Rasionalisme dan Empirisme, .blogspot.com |
FILSAFAT ILMU
Aliran terkenal dalam filsafat yang menggunakan dua
kekuatan dalam diri manusia, antara penggunaan akal budi dengan penggunaan pancaindera
memang selalu menimbulkan hal yang menarik untuk dikaji. Karena antara mereka
sama-sama memiliki dalil kuat terkait keyakinannya dan tidak jarang saling
menjatuhkan dan mengingkari kebenaran yang lain. Disatu sisi pancaindera yang
sudah jelas menggambarkan sesuatu yang kita tangkap dan kita alami sebagai
pengetahuan yang pasti, namun disisi lain ada hal-hal yang tidak dapat diterima
oleh akal budi jika kita tangkap melalui indera saja. Lalu bagaimana sebenarnya
para filusuf membicarakan perdebatan antara 2 aliran ekstrim filsafat ini?
Rasionalisme adalah aliran filsafat yang
menekankan kebenaran berasal dari akal budi dan bukan dari pancaindera. Hal ini
didasarkan karena pancaindera bisa saja salah dalam memproyeksikan sesuatu
karena keterbatasannya. Sedangkan akal budi berasal dari dalam diri manusia
yang sifatnya rasional dan tidak mungkin salah. Bagi mereka akal budi saja
sudah cukup untuk menemukan kebenaran tentang sesuatu. Dalam kronologi sejarah,
Plato adalah pemikir rasionalisme pertama. Lebih dalam lagi, Plato
mengulas konsep rasionalisme. Menurut Plato, semua yang nyata sebagai kebenaran
adalah kebenaran yang bersifat idea atau pemikiran atau akal budi,
sedangkan hal-hal yang bersifat material dan empiris adalah tiruan cacat dari
apa yang dihasilkan oleh akal budi. Hanya ide-ide lah yang bersifat sempurna
dan nyata. Dan yang selanjutnya adalah, ungkapan Plato yang lain adalah
anggapan bahwa di dunia yang semu/fana ini hanyalah ide yang abadi, sedangkan
material bersifat semu dan sementara.
Pemikir Eropa satu lagi yang melandaskan
kebenaran pada Akal Budi adalah Descartes. Ia mengatakan bahwa semua
yang kita alami dan rasakan melalui pancaindera harus kita sikapi skeptis. Artinya
kita harus selalu ragu dan ragu dengan apa yang menjadi pengetahuan atau
pengalaman kita, skeptis ini terus dilakukan dalam upaya pencarian kebenaran
sampai sudah tidak lagi diperlukan skeptis-skeptis lagi, maka itulah yang
dinamakan benar. Dengan meragukan semua yang diperoleh melalui pancaindera
sampai kita memperoleh ide yang jelas. Menurut Descrates sesuatu yang
menghalangi kita dari kebenaran sejati adalah pancaindera kita, sebagai contoh
botol yang terisi penuh air dapat terlihat seperti botol yang kosong, itu semua
karena keterbatasan indera kita. Secara umum kaum rasionalisme meremehkan peran
pengalaman dan pengamatan pancaindera bagi pengetahuan. Bagi mereka pancaindera
bisa menipu, maka janganlah yakin pada sesuatu yang pernah menipu kita, karena
sesuatu itu tidak akan terjamin benar.
Diantara rasionalisme dan empirisme
sebenarnya sama-sama mencari dasar landasan yang kokoh dalam memperoleh
kebenaran. Dalam empirisme seperti halnya rasionalisme juga memiliki metode
skeptis atau bersifat ragu untuk mencari kebenaran. Mereka berusaha mencari
pembenaran atas pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai pengetahuan yang
benar, dan menolak sesuatu tanpa adanya bukti yang benar/riil/nyata/empiris.
Hanya saja empirisme adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber
satu-satunya pengetahuan manusia adalah pengalaman. Yang menjadi nyawa sebuah
kebenaran atau pokok sebuah kebenaran menurut kaum empirisme adalah sebuah
bukti yang konkret. Dan semua ide dan konsep yang kita anggap benar juga
sebenarnya berawal dari apa yang kita tangkap oleh pancaindera kita.
John Locke mengatakan bahawa konsep dan ide yang ada dalam diri manusia berasal
dari pengalaman empirik. Karena John Locke berpendapat bahwa konsep dan ide
adalah sesuatu yang belum dimiliki oleh manusia ketika ia lahir, maka tidak
mungkin muncul konsep dan ide tanpa bantuan pengalaman empirik. Hal ini
menekankan bahwa akal budi manusia adalah berawal dari kekosongan, tanpa isi
apapun. John Lock dengan konsep empirisme nya ternyata tidak menolak begitu
saja penggunaan akal budi, namun menempatkan ia di posisi setelah pancaindera.
Menurutnya ada dua konsep atau ide, yaitu sederhana dan kompleks. Sederhana
ketika manusia menggunakan pancainderanya dan menghasilkan rasa manis, bau
bangkai, atau warna merah. Sedangkan kompleks adalah ketika apa yang ditangkap
oleh pancaindera diolah oleh akal budi dan menghasilkan buah pemikiran yang
kompleks. Dan antara yang sederhana & kompleks ini menurut John Locke lebih
mendekati benar konsep yang sederhana, karena kompleks telah diolah dalam akal
budi yang tidak memiliki kemampuan menunjukkan kebenaran secara empiris dengan
didukung bukti yang nyata.
Baca Juga: Harus Nasution |Akal dan Wahyu
0 komentar:
Post a Comment