Ilmu
filologi Yunani lama merupakan ilmu penting yang menyajikan kebudayaan Yunani
lama yang tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai
sumber dari segala ilmu pengetahuan, namun tidak hanya berpengaruh dalam dunia
barat tetapi juga kawasan timur tengah, Asia dan asia Tenggara, dan kawasan
Nusantara. Ilmu filologi pun berakar pada kebudayaan Yunani kuno.
A. Filologi di Eropa
Ilmu filologi berkembang di kawasan
kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika pantai utara.
1.
Awal Pertumbuhannya (3 SM – 4 M)
Awal kegiatan filologi di kota
Iskandaria oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 S.M. dengan membaca naskah Yunani
lama yang mulai ditulis pada abad ke-8 S.M. dalam huruf Yunani kuno (Huruf
bangsa Funisia). Naskah itu berkali-kali disalin sehingga mengalami perubahan
dari bentuk aslinya.
Para penggarap naskah-naskah itu
dikenal dengan ahli filologi, di cetus oleh Eratosthenes. Para ahli filologi
memiliki ilmu yang luas karena dalam memahami isi naskah perlu mengetahui
huruf, bahasa, dan ilmu yang dikandungnya. Dan kemudian menuliskannnya kembali
sehingga dapat diketahui oleh masyarakat pada waktu itu.
Metode yang digunakan untuk menelaah
naskah dikenal dengan ilmu filologi. Metode taraf awal berkembang dari abad ke
abad hingga kini. Para ahli menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani lama yang
dikenal dengan aliran Iskandariyah.
Naskah yang ditulis oleh para budak
belian yang diperdagangkan di sekitar laut tengah ini bertujuan untuk kegiatan
perdagangan. Namun sering terjadi penyimpangan karena tidak memiliki kesadaran
terhadap nilai keotentikan naskah lama. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan
yang musti dilakukan oleh ahli filologi. Kerusakan atau kekorupan bahasa
terjadi karena ketidaksengajaan, bukan ahli dalam ilmu yang ditulis, atau karena
keteledoran penyalin.
Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam
kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan, berpusat di
kota Roma dengan melanjutkan filologi Yunani (meneruskan mazhab Iskandariyah)
yang tetap menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunanai tetap digunakan. Pada
abad ke-1 perkembangan tradisi berupa pembuatan resensi terhadap naskah
berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan
Romawi Barat dan Romawi Timur. Dan mempengaruhi perkembangan filologi
selanjutnya.
2.
Filologi di Romawi (3 M – 4 M)
a.
Filologi di Romawi Barat (3 M): Penggarapan di arahkan kepada naskah-naskah dalam bahasa
latin yang berupa puisi dan prosa, sejak abad ke-3 telah digarap secara
filologi. Bahasa latin menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Adapun telaah naskah
keagamaan yang dilakukan oleh pendeta dan berakibat pada naskah Yunani yang
mulai ditinggalkan, bahkan dipandang naskah yang berisikan paham jahiliyah
sehingga terjadi kemunduran.
b.
Filologi di Romawi Timur: Telah muncul pusat-pusat teks Yunani, misalnya di
Antioch, Athena, Iskandariyah, Beirut, Konstaninopel, dan Gaza. Selanjutnya
berkembang menjadi perguruan tinggi. Dalam periode itu mulailah muncul tafsir
pada tepi halaman naskah, disebut dengan scholia.
c.
Filologi di Zaman Renaisan (13 M – 16 M): Renaisans di mulai dari Italia pada abad ke-13, menyebar
ke negara Eropa lainnya dan berakhir pada abad ke-16. Dalam arti sempit
renaisan adalah periode yang di dalamnya kebudayaan klasik diambil lagi sebagai
pedoman hidup; dan dalam arti luas adalah periode yang di dalamnya rakyat
cenderung kepada dunia Yunani klasik atau kepada aliran humanisme . Pada abad
ke-15 jatuhnya kerajaan Romawi Timur ke tangan bangsa Turki dan ahli filologi berpindah
ke Eropa Selatan (Roma). Penemuan mesin cetak di Gitenberg (Jerman)
menyebabkan perkembangn baru dalam bidang filologi. Di Eropa, filologi
diterapkan untuk telaah naskah lama nonklasik. Abad ke-19 ilmu bahasa atau
linguistik berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari ilmu
filologi. Pada abad ke-20 pengertian filologi di Eropa daratan tetap seperti
semula ialah telaah teks klasik, sedangkan di kawasan Angiosakson berubah
menjadi linguistik.
B. Filologi di Kawasan Timur
Tengah (4 M)
Sejak abad ke-4 kota di Timur Tengah
memiliki pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani,
seperti Gaza, Belrut, Edessa, dan Antioch. Abad ke-5 dilanda perpecahan
gerejani maka para ahli filologi berpindah ke kawasan Persia. Dalam lembaga ini
naskah Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Siria dan bahasa Arab. Kota Harra
di Mesopotamia pernah menjadi pusat studi naskah Yunani, penduduknya yaitu
Sabean, suku yang tergolong kuno dan mahir dalam bahasa Arab.
Zaman dinasti Abasiyah, dalam
pemerintahan khalifah Mansur (754-775), Harun Alrasyid (786- 775), dan Makmun
(809-833). Puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani ada dalam pemerintakahn
Makmun.
Sebelum kedatangan agama Islam Persia
dan Arab memiliki karya yang terbilang mengagumkan misalnya Mu’allaqat dan Qasidah.
Kegiatan meluas ke kawasan luar Negara Arab setelah Islam berkembang serta mistik
Islam berkembang dengan maju di Persia, abad ke-10 hingga abad ke-11. Meluasnya
kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia pada abad ke-8 hingga abad
ke-15 menyebabkan ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap oleh bangsa Arab
kembali masuk ke Eropa dengan baju Islam. Abad ke-17 telaah teks klasik Arab
dan Persia di eropa telah dipandang mantap, di Cambridge dan Oxford. Dan abad
ke-18 didirikan pusat studi kebudayaan ketimuran oleh Sivester de Sacy dengan
nama Ecole des Langues Orientales Vivantes. Sehingga lahirlah ahli orientalis
Eropa, yaitu Etienne Qutremere (1782-1857), De Slane, De Sacy (bapak para
orientalis di Eropa).
C. Filologi di Kawasan Asia: India
India adalah bangsa yang dipandang memiliki
cukup dokumen peninggalan masa silam seperti prasasti dan naskah-naskah. Kontak
langsung dengan bangsa Yunani ada pada zaman Raja Iskandar Zurkarnain yang
mengadakan perjalanan sampai ke India pada abad ke-3 S.M. daerah Gadhara
terdapat seni patung, bukti dari pengaruh Yunani. Patung Buddha yang dipahat
seperti patung Apollo. Perpaduan antar budaya Yunani, Hindu, Buddha, dan Jaina
dinamakan kebudayaan Gadhara, dan mencapai puncaknya pada zaman raja Kaniska
Kusana (ke-78 – 100).
Abad ke-1 terjadi kkontak antara India
dan Cina. Ada pula yang menterjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina,
yaitu Fa-hian, Hiuen-tsing, dan I-tsing. Kontak India dengan bangsa Persi
lebih awal dari bangsa-bangsa sebelumnya. Namun hubungan itu belum
memberikan informasi yang mantap. Masuknya karya sastra India Pancatantra yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Persi. Alberuni, seorang Arab-Persi, pernah
mengunjungi India pada tahun 1030 dan mempelajari naskah-naskah India untuk mengetahui
kebudayaan bangsa itu.
1. Naskah-naskah India Kesusastraan Weda (kitab suci agama Hindu), kitab
suci Brahmana, kitab Aranyaka, dan kitab Upanisad.
2.
Telaah Filologi dari Naskah-naskah India
Sampai
pertengahan abad ke-19 telah banyak dilakukan telaah terhadap karya sastra
klasik India. Dengan telah dilakukan studi terhadap weda dan kitab-kitab agama Buddha
lainnya dari segi materi perkembangan filologi di India telah dipandang
lengkap. Semenjak tahun1850 banyak dilakukan kajian terhadap sastra klasik
India secara ilmiah, dan diterbitkan sejumlah naskah dengan kritik teks.hingga
pada awal abad ke-20 daftar tersebut sudah meliputi beribu-ribu naskah.
D. Filologi di Kawasan Nusantara
Kawasan Nusantara terbagi dalam banya
kelompok etnis, memiliki bentuk kebudayaan khas, tanpa meninggalkan sifat
kekhasan budaya Nusantara.
1.
Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat Hasrat mengkaji naskah Nusantara timbul dengan kehadiran
bangsa barat abad ke-16. Yang mengetahui pertama naskah lama adalah para
pedagang. Dan maraknya perdagangan naskah kuno. Peter Floris dan Pieter Wilemsz
van el binck adalah seseorang bergerak dalam perdaangan naskah kuno. Di zaman
VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa
Melayu.
2.
Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil Sesuai dengan teori filologi, sastra lisan termasuk kajian
filologi, maka diantara penginjil ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang
didatanginya, karena kelompok etnis belum mengenal huruf sehingga budayanya
masih disimpan dalam sastra lisan, seperti daerah Toraja oleh. N. Adriani dan
Kruijt.
3.
Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara Kehadiran NBG ke Indonesia mendorong tumbuhnya kegiatan
untuk meneliti naskah-nasah Nusantara. Minat itupuun timbul pada para tenaga Belanda
dan Inggris. Kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas serta
menganalisis isinya dengan menggunakan metode intuitif atau diplomatik.
Perkembangan selanjutnya disunting
dalam bentuk transliterasi huruf Latin dan berkembang lagi dalam bentuk bahasa
asing terutama bahasa Belanda. Adanya telaah naskah untuk tujuan pembahasan
isinya, yang ditinjau dari berbagai disiplin.
Kegiatan filologi terhadap naskah
Nusantara, mendorong berbagai kegiatan ilmiah, terutama dimanfaatkan oleh disiplin
humaniora dan disiplin ilmu-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi
tujuan filologi, ialah melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan
bangsa dan telaah mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.
Baca Juga: Filologi | Pengertian Naskah dan Hukum
0 komentar:
Post a Comment