Istishab

Istishab, image.slidesharecdn.com



Puji syukur kehadirat Allah swt. Atas karunia yang diberikan, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah: Istishhab untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Fiqh dan
ushul fiqh.
Makalah ini dibuat sebagai tambahan wawasan kepada kita bagaimana dari
penulisan sejarahdari masa awal hingga masa mpdern seperti saat ini. Dalam penyusunan,
kami selaku pemakalah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah. Untuk itu, kami sampaikan terima kasih kepada seluruh
pihak yang sudah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
butuhkan guna perbaikan penulisan makalah ini.

Yogyakarta, November 2017
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
عروة انتقضت فكّلما عروة عروة الاسلام عرى لينقض ّ ن : قال سلم و عليه الله صّلى لله رسول عن الباهل ّ ي أمامة أبى عن
احمد رواه ( ال ّ صلاة أخره ّ ن و الحكم نقضا ا ّ وله ّ ن و تليها باّلتى الّ ناس تشّ بث
” Dari Abi Umamah Al-Bahily dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda : ” Untaian tali-tali Islam
ini akan terurai satu persatu, setiap kali satu untaian terurai maka orang-orang berpegang
pada untaian berikutnya. Dan untaian yang terurai pertama kali adalah hukum, sedangkan
yang terakhir adalah shalat .” ( HR.Ahmad ).
Berangkat dari pijakan Hadits di atas, maka kita senantiasa meyakini akan terjadinya suatu
keadaan seperti yang di gambarkan Rasulullah beberapa abad silam lamanya yaitu syari’at
islam sedikit demi sedikit akan hilang dari para pemeluknya sehingga suatu saat nanti akan
asing melihat orang yang menjalankan syari’at Islam .
Pada masa Khulafa Ar-Rasyidin pernah terjadi adanya yang tidak mau membayar zakat,
sehingga sampai diperangi. Masa kini mungkin akan semakin banyak
penyimpangan-penyimpangan terhadap syari’at Islam di Mesir, Rifa’ah Al-Tafthawi
(1800-1873), yang tinggal 7 tahun di Paris dan kembali ke Mesir pada tahun 1983, adalah
peletak batu pertama dalam memusuhi hijab dengan menghalalkan dansa antara antara
laki-laki dan perempuan. Di Indonesia penyimpangan-penyimpangan syari’at Islam
mungkin akan semakin pelik dan beragam, dengan lahirnya sebuah kelompok yang suka
merasionalisasikan urusan yaitu :
Jaringan Islam Liberal ( JIL) sampai saat ini mereka paling giat mengotak-atik teks
al-Quran sehingga tak sedikit ayat al-Quran yang mereka langkahi dan mengedapankan
rasio mereka dengan dalih itu untuk kemaslahatan manusia walaupun pastilah mereka tahu
akan akibat dari apa yang mereka lakukan seperti tertulis di sebuah hadits : “barang siapa
yang menafsirkan al-Quran dengan menggunakan rasio atau tanpa ilmu maka
bersiap-siaplah untuk menempati neraka.
“Bukan tidak boleh kita melakukan itu, akan tetapi akal kita harus selaras dengan syari’at
bukan syari’at yang harus menyelaraskan dengan akal, itu yang harus jadi pegangan kita.
Kewajiban kita untuk membahas kaidah-kaidah yang membangun hukum
mudah-mudahan banyak dari mereka menyadari kesalahan-kesalahan mereka dalam
mengaplikasikan hukum yang mereka yakini itu yang terbaik dan itu pula harus menjadi
penggugah bagi kita untuk terus mengkaji dan merealisasikan syari’at di kehidupan
sehari-sehari sehingga kita bisa menjadi golongan yang selamat di dunia dan akhirat. Amin

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan istishhab?
2. Terbagi kepada berapa macam istishhab itu?
3. Bagaimana kehujjahan istishhab?
4. Bagaimana pendapat ulama tentang istishhab ?
5. Bagaimana pembagian istishhab?


BAB II 
PEMBAHASAN
1. Pengertian istishab
Istishhab secara bahasa adalah menetapi dan menuntut kebersamaan. Dikatakan :
إصتصحابهArtinya : seseorang menuntut dan mengaku bersama dengan dia, dan
menjadikannya bersama dengannya. Secara harfiah istishhab bisa juga bermakna
mengakui adanya hubungan perkawinan.
Sedangkan menurut ulama Ushul adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan
sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan perubahan keadaan, atau
menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau secara kekal menurut
keadaannya sampai terdapat dalil yang menunjukkan perubahannya.

2. Kehujjahan Istishhab
Istishhab adalah akhir dalil syara
' yang dijadikan tempat kembali bagi para mujtahid
untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapinya. Ulama ushul berkata,
“Sesungguhnya istishhab adalah akhir tempat beredarnya fatwa”. Yaitu mengetahui
sesuatu menurut hukum yang telah ditetapkan baginya selama tidak terdapat dalil yang
mengubahnya. Ini adalah teori dalam pengambilan dalil yang telah menjadi kebiasaan dan
tradisi manusia dalam mengelola berbagai ketetapan untuk mereka.
Seorang manusia yang hidup tetap dihukumi atas hidupnya dan pengelolaan atas
kehidupan ini diberikan kepadanya sampai terdapat dalil yang menunjukkan adanya
keputusan tentang kematiannya. Setiap orang yang mengetahui wujud sesuatu, maka
dihukumi wujudnya sampai terdapat dalil yang meniadakannya, dan barang siapa
mengetahui ketiadaannya sesuatu, maka dihukumi dengan ketiadaannya sampai terdapat
dalil yang menunjukkan keberadaannya.
Hukum telah berjalan menurut keadaan ini. Jadi, suatu kepemilikan misalnya, tetap menjadi
milik siapa saja berdasarkan sebab beberapa kepemilikan. Maka kepemilikan itu dianggap
ada sampai ada ketetapan yang menghilangkan kepemilikan tersebut.
Begitu juga kehalalan pernikahan suami-istri sebab akad pernikahan dianggap ada sampai
ada ketetapan yang menghapuskan kehalalan itu. Demikian pula halnya dengan
tanggungan karena utang piutang atau sebab ketetapan apa saja, dianggap tetap ada
sampai ada ketetapan yang menghapuskannya. Tanggungan yang telah dibebaskan dari
orang yang terkena tuntutan utang piutang atau ketetapan apa saja, dianggap bebas
sampai ada ketetapan yang membebaskannya. Singkatnya, asal sesuatu itu adalah
ketetapan sesuatu yang telah ada, menurut keadaan semula sampai terdapat sesuatu yang
mengubahnya.
Istishhab juga telah dijadikan dasar bagi prinsip-prinsip syariat, antara lain sebagai berikut,
“Asal sesuatu adalah ketetapan yang ada menurut keadaan semula sehingga terdapat
suatu ketetapan yang mengubahnya”. Sesuai dengan kaidah:
الأصل في الأشياء الإباحة
Artinya:
“Asal segala sesuatu itu adalah kebolehan. “
Pendapat yang dianggap benar adalah Istishhab bisa dijadikan dalil hukum karena
hakikatnya dalillah yang telah menetapkan hukum tersebut. Istishhab itu tiada lain adalah
menetapkan dalalah dalil pada hukumnya.

3. Pendapat ulama tentang Istishhab
Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa Istishhab merupakan hikmah untuk
mempertahankan dan bukan untuk menetapkan apa-apa yang dimaksud oleh mereka.
Dengan pernyataan tersebut jelaslah bahwa istishhab merupakan ketetapan sesuatu, yang
telah ada menurut keadaan semula dan juga mempertahankan sesuatu yang berbeda
sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaannya.
Istishhab bukanlah hujjah untuk menetapkan sesuatu yang tidak tetap. Telah dijelaskan
tentang penetapan orang yang hilang atau yang tidak diketahui tempat tinggalnya dan
tempat kematiannya, bahwa orang tersebut ditetapkan tidak hilang dan dihukumi sebagai
orang yang hidup sampai adanya petunjuk yang menunjukkan kematiannya.
Istishhab- lah yang menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolak dugaan
kematiannya serta warisan harta bendanya juga perceraian pernikahannya. Tetapi hal itu
bukanlah hujjah untuk menetapkan pewaris dari lainnya, karena hidup yang ditetapkan
menurut Ist
ishhab itu adalah hidup yang didasarkan pengakuan.
Pembagian Istishhab :
a) Bara'ah asliyyah, yaitu pada dasarnya suatu hukum itu tidak ada sampai ada dalil
mengubahnya (menyebutkan ketentuannya) Dalam hal ini berlakulah kaidah الأصل العدم
(pada asalnya hukum sesuatu itu tidak ada) contoh, bebasnya seseorang dari dakwaan
bersalah sebelum dibuktikan bukti-bukti yang menunjukkan secara meyakinkan bahwa ia
bersalah.
b) Istishhab as sifah, yaitu mengukuhkan berlakunya suatu sifat dimana sifat itu berlaku
pada suatu ketentuan hukum sampai sifat itu mengalami perubahan yang mengakibatkan
berubahnya hukum. Contohnya, sifat tanggung jawab untuk melunasi hutang bagi orang
yang berutang kepada seseorang, sesungguhnya beban untuk membayar itu akan tetap
ada pada diri orang yang berutang sampai ia melunasinya atau orang yang diutangi
menyatakan bebas (lunas) kepadanya.
c) Istishhab al-hukm, yaitu mengukuhkan pemberlakuan suatu hukum boleh (mubah) atau
larangan (haram). Hukum boleh pada sesuatu terus berlangsung sampai ada dalil yang
mengharamkannya. Bisa juga hukum sesuatu itu haram sampai ada sesuatu yang
membolehkannya. Maka dalam hal ini berlakulah kaidah
الاصل فى الأشياء الاباحة حتى يدل الدليل على تحريمها
Artinya : hukum sesuatu pada asalnya adalah boleh, sehingga ada dalil yang
mengharamkannya
d) Istishhab syara' atau akal, yaitu keberadaan hukum pada sesuatu ditetapkan
berdasarkan akal atau syara', contohnya, kewajiban membayar utang akan tetap berlaku
sebelum utang itu dilunasi.


Baca Juga: Metode Hukum Islam "Maslahatul Mursalah"

0 komentar:

Post a Comment