Corak Karakteristik Nazham/Puisi Bersajak dalam Kitab Tafsir Pasé dan Resepsi Estetik dalam Nazham Yang Mempengaruhi Pemaknaan dan Penafsiran Ayat


Nazham/Puisi, blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk (hudan li al-nas),  telah melalui sejarah yang cukup panjang, mulai dari masa pewahyuan[1], pengkodifikasian[2], hingga menjadi kitab yang paling banyak dibaca, dihafalkan dan dikaji oleh seluruh umat manusia. Untuk memahami al-Qur’an yang berbahasa Arab, banyak cara yang kemudian muncul sebagai upaya memahamkan masyarakat akan maksud dan kandungan al-Qur’an,[3] di antara nya adalah melalui penerjemahan (red: alih bahsa) dan penafsiran. Kedua hal ini muncul karena semakin luasnya  wilayah Islam, dan banyaknya penganut agama Islam yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa dan bahasa. Sehingga perlu adanya perantaraan bahasa resmi yang mudah dipahami oleh masyarakat di sekitar nya.
Al-Qur’an dan tafsir hidup dalam dimensi zaman yang terus berkembang, sehingga para mufassir dituntut untuk mengahadirkan inovasi baru dalam memahamkan ayat al-Qur’an agar mudah diterima oleh masyarakat .[4] Al-Qur’an membuka dirinya untuk dipahami oleh siapapun. Sehingga setiap orang akan berusaha memahami al-Qur’an dengan cara nya masing-masing,[5] sesuai dengan konteks sosial-budaya yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an dengan sifat nya yang universal dapat merangkul semua kalangan masyarakat dan senantiasa mempertahankan eksistensi nya sebagai kitab yang  shalih likulli zaman wa makan.
Dalam konteks Indonesia, dengan keragaman kultur budaya dan sosialnya, telah memunculkan banyak tokoh yang berusaha mengkaji al-Qur’an dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dalam tulisannya, Nur Kholis Setiawan mengungkapkan bahwa para pemikir Indonesia telah banyak melakukan enkulturasi[6] budaya lokal dalam memahami al-Qur’an.[7]
Pada abad ke-21 ini, telah muncul berbagai macam bentuk karya, baik berupa terjemahan maupun tafsir. Di antara terjemahan al-Qur’an, ada yang disajikan dalam bahasa Indonesia dan ada pula yang berbahasa daerah. Di samping itu, tafsir-tafsir lokal juga menghiasi kajian dan pemahaman al-Qur’an di Indonesia. Di antara tafsir lokal yang kita kenal adalah tafsir karya Mahmud Jusuf, A. Hassan, Hasbi al-Shiddiqi, Hamka, dan M. Quraish Shihab yang merupakan beberapa ulama yang mencurahkan keilmuannya dan mendedikasikan dirinya dalam menafsirkan al-Qur’an dalam bahasa Indonesia. Selain itu, karya tafsir Bisri Mustafa (al-Ibriz), K.H Shaleh Darat, dan yang masih sangat baru Thalhas dkk yang menyusun kitab Tafsir Pasé merupakan sebagian dari ulama yang telah menejemahkan dan menafsirkan al-Qur’an ke dalam bahasa, nuansa, dan corak daerah setempat. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian umat Islam untuk memahami pesan-pesan al-Qur’an semakin besar. Keadaan ini jauh berbeda dengan abad sebelum nya (sebelum abad ke-20), yang masih sangat sulit menemukan kitab-kitab tafsir dalam bahasa Indonesia; apalagi dalam bahasa daerah, karena kebanyakan kitab tafsir ditulis dengan menggunakan bahasa Arab.[8]
Pada sekitar abad ke-17 ada salah satu kitab tafsir yang ditulis oleh ulama Nusantara syekh Abdurrauf al-Singkili (1615-1693)[9], kitab Turjuman al-Mustafid, yang ditulis dalam bahasa Melayu. Kitab ini merupakan kitab tafsir 30 Juz pertama yang muncul di Indonesia. Baru setelah tiga abad kemudian muncul kitab-kitab tafsir lain dan terjemahan dalam bahasa Indonesia seperti yang disebutkan sebelumnya.[10]
Pengkajian terhadap tafsir-tafsir lokal menurut penulis masih sangat minim. Di antara tokoh Indonesia yang memberikan kontribusi besar dalam kajian  terhadap al-Qur’an dan kitab tafsir di Indonesia adalah Islah Gusmian, yang dalam bukunya Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi, mencoba mengumpulkan, menyajikan dan memperkenalkan tafsir-tafsir nusantara (lokal) yang muncul pada tahun 1990-2000 seputar teknis penulisan tafsir dan metodologi penafsiran.[11]
Salah satu tafsir lokal yang memiliki keunikan dalam metodologi penafsiran dan penyajian tafsir nya adalah kitab Tafsir Pasé[12] (dibaca seperti bunyi e pada kata elok). Kitab Tafsir Pasé merupakan kitab tafsir Juz ‘Amma yang ditulis oleh para ulama terkemuka nusantara. Kitab tafsir ini disusun oleh sebuah tim yang tergabung dalam halaqah atau yang disebut Bale Kajian Tafsir al-Qur’an Pasé di Jakarta,[13] yang beranggotakan 5 (lima) orang penafsir yang berasal dari Aceh.[14]
Tafsir Pasé ini memiliki beberapa keunikan, di antaranya adalah memadukan unsur-unsur Qur’ani dengan nuansa kultural. Hal tersebut dapat ditemukan dalam sistematika pembahasan dan penerjemahan terhadap ayat-ayat al-Qur’an dalam bentuk sajak berbahasa Aceh atau disebut juga dengan nazham Aceh.[15] Nuansa kultural yang ditonjolkan melalui terjemahan ayat  berbentuk  nazham/puisi bersajak dan menggunakan bahasa Aceh tersebut merupakan salah satu bentuk resepsi estetis penafsir yang dituangkan dalam tafsir yang tentunya memiliki tujuan tertentu.
Resepsi estetis yang dimaksud adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan atau resepsi pembaca terhadap sebuah karya sastra.[16] Dalam hal ini adalah resepsi (penerimaan dan pembacaan) mufassir terhadap al-Qur’an dan dituangkan dalam bentuk puisi yang mengandung unsur estetis (keindahan).
Penerjemahan dalam bentuk puisi (nazham) berbahasa Aceh ini tentu memiliki tujuan tertentu dari penafsir. Pada bagian iftitah buku tafsir Pasé disebutkan, bahwa terjemahan berbahasa Aceh ini merupakan pelengkap dalam pemaknaan ayat yang diterjemahkan, tidak sebagai pengulangan terjemah dari terjemahan berbahasa Indonesia, tetapi lebih kepada pengenalan dan penghargaan terhadap nilai seni yang indah secara bersajak.[17] Tentunya untuk mengakrabkan pembaca (dalam hal ini masyarakat Aceh) kepada bahasaa ibunya, yaitu bahasa Aceh.[18]
Bagi masyarakat Aceh, sastra  (termasuk di dalam nya puisi, sya’ir dll) memiliki keistimewaan tersendiri. Dalam buku Acehnologi, Kamaruzzaman Bustamam Ahmad menuturkan bahwa membangun Acehnologi, dengan tanpa melibatkan sastra sama hal nya membangun rumah tanpa pondasi. Hal tersebut dikarenakan banyak nya pemikiran para endatu lebih banyak disajikan dalam bentuk karya-karya sastra. Ia juga mengatakan bahwa menggali sastra Aceh, sama hal nya dengan menggali aspek kebatinan dan kejiwaan orang Aceh.[19]
Dalam konteks Indonesia, puisi (yang dalam konteks Arab masuk dalam kategori nazham) merupakan salah satu bagian dari karya sastra yang mengandung ide atau pokok persoalan tertentu yang ingin disampaikan penyairnya. Sebagai sebuah wacana puisi, puisi mengandung unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu tema dan struktur yang membangun tema itu. [20] Sedang dalam struktur puisi, pada dasarnya memiliki dua unsur pembangun, yaitu unsur luar (surface structure) yang berkaitan dengan bentuk dan struktur dalam (deep structure) yang berkaitan dengan isi atau makna.[21]
Unsur-unsur pengikat puisi ini lah yang kemudian akan dijadikan sebagai pisau analisis terhadap pembacaan dan penentuan estetika yang dikandung oleh nazham tersebut. Bagaimana kemudian puisi dalam nazham tersebut –yang secara ketat menjaga rima dan ritme—menampung pesan-pesan berdasarkan ayat. Bagaimana pesan al-Qurr’an disampaikan dalam bentuk estetis.
Salah satu contoh penerjemahan dengan bentuk nazham dalam Tafsir Pasé:
QS: al-‘Ashr 1-3
Deungon nan Allah lon puphon surat
Tuhan Hadharat nyang Maha Murah
Tuhan lon sidro geumaseh that-that
Donya akhirat rahmat Neulimpah

(1)   Deumi watee dilee ngon dudoe
(2)   Insan dum rugoe hanaban Peugah
(3)   Meulaenkan ureueng nyang na meuiman
Lom amai gopnyan pih got sileupah

Geubri nasehat bak buet nyang beuna
Suroh Rabbana bek roh takeubah
Geubri nasehat be le that saba
Bala nyang teuka teunang ngon tabah

Dari paparan singkat di atas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana resepsi estetis penafsir terhadap al-Qur’an yang dituangkan dalam puisi bersajak (nazham) dan bagaimana nazham tersebut mempengaruhi pemaknaan dan penafsiran al-Qur’an. Bagaimana nazham tersebut merepresentasikan makna dari ayat al-Qur’an yang sedang diterjemahkan. Penulis merasa hal tersebut sangat perlu dikaji, mengingat minim nya penelitian terkait tafsir lokal dan segala keunikannya. Apalagi dalam sejarah penerjemahan al-Qur’an di Indonesia, al-Qur’an berwajah puisi yang merupakan karya dari HB. Yassin sempat menuai kontroversi di kalangan ulama Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang disebutkan sebelumnya, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yang menjadi arah dan fokus  kajian ini, yaitu:
1.      Bagaimana corak dan karakteristik nazham/puisi bersajak dalam kitab Tafsir Pasé ?
2.      Bagaimana resepsi estetik dalam nazham mempengaruhi pemaknaan dan penafsiran ayat?

   C.  Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diangkat, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui bagaimana corak dan karakteristik nazham/puisi bersajak dalam kitab Tafsir Pasé.
2.      Menelusuri dan mengetahui bagaimana resepsi estetik dalam nazham mempengaruhi pemaknaan dan penafsiran ayat.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk menambah wawasan khazanah studi al-Qur’an dan tafsir, terutama dalam hal kajian tafsir lokal/Nusantara
2.      Memperkenalkan metodologi dan aspek-aspek yang terkandung dalam tafsir lokal, salah satu nya adalah Tafsir Pasé.

   D. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini, penulis membagi objek kajian menjadi 3 variable, yaitu kajian yang terkait dengan (1) resepsi estetis terhadap al-Qur’an (2) tasir lokal dan  (3) Tafsir Pasé. Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan ketiga variable ini, antara lain:
Karya dan penelitian terkait resepsi estetis yang ditemukan di antaranya buku yang ditulis oleh Sayyed Hossein Nasr yang berjudul Spiritualitas dan Seni Islam, beliau membahas secara mendalam bagaimana seni dalam sejarah umat Islam, dan memiliki fungsi yang sangat sentral dalam kehidupan umat muslim.[22]
Kemudian Ismail Raji al-Faruqi dalam karya nya yang berjudul Seni Tauhid: Esensi dan Ekspresi Estetik Islam. Di dalam nya ia menjelaskan bahwa antara manusia dan al-Qur’an tidak dapat dipisahkan, bahkan kebudayaan Islam itu sendiri adalah budaya Qur’ani. Al-Qur’an juga berdialog dengan konteks sosial budaya masyarakat saat itu. Al-Qur’an dikatakan sebagai “karya sastra/seni pertama dalam Islam” sehingga dalam merespon dan meresepsi al-Qur’an masyarakat Islam sering memadukannya dengan budaya setempat.[23]
Pembahasan resepsi al-Qur’an dalam bentuk artikel pernah ditulis oleh Ahmad Baidhowi dengan judul “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an” . di dalam tulisannya, beliau memfokuskan kajian pada penerimaan al-Qur’an yang bersifat estetis. Beliau mengatakan bahwa banyaknya resepsi masyarakat muslim terhadap al-Qur’an itu dikarenakan adanya persinggungan antara tradisi seni dan tradisi keagamaan.[24]
Skripsi yang ditulis oleh Kurniawan dengan judul “Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh: Studi Metodologi Penafsiran Karya Tgk. H. Mahjuddin Jusuf”.[25] Dari hasil penelitian tersebut, beliau menyatakan bahwa karya Tgk. Mahjiddin Yusuf dilatar belakangi oleh ketidakpuasan beliau terhadap karya tafsir yang ada belum bisa menjangkau secara keseluruhan lapisan masyarakat Aceh. Terjemahan al-Qur’an tersebut disajikan dalam bentuk ijmali dan bercorak ‘am yang menafsirkan makna dengan menggunakan kata-kata yang indah secara puitis.
Karya selanjutnya adalah “Estetika Musik dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Tematik terhadap Ayat-ayat yang terkait dengan Kata al-Sautu” yang ditulis oleh Suryo Putro.[26] Dalam penelitiannya, beliau menggunakan pendekatan estetika filsafat dan sains yang mepresentasikan keindahan musik dalam bentuk yang berbeda, dengan objek kajian kata al-sautu dalam al-Qur’an.
“Resepsi Estetis terhadap Al-Qur’an: Implikasi Teori Resepsi Estetis Navid Kermani terhadap Dimensi Musikalik al-Qur’an” yang ditulis oleh Achmad Yafik Mursyid,[27] menunjukkan bahwa implikasi dari teori efek estetik al-Qur’an dapat diterapkan pada masyarakat Arab generasi awal dan komunitas Sufi, yang kemudian menghasilkan horizon harapan yang berbeda antara keduanya.
Karya yang juga menyinggung estetika resepsi sebagai sebuah kajian juga ditulis oleh Otong Sulaeman dengan judul Estetika Resepsi dan Intertekstualitas: Perspektif Ilmu Sastra terhadap Tafsir Al-Qur’an, [28] menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara  tafsir al-Qur’an dengan ilmu-ilmu sastra.
Adapun karya tulis yang terkait dengan tafsir lokal di antara nya yang ditulis oleh Jajang A. Rohmana yang berjudul “Memahami Al-Qur’an dengan Kearifan Lokal: Nuansa Budaya Sunda dalam Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Sunda”.[29] Dalam tulisan nya, Jajang mengungkapkan bahwa sedikitnya terdapat tiga hal yang merepresentasikan kearifan lokal dalam tafsir Sunda ini, yaitu penggunaan tingkatan bahasa (undak usuk basa, speech levels), ungkapan tradisional dan metafor alam Sunda.  
Kemudian  karya tulis yang ditulis oleh M.Pudail dengan berjudul “Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Mandar: Tela’ah Metodologi Penerjemahan Karya M. Idham Khalid Bodi”.[30] Dalam penelitian ini Pudail terfokus kepada metodologi penerjemahan yang digunakan oleh Idham dalam karya nya yang tidak secara harfiah mutlak bukan pula secara maknawiyan mutlak. Adapun dalam penerjemahannya, Idham belum sepenuhnya konsisten dalam menggunakan bahasa Mandar, hal ini dapat ditemukan dalam ketidakseragaman bahasa yang digunakan, penulisan huruf Mandar yang seharusnya sesuai dengan fonologi/ucapan namun kadang terlupakan, kemudian penggunaan dialek yang bermacam-macam.
Karya tulis lain yang berkaitan dengan kajian kitab lokal adalah karya yang ditulis oleh Abdurrahman Abu Hanif yang berjudul “Penggunaan Asma Allah dalam al-Qur’an: Kajian Sosiolinguistik dalam Tafsir al-Qur’an Bahasa Jawi Karya Mohammad Adnan.[31] Yang melihat bagaimana pendekatan sosiolinguistik dapat mempetakan penggunaan diksi yang digunakan dalam tafsir terkait asma Allah. Karya tulis lain yang juga berkaitan dengan tafsir lokal adalah “Kearifan Lokal dalam Tafsir Al-Azhar” yang ditulis oleh Fatimatuz Zahro’.[32] Yang melihat bagaimana pendekatan sastra dipakai dalam tafsir al-Azhar memunculkan dan mempengaruhi pembaca secara emosional.
Kemudian permasalahan yang diangkat oleh Akram dengan judul “Tafsir al-Qur’an Berbahasa Bugis: Tela’ah Naskah Tafsir Surah al-Fatihah Karya Muhammad Abduh Pa’bajah”.[33] Dalam karya tulis nya ini Akram mencoba mengungkapkan bagaimana tafsir karya Pa’bajah ini dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural masyarakat Sulawesi Selatan khusus nya Bugis, dan bagaimana tafsir tersebut dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat Bugis, karena penggunaan bahasa Ibu yang disajikan penafsir, dan elelmen-elemen yang dekat dengan masyarakat.
Karya selanjutnya adalah “Al-Qur’an Tarjamah Bhasa Madhura: Studi Kritik atas Karakteristik dan Metodologi” yang ditulis oleh Arini Royyani.[34] Dalam Skripsinya, Arini memaparkan bahwa karakteristik bahasa Madura yang digunakan dalam terjemahan adalah karakteristik bahasa daerah Pamekasan, yang dapat dilihat dari beberapa pemilihan diksi dari aksentuasi bahasa Madura dalam terjemahan dst.
Karya lainnya yaitu yang ditulis oleh Didik Saepuden, dengan judul “Epistemologi Tafsir Faid al-Rahman Karya K.H. Shaleh Darat”.[35] Dalam tulisan nya ia berkesimpulan bahwa tafsir ini ditulis dengan tulisan pegon, sumber yang dipakai adalah al-Qur’an, hadis dan beberapa kitab tafsir klasik seperti Anwar al—Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil, Tafsir Jalalain,  Mafatih al-Ghaib, Madarik al-Tanzil wa haqaiq al-Ta’wil dan tokoh-tokoh sufi Ibnu ‘Arabi dan Imam al-Ghazali, uraian yang disajikan sesuai dengan tartib mushafi, dan diakhiri dengan kalimat wallahu a’lam. Tafsir ini menganut teori validitas pragmatism yang diaplikasikan melalui tulisan pegon.
Karya lainnya adalah “Kearifan Lokal Pada Tafsir Amaly: Studi Kitab Tafsir Sufi Karya Muhammad Qayyim Ya’qub”, yang ditulis oleh Risa Farihatul Ilma.[36] Ia megungkapkan bahwa Muhammad Qayyim Ya’qub menyajikan tafsir dengan sistematika non-mushhafi dan dipengaruhi oleh Ilmu Tasawuf dan Tarekat Syaziliyah yang dianut. Pemaparan tafsir sangat kental dengan nuansa kultural masyarakat dan lingkungan Jombang, dan memasukkan unsur-unsur adat dan lingkungan ke dalam tafsir nya.
Penelitian yang khusus membahas mengenai Tafsir Pasé di antaranya adalah “Paradigma Penafsiran Al-Qur’an Nusantara: Analisis Tafsir Aceh “Tafsir Pasé” yang ditulis oleh Tamrin.[37] Beliau menyebutkan bahwa Tafsir Pasé ini merupakan kitab tafsir yang menggunakan pendekatan kultural untuk  merepresentasikan keadaan sosial masyarakat Aceh Pra kemerdekaan untuk menyongsong persatuan dan persaudaraan sesama warga Aceh.
Karya selanjutnya ditulis oleh Rita S. dengan judul “Studi Metodologi Tafsir Pasé”.[38] Karya ini secara sederhana mengungkap bagaimana metodologi penulisan tafsir yang dipakai oleh TH. Thalhas dkk dalam tafsir Pasé.
Dari penelusuran di atas dapat disimpulkan bahwasanya penelitian tentang resepsi estetis dalam kitab tafsir lokal yang difokuskan pada penggunaan nazham dalam Tafsir Pasé masih belum disentuh.

   E.  Kerangka Teori
Penulis menggunakan teori resepsi estetis yang dikemukakan oleh Hans Robert Jauss. Dalam teori resepsi estetis nya, Jauss memposisikan pembaca sebagai orang yang menilai, menikmati, menafsirkan, dan memahami karya sastra. Pembacalah yang kemudian dapat menentukan nasib dan peranannnya dari segi sejarah dan estetika. Menurut Jauss, yang menjadi perhatian utama dalam teori resepsi adalah pembaca karya sastra di antara 3 horizon, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. [39]  Dalam salah satu tesisnya, Jauss mengatakan bahwa resepsi estetis tidak hanya sekedar memahami makna dan bentuk karya sastra berdasarkan pemahaman historis,  tetapi juga menuntut agar memasukkan pemikiran individual ke dalam rangkaian sastra agar lebih dikenal posisi dan arti historisnya dalam pengalaman sastra.[40]
Adapun Ahmad Rafiq dalam tulisannya menyebutkan bahwa ada tiga bentuk resepsi dalam meresepsi bahasa al-Qur’an, yaitu resepsi eksegesis, resepsi estetis dan resepsi fungsional. Adapun yang dimaksud dengan resepsi estetis, beliau menyebutkan bahwa dalam resepsi ini, al-Qur’an diposisikan sebagai teks yang bernilai estetis (sastra/keindahan) atau diterima dengan cara yang estetis pula. Al-Qur’an sebagai teks yang estetis maksudnya menunjukkan keindahan yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri. Sedangkan al-Qur’an diterima dengan cara estetis, maksud nya adalah bahwa al-Qur’an dapat ditulis, dibaca, disuarakan atau ditampilkan dengan cara yang estetik.[41]
Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan teori puisi (nazham) untuk menunjukkan konsep estetika dalam puisi itu terletak/termuat pada nazham tersebut. Hal tersebut mengingat bahwa puisi sangat ketat menjaga rima dan ritme nya, maka dalam nazham jumlah suku kata di dalam nya pun juga harus memenuhi unsur itu. Hal ini akan penulis gambarkan dalam jenis/pola puisi yang akan penulis pilih.

   F.   Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu didasarkan pada kualitas data yang yang telah diuraikan dan dianalisis secara sistematis.[42] Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kepustakaan (library reasearch) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan dengan menghimpun data dan informasi terkait dari berbagai literature. Literatur yang diteliti tidak hanya terbatas pada buku-buku, tetapi dapat juga berasal dari majalah, artikel, dan sumber-sumber informasi lain yang terkait dengan pembahasan yang diangkat.

2.      Sumber Penelitian
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu sumber primer dan sekunder. Pertama, sumber data primer yang dimaksud adalah kitab Tafsir Pasé yang disusun oleh Balai Kajian Tafsir al-Qur’an Pasé.. Kedua, sumber sekunder di sini meliputi artikel, jurnal, buku-buku yang terkait dengan prinsip dasar puisi (nazham) dan buku-buku lain yang terkait dengan tema ini

3.      Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba menganalisis terlebih dahulu nazham yang dipakai dalam menerjemahkan al-Qur’an dalam Tafsir Pasé dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar dalam puisi untuk mengkategorisasikan bentuk nazham dan melihat aspek estetis yang terdapat dalam nazham tersebut. Setelah proses awal tersebut ditemukan, selanjutnya penulis akan melihat dan menganalisis sejauh mana pemaknaan dan penafsiran ayat al-Qur’an terpengaruh dengan pola yang dibawa oleh struktur nazham.
  
   G.  Sistematika Pembahasan
Penelitian ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab pembahasan. Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang pentingnya membahas resepsi estetis dalam tafsir lokal yang difokuskan pada penggunaan nazham dalam penerjemahan ayat dalam Tafsir Pasé. Fokus dalam kajian ini kemudian dipertegas dalam rumusan masalah yang mendeskripsikan keresahan akademis penulis terkait tema yang diambil. Dilanjutkan dengan pemaparan tujuan dan kegunaan penelitian. Bab ini juga berisi kajian pustaka dengan tujuan mengetahui sejauh mana penelitian sebelumnya terkait tema yang diangkat, dan untuk mempertimbangkan teori dan pendekatan yang akan dipakai.
Bab kedua akan membahas secara umum sejarah sosial penafsiran al-Qiur’an dengan menggunakan pendekatan sastra, kemudian dilanjutkan dengan perkembangan tafsir al-Qur’an di Indonesia. Juga pengenalan terhadap sastra dalam konteks Indonesia dan dalam konteks Aceh.
Bab ketiga akan membahas secara umum teori resepsi estetis dan prinsip dasar dalam penyusunan dan kemudian dilanjutkan dengan analisis unsur estetika dalam nazham yang digunakan dalam Tafsir Pasé.
Bab keempat berisi tentang analisis terkait penggunaaan nazham dan pengaruhnya dalam pemaknaan dan penafsiran ayat dalam Tafsir Pasé.

Daftar Pustaka 
            Ahmad, Kamaruzzaman Bustamam. Acehnologi vol.2. 2017. Banda Aceh: Bandar Publishing
Akram. “Tafsir al-Qur’an Berbahasa Bugis: Tela’ah Naskah Tafsir Surah al-Fatihah Karya Muhammad Abduh Pa’bajah”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2008.
Al-Abyadi, Ibrahim. 1992. Sejarah al-Qur’an. (terj.). Rineka Cipta.
           Al-Faruqi, Ismail Raji. 1999. Seni Tauhid: Esensi dan Ekspresi Estetik Islam, terj. Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembahasuan Islam Indonesia. 2004. Jakarta: Kencana
Baidhowi, Ahmad.  “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an”. Jurnal ESENSIA Vol. 8, No. 1, Januari 2007
            Emzir dan Saifur Rohman. 2016. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: Rajawali Pers.
          Gusmian, Islah. 2002.  Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi. Jakarta Selatan: TERAJU
Hanif, Abdurrahman Abu. “Penggunaan Asma Allah dalam al-Qur’an: Kajian Sosiolinguistik dalam Tafsir al-Qur’an Bahasa Jawi Karya Mohammad Adnan”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2013.
          I byariy, Ibrahim Ali. Pengenalan Sejarah Al-Qur’an. (terj). 1993. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
 Ilma, Farihatul. “Kearifan Lokal Pada Tafsir Amaly: Studi Kitab Tafsir Sufi Karya Muhammad Qayyim Ya’qub”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014.
Kurniawan. 2002. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh: Studi Metodologi Penafsiran Karya Tgk. H. Mahjuddin Jusuf. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Mursyid, Achmad Yafik. 2013. “Resepsi Estetis terhadap Al-Qur’an: Implikasi Teori Resepsi Estetis Navid Kermani terhadap Dimensi Musikalik al-Qur’an”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Nasr, Sayyed Hossein. 1993. Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Drs. Sutejo, Bandung: Mizan.
Pudail, M.. “Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Mandar: Tela’ah Metodologi Penerjemahan Karya M. Idham Khalid Bodi”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2003.
Putro, Suryo.  “Estetika Musik dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Tematik terhadap Ayat-ayat yang terkait dengan Kata al-Sautu”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
Rohmana, Jajang A.. 2013. “Memahami Al-Qur’an dengan Kearifan Lokal: Nuansa Budaya Sunda dalam Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Sunda”. UIN Sunan Gunung Jati, Bandung.
Royyani, Arini. “Al-Qur’an Tarjamah Bhasa Madhura: Studi Kritik atas Karakteristik dan Metodologi”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015.
S., Rita. “Studi Metodologi Tafsir Pasé”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
Saepuden, Didik. “Epistemologi Tafsir Faid al-Rahman Karya K.H. Shaleh Darat”. Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015.
Saifuddin, “Hermeneutika Sufi (Menembus Makna di Balik Kata)”, dalam Sahiron Syamsuddin. Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta:eLSAQ Press. 2010.
Setiawan, Nur Khalis. Tafsir Mazhab Indonesia. 2007. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press.
Sulaeman, Otong. “Estetika Resepsi dan Intertekstualitas: Perspektif Ilmu Sastra terhadap Tafsir Al-Qur’an”. Jurnal Tanzil Volume I No. 1, Oktober 2015.
Tamrin, “Paradigma Penafsiran Al-Qur’an Nusantara: Analisis Tafsir Aceh “Tafsir Pasé”. Palu: STAIN 
Datokarama.
           Thalhas dkk, 2001. Tafsir Pasé: Kajian Surah Al-Fatihah dan Surah-surah dalam Juz ‘Amma . Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-Qur’an Pasé.
Zahro’, Fatimatuz. “Kearifan Lokal dalam Tafsir Al-Azhar”. Sripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2014.
Zahro’, Nafisatuz. “ Pesan dan Ilustrasi Sosial dan Tafsir Juz ‘Amma For Kids (Kajian Resepsi atas Tafsir dan Ilustrasi)”. Skripsi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2014.

http:
http://binti-quryatul-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-81904-Umum-Teori%20Estetika%20Resepsi.html diakses tgl 27 September 2017, pukul 05:43 WIB

Outline Sementara
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan dan Kegunaan
D.    Telaah Pustaka
E.     Metode Penelitian
F.      Sistematika Pembahasan

BAB II :  PENGGUNAAN METODE SASTRA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
A.    Akar sejarah sosial penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan sastra
B.     Penafsiran al-Qur’an di Indonesia
C.     Sastra dalam Konteks Indonesia
D.    Sastra dalam Masyarakat Aceh

BAB III: TEORI RESEPSI ESTETIS DAN PUISI
A.    Teori Resepsi Estetis
B.     Prinsip Dasar Penyusunan Puisi dalam Sastra
C.     Analisis Unsur Estetika dalam Nazham yang terdapat dalam Tafsir Pasé

BAB IV: ANALISIS PENGGUNAAN NAZHAM DAN PENGARUH NYA DALAM TAFSIR PASÉ

BAB V : PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran dan Kritik

Baca Juga: Biografi Ibnu Hajar al-'Asqalani


       [1] Masa pewahyuan ini terhitung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari menurut riwayat yang paling masyhur. Yaitu dimulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw, sampai 9 Dzulhijjah saat haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Lihat dalam Ibrahim al-Abyadi, Sejarah al-Qur’an, (terj.), (Rineka Cipta, 1992), ini juga senada dengan firman Allah dalam QS. al-Anfal: 41 dan QS. al-Maidah: 3.
       [2] Pengumpulan al-Qur’an sudah dimulai pada masa Abu Bakar, atas usulan Umar bin Khattab karena melihat banyak nya para huffadz yang wafat dalam perang Yamamah, yang kemudian  disempurnakan, ditulis kembali dan digandakan menjadi 7 mushhaf –menurut pendapat yang masyhur--  oleh Usman bin Affan. Lihat dalam Ibrahim Ali Ibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an, (terj). Saad Abdul Wahid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993) hal. 71.
       [3] Saifuddin, “Hermeneutika Sufi (Menembus Makna di Balik Kata)”, dalam Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:eLSAQ Press, 2010), hlm.35
       [4] Nafisatuz Zahro’,” Pesan dan Ilustrasi Sosial dan Tafsir Juz ‘Amma For Kids (Kajian Resepsi atas Tafsir dan Ilustrasi)”, skripsi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014.
       [5] Saifuddin, “Hermeneutika Sufi (Menembus Makna di Balik Kata)”… hlm.35
       [6] Enkulturasi yang dimaksud menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pembudayaan.
       [7] Nur Khalis Setiawan, Tafsir Mazhab Indonesia, (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2007), hlm. 33-34
       [8] Thalhas dkk, Tafsir Pasé: Kajian Surah Al-Fatihah dan Surah-surah dalam Juz ‘Amma (Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-Qur’an Pasé, 2001), hlm. 3
       [9] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembahasuan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 202
       [10] Thalhas dkk, Tafsir Pasé…, hlm. 3
       [11] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Jakarta Selatan: TERAJU, 2002), hlm. 31.
       [12] Nama Pasé ini diambil dari salah satu nama kerajaan tertua di Aceh, yaitu Samudra Pasai (1290-1520)
       [13] Thalhas dkk, Tafsir Pasé…, hlm. 3
       [14] Kelima orang tersebut adalah Drs. T.H. Thalhas, SE., Drs H. Hasan Basri, Drs. Zaki Fuad, MA, Drs. A. Mufakhir Muhammad, MA., dan Drs. H. Mustafa Ibrahim.
       [15] Thalhas dkk, Tafsir Pasé …, hlm. 12
       [17] Thalhas dkk, Tafsir Pasé…, hlm 14
       [18] Thalhas dkk, Tafsir Pasé…, hlm 12
       [19] Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, Acehnologi vol.2, (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2017), hlm. 612
       [20] Emzir dan Saifur Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 241
       [21] Emzir dan Saifur Rohman, Teori dan Pengajaran Sastra…hlm. 242
       [22]  Sayyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Drs. Sutejo, (Bandung: Mizan, 1993).
       [23] Ismail Raji al-Faruqi, Seni Tauhid: Esensi dan Ekspresi Estetik Islam, terj. Hartono Hadikusumo (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999)
       [24] Ahmad Baidhowi, “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an” dalam Jurnal ESENSIA Vol. 8, No. 1, Januari 2007
       [25] Kurniawan. “Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh: Studi Metodologi Penafsiran Karya Tgk. H. Mahjuddin Jusuf”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002
       [26] Suryo Putro, “Estetika Musik dalam Al-Qur’an: Studi Tafsir Tematik terhadap Ayat-ayat yang terkait dengan Kata al-Sautu”.Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004
       [27] Achmad Yafik Mursyid, “Resepsi Estetis terhadap Al-Qur’an: Implikasi Teori Resepsi Estetis Navid Kermani terhadap Dimensi Musikalik al-Qur’an”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
       [28] Otong Sulaeman, Estetika Resepsi dan Intertekstualitas: Perspektif Ilmu Sastra terhadap Tafsir Al-Qur’an, Tanzil Volume I No. 1, Oktober 2015
       [29] Jajang A. Rohmana, “Memahami Al-Qur’an dengan Kearifan Lokal: Nuansa Budaya Sunda dalam Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Sunda”, UIN Sunan Gunung Jati, (Bandung, 2013)
       [30] M. Pudail, “Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Mandar: Tela’ah Metodologi Penerjemahan Karya M. Idham Khalid Bodi”, skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
       [31] Abdurrahman Abu Hanif “Penggunaan Asma Allah dalam al-Qur’an: Kajian Sosiolinguistik dalam Tafsir al-Qur’an Bahasa Jawi Karya Mohammad Adnan”, skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013
       [32] Fatimatuz Zahro’, “Kearifan Lokal dalam Tafsir Al-Azhar”, skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014
       [33] Akram, “Tafsir al-Qur’an Berbahasa Bugis: Tela’ah Naskah Tafsir Surah al-Fatihah Karya Muhammad Abduh Pa’bajah”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
       [34] Arini Royyani, “Al-Qur’an Tarjamah Bhasa Madhura: Studi Kritik atas Karakteristik dan Metodologi”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
       [35] Didik Saepuden, “Epistemologi Tafsir Faid al-Rahman Karya K.H. Shaleh Darat”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
       [36] Farihatul Ilma, “Kearifan Lokal Pada Tafsir Amaly: Studi Kitab Tafsir Sufi Karya Muhammad Qayyim Ya’qub”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
        [37] Tamrin, Paradigma Penafsiran Al-Qur’an Nusantara: Analisis Tafsir Aceh “Tafsir Pasé, Palu: STAIN Datokarama.
        [38] Rita S., “Studi Metodologi Tafsir Pasé”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
       [39] Alfian Rokhmansyah, “Teori Resepsi Sastra H.R. Jauss”, dalam http://phianzsotoy.blogspot.co.id/2010/06/teori-resepsi-sastra-hrjauss.html, diakses tgl 26 September 2017, lihat juga dalam Rien T. Segers, “An Interview with Hans Robert Jauss”, dalam New Literary History, vol. 11, No. 1, Anniversary Issue: II (Autumn, 1979), 83. (http://www.jstor.org/stable/468872)
       [40]Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra: Teori dan Penerapannya”, hlm. 73.

       [41] Ahmad Rafiq, “Tradisi Resepsi Al-Qur’an di Indonesia”, dalam  http://sarbinidamai.blogspot.co.id/2015/06/tradisi-resepsi-al-quran-di-indonesia.html diakses tgl 27 September 2017
       [42] Septiawan Santana, Menulis Ilmiah:Metode Penelitian Kualitatif ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007 ), hlm.5

0 komentar:

Post a Comment