Gerakan Anti Penjajah Oleh K.H. Ahmad Dahlan



Kh Ahmad Dahlan, blogspot.com
A.      Latar Belakang
         Modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru karena berkembangnya iptek. Periode modern (1800-dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan umat islam. Imperialisme oleh barat ke dunia islam menginsyafkan umat islam akan kelemahannya.[1] Tekanan bertubi-tubi barat kepada islam ini pada kemudian hari justru melahirkan para tokoh pembaharu islam yang berada di baris terdpan dalam gerakan Pan-Islamisme dan gerakan anti Imperialisme.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Silsilah K. H. Ahmad Dahlan?
2.         Bagaimana Keadaan Surakarta dan Yogyakarta sebelum K. H. Ahmad Dahlan?
3.         Bagaimana Gerakan Anti Penjajah yang Diterapkan K. H. Ahmad Dahlan?

C.      Tujuan
1.         Mengetahui Silsilah K. H. Ahmad Dahlan
2.         Mengetahui Keadaan Surakarta dan Yogyakarta sebelum K. H. Ahmad Dahlan
3.         Mengetahui Gerakan Anti Penjajah yang Diterapkan K. H. Ahmad Dahlan

D.      Isi
            K.H. Achmad Dahlan adalah pendiri persyarikatan Muhammadiyah. Di masa kecilnya bernama Muhammad Darwis bin Kiai Haji Abubakar. Silsilah di atasnya adalah sebagai berikut: bin Kiai Haji Muhammad Sulaiman, bin Kiai Murtadho, bin Kiai Ilyas, nin Deman Jurang Juru Kapindo, bin Demang Jurang Juru Sepisan, bin Maulana Sulaiman ki Ageng Gribig, bin Maulana Muhammad Fadhullah, bin Maulana ‘Ainul Yaqin, bin Maulana Ishaq, bin Maulana Malik Ibrahim Waliullah.
            Dalam naskah tulis tangan S. Alwi bin Thohir Al-Haddad, suna Prapen memiliki silsilah sebagai berikut. Sunan Prapen wafat di Giri pada tahun 1101 H adalah putra wali Sunan Ali Kusumowiro, bin Maulana Muhammad Ainul Yaqin, bin Maulana Ishaq, bin Maulana Malik Ibrahim Waliullah (Ibrahim Asmoro, ayah Sunan Ampel Surabaya), bin  Jamaluddin Agung (Al-Akbar).
            Baik Maulana Ibrahim maupun Maulana Ibrahim Asmoro, adalah masih keturunan Imam Ahmad al Muhajir melalui Jamaluddin Agung al-Husein. Dengan demikian, K. H. Ahmad Dahlan adalah keturunan Rasulullah melalui al Muhajir Ahmad bin ‘Isa. Berarti beliau seketurunan dengan Sunan Gunung Jati.[2]

   2.  Keadaan Surakarta dan Yogyakarta sebelum K. H. Ahmad Dahlan
            Memasuki 1912 M, Surakarta dan Yogtakarta dijadikan target pemerintah kolonial Belanda medan Kristenisasi. Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta tak berdaya lagi, sunan dan sultannya hanyalah gelar semata. Akibatnya, petani muslim tertindas dan hidup dalam kemiskinan yang luar biasa sejak 1830-1919 karena tanam paksa. Bangsawan di kalangan istina tidak lagi memperdulikan rakyatnya, karena telah disibukkan dengan berbagai macam candu wanita. R. A. Kartini dalam suratnya kepada Zeehandelar 23/8/1900, mengungkapkan bahwa bangsawan kelas rendah saja memiliki 26 wanita. [3]
            Selain hilangnya keadilan dan kesejahteraan dalam hal ekonomi, rakyat juga kehilangan bimbingan agama islam dari para kiai dan ulama. Hal ini disebabkan para ulama dibuang dan pesantren dirusak penjajah. Tidaklah mengherankan ditengah kefakiran umat akan berkembang kekufuran, ketahayulan, kemusyrikan, khufarat, serta bid’ah. Semua ini adalah strategi penjajah untuk meredam perlawanan dan pemberontakan umat islam.[4]


   3. Gerakan Anti Penjajah yang Diterapkan K. H. Ahmad Dahlan
            Atas kekacauan yang demikian, mengilhami K. H. Ahmad Dahlan (1868-1924) untuk mendirikan organisasi, perserikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912, senin legi, 7 dzulhijjah 1330 H. Beliau terpanggil hatinya untuk menjawab tantangan kemiskinan struktural masyarakat Muslim korban penindasan sistem tanam paksa selama 93 tahun.
            Target aktivitas organisasi persyarikatan Muhammadiyah adalah anak-anak yatim piatu. Kondisi yang demikian tidak dapat dibiarkan, K. H. A. Dahlan membacakan kembali QS. Al-maun: 1-7, untuk membangkitkan kesadaraan solidaritas sesama muslim. Apabila muslim tidak peduli dengan nasib fakir miskin dan yatim piatu, maka tak ubahnya seperti mereka mendustakan agama Islam (QS. Al-Maun: 1), sekalipun mereka menegakkan sholat, mereka tetap seperti yang ada dalam ayat 4-7 QS. Al-Maun. Untuk mengaplikasikan dan mengorganisasikan surah Al-maun di atas, didirikanlah Persyarikatan Muhammadiyah guna mempelopori pembangunan Panti Yatim Piatu. Selanjutnya , untuk menyantuni kalangn Dhuafa , dibentuk Majlis Penolong Kesengsaraan Umum pada 1918. Majlis ini didirikan setahun sebelum Tanam Paksa berakhir pada 1919.[5] Selain itu ada juga beberapa organsasi yang berdiri selanjutnya, yaitu:
-          1917: Organisasi kewanitaan (Sopotrisno) oleh Nyai. Ahmad Dahlan, yang akhirnya berganti nama menjadi Aisyah, atas usul Haji Mohtar.
-          1918: Syarikat islam Garut mendirikan Syarikat Siti Fatimah
-          1920: berdiri organisasi serupa di Yogyakarta, Gorontalo, dan Sumatra.
            Persyarikatan Muhammadiyah menggunakan pendekatan budaya jawa dikemukakan oleh Nakamura, ia menilai Muhammadiyah bukanlah ormas islam pembaharuan yang metode dakwahnya sama dengan Timur Tengah, namun menyampaikan dengan pendekatan budaya setempat. K. H. A. Dahlan cukup lama belajar di Mekkah dan terinspirasi gerakan Antiimperialisme Jamaluddin Ai-Afghany. Namun demikian, setibanya di Yogyakarta, beliau menyadari perlunya proses adaptasi sistem dakwahnya dengan lingkungan setempat namun. Tentunya dengan tetap berusaha mengembalikan pemahaman masyarakat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[6]

Baca Juga : Kondisi Umat Muslim Pada Masa Penjajah Belanda


[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam sejarah pemikiran dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 11
[2] A. Mansur Suryanegara, Api Sejarah jilid I (Bandung: Surya Dinasti, 2015), hlm. 438
[3] Ibid, hlm. 432
[4] Ibid, hlm. 434
[5] Ibid, hlm. 438
[6] Ibid, hlm. 441-442

0 komentar:

Post a Comment