BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Historiografi
berkembang dalam waktu yang berbeda di berbagai tempat di dunia. Historiografi
juga berkembang secara unik di masing-masing tempat, tak terkecuali di
Indonesia. Di Benua Eropa, Historiografi telah muncul dan berkembang mulai dari
abad ke-8 sebelum Masehi, sedangkan di belahan bumi lainnya seperti Asia
Tenggara, baru muncul Historiografi sederhana 13 abad setelahnya.[1]
Historiografi di Asia Tenggara pun tidak muncul dari dalam melainkan melalui
pengaruh Hindu-Buddha dari India. Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara
juga menerima pengaruh tersebut.
Sejak
awal abad Masehi sebenarnya orang Koromandel India telah masuk ke Nusantara,
namun secara jelas barulah tahun 400an Masehi (awal abad 5 M) terdapat bukti
tulisan pada batu (Prasasti) di Kutai sebagai prasasti kerajaan Hindu.[2]
Dari prasasti itulah babak sejarah di Indonesia dimulai, zaman praaksara telah
berganti pada zaman aksara. Tulisan tertua tersebut yang menjadi titik awal
sejarah kepenulisan di Indonesia. Tulisan sejarah pada masa selanjutnya
berkembang dalam berbagai bentuk di berbagai tempat di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan historiografi Indonesia masa
tradisional?
2. Apa
saja jenis-jenis historiografi Indonesia masa tradisional dan
sumber-sumber sejarah yang digunakan
dalam penulisan?
3.
Apa
saja contoh historiografi Indonesia masa tradisional?
Pada masa awal perkembangan
Historiografi di Indonesia, secara umum karya historiografi pada masa itu
mendapat pengaruh dari India. Prasasti Kutai Kartanegara yang berasal dari awal
tahun 400 Masehi sebagai titik awal sejarah Historiografi di Indonesia menjadi
bukti bahwa pengaruh India sangat kental. Bahasa yang dipakai dalam prasasti
ini adalah bahasa Sansekerta,[3]
yang merupakan bahasa klasik India.[4]
Huruf yang digunakan dalam prasasti juga berasal dari India, yaitu huruf
Pallawa, yang sekitar tahun 400 Masehi digunakan di India selatan.[5]
Selain prasasti Kutai yang ada di Kalimantan, ada juga prasasti Tarumanegara
yang ciri-cirinya tidak jauh beda dengan prasasti Kutai, prasasti ini ditemukan
di Bogor.[6]
Di Sumatra juga ditemukan prasasti dari Kerajaan Sriwijaya bernama Prasasti
Kedukan-Bukit, yang bertuliskan tahun 605 S (saka) atau 683 M.[7]
Jika 2 prasasti awal yaitu Kutai dan Tarumanegara menggunakan bahasa
Sansekerta, prasasti Kedukan-Bukit berbahasa Melayu Kuno.[8]
Hasil penulisan sejarah yang
ditemukan di tiga pulau besar di Indonesia yakni Kalimantan, Jawa, dan Sumatra
masih sederhana dan bersifat subjektif. Prasasti Kutai misalnya, isinya
membicarakan silsilah raja Mulawarman, upacara di istana, pujian terhadap
Mulawarman, dan kebaikan-kebaikannya. Pada prasasti Tarumanegara, sang raja
Purnawarman digambarkan sebagai raja yang terhormat bahkan dianggap sebagai
titisan dewa Wisnu.[9]
Lain halnya dengan dua prasasti sebelumnya, prasasti Kedukan-Bukit milik
kerajaan Sriwijaya memiliki kelebihan. Prasasti ini telah menunjukkan adanya
kronologi sejarah. Hal ini dibuktikan dengan isinya yang mengisahkan tentang
kemenangan kerajaan Sriwijaya (tidak jelas menang melawan siapa) pada 605 S/683
M dengan penjelasan jumlah tentara dan waktu pemberangkatan pasukan armada laut
dan darat.[10]
B. Historiografi
Kitab Hindu-Buddha
Historiografi kitab di Indonesia
mulai dapat dideteksi pada akhir abad ke-10 M di Pulau Jawa, lebih tepatnya
pada tahun 996 M di Kerajaan Mataram Jawa Timur (wangsa
Isana). Kitab ini bernama Wirataparwwa, berbahasa Jawa Kuno.[11]
Kitab lain yang menceritakan keberadaan Mataram di Jawa Timur adalah Kitab
Arjunawiwaha (939 S/1017 M).[12]
Masih dari daerah Jawa Timur, tepatnya kerajaan Singhasari terdapat kitab yang
bernama Pararaton yang ditulis pada abad XV M.[13]
Selain itu ada juga Naskah Carita Parahyangan yang
berasal dari abad XVI, yang menjadi rujukan beberapa sejarah kerajaan di Jawa
dan Bali.[14]
Tulisan-tulisan
sejarah yang berupa kitab di paragraf sebelumnya merupakan bukti sejarah yang
masih sangat sederhana dan kental akan nuansa kingship (raja sentris).
Seperti pada kitab Arjunawiwaha yang memiliki arti (Pernikahan Arjuna), berisi
tentang riwayat raja Airlangga.[15] Begitu juga kitab
Pararaton yang menceritakan kisah hidup raja Ken Arok.[16] Berbeda dengan
kitab-kitab lainnya, Carita Parahyangan menurut Poerbatjaraka (baca:
Purbacaraka) cukup berbobot sebagai sumber sejarah, perpindahan pusat kerajaan
pun dijelaskan secara rinci dalam Carita Parahyangan.[17]
C. Historiografi Islam
Historiografi
Islam di Indonesia sejalan dengan munculnya kerajaan Islam pertama yakni
Kerajaan Samudera Pasai. Hasil penulisan sejarah mengenai kerajaan ini adalah Hikayat
Raja-Raja Pasai, dan Hikayat Melayu.[18] Hikayat Raja-Raja Pasai, dan Hikayat Melayu menurut Russel Jones
ditulis pada sekitar abad XIV M.[19] Menurut J. C. Bottoms,
sumber untuk penulisan sejarah Islam Melayu sangat sedikit. Selain dua Hikayat
yang disebutkan di atas, ada Bustan as Salatin, Hikayat Aceh, Sha’eer
Speelman dll. Sedangkan sumber yang ada di Jawa ada Babad Tanah Jawi,
Babad Petjina, Babad Giyanti, Babad Diponegoro, Serrat Centini, dll.[20]
Historiografi
Islam Indonesia Tradisional adalah karya sastra klasik berbahasa Melayu dan
terdapat percampuran dengan bahasa Arab. Secara umum karya Hostoriografi Islam
Indonesia berbentuk Haba, Hikayat, Kisah, dan Tambo. Hamka
mengatakan bahwa penulisan sejarah tersebut banyak terpengaruh mitos dan
legenda.[21]
Mitos dan legenda di sini bukanlah mitos dewa seperti yang ada pada kebudayaan
Hindu-Buddha, namun lebih ke penokohan Islam seperti Sunan Kalijaga yang
memilik kesaktian yang sebenarnya tidak bisa diukur kebenarannya dengan
rasionalitas.
BAB. III
JENIS-JENIS HISORIOGRAFI INDONESIA MASA TRADISIONAL DAN SUMBER-SUMBER SEJARAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENULISAN
JENIS-JENIS HISORIOGRAFI INDONESIA MASA TRADISIONAL DAN SUMBER-SUMBER SEJARAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENULISAN
Untuk memahami historiografi Indonesia, perlu diketahui beberapa
macam historiografi Indonesia. Secara garis besar, historiografi Indonesia
terbagi dalam tiga macam yang dibedakan berdasarkan waktu, ciri-ciri dan jenis
sejarah yang dihasilkan. Macam-macam historiografi Indonesia adalah historiografi
tradisional, kolonial, dan modern. Adapun jenis-jenis yang ada dalam
historiografi tradisional adalah sebagai berikut :
A.
Historiografi Tradisional Kuno
1.
Merupakan
Hasil Terjemahan Kebudayaan Hindu
Kitab Ramayana yang dikarang oleh
Walmiki merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari penyebaran agama
Hindu-Budha dari India yang sampai ke Indonesia. Akibat lain yang ditimbulkan
adalah munculnya pengaruh hasil-hasil kebudayaan yang bisa dilihat dengan
banyaknya kitab-kitab dari India yang diterjemahkan dalam bahasa setempat (Jawa
Kuno) seperti kitab Mahabarata dan Ramayana.
2.
Bersifat
Religiomagis
Dalam lingkungan sosio-kultural dari
historiografi tradisional pada cerita sejarah terdapat kekuatan religio-magis.
Kekuatan magis tersebut merupakan prinsip-prinsip penggerak sejarah, seperti wahyu nurbuat. Maka jelaslah bahwa
kausalitas historis dikembalikan pada kekuatan supranatural, sehingga
historiografi belum sepenuhnya terlepas dari kosmogoni.[22]
3.
Meneguhkan
Dinasti atau Memperkuat Legitimasi
Penulisan
ini berisi tentang catatan keluarga yang keturunannya memperoleh keberhasilan
dalam hidupnya dan menjadi sebuah kebanggaan keluarga dalam jenis penulisan
babad.[23]
Mataram untuk melegitimasi kedudukannya sebagai pengganti Demak dan Pajang
menciptakan Genealogi yang disebut sejarah panengen (silsilah kanan)
yang mengacu pada nabi-nabi dan sejarah pangiwa (silsilah kiri) yang
mengacu pada dewa-dewa.[24]
4.
Bersifat
Kratonsentris
Historiografi tradisional
mencerminkan sejarah yang dihasilkan keraton, yang umumnya disebut sejarah
ofisial (sejarah resmi) yang memuat versi yang telah dikanonisasikan oleh pihak
yang berkuasa, contohnya yaitu Babad Tanah Jawi. Karya kanon ini dilingkari
oleh karya-karya berbentuk folklor yang berversi-versi.
B.
Historiografi Tradisional Tengah
Historiografi
yang dihasil umumnya berupa kidung dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Bersifat
Etnosetris
Historiografi ini lebih
banyak berbicara tentang masalah-masalah local dan peranan
suatu golongan atau masyarakat. Historiografi
ditulis berdasarkan sudut pandang suku atau kebudayaan tertentu. Contohnya
kidung-kidung yang dihasilkan sebagai hasil penulisan sejarah semuanya
berbentuk khas Jawa.
2. Bersifat
Naratif Konsepsional
Isi historiografi bersifat narasi sehingga ceritanya
bersifat subjektif meskipun masih berdasar pada fakta-fakta yang ada. Narasi
merupakan pengait bagi genealogi dalam sebuah teks. Teks tersebut pada dasarnya
ialah sejarah bagi keluarga yang genealoginya dipasangkan dalam teks.[25]
3. Bersifat
Nonofficial
Historiografi
ini bertujuan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang norma-norma
kebaikan dan kepahlawanan.
C.
Historiografi Tradisional Baru
Ciri-ciri historiografi tradisional
baru adalah sebagai berikut :
1.
Unsur-unsurnya Bergaya Islam Jawa (Mitologis)
Mitologis akan menjawab pertanyaan
bagaimana sesuatu itu dapat terjadi. Memuat tindakan-tindakan bukan dari
manusia, tetapi dari dewa-dewa, jadi merupakan teogoni dan kosmogoni
yang menerangkan kekuatan-kekuatan alam dan mempersonifikasikan sebagai dewa.
Mitos berfungsi membuat masa lampau bermakna dengan memusatkan bagian-bagian
masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan berlaku secara umum, maka tidak ada
masalah kronologi.[26] Contohnya adalah
Nagarakartagama karya Prapanca, karya tersebut sudah megalami naturalisasi yang
tinggi. Isinya tidak hanya mitos namun juga membicarakan tentang kehidupan
Hayam Wuruk dalam bahasa masa kini dengan keanekaragaman aspek kebudayaan.[27]
2.
Bersifat Kronologi
Kronologi merupakan benih sejarah yang berpusat pada
tindakan manusia, meskipun masih merupakan susunan kosmis kejadian-kejadian,
baik yang alamiah maupun yang super-alamiah.
Hal-hal yang pokok dalam cerita sejarah yaitu adanya batasan waktu dan
urutan kejadian seperti dalam Babad Tanah
Jawi dan Serat Jangka Jayabaya
pada urutan kerajaan-kerajaan dan periode berdirinya kerajaaan-kerajaan itu. Kronologi tidak membentangkan
sebab-musabab, maka tidak ada cerita yang kontinu di dalamnya.[28]
3. Bersifat Feodalistik
Ceritanya
berkisar kejadian disekitar kraton sehingga peristiwa yang sama sekali tidak
berhubungan dengan kraton tidak disinggung. Hal ini dikarenakan orang-orang
yang menulisnya adalah orang yang bekerja pada kraton atau biasa
disebut pujangga.
BAB. IV
CONTOH HISTORIOGRAFI INDONESIA MASA TRADISIONAL
CONTOH HISTORIOGRAFI INDONESIA MASA TRADISIONAL
A.
Babad
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, babad berarti kisah berbahasa Jawa, Bali, Sunda, Sasak,
dan Madura yang berisi tentang peristiwa
sejarah. Babad dalam bahasa Jawa berarti membersihkan atau menebang pepohonan,
maksudnya adalah membuka suatu wilayah yang kemudian dijadikan kerajaan. Oleh
karena itulah babad biasanya berbentuk kronik yang menceritakan tentang
asal-usul suatu daerah atau kerajaan. Babad merupakan karya sastra berbentuk sajak yang di dalamnya terkandung
mitos dan fiktif tetapi tetap terdapat unsur historis yang dapat dilihat dari
cerita tentang sejarah suatu kerajaan, tentang tokoh-tokoh, maupun tentang
kejadian masa lampau.
Pemakaian
istilah babad dalam suatu karya lebih dikenal oleh masyarakat Jawa, oleh karena
itu, kebanyakan babad menceritakan tentang wilayah yang ada di Jawa. Karena
berisi tentang sejarah, maka babad dapat dijadikan sebagai sumber sejarah,
namun harus diteliti secara cermat, karena banyaknya penggunaan mitos dan hal
fiktif dalam penulisannya.[29]
Contoh karya babad adalah Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Demak, Babad
Majapahit, dan lain-lain.
B.
Hikayat
Kata
hikayat berasal dari bahasa Arab, hikayah artinya kisah, cerita, atau dongeng.
Hikayat merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita,
undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, dan sejarah. Tujuannya
untuk pembangkit semangat, pelipul lara, atau untuk meramaikan pesta. Hikayat
pada dasarnya sama seperti babad, yaitu sebagai karya sastra berisi unsur
historis. Namun istilah hikayat lebih dikenal oleh masyarakat Melayu dan
ceritanya didominasi oleh unsur-unsur Islam walaupun penggunaannya tidak hanya
di Melayu saja. Contoh hikayat adalah Hikayat Hang Tuah, berisi tentang
keutamaan seorang bernama Hang Tuah yang berhasil menjadi seorang perwira,
seorang laksamana, dan menjadi orang besar.
C.
Tambo
Kata Tambo
berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu tambe atau tambay yang artinya bermula
atau asal usul sesuatu. Tambo adalah uraian sejarah tentang suatu daerah yang
sering bercampur dengan dongeng. Tambo secara garis besar sama seperti hikayat
dan Babad, yang membedakan hanya penggunaan istilah saja. Tambo biasanya
digunakan di tanah Melayu, terutama Sumatera Barat. Namun adapula tambo yang
berasal dari daerah Bengkulu. Contoh karya tambo adalah Tambo Minangkabau yang
berisi tentang asal-usul daerah, silsilah para raja, batas wilayah, dan adat
dalam masyarakat Minang, ditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa, dan Tambo
Bengkulu, yang berisi tentang asal-usul serta adat masyarakat Bengkulu.[30]
D.
Lontara
Lontara
adalah naskah yang ditulis di atas daun lontar. Istilah lontara merupakan
istilah dari masyarakat Bugis yang menulis tentang adat dan kebudayaan mereka
di atas daun lontar menggunakan aksara Bugis yang sering disebut sebagai aksara
Lontara. Contoh karya Lontara adalah Lontara Kutika yang banyak berisi tentang
ketentuan adat Bugis dan ramalan-ramalan kehidupan masyarakat Bugis.
E.
Legenda
Kata
legenda berasal dari bahasa Latin, Legere yang berarti cerita rakyat. Legenda
dalam KBBI berarti cerita rakyat zaman dahulu yang ada hubungannya dengan
sejarah. Contoh legenda adalah kisah Sangkuriang yang berhubungan dengan asal
muasal Gunung Tangkuban Perahu.
F.
Serat
Serat
adalah salah satu bentuk karya kesusasteraan Jawa yang merupakan saduran dari
bahasa Jawa Kuno, dialihkan ke dalam bahasa Jawa Modern. Dalam serat,
diceritakan mengenai peristiwa masa lalu, namun tetap tidak lepas dari unsur
mitos. Bahkan terkadang dalam serat terdapat unsur eskatologis. Contoh karya
berbentuk serat adalah Serat Pararaton yang menceritakan tentang Ken Arok dan
silsilah Kerajaan Majapahit, dan Serat
Jangka Jayabaya, yang berisi tentang kronik Kerajaan Kediri, dan ramalan
tentang apokalips yaitu akhir dunia.[31]
G.
Suluk
Istilah
suluk mempunyai beberapa pengertian. Pengertian pertama, suluk merupakan ajaran
tasawuf dalam Islam yang artinya jalan atau cara, maksudnya adalah cara
mendekatkan diri kepada Tuhan secara batin. Pengertian kedua adalah suluk
merupakan suatu karya sastra Islam kejawen berbentuk puisi yang berisi tentang
aspek ajaran Islam, terutama tasawuf. Sedangkan pengertian ketiga adalah sebuah
karya kesusasteraan Jawa yang berisi tentang permasalahan Islam berbentuk
dialog antara dua orang. contoh karya suluk adalah Suluk Malang Sumirang dan
Suluk Sukarsa.
H.
Kidung
Kidung
adalah karya sastra Jawa masa pertengahan, berbentuk tembang atau puisi yang berisi
tentang kisah kehidupan dan gambaran realitas suatu masyarakat. Isi dari kidung
sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa masa pertengahan. Contoh kidung adalah
Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, dan Kidung Sunda.[32]
Baca Juga : Semua Refrensi ada Di Kumpulan Makalahku
BAB. V
PENUTUP
Kesimpulan
Di Indonesia,
Historiografi muncul sejalan dengan munculnya kepenulisan pertama. Kepenulisan
inilah yang menandai awal dari zaman aksara, yang pada saat itu berbentuk
prasasti. Prasasti sebagai tulisan awal Indonesia dipengaruhi budaya India.
Kebudayaan yang digambarkan dalam prasasti juga kental akan nuansa India.
Perkembangan selanjutnya naskah mulai berkembang mewarnai Historiografi
Indonesia.
Corak dari
jenis-jenis Historiografi Indonesia secara umum belum menunjukkan metodologi
dalam penulisannya. Pola-pola Historiografi yang berpusat pada kekuasaan &
agama mendominasi Historiografi Tradisional Indonesia. Hasil Historiografi
Tradisional Indonesia adalah Babad, Legenda, Serat, Suluk, dan Kidung, yang
juga belum menggunakan metodologi kepenulisan sejarah.
Daftar Pustaka
Kartodirjo,
Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu
Alternatif. Jakarta: PT Gramedia.
Kartodirdjo,
Sartono. 2014. Pemikiran dan Perkembangan
Historiografi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Poerbatjaraka.
1951. Riwayat Indonesia. Jakarta: Yayasan Pembangunan.
Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional Indonesia
Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Priyadi,
Sugeng. 2015. Historiografi Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Yatim,
Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Yakub,
M. 2013. Historiografi Islam Indonesia Perspektif Sejarawan Informal. Dalam
MIQOT, Vol. XXXVII No. 1 Januari-Juni 2013.
Fitri Kusumadewi, Historiografi Islam Indonesia abad 14-19, dalam www.fitrikusumadewi2011.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 21.43 WIB.
Yofi
Sastra, Pengertian Kidung, dalam www.sinaujawani.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-kidung,
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 18.49 WIB.
Anonim.
T.t. Pengertian Tambo. Dalam www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-tambo-dan-contohnya/,
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 15.02 WIB.
Sri
Mulyani N. T.t.. Hikayat Raja-Raja Pasai. Dalam srimulyaninasution.wordpress.com/literature/hikayat-raja-raja-pasai/, pada 11
November 2017, pukul 17:20 WIB.
Anonim. 2012. Historiografi Indonesia Tradisional.
Dalam www.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul
13.19.
[1] ...telah
ditemukan tujuh buah yupa, dan masih ada kemungkinan beberapa buah yupa
yang belum ditemukan sampai saat ini. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan
di Kaltim, yang mula-mula ditemkan adalah empat buah yupa saja, namun
kemudian terdapat tiga lagi. Huruf yang dipahatkan pada yupa itu berasal
dari awal abad V masehi,.... Lihat: Marwati dan Nugroho, Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II (Balai Pustaka: Jakarta, 1992), hlm. 31.
[4] Anonim, t.t, Bahasa
Sansekerta, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sansekerta, diakses pada
10 November 2017, Pukul 21:52 WIB.
[5]
Poerbatjaraka, Riwayat, hlm. 8.
[8]
Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 54.
[9]
Poerbatjaraka, Riwayat, hlm. 9-12.
[11]
Marwati, dan Nugroho, Sejarah, hlm. 170.
[19] Dikutip
dari: https://srimulyaninasution.wordpress.com/literature/hikayat-raja-raja-pasai/, pada 11 November 2017, pukul 17:20 WIB.
[20] Fitri
Kusumadewi, Historiografi
Islam Indonesia abad 14-19,
dalam www.fitrikusumadewi2011.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 21.43 WIB.
[21] M. Yakub, Historiografi
Islam Indonesia Perspektif Sejarawan Informal, Vol. XXXVII No. 1
Januari-Juni 2013, hlm. 160.
[22]
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), hlm. 22
[26]
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan
Perkembangan Historiografi Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014),
hlm. 20
[28] Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), hlm. 21.
[29] Anonim,
Historiografi Indonesia Tradisional dalam www.kompasiana.com. diakses pada
tanggal 11 November 2017 pukul 13.19.
[30] Anonim, Pengertian Tambo,
dalam www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-tambo-dan-contohnya/,
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 15.02 WIB.
[31] Sartono kartodirjo,
pemikiran dan perkembangan historiografi indonesia : suatu alternatif, PT
Gramedia :Jakarta, 1982, hlm. 17.
[32]Yofi
Sastra, Pengertian Kidung, dalam www.sinaujawani.blogspot.co.id/2016/01/pengertian-kidung,
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 18.49 WIB.
0 komentar:
Post a Comment