Dinasti Khalji

Alauddin Khilji, starsunfolded.com
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Islam di India sebelum berdirinya kerajaan Mughal mempunyai arti penting dalam perkembangan Islam, membentuk pondasi kekuatan politik umat Islam yang sangat berpengaruh dan menentukan  corak Islam di India selanjutnya. Keberadaan kerajaan Islam sebelum Mughal memang tidak berakar kuat, akan tetapi keberadaanya telah memberikan andil yang cukup besar untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan Islam di India. Pada periode ini mulai tampak ketika penguasa dinasti Ghaznawiyah melakukan penjarahan dan penguasaan serta berhasil menyebarkan kebudayaan Islam di Lahore. Selanjutnya muncul dinasti-dinasti berikutnya, diantaranya dinasti Ghur, dinasti Mamalik, dinasti Khalji, dinasti Tughluk, dinasti Sayyid, dan dinasti Lodi. Seperti halnya dinasti-dinasti lain, para penguasa Islam di India ada yang berkuasa dalam waktu yang cukup panjang dan ada juga yang berkuasa dalam waktu yang singkat dikarenakan muncul kekuatan baru yang lebih tinggi. Namun dalam pembahasan kali ini hanya akan dibahas satu dinasti, yaitu dinasti Khalji, pembahasannya meliputi asal-usul dinasti Khalji, perkembangan sosial-politik dinasti Khalji, perkembangan sosial-budaya dinasti Khalji, runtuhnya dinasti Khalji, dan peranan Dinasti Khalji.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asal-Usul  Dinasti Khalji
            Dinasti Khalji berasal dari nama Khalj, daerah pegunungan di Afganistan,[1] yang beberapa abad sebelumnya orang berkebangsaan Turki tesebut sudah menetap disana. Mereka sangat berjasa dalam Islamisasi di India. Sebelum berdirinya dinasti Khalji di India, Dinasti Mamalik sudah berdiri lebih awal dan berkuasa.
Setelah Balban wafat (1287 M) sultan dari dinasti Mamalik di India, Kaikobad diangkat untuk menggantikan, tetapi ia tidak mampu memangku kedudukannya sehingga ia hanya menjadi boneka pejabatnya, Nizamudin.[2] Setelah Nizamudin wafat, muncul kekuatan baru dari Afghanistan, kedudukannya diambil oleh Malik Firuz yang berhasil menduduki Delhi dan merebut kekuasaan sultan tahun 1290 M, kerajaan Islam pasca budak-budak Turki tersebut digantikan oleh orang-orang Turki Khilji, berdirilah Dinasti Khalji dengan sultan pertamanya Malik Firuz, ia naik tahta dengan gelar Jalal Ad-Din Firuz Khalji (1290-1296).

B.     Perkembangan Sosial-Politik
            Selama enam tahun Jalaluddin Firuz Khalji berkuasa, ia tidak pernah bertindak keras dan tegas sama sekali terhadap rakyat. Dalam perkembangannya sultan memiliki dewan (council) penasihat tempat ia menerima pertimbangan atas masalah-masalah penting yang berkaitan dengan negara. Jalaluddin Firuz Khalji biasanya mengambil saran dari dewan sebelum mengambil langkah penting diberbagai bidang.
             Pada tahun 1294 M, Firuz mengirim pasukan berkekuatan 8.000 tentara, dibawah komandan menantunya, yang bernama Muhammad, ia menyerang Bielsa, Dakkan, Khandos, Berar, dan Dewagiri. Pasukan ini berhasil menaklukan daerah-daerah tersebut bahkan berhasil pula menawan raja Ramchandra dan kembali ke pangkalannya dengan membawa ghanimah yang cukup besar berupa emas, permata, mutiara, perak dan lain-lain, yang sesungguhnya tidak disetujui oleh Sultan.[3]
Muhammad diangkat wali di Kara, yang kemudian ia manfaatkan kesempatan ini untuk berkuasa penuh. Pada tahun 1296 M, ia mengundang sultan ke daerahnya dengan niatan yang licik. Sultan datang untuk mengucapkan selamat, namun dalam pertemuan tersebut sultan dibunuh oleh menantu sekaligus keponakannya sendiri.
            Alauddin Khalji (1296-1316) naik dengan dukungan para bangsawan, ia seorang penakluk India yang sejati, pada masanya hampir seluruh India dapat dikuasai termasuk wilayah yang paling jauh di selatan, Daar Samudra (Deccan). Meskipun sultan Alauddin Khalji sangat kuat, menguasai seluruh India, namun tetap memperoleh pengakuan dari khalifah untuk legitimasinya. Satu-satunya sultan yang memutus ikatan dengan pusat adalah anaknya Alauddin Khalji, Mubarak Shah, yang mengumumkan sebgai khalifah yang berdaulat penuh.[4]
                                                Gambar; wilayah kekuasaan dinasti Khalji
                                Sumber: https://id.wikibooks.org/wiki/India_Kuno/Sejarah/Delhi.
           
            Alauddin Khalji berhasil menertibkan situasi politik, ia memperkuat pengawasan terhadap para pejabat dan para pemimpin Hindu. Pasukan tentara ditingkatkan dan perekonomian dinasti diatur secara menyeluruh, sultan mengangkat dua orang pejabat tinggi yaitu Shahnama-e-Mandi (Kepala Bulog) dan Dewan-e-Riasat. Pengendalian harga dilakukan secara ketat. Segala macam intrik, kebejatan moral, dan penyebaran desas-desus secepatnya ditindak, kelak-kelik pejabat dibubarkan. Para pejabat tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin dari kerajaan. Gaji-gaji para pejabat dipotong bertujuan untuk mengurangi peredaran uang yang berlimpah di Delhi akibat rampasan perang dari kerajaan Hindu. Pajak pertanian dinaikkan untuk mendorong para petani memperluas lahan pertaniannya. Kebijakan yang lainnya adalah dengan menjadikan daerah-daerah utara sebagai daerah aneksasi, sedangkan di daerah selatan raja-raja Hindu tidak diganti, mereka hanya diwajibkan untuk mengakui supremasi dinasti Khalji dan membayar pajak tahunan.[5]
            Sewaktu Sultan wafat, pemerintahan diserahkannya kepada panglimanya, Malik Kafur, yang menaklukan Deccan dan India Selatan lainnya. Kemudian Malik Kafur melantik Sahab Ad-Din Umar menjadi sultan yang hanya berlangsung 35 hari karena terjadi perebutan tahta dengan Quthb Ad-Din, anak ketiga dari Alauddin- Khalji, Sahab Ad-Din Umar dibunuhnya dan Quthb Ad-Din mengangkat dirinya menjadi Sultan. Quthb Ad-Din Mubarak Khalji memerintah selama 2 tahun selaku raja yang ganas dan buas. Perbuatannya yang sewenang-wenang itu diberantas oleh gubernurnya, Khusru, seorang Hindu dari golongan Paria, yang kemudian ia mengangkat dirinya menjadi sultan dengan nama Nasiruddin. Akan tetapi kenyataannya ia lebih buas lagi dari sultan yang digantinya. Kemudian Khusru dibunuh oleh Ghazi Malik, dengan terbunuhnya Khusru berakhirlah dinasti Khalji digantikan dengan dinasti Tughluq.

C.    Perkembangan Sosial-Budaya
            Ketergantungan wanita kepada suaminya merupakan ciri khusus dalam kehidupan sosial diantara umat Hindu dan muslim di India. Mereka menikmati posisi terhormat dalam masyarakat. Adat-istiadat wanita beragam menurut kelasnya masing-masing. Beberapa wanita kelas atas menunjukkan perhatian mendalam terhadap seni dan ilmu pengetahuan. Wanita desa biasa waktunya terserap dalam tugas-tugas rumah tangga mereka. Sistem purda telah umum baik dikalangan Hindu maupun muslim kecuali dibeberapa kota pesisir pantai.
            Beberapa sultan bersikap dermawan dan alim, tetapi beberapa diantara mereka sombong dan tidak bermoral. Pemusik, atlet dan pujangga sering dipanggil pentas dalam istana kerajaan. Selain itu ulama memiliki kehormatan yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat. Kekuatan ulama dibatasi oleh Alauddin Khalji, tetapi setelahnya, tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengekang pengaruh ulama.
            Hasil kebudayaan dinasti Khalji; berupa bangunan masjid yang hingga saat ini masih dikunjungi oleh para wisatawan, antara lain: Adina Masjid, Sat Gumus Masjid (terdiri dari 60 kubah) di Bagerhad, Menara Hushang Shah yang semuanya dibangun dengan batu marmer putih.[6] Pada masa Alauddin Khalji juga diperbaiki kembali benteng-benteng yang dibangun sultan Balban dan benteng-benteng yang baru didirikan untuk persiapan jika mendapat serangan bangsa Mongol.

D.    Peranan Dinasti Khalji
            Sebagai dinasti yang berkuasa selama tiga puluh tahun, tentunya mempunyai peranan yang penting. Setelah Islam masuk ke India mereka merasa tertolong dari kekejaman dan meninggikan martabat wanita. Kontak antara Islam dan Hindu yang terjalin dengan baik mempengaruhi arsitek muslim yang menampilkan detil sifat-sifat tertentu dari Hindu.
Peranan dinasti khalji lainnya yang sangat nampak adalah meluasnya wilayah kekuasaan dinasti Islam, dinasti ini dapat menaklukan daerah yang belum berhasil ditaklukan oleh dinasti sebelumnya, dan mampu menangkis serangan bangsa Mongol yang terjadi pada tahun (1297-1307), selain itu dinasti Khalji juga meningkatkan perekonomian rakyat.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dinasti Khalji berasal dari nama Khalj, daerah pegunungan di Afganistan, yang beberapa abad sebelumnya orang berkebangsaan Turki tesebut sudah menetap disana. Mereka sangat berjasa dalam Islamisasi di India. Kerajaan Islam pasca budak-budak Turki tersebut digantikan oleh orang-orang Turki Khilji, berdirilah Dinasti Khalji dengan sultan pertamanya Malik Firuz, ia naik tahta dengan gelar Jalal Ad-Din Firuz Khalji (1290-1296).
Dalam perkembangan sosial-politik, Dinasti Khalji mempunyai enam sultan selama kekuasaannya dengan masing-masing kebijakan yang berbeda-beda. Namun perkembangan sosial-politik yang paling maju adalah pada masa Alauddin Khalji, sultan kedua dari dinasti Khalji. Sedangkan perkembangan sosial-budaya berupa kebiasaan wanita Islam dan Hindu di India, kebiasaan sultan, dan berupa hasil karya bangunan yang indah, seperti Adina Masjid, Sat Gumus Masjid (terdiri dari 60 kubah) di Bagerhad, Menara Hushang Shah yang semuanya dibangun dengan batu marmer putih, dan juga benteng-benteng yang didirikan untuk pertahanan.
Peranan dinasti Khalji sangatlah banyak, peranan yang sangat nampak adalah meluasnya wilayah kekuasaan dinasti Islam, dinasti ini dapat menaklukan daerah yang belum berhasil ditaklukan oleh dinasti sebelumnya, dan mampu menangkis serangan bangsa Mongol yang terjadi pada tahun (1297-1307), selain itu dinasti khalji juga meningkatkan perekonomian rakyat.


DAFTAR PUSTAKA

Kusdiana, Ading. 2013. Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan. Bandung:         Pustaka Setia.

Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta:    Bagaskara.

Maryam, Siti dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga         Modern. Yogyakarta: LESFI.

Anonim. 2013. https://id.wikibooks.org/wiki/India_Kuno/Sejarah/Delhi





                [1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta, Bagaskara: 2007), hlm. 265.
                [2] Ading Kusdiana, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung, Pustaka Setia: 2013),                   hlm. 214.
                [3] Ibid., hlm. 215.
                [4] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta, LESFI:                        2003), hlm.170-173.
                [5] Ading Kusdiana, op.cit., hlm.215-217.
                [6] Siti Maryam dkk, op.cit., 176-180.

0 komentar:

Post a Comment