kolonel Hidayat dan Muhammad Nasrun. Syafruddin bersama para tokoh
lainnya, menjalankan PDRI selama 207 hari, demi mempertahankan kemerdekaan yang
telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Selama menjabat dan bertugas di
Sumatera Barat, istrinya Tengku Halimah Syehabuddin bekerja keras untuk
menghidupi anak-anaknya dengan berjualan sukun goreng.
Saat bejualan sukun, anaknya ada protes dengan
pekerjaan Ibunya Lily panggilan akrabnya “Kenapa kita tidak minta bantuan
kepada Om Karno dan Om Hatta serta Om hengky (Sri Sultan Hamangku Buwono IX)”
tanya Icah anak pertama Syafruddin. Dengan jawaban yang bijaksana Lily memberikan
penjelasan dari protes Icah “Ayahmu sering mengatakan kepada ibu agar kita
jangan bergantung kepada orang lain, Icah. Kalau tidak penting sekali jangan
pernah meminjam uang, jangan pernah berutang,”.
Icah menimpal jawaban Ibunya dengan mempertanyakan pekerjaan Ibunya
sebagai penjual gorengan “tapi apa ibu tidak malu? Ayah orang
hebat,keluarga ayah dan ibu juga orang-orang hebat”. Lalu dengan jiwa
keibuannya Lily menjelaskan dengan kalimat yang membuat Icah mengerti
“Iya,sayang. Ibu mengerti, tapi dengarkan ya, yang kita membuat malu adalah
kalau kita melakukan hal-hal yang salah seperti mengambil milik hal orang lain
yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu seperti pencuri.
Orang-rang tidak tahui akan tetapi allah tahu,” timpal lily.
Saat keluarga Kidung mencari nafkah untuk
membiayai kehidupan keluarganya, Syafruddin tetap fokus menjalankan roda
pemerintahan Republik Indonesia yang masih tetap eksis meskipun para pemimpin
Indonesi tertangkap. Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding
dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya
Soekarno dan Hatta yang dikembalikan ke yogyakarta. pada tanggal 13 Juli 1949,
setelah itu diadakan sidang antara PDRI dengan Soekarno dan Hatta serta
sejumlah kedua mentri kabinet. Serah terima pengambilan mandat dari PDRI secara
resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta. Denagan demikian,
berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih 8 bulan melanjutkan eksitensi
Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan
dari Belanda yang ingin kembali berkuasa.
C.
Lebih takut kepada Allah SWT.
Sebagai seorang muslim,
Syafruddin merasa dirinya terikat oleh firman Allah SWT dalam Qur’an surat Ali
Imran ayat 104 yang artinya “Hendaknya diantara kamu ada satu golongan yang
mengajak berbuat benar, serta mencegah berbuat salah”. Karena Allah SWT memeberinya
kemampuan untuk menulis dan berbicara dengan fasih, maka di samping memberikan
contoh berbuat baik dalam hidup sehari-hari, Syafruddin pun sering tampil
sebagai da’i atau mubalig. Pada mulanya hanya memberikan ceramah-ceramah,
tetapi setelah keliuar dari tahanan ia pun sering memberi khotbah. Dalam
khotbah Idul Fitri 1386 H.(1968), yang diberi judul “Islam sebagai Agama
Perdamaian, Persaudaraan dan Persatuan serta Pelindungan Pancasila”. Yang
katanya :
“orang takut dimasukkan ke
dalam penjara, dianiaya atau dibunuh dan dengan demikian dia merasa terpaksa
berbuat sesuatu karena yang bertentangan dengan bersikap dan berbuat dengan
demikian pula, maka akhirnya masyarakat dikuasai oleh beberapa orang yang
dzalim. Penyakit itu hanya dapat dilenyapkan dan masyarakat dapat sembuhkan
kalau takut akan mati atau terhadap sesama manusia lain itu, ditukar dengan
takwa dan tawakal kepada Allah SWT. Takwa itu timbul kalau di bersihakan dari
segala syak dan kita benar-benar yaki dan sadar, bahwa satu-satunya yang berkuasa,
satu-satunya yang adil, yang menghidupkan dan mematikan adalah Allah SWT.”
Syafruddin memberikan
serangkaian kuliah kepada sejumlah mubalig yang datang dari berbagai daerah
untuk mengikuti semacam penataran-lanjutan di Jakarta. Kuliah-kuliahnya itu
kemudian di bukukan dengan judul Al-‘Aqabah:
Pendakian yang tinggi (Beberapa
pikiran tentang pembangunan). Di dalamnya kita menemukan kembali tesis dasar
Syafruddin yang menempatkan pembinaan akhlak dan agama di atas, atau paling
tidak sejajar dengan pembangunan ekonomi. Pada dasarnya dia menolak arti
pembangunan yang dewasa ini diartikan hanya atau terutama hanya pembangunan
ekonomi saja. Pemikiran semacam ini tidak hanya terdapat di Indonesia,
melainkan juga forum Internasional. Kecenderungan mementingkan ekonomi itu juga
disertai dengan meremehkan arti agama atau ideologi. Padahal, kata Syafruddin
“barang siapa menolak atau meremehkan agama dan ideologi sebagai diving force atau motor bagi
pembangunan, dan mau menggantikan motor itu dengan ekonomi, sehingga yang
dikejar adalah pembangunan ekonomi, maka sesungguhnya bagi dia ekonomi itu
adalah semacam agama atau ideologi!”..... “Dan baranga siapa yang mementingkan
pembangunan ekonomi, sebanyak itu pula dia meremehkan nilai-nilai non-ekonomis,
sehingga kalau kemauannya itu diturunkan, akan terjadi perkembangan masyarkat
yang pincang. Akan timbullah berbagai masalah yang genting yang bisa menjadikan
masyarakat itu berantakan tidak karuan, seperti dapat kita lihat pada tragedi
yang menimpa Pakistan. Karena titik berat itu terlampau banyak dicurahkan
kepada soal-soal kebedaan, maka soal keadilan sosial kurang mendapat perhatian.
Terjadilah jurang yang semakin besar dan dalam antara kaya dengan yang miskin,
antara the haves dengan the haves not.” Dengan mengutamakan
ekonomi di atas segala-galanya, maka orang menjadi cenderung memandang segala
sesuatu secara ekonomis, yaitu memandangnya sebagai benda yang dapat
diperjualbelikan dengan uang, termasuk keperluan hidup manusia yang bersifat
nonbenda yang berupa perbuatan-perbuatan atau jasa-jasa orang-orang ahli. Dan
hal itu menyebabkan hilang atau kaburnya batas antara halal dengan haram,
karena dalam menilai sesuatu perbuatan ukuran ekonomi yang berupa uanglah yang
menjadi tujuan.
Hal itu, kata Syafruddin
disebabkan karena pembangunan ekonomi terlalu ditekankan sebagai tujuan,
sedangkan “Manusia, seharusmya menjadi tujuan, menjadi subjek dari npembangunan
itu, dilupakan.” Lalu katanya lebih lanjut: “pembangunan ekonomi pada umumnya
harus dipaksakan dari atas dan akan menguntungkan terutama orang-orang yang
beruang. Sebagaimana kita maklum, paksaan itu tidak menimbulkan daya kreatif.
Tetapi justru mematikan inisiatif dan menjadikan manusia dalam satu pihak
seperti mesin: bekerja kalau dikerjakan, berhenti kalau tidak ada pengawasan.
Jika kita lihat, pembangunan yang bersifat ekonomis semata-mata bukan saja
mengundang timbulnya diktatur, tetapi disamping itu menggalkan pembangunan yang
hendak dilaksanakan, karena tidak adanya partisipasi rakyat dan merajarelanya
korupsi baik di kalangan petugas-petugas negara maupun rakyat.” Karena itu,
sebagai Syafruddin jalan yang ditempuh oleh masyarakat Orde Baru yang
mengutamakan pembangunan ekonomi di atas lain-lainnya dan yang juga meremehkan
arti ideolog pembangunan adalah keliru. Pembangunan yang didasarkan untuk
meningkatkan Gross National Product
(GNP) untuk mengejar negara-negara maju seperti Amerika,Eropa dan Jepang yang
falsafah hidupnya berdasarkan kepada hedonisme, harus diubah arahnya.
Selanjutnya dia mengatakan bahwa tugas da’i tidak mudah, karena kecuali harus
mengetahui ajaran-ajaran Islam sebaik-baiknya di bidang ibadah maupun syar’iah
dan dia pula harus menguasai berbagai ilmu duniawi dan keterampilan yang
bermanfaat bagi manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa tokoh Syafruddin Prawiranegara memiliki dedikasi yang tinggi dalam
menjalakan tugas dan sangat mementingkan bangsa, negara dan rakyat sehingga
mengabaikan dirinya sendiri, keluarganya bahkan kehidupannya serta tidak mau
mengambil uang negara yang bukan haknya, merupakan contoh bagi seluruh anak
bangsa ini.
B. Saran
Memahami
dan menerapkan pada pemimpin saat ini, bagi para pejabat dan generesi muda di
negara ini, khususnya pada saat ini yang sedang krisis kepemimpinan yang berada
pada Provinsi Banten. Serta harus cinta pada Tanah Air Indonesia dan Pancasila
karena itu ideologi negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.voa-islam.com
http://www.detiknews.com
Basral Nasery Akmal,Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia Mizan
Pustaka,Jakarta,2011
Rosidi Ajib,Syafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah SWT,Inti Indayu
Press,Jakarta,1986
0 komentar:
Post a Comment