Mustofa Kemal Ataturk, http://permatafm.com |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Turki merupakan negara yang di dalam
negara tersebut terdapat sebuah kekuatan besar umat Muslim yang berupa kerajaan
Turki Utsmani. Kerajaan ini berhasil menguasai hampir di seluruh dunia.
Kekuatannya yang sangat besar dan militer yang kuat sangat menunjang
kesuksesannya dalam menguasai dunia Timur dan Barat. Akan tetapi sebuah
kerajaan pasti mengalami sebuah masa kemunduran. Kemunduran itu diakibatkan
oleh ketertinggalannya dalam membangun sebuah peradaban di Turki yang sedang
terpuruk. Jauh berbeda dengan peradaban Barat yang maju pesat dengan segala
macam penemuan-penemuan teknologinya pasca Renaisans.
Dengan demikian Turki menjadi semakin
tertinggal dari bangsa Barat. Maka untuk kembali menjunjung harkat dan martabat
peradaban Turki, muncullah para tokoh-tokoh pembaharu di Turki yang ingin
membawa Turki bangkit dari keterpurukannnya. Termasuk di dalamnya adalah
Mustafa Kemal Ataturk yang memiliki peran penting dalam pembaharuan di Turki
dan merupakan pendiri dan Presiden pertama Republik Turki, sehingga ia digelari
Ataturk (Bapak Bangsa Turki).
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
Biografi Mustafa Kemal?
2. Bagaimana
pemikiran Mustafa Kemal tentang Islamisme?
3. Bagaimana
pemikiran Mustafa kemal tentang Nasionalisme?
4. Bagaimana
pemikiran Mustafa Kemal tentang Modernisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Mustafa Kemal
Mustafa Kemal, pendiri dan Presiden
pertama Republik Turki dilahirkan di Salonika pada tahun 1881 M. Bapaknya, Ali
Riza Efendi adalah seorang pegawai pabean, dan setelah pensiun menjadi pedagang
kayu. Menurut ibunya, Zubeyde Hanim, ia
dikirimkan ke sekolah rakyat setempat, namun Mustafa lari dari sekolah itu
beberapa hari kemudian. Lalu ia dimasukkan di sekolah rakyat Shemsi Efendi,
yang menggunakan metode modern dalam pendidikannya. Namun Ali Riza meninggal
ketika Kemal berusia tujuh tahun.[1]
Pada usia 14 tahun ketika ia tamat belajar
di sekolah, ia meneruskan pendidikannya pada Sekolah Latihan Militer di
Monastir. Setelah itu ia memasuki sekolah tinggi militer di Istambul. Selama
masih belajar, Mustafa Kemal sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang
temannya bernama Ali Fethi. Masa studi Mustafa Kemal di Istambul adalah masa
meluasnya tantangan terhadap kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid dan masa
pembentukan perkumpulan-perkumpulan rahasia bahkan dikalangan pemuda di
sekolah-sekolah Militer.[2]
Ia pernah membentuk suatu komite rahasia
bersama temannya dan menerbitkan surat kabar tulisan tangan yang mendukung
kritik terhadap pemerintahan Sultan. Sesudah selesai studi, ia tidak
meningggalkan kegiatan politik sehingga ia akhirnya bersama beberapa temannya
di tangkap dan dimasukkan kedalam penjara selama beberapa bulan. Dan setelah
dibebaskan, mereka diasingkan ke luar Istambul yaitu ke Syria.[3] Ia
membentuk sebuah perkumpulan yang dinamai Vatan
(Tanah Air). Dan membentuk cabangnya di Salonika.
Ia dengan temannya tidak setuju dengan
politik Enver, Talat dan Jemal, dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap
ketiga pemimpin itu. Akhirnya di tahun 1913 Fethi dibuang ke Sofia sebagai Duta
dan Mustafa Kemal ikut sebagai Atase Militer. Disinilah Mustafa Kemal
berkenalan langsung dengan peradaban barat yang amat menarik perhatiannya,
tertutama pemerintahan parlementer. Setelah Perang Dunia I pecah, ia dipanggil
kembali untuk menjadi penglima Divisi XIX.
Sehabis Perang Dunia I ia diangkat menjadi
panglima dari semua pasukan yang ada di Turki selatan. Izmir telah jatuh dan
Smyrna telah diduduki tentara Sekutu, dan kewajiban Mustafa Kemallah
membebaskan daerah itu dari kekuasan asing. Dengan mendapat sokongan dari
rakyat yang mulai membentuk gerakan-gerakan membela tanah air, ia akhirnya
dapat memukul mundur musuh dan menyelamatkan daerah Turki dari penjajahan
asing.[4]
B.
Pemikiran
Mustafa Kemal Tentang Islamisme
Dalam pemikiran tentang Pembaharuan Mustofa
Kemal tidak di pengaruhi oleh ide gololongan Nasionalis Turki saja, tetapi juga
oleh ide golongan Barat. Turki hanya maju dengan meniru Barat. Setelah
perjuangan kemerdekaan selesai, perjuangan untuk memperoleh peradaban Barat di
Turki pun dimulai. Peradaban di barat pun tak diambil setengah saja, akan
tetapi keseluruhannya. Menurut Ahmed Agouglu, seorang pengikut Mustofa Kemal :
Ketinggian suatu Peradaban terletak dalam keseluruhannya, bukan dalam
bagian-bagian tertentu. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peadaban
lain, bukan hanya karena kemajuan ilmu-pengetahuan dan tekhnologinya saja,
tetapi karena keseluruhannya, keseluruhan unsur-unsurnya, dan bukan unsur
baiknya saja tetapi juga unsur tidak baiknya.
Walaupun Mustofa Kemal seorang pengagum
barat dalam peradabannya, akan tetapi ia tidak menentang agama Islam. Baginya
Islam adalah agama yang rasional dan perlu bagi umat manusia. Akan tetapi agama
rasional ini telah di rusak oleh tangan manusia. Ia tidak pernah menyerang
Islam, ia sering mengacu kepada Islam manakala ia berusaha untuk membenarkan
pembaharuan-pembaharuannya dan program-program dari pemerintahan nasionalnya.
Pembaharuan yang di lakukannya harus juga sesuai dengan bumi Turki, antaranya
adalah: Al Qur’an perlu diterjemahakan ke dalam bahasa Turki, agar difahami
rakyat Turki. Demikian pula khutbah Jumat juga harus menggunakan bahasa Turki.
Adzan ke dalam bahasa Turki di mulai pemakaiannya pada tahun 1931. Fakultas
Ilahiyat dibentuk untuk mempelajari pembaharuan yang di perlukan. Tetapi
usahanya itu sepertinya tak berhasil, dan pemikiran untuk mengadakan
pembaharuan dalam Islam mulai di tinggalkan.[5]
Mustafa Kemal juga berpedapat bahwa bangsa
yang ingin maju, beradab dan berkembang bagaimanapun juga akan membikin patung
dan akan meningkatkan pembikinan patung. Menurutnya, pemberantasan patung yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad karena pada waktu itu ketika Nabi Muhammad
menyiarkan perintah Allah terdapat berhala-berhala di dalam hati nurani orang
yang dihadapinya. Maka beliau harus membuang patung-patung itu. Tetapi ketika
ajaran-ajaran Islam itu sudah dipahami dan keimanan yang mereka peroleh telah
didukung oleh peristiwa besar. Bangsa yang terpelajar akan meningkatkan patung
sebagai salah satu sebab dari kemajuan, dan setiap sudut dari negeri dengan
parung-patung yang indahakan memberitahukan kenangan tentang nenek moyang dan
generasi yang akan datang di dunia ini.[6]
C.
Pemikiran
Mustafa Kemal Tentang Nasionalisme
Pemikiran pembaharuan Turki yang dimiliki
oleh Mustafa Kemal Ataturk boleh dianggap merupakan sintesa dari pemikiran
generasi Turki sebelumnya, bahkan prinsip pemikiran pembaharuan Turki yang
diketengahkan di dalam frame kebangsaan masyarakat Turki adalah reduksi
pemikiran dari seorang pemikir Turki yang dianggap sebagai bapak Nasionalisme
Turki yakni Ziya Gokalp. Menurut resolusi yang diambil oleh Dewan Nasional
Agung, Turki diproklamasikan sebagai republik pada 29 oktober 1923, dan Mustafa
Kemal Ataturk dipilih sebagai presidennya yang pertama.[7]
Dalam salah satu pidato Mustafa Kemal
Attaturk, mengatakan bahwa kelanjutan hidup di dunia peradaban modern
menghendaki dari sesuatu masyarakat supaya mengadakan perubahan dalam diri
sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan membawa perubahan
terus-menerus bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua
lagi usang, tidak akan dapat mempertahankan wujudnya, masyarakat Turki harus
berubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan segala kegiatan
reaksioner harus dihancurkan. Ide nasionalisme yang diterima Mustafa Kemal
Ataturk ialah ide nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografinya dan bukan
ide nasionalisme Turki yang luas. Di dalam piagam nasional tahun 1920, disebut
antara lain bahwa Turki melepaskan tuntutan territorial terhadap daerah-daerah
yang dahulu terletak di bawah kekuasaan kerajaan Ustamni kecuali daerah yang di
dalamnya terdapat mayoritas Turki.[8]
Negara nasional Turki pada dasarnya adalah
sekuler sejak pemulanya, karena ide kedaulatan nasional adalah asing bagi
prinsip-prinsip Islam. Namun, secara resmi Islam adalah agama Negara, sebagai
peninggalan Konstitusi Osmaniyah yang pertama tahun 1876. Konstitusi Republik
yang menjadi efektif pada 20 April 1924 secara resmi sekuler, dengan
menghilangkan klausul : “Agama Negara Turki adalah Islam” pada 10 April 1928.
Reformasi yang paling penting yang paling akhir adalah mengganti huruf latin
untuk huruf Turki.[9]
Mustafa Kemal Ataturk selalu mendukung sistem pemerintahan demokratis dan
parlementer, tetapi tidak ada oposisi efektif dapat dibentuk dalam masa
hidupnya.[10]
Tiga kecenderungan pemikiran tercermin
dari pidato-pidato dan statement-statement Mustafa Kemal. Kadang-kadang dia
banyak menggunakan terminologi Islam, untuk menyakinkan rakyat bahwa Islam itu
sesuai dengan nasionalisme. Di beberapa tempat, ia menyampaikan ide-idenya
sebagai seorang nasionalis sekuler dengan kemiripan yang dekat dengan teori
nasionalisme Turki yang diajukan oleh Ziya Gokalp. Di sebagian besar dari pidato-pidatonya
yang akhir, ia menunjukkan garis pikiran yang positif dan radikal. Dua
kecenderungan yang pertama Nampak dalam pidato-pidatonya sebelum ia mengambil
kekuasaan diktatorial. Sedang kecenderungan yang ketiga tampak pada penjelasan
dan justifikasi dari reformasinya yang dilaksanakan dengan bantuan kekuatan
yang luar biasa dari tentara. Ada tendensi untuk membanggakan jiwa nasionalisme
Turki dan untuk memuaskan ego bangsanya.[11]
D.
Pemikiran
Mustafa Kemal Tentang Modernisme
Peradaban menurut Mustafa Kemal berarti
peradaban Barat. Tema sentral dari pandangannya tentang pembaratan adalah bahwa
bangsa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam segala tindaklakunya. Segala
sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan ini harus ditinggalkan. Ia menolak ide sintesis
antara peradaban Barat dan peradaban Timur. Sejak dari permulaanya Turki harus
menerima peradaban Barat. Kebijaksanaan ini mengharuskan adanya perubahan
kultural secara paksa, yang ia prakarsai melalui reformasi-reformasinya. Adalah
kewajiban bagi orang-orang Turki yang berpendidikan untuk kerja menciptakan
cita-cita yang ia paparkan didepan bangsanya. Cita-cita itu adalah untuk
berbaris sepanjang peradaban Barat, setelah memutuskan sama sekali dengan masa
lalu, dan berusaha menciptakan peradaban yang lebih tinggi dri peradaban Barat.[12]
Ia mempunyai kepercayaan yang kuat pada
saintisme, bahwa kemajuan hanya bisa diperoleh dengan perantara sains dan
teknologi. Namun penggunaan sains dan teknologi dapat membawa kepada kemajuan,
juga kepada kemuduran.[13]
Ide Mustafa Kemal menghapuskan
kekhalifahan diikuti dengan keterangan-keterangan radikal seperti terdapat dalam
kutipan pidatonya ”kekhalifahan adalah merupakan dongeng dari masa lalu yang
bagaimanapun juga tidak mempunyai tempat dalam abad kita ini”.[14]
Keputusan penghapusan kekhalifahan itu
menimbulkan reaksi yang sungguh serius di Turki dan seluruh dunia Islam. Tetapi
merupakan sebuah kemenangan besar bagi rezim Kemalis, yang memudahkan
reformasi-reformasi kemudian. Namun dalam konteks sejarah dunia, penghapusan
kekhalifahan merupakan kemenangan besar dari negara Barat terhadap dunia Islam. Ia menunjukkan
permulaan era baru dalam politik dunia, dimana keunggulan negara-negara Barat
yang besar dipastikan memainkan peranan sangat penting, dan dunia Islam
kehilangan pusat spiritualnya dan titik berpegangnya yang ada eksistensinya
selama lebih dari tigabelas abad.[15]
Tetapi sebelum menjadi negara sekuler,
Mustafa Kemal telah mulai menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam
pemerintahan. Di tahun 1924 Biro Syaikh al Islam dihapuskan. Perkawinan bukan
lagi menurut syariat tetapi menurut hukum sipil. Wanita mendapat hak cerai yang
sama dengan kaum pria. Ditahun 1924 dikeluarkan pula Undang-undang Penyatuan
Pendidikan dan berdasar undang-undang ini, seluruh sekolah-sekolah diletakkan
di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan. Selanjutnya pendidikan agama
ditiadakan di sekolah-sekolah, di daerah perkotaan pada tahun 1930 dan di
daerah pedesaan pada tahun 1933. pelajaran bahasa Arab dan Persia yang terdapat
dalam kurikulum sekolah sebelumnya dihapuskan di tahun 1928. Di tahun ini juga
tulisan Arab ditukar dengan tulisan
latin.[16]
Westernisasi dan sekularisasi diadakan
bukan hanya dalam bidang institusi, tetapi juga dalam bidang kebudayaan dan
adat istiadat. Pemakaian Tarbus dilarang pada tahun 1925 dan sebagai gantinya
dianjurkan pemakaian topi Barat. Pakaian keagamaan juga dilarang dan rakyat
Turki harus mengenakan pakaian Barat, baik
pria maupun wanita. Di tahun 1935 dikeluarkan pula undang-undang yang
mewajibkan warga negara Turki mempunyai nama belakang. Hari cuti resmi mingguan
diubah dari hari Jumat menjadi hari minggu.[17]
Puncak dari program pembaratan Mustafa
Kemal terjadi pada tahun 1934, yang terekam dalam kutipan pidatonya. Ia
mengumunkan “Bagaimanapun juga kita semua ini adalah bangsa Barat. Dengan
peradaban kita yang tua yang menguasai dunia lama, kita akan berjalan sepanjang
jalan yang dilalui oleh peradaban modern, bukan hanya begitu saja, tetapi
setelah memutuskan semua belenggu, dan kita bahkan mencapai, berusaha untuk
mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi.....”.[18]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mustafa
Kemal merupakan Presiden Pertama Republik Turki yang dikenal dengan Bapak
Bangsa Turki, sehingga mendapat gelar Ataturk. Ia lahir di Salonika tahun 1881,
anak dari Ali Riza Efendi, seorang tukang kayu dan juga pensiunan pegawai
pabean. Mustafa Kemal menempuh pendidikan tingginya di Sekolah Latihan Militer
di Monastir. Akan tetapi tidak berhenti menjadi seorang tentara saja, ketertarikannya
terhadap politik dan keikut campurannya terhadap dunia politik membuat ia
diasingkan di Syria bersama seorang temannya yaitu Ali Fethi.
Pemikirannya
tentang Islam di Turki, baginya Islam adalah agama yang rasional dan perlu bagi
umat manusia. Akan tetapi agama rasional ini telah di rusak oleh tangan
manusia. Ia tidak pernah menyerang Islam. Baginya Al Qur’an perlu
diterjemahakan ke dalam bahasa Turki, khutbah juga harus disampaikan kedalam
bahasa Turki, agar dapat dimengerti dan Adzan juga harus di lafalkan dengan
bahasa Turki.
Pandangannya
tentang Nasionalisme, ia bisa dikatakan melanjutkan pemikiran dari Ziya Gokalp.
Akan tetapi Mustafa Kemal bisa dibilang lebih radikal dari Ziya Gokalp. Ia ingin
membangkitkan nasionalisme Turki bukan dari semangat keislaman, akan tetapi
semangat nasionalisme dari suku Oghus yang merupka cikal bakal dari bangsa
Turki. Mustafa Kemal tidak menghendaki pemerintahan Sultan yang absolut akan
tetapi lebih kepada pemerintahan demokrasi parlementer, dan ia juga menghilangkan
klausul bahwa agama Turki adalah Islam.
Pandangannya
tentang Modernisme, lebih difokuskan kepada meniru kepada peradaban Barat.
Bukan hanya dari sains dan teknologinya, tapi juga segala tindak laku orang
Barat, baik positif maupun negatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. 1994. “Islam dan Sekularisme di Turki Modern” . Jakarta: Djambatan.
Nasution,
Harun. 2003. “Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan”. Jakarta: PT Bulan Bintang.
[1] Mukti Ali, Islam dan Sekularisme
di Turki Modern. (Jakarta: Djambatan, 1994) hlm. 72.
[2] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. (Jakarta: PT Bulan Bintang,
2003) hlm. 134.
[3] Ibid., hlm. 135.
[4] Ibid., hlm. 137.
[5] Ibid., hlm. 144-145.
[6] Mukti Ali, Islam dan Sekularisme,
hlm. 99-100.
[9] Mukti Ali, Islam dan Sekularisme,
hlm. 87.
[12] Mukti Ali, Islam dan Sekularisme,
hlm. 91-92.
[13] Ibid., hlm. 97.
[14] Ibid., hlm. 100.
[15] Ibid., hlm. 103.
[16] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam, hlm. 143-144.
[17] Ibid., hlm. 144.
[18] Mukti Ali, Islam dan Sekularisme,
hlm. 103.
0 komentar:
Post a Comment