Siti Sukaptinah : Perjuangan Perempuan Masa Kolonial

Siti Sukaptinah : Perjuangan Perempuan Masa Kolonial, .blogspot.com
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Siti Sukaptinah adalah pejuang perempuan pada masa belanda hingga masa kemerdekaan. Kehidupannya semasa kecil yakni menjadi Abdi Dalem sembari belajar di sekolah bentukan Hamengkubuwono dan mengikuti organisasi kewanitaan bentukan Muhammadiyah. Setelah Lulus Siti Sukaptinah melanjutkan belajar di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Kemudian melanjutkan pendidikannya ke sekolah Taman Siswa, disana ia menjadi murid langsung Nyi dan Ki Hadjar Dewantara. Karena pengajaran langsung itulah Sri Sukaptinah dapat menggubah macapat. Selain keaktifannya dalam dunia pendidikan Siti Sukaptinah juga aktif di beberapa organisasi di Jong Java. karena pembekalan diri yang matang maka setelah lulus pergerakan Siti Sukaptinah semakin meluas, mulai dari merubah organisasi, membuat organisasi keperempuanan, dan menyuarakan hak-hak perempuan.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran perjuangan perempuan Yogyakarta pada masa pra hingga kemerdekaan. Secara garis besar perjuangan perempuan pada masa itu menurut penulis terdiri dari dua perjuangan; yakni perjuangan melawan kungkungan patriarki, dan perjuangan menegakkan kemerdekaan. Dari kedua gerak juang itu Siti Sukaptinah dirasa dapat mewakili ketiganya dan dapat menjadi contoh bagi perempuan di masa depan. Dengan mengangkat dua gerak juang dalam diri Siti Sukaptinah diharapkan pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan mampu merefleksikannya dalam kehidupan di masa sekarang.

Rumusan Masalah :
1. Bagaimana Riwayat Hidup Siti Sukaptinah?
2. Bagaimana Perjuangan Siti Sukaptinah?

Tujuan :
1. Mengetahui Riwayat Hidup Siti Sukaptinah
2. Mengetahui Perjuangan Siti Sukaptinah


 PEMBAHASAN

B. Riwayat Hidup Siti Sukaptinah
Siti Sukaptinah atau biasa dikenal sebagai Nyonya Sunario Mangunpuspito Lahir di Yogyakarta tahun 1907 orang tuanya R. Sastra Wecana berasal dari kalangan abdi dalem. Masa kecilnya ia bersekolah di HIS  (Hollandssch Inlandsche School) bentukan dari Hamengku Bowo, selain bersekolah Sukaptinah juga aktif di Siswapraja Wanita Muhammadiyah yang nantinya akan menjadi cikal bakal Nasiyatul Aisiyah. Setelah tujuh tahun menempuh pendidikan di HIS Sukaptinah melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Ngupasan, Sembari Aktif sebagai anggota di Jong Java. Pada tahun 1924 Siti Sukaptinah pindah ke Taman Siswa dan Melanjutkan pendidikannya hingga tamat pada tahun 1926. Sukaptinah merasa beruntung karena bisa langsung belajar dari Nyi dan Ki Hadjar Dewantara, dari merekalah Sukaptinah belajar nembang hingga bisa menggubah lagu sendiri.
Setelah lulus sukaptinah mengabdikan dirinya menjadi guru di Taman Siswa. Disini juga dia mulai menganal tokoh-tokoh gerakan perempuan yang juga menjadi guru tempat ia mengajar seperti Sri Wulandari yang dikenal sebagai Nyonya Mangun Sarkoro dan Sunaryati yang dikenal sebagai Nyonya Sukemi. Selain mengajar Sukaptinah juga aktif di Jong Islaminten Bond (JIB) dan menjadi ketua JIB Daames Afdelling Cabang Jogja. Dari organisasi inilah Sukaptinah dapat menjadi pengurus KPI (Konferensi Perempuan Indonesia). Pada 1929 Sukaptinah  menikah dengan Sunaryo Mangunpuspito, pria yang dikenalnya ketika sama-sama aktif di Jong Java. Sunaryo merupakan lelaki yang progresif sehingga pernikahannya tidak menghambat keaktifan Sukaptinah dalam gerakan.
Pada tahun 1933 Sukaptinah diangkat menjadi ketua organisasi Istri Indonesia yang merupakan fusi dari organisasi-organisasi perempuan di Indonesia. Anggotanya antara lain adalah Maria Ulfah, Siti Danilah, dan Lasmidjah Hardi. Organisasi ini mempunyai majalah mingguan bernama Istri Indonesia. Organisasi ini berfungsi menyebarkan isu-isu mengenai perempuan, selain itu organisasi ini menanggapi masalah perempuan di ranah publik,  mengawal isu tersebut dan menyelesaikannya di pemerintahan belanda. Setelah Belanda menyerah dan Jepang mengagresi Indonesia kondisi semarang menjadi morat-marit. Sukaptinah yang hamil tua bersama keluarganya pindah ke Yogyakarta. Tak lama setelah Sukaptinah melahirkan ia dipanggil Soekarno untuk menjadi ketua Fujinkai di Jakarta, yang setelah masa kemerdekaan ia ubah menjadi Persatuan Wanita Indonesia (Perwani)
Ketika BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Republik Indonesia) didirikan, Sukaptinah menjadi salah satu dari dua orang wanita yang ada di badan tersebut. Sukaptinah masuk di Panitia Ketiga yang membahas pembelaan Tanah Air. Ketika Indonesia merdeka Sukaptinah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sekaligus bergabung dengan Masyumi sekaligus menjadi anggota Pengurus Besar Muslimat Masyumipada 1946. Agresi Belanda membuat kondisi indonesia kembali di masa perjuangan, karena rumah Sunaryo aktif untuk pergerakan maka Sukaptinah dan Sunaryo ditangkap oleh Sekutu dan di penjara Wirogunan kemudian dipindahkan ke Ambarawa. Sukaptinah baru dibebaskan setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 kemudian setelah itu Sukaptinah melanjutkan perjuangannya.
Sukaptinah kemudian melanjutkan perjuangannya melalui Masyumi, pada Pemilu 1955 Sukaptinah mencalonkan diri sebagai wakil perempuan dari Masyumi untuk anggota DPR. Alhasil ia terpilih sebagai satu-satunya perempuan yang duduk di DPR sekaligus menjadi anggota Dewan Konstituante. Keaktifannya dalam tiga kota tidak membuat dirinya surut berjuang, rumah tangga di Yogyakarta, kerja DPR di Jakarta, dan Dewan Konstituante di Bandung. Masa Demokrasi Terpimpi era Soekarno mengakhiri perjuangannya di tiga kota karena partai yang menaunginya, Masyumi dibubarkan dan otomatis Sukaptinah keluar dari DPR.
Setelah pengeluaran Sukaptinah yang berujung kepulangannya ke Yogyakarta, Sukaptinah tetap berjuang menegakkan hak perempuan antara lain mendirikan Wanita Islam pada 1962. Selain itu ia juga membidani terbentuknya Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta (BMWIY), semacam forum kerjasama antar organisasi perempuan Islam di Yogyakarta. Atas jasanya di bidang politik dan gerakan perempuan pemerintah menganugerahi Bintang Mahaputra paa 1993, dua tahun setelah Sukaptinah meninggal.

Perjuangan Siti Sukaptinah
Estafet karir Siti Sukaptinah sebenarnya termasuk dalam perjuangan eksistensi perempuan di masyarakat. Karena pada masanya perempuan dianggap tidak mampu bersaing dengan laki-laki. Namun pada masa itu Siti Sukaptinah mampu, tidak hanya memasuki organisasi perempuan namun juga menduduki posisi penting dari organisasi yang biasa diduduki oleh laki-laki seperti masuknya dia ke BPUPKI hingga DPR. Hal ini sebenarnya dapat merubah mindset bagi masyarakat Indonesia tentang persepsi kapasitas perempuan di segala urusan yang pada masa itu biasa ditangani oleh laki-laki, perempuan menjadi lebih yakin dan mantap untuk tidak ragu-ragu lagi bersuara dengan adanya pembuktian Siti Sukaptinah.
Selain itu secara tidak langsung estafet karir Siti Sukaptinah juga untuk mengedukasi perempuan, mengakomodir suara perempuan, dan memperjuangkan hak yang harusnya dimiliki perempuan. hal ini dapat dilihat ketika Sukaptinah menjadi seorang guru, kemudian menerbitkan majalah mingguan bernama Istri Indonesia, dan masuk dalam organisasi-organisasi keperempuanan guna membina perempuan dalam berjuang di ranah publik. 
Pada hal lain bentuk dhohir dari perjuangan Siti Sukaptinah masa kolonial dapat di lihat secara teknis pada saat ia duduk di Istri Indonesia. Pada saat itu Dewan Rakyat yang bahkan di bentuk oleh Belanda sama tidak memberi kursi pada perempuan Indonesia. Pada saat itulah Siti Sukaptinah yang duduk sebagai anggota Dewan Rakyat Kota Semarang memprotes lewat pidatonya yang di muat di Istri Indonesia, cuplikannya sebagai berikut.
“Kita sudah hidup di masyarakat yang tidak membedakan satu bangsa dan bangsa lain, juga tidak membedakan laki-laki dan perempuan... bangsa kita membutuhkan tenaga perempuan baik di dalam maupun di luar raad (Dewan Rakyat)”
Pada masa kemerdekaan yang disertai dengan agresi militer Belanda, India mengundang Sukaptinah pada sebuah acara All Indian Women’s Congress yang diselenggarakan di Madras, November 1947. Pada saat itu Sukaptinah tidak mempunyai modal, paspor dan sarana pendukung lainnya untuk ke India, namun karena tekadnya ingin menyuarakan kemerdekaan Indonesia ke segala penjuru negeri maka Sukaptinah memimpin delegasi menuju India. Disertai oleh Utami, Herawati Diah (wartawan Harian Merdeka) mereka semua menumpang Kalingga Airlines milik Bijayananda Patnaik. Bijayananda Patnaik sendiri merupakan seorang kepercayaan Jawaharlal Nehru yang biasa mengemban misi bolak-balik Yogyakarta untuk membawa obat-obatan dan bantuan lain sehubungan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada masa Sukaptinah menduduki parlemen, ia bergabung di barisan Masyumi yang mendukung poligami. Hal ini berbelok dari pemikiran ia yang sebelumnya pada masa kolonial menolak poligami. Bahkan ketika Komisi Nikah talak dan Rujuk tak kunjung menggolkan RUU Perkawinan yang adil, Nyonya Sumari yang menolak Poligami dari fraksi PNI ditentang oleh Sukaptinah. Perubahan Sukaptinah ini ditulis oleh Saskia Eleonora Wierienga dalam Penghancuran Gerakan perempuan di Indonesia menuturkan bahwa alasan sukaptinah mendukung poligami adalah karena ia bergabung di Masyumi yang cenderung berada di posisi pro poligami. Hal ini membuat sayap perempuan organisasi terpaksa harus mengekor mengikuti arahan kaum laki-laki.

C. PENUTUP
Sukaptinah adalah seorang pejuang kemerdekaan yang menyuarakan secara kooperatif di pemerintahan melalui organisasi-organisasi yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat Indonesia dan sekaligus memperjuangkan hak pribumi. Selain itu Sukaptinah juga berperang memperjuangkan hak-hak perempuan yang pada masa itu masih dianggap tabu. Semua keahlian Sukaptinah bukan tanpa sebab, karena pada masa mudanya Sukaptinah sudah diberikan pendidikan yang layak dari sekolah HIS hingga Taman Siswa yang diajar langsung oleh Nyi & Ki Hadjar Dewantoro.
Perjuangan Sukaptinah dalam menyuarakan hak—hak perempuan secara tidak langsung adalah dengan keterlibatannya di BPUPKI dan di Dewan Rakyat dimana hal itu mendobrak pandangan tabu dari masyarakat tentang keterlibatan perempuan dalam lembaga yang biasa diurusi oleh laki-laki. Keterlibatannya yang secara dhohir adalah dengan memprotes beberapa kebijakan yang merugikan perempuan, mengedukasi perempuan lewat majalah mingguan Istri Indonesia, mendirikan organisasi perempuan dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Nur Janti. 2019. Kepak Sayap Dara Asal Yogyakarta https://historia.id/politik/articles/kepak-sayap-dara-asal-yogyakarta-Dbeym (diakses pada tanggal 30 April 2019)
Nur Janti. 2019. Sukaptinah Berjuang Agar Bangsa dan Kaumnya tak Dijajah https://historia.id/politik/articles/sukaptinah-berjuang-agar-bangsa-dan-kaumnya-tak-dijajah-vxJ5d (diakses pada tanggal 30 April 2019)
Nur Janti. 2018. Lika-liku Perjuangan Hak Pilih Perempuan https://historia.id/politik/articles/lika-liku-perjuangan-hak-pilih-perempuan-vgL1X (diakses pada tanggal 30 April 2019)
Nur Janti. 2019. Mengenal Empat Perempuan Pertama di dewan Kota https://historia.id/politik/articles/mengenal-empat-perempuan-pertama-di-dewan-kota-PKk5y  (diakses pada tanggal 30 April 2019)

0 komentar:

Post a Comment