Pemain erancis Ynag Yang Berislam, .amazonaws.com |
Akar permasalahan secara umum Islam di Eropa disebabkan karena pandangan
orang Eropa. Mereka sadar bahwa Islam adalah faktor penting kemajuan Eropa,
namun mereka juga tidak lupa bahwa Eropa pernah dikuasai Islam sedangkan
penduduk asli Eropa berada dalam era kegelapan. Pelayaran dan teknologi maju
pasca abad 16 membuat Eropa akhirnya berhasil berbalik memimpin peradaban dan
Islam masuk masa kemunduran saat kolonialisasi Eropa. Pasca era penjajahan
Eropa terhadap dunia Islam, muncullah penjajahan gaya baru bersifat ideologis.
Orang Eropa mempelajari budaya ketimuran termasuk Islam untuk melemahkan Islam
dari dalam. Hal ini ditujukan agar Eropa terus berada di atas sebagai pusat
Modernisasi.[1]
Muncul istilah Modern untuk menandai kiblat kemajuan, istilah yang
disematkan pada Eropa. Istilah modern ini juga merupakan faktor besar dari akar
penentu diskriminasi minoritas. Dikatakan sebagai penyebab karena modernitas
ini erat kaitannya dengan masa Renaisans yang menjauhkan diri dari agama dan
tradisi, yang sudah jelas akan berbenturan dengan Islam. Modernisme berkembang
di Eropa dan Islam adalah minoritasnya, maka benturan ini menghasilkan dominasi
Eropa terhadap Islam, sedangkan Islam sebagai agama dengan seperangkat aturan
memerlukan ruang khusus yang kadang tidak dapat diubah dan diintegrasikan
dengan modernisme. Benturan inilah yang membuat islam menjadi minoritas agama
sekaligus politik di negara-negara Eropa.
Hal-hal demikian juga terjadi di Prancis. Kita akan cenderung menemukan
corak yang sama, namun dibeberapa kasus akan menghasilkan corak yang unik. Walaupun
sama-sama Negara Benua Eropa, namun yang melakukan kontak penjajahan dengan
Negara Islam tidaklah banyak. Prancis adalaha salah satu dari segelintir Negara
yang melakukan penjajahan, dan penjajahan ke Negara Islam adalah faktor penting
berkembangnya Islam di Prancis.
B.
Sejarah Islam di Prancis
Pada perang dunia satu, Prancis sangat kekurangan tenaga kerja, karena
itulah Prancis mengejar kekurangan ini dengan migrasi penduduk dari luar ke
dalam. Perancis yang saat itu menjadi Negara yang menjajah Al-Jazair, mengambil
tenaga kerja sana untuk kemudian dipekerjakan di Prancis. Pada migrasi pertama
yang dilakukan 1924, jumlah tenaga kerja yang dikirim dari Al-Jazair berjumlah
120.000 orang. Jumlah ini menurun pada tahun 1936 yang hanya mengirimkan 70.000
trenaga kerja. Pasca perang dunia dua angka tenaga kerja yang masuk Prancis
lebih banyak lagi yaitu 240.000 orang pada 1951. Pertumbuhan muslim Prancis
akibat migrasi ini sangatlah pesat dan menjadikan agama Islam sebagai agama
terbesar kedua setelah Katolik, yaitu mencapat 2,5 juta jiwa pada tahun 1982.[2]
Pasca kemerdekaan Al-Jazair, imigrasi ke Prancis tidak lagi sebesar
sebelumnya, bahkan tidak lagi dirasa sebagai hal yang penting bagi Prancis
karena jumlah tenaga kerja sudah relatif stabil dan mencukupi. Setelah itu
pertambahan angka penduduk muslim lebih disebabkan oleh pertumbuhan alami atau
angka kelahiran muslim. Dengan jumlah yang masih tergolong kecil di Prancis,
Muslim menduduki jabatan yang berada di kelas bawah atau proletariat.[3]
Sampai pada 1968, muslim Prancis belumlah memiliki komunitas keagamaan. Muslim
juga melaksanakan ibadah secara pribadi, bukan karena tidak ada fasilitas
masjid, namun masjid yang ada di Prancis bukanlah dikelola oleh muslim, namun
dikelola pemerintah.[4]
Pemerintah tidaklah memperhatikan secara serius komunitas muslim yang
ada di Prancis. Adapun komunitas muslim bernama Amicales bukanlah berasal dari
komunitas Muslim Prancis, namun merupakan gabungan dari Muslim Al-Jazair,
Maroko, Tunisia, dll yang efeknya masih sangat kecil bagi kelangsungan hidup
bagi komunitas Muslim. Dalam perkembangannya mereka berhasil membentuk
organisasi muslim Prancis walau sikap pemerintah kurang menerima kehadiran
mereka.[5]
Jadi walaupun berbau diskriminasi, namun sebenarnya hal ini lebih disebabkan
oleh kelemahan organisasi mereka dan bukan sebuah kebijakan yang disengaja
untuk mendiskriminasi komunitas muslim.
D.
Karakteristik Muslim Prancis & Sebab menjadi Minoritas
Dalam praktik keagamaan sehari-hari, islam di Prancis didominasi oleh
aliran Wahabi, Salafi, Ikhwanul Muslimin, Jamaah Tablig, dan lain-lain yang
hidup dengan rukun berdampingan. Namun secara umum di Prancis, mazhabnya
berpegang teguh Ahlussunnah wa Aljama’ah yang memang kental akan Islam Afrika
Utara.[6]
Seperti yang tertera dalam poin sejarah Islam di Prancis, muslim berasal
dari Negara jajahan Prancis di Afrika Utara khususnya Al-Jazair. Jadi pada
dasarnya sebab minoritas mereka adalah karena migrasi. Ditambah lagi posisi
mereka dalam masyarakat ada dalam kelas bawah atau pekerja kasar, yang menyebabkan
mereka menjadi minoritas dalam segala aspek.
E.
Diskriminasi dan Radikalisme
Diskriminasi terhadap Islam dalam Negara Prancis kebanyakan sudah
tertuang dalam peraturan pemerintahan. Jadi sifatnya adalah diskriminasi Negara
terhadap muslim, bukan diskriminasi warga mayoritas terhadap minoritas muslim
–walau kenyataannya tetap ada. Diskriminasi yang terjadi di antaranya adalah
pelarangan jilbab, jenggot, dan atribut islam lainnya karena mereka menganggap
atribut seperti itu membahayakan. Menganggap islam dan aturannya adalah sebuah
tindakan kekerasan dan pengekangan.[7]
Selain itu, perkembangan mulim yang pesat ternyata membawa dampak yang buruk
bagi Muslim saat jumlah jamaah sholat Jum’at tidak dapat ditampung dalam
masjid-masjid di sana. Akibatnya muslim menggunakan halaman masjid bahkan badan
jalan untuk sholat Jum’at. Hal ini menimbulkan larangan sepihak dari pemerintah
Prancis terhadap muslim, tanpa dibarengi dengan solusi.[8]
Kekerasan yang terjadi di Prancis perlu dijelaskan bahwa islam dalam
pandangan barat adalah sebagai musuh. Padahal jika dilihat dari latar
belakangnya, Prancis adalah kiblat sejarah demokrasi dan ilmu pengetahuan.
Namun pada kenyataannya mereka memposisikan islam sebagai pengecualian
demokrasi “ala” mereka, dan tidak secara intelektual menyikapi minoritas.
Menurut Azyumardi Azra salah satu sebabnya adalah sejarah, selain itu paham
sekuler yang yang dianut Prancis membuat Islam sulit untuk berkembang dan
justru terdiskriminasi. [9]
Istilah radikalisme sebenarnya lahir pasca peristiwa “911” di Amerika
Serikat yang menggemparkan dunia. Peristiwa itu membuat wajah dan identitas
muslim dunia tercoreng serta selalu dicurigai. Istilah ekstrimis, radikalis,
fundamentalis, dan bahkan teroris disematkan pada muslim. Padahal jika ditelaah,
sebenarnya bukan warga muslim secara umum yang dikatakan sebagai teroris,
melainkan hanya oknum. Namun yang terkena dampak dari ketakutan tidak mendasar
(phobia) itu adalah warga muslim sipil yang sebenarnya juga tidak menginginkan
keributan. Dan istilah radikalisme ini seolah menjadi obat mujarab untuk
menghalalkan diskriminasi terhadap muslim. Walaupun tidak dipungkiri bahwa ada
juga orang-orang tidak bertanggung jawab yang mengaku dirinya muslim melakukan
terror dan kekerasan, seperti Al-Qaeda.
F.
Tantangan dan Harapan Muslim Prancis
Tantangan muslim saat ini sangatlah jelas, khususnya di Prancis. Dari
akar pertentangan pun sangat jelas, dimana Negara Prancis adalah Negara
sekuler, sedangkan islam adalah seperangkat norma yang terikat dengan kehidupan
dan tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Akibatnya muncullah
larangan-larangan terhadap islam dalam melakukan kewajibannya. Muncul juga
sejumlah klaim bahwa muslim identik dengan kekerasan dan harus di basmi. Belum
lagi tantangan dari ketertinggalan muslim Prancis dalam aspek Ekonomi dan
Politik.
Demokrasi sebenarnya adalah sebuah jalan yang membawa harapan muslim
Prancis dalam ketenangn mereka menjalankan kewajiban Islam. Harapan ini
sebenarnya telah berjalan. Minoritas sedang merangkak naik dan berkembang dalam
segi jumlah. Angka kelahiran muslim jauh lebih tinggi dari orang eropa pada
umumnya, tak terkecuali di Prancis. Maka pada tahun-tahun kedepan, pertumbuhan
penduduk secara alami perlahan akan mengubah keadaan. Tentu saja bukan soal
balas dendam sebagai mantan korban yang pernah didiskriminasi. Lebih penting
dari pada itu, muslim ingin hak-haknya sebagai pemeluk agama dapat diterima
dengan baik dan beribadah tanpa gangguan. Sehingga pada akhirnya cap sebagai
“radikalisme” dapat dihilangkan.
Baca Juga: Islam di Kashmir India
[6] Syariahalauddin,
Umat Islam di Prancis dan Problematikanya, dalam https://syariahalauddin.wordpress.com/2011/10/17/umat-islam-di-prancis-dan-problematikanya/
diakses pada 19 Desesmber 2017, pukul 5:36 WIB.
[7] DDHK News,
Prancis Negeri Minoritas Muslim Terbesar di Eropa, dalam http://ddhongkong.org/prancis-negeri-minoritas-muslim-terbesar-di-eropa/
pada 05:50 WIB.
[8] Anonim,
Prancis Larang Muslim Shalat Berjamaah Di Jalan, dalam www.mustansir.com/prancis-larang-muslim-shalat-berjamaah-di-jalan-mustansir-media/
pada 19 desember 2017, pukul 06:01 WIB.
[9] DDHK News,
Prancis Negeri Minoritas Muslim Terbesar di Eropa, dalam http://ddhongkong.org/prancis-negeri-minoritas-muslim-terbesar-di-eropa/
pada 05:50 WIB.
0 komentar:
Post a Comment