Mustafa Kemal, islam.com |
Pengantar
Puji syukur Alhamdulillah
kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi
hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga
rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah
serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami
sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu
makalah.
Dalam
aspek manapun, makalah ini belum memenuhi
kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan
menemukan kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran
kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal
mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah
ini.
Setidaknya,
dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami
sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan
banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
Pada
akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Drs. H. Jahdan Ibnu Humam Saleh, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Sejarah Dunia II yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan
yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.
Sleman,
08 Maret 2017
Irfan
Hamid
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua rangkaian peristiwa
carut marut, baik global, nasional, ataupun lokal di bumi ini nampak sebagai
peristiwa-peristiwa alami, tidak sengaja dan hanya bersifat kebetulan.[1]
Berbagai perang terjadi pada saat suatu negara bergerak menuju wilayah lainnya,
depresi terjadi ketika pasar mengalami penurunan nilai mata uang, inflasi
terjadi ketika harga disetir, revolusi bermula pada saat orang-orang secara
spontan tampak bangkit untuk menggulingkan pemerintahan yang ada. Semua ini
penjelasan-penjelasan tradisional mengenai beragam peristiwa sejarah yang
dianggap peristiwa alami dan kebetulan.[2]
Namun bagaimana jika semua itu telah direncanakan dan diatur sedemikian rupa
oleh pihak tertentu? Untuk menjawab itu, Ralph Epperson mengatakan ada 2 sudut
pandang sejarah: - Accidental view of History (Sudut pandang kebetulan
dalam sejarah), dan
- Conspiratorial view of History (Sudut pandang konspirasi dalam
sejarah).
Presiden Roosevelt
mengatakan “Dalam politik tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan.
Kalaupun terjadi, memang sejatinnya telah direncanakan sedemikian rupa”. Jika
rencana ini benar adanya, maka sudah tentu ada tujuan dan maksud dibalik itu,
termasuk peristiwa revolusi. Revolusi terjadi karena adanya perubahan yang
mendasar/radikal/fundamental dalam banyak aspek, yang diawali dengan munculnya
kondisi yang mendesak dan perlawanan. Soal waktu revolusi tidak identik dengan
perubahan yang cepat.[3]
Dalam makalah ini kami
akan menggunakan Conspiratorial view of History, maka terlebih dahulu
secara singkat akan kami jelaskan tentang konspirasi. Konspirasi adalah suatu
rencana dan tindakan bersama secara rahasia, khususnya untuk tujuan melanggar
hukum dan berbahaya seperti pembunuhan dan pengkhianatan. Dari pengertian
tersebut kita mendapat 3 kata kunci yaitu, rahasia, bersama, dan kejahatan.
Namun apakah benar kejadian-kejadian politik, termasuk revolusi, adalah rencana
jahat para konspirator? Padahal jika kita lihat revolusi adalah upaya
pembaharuan, atau perlawanan rakyat kecil tertindas, dan usaha-usaha keadilan. Menanggapi
itu sebaiknya kita tidak gegabah, bisa kita bayangkan bahwa rencana jahat akan
berhasil jika rencana itu dirahasiakan dan dikemas dalam bentuk yang baik.
Begitu juga dengan konspirasi revolusi.
Jika kita bicara 3 kata
kunci (rahasia, bersama, dan kejahatan) yang dilakukan para konspirator, maka
kita akan mengetahui motif apa yang ada dibalik itu. Schmitz memberikan
pernyataan bahwa motif dalam melakukan konspirasi ialah “Kekuasaan!”, hal ini
dicapai melalui uang, begitu uang telah didapat, motif tersebut berujung pada
kekuasaan. Di sisi lain, para konspirator adalah pemuja iblis dan pembenci
Tuhan. Segala macam cara mereka lakukan untuk mendapat kekuasaan, karena
dasarnya mereka pemuja iblis dan iblis tak kenal halal-haram, yang mereka tau
hanyalah tipu daya dan hasut. Kekuasaan yang dicari para konspirator oleh Jim
Marrs disebut “rencana gelap untuk memaksakan New World Order” [4],
dan salah satunya melalui perantara Revolusi.
Kami selaku pemakalah
akan mengusung tema runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani apakah pantas disebut
sebagai Revolusi, dilihat dari Conspiratorial view of History. Dari tema
dan sudut pandang yang kami pakai, maka kami mengangkat judul “Konspirasi
Revolusi Turki Utsmani”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, kami akan mengangkat rumusan masalah untuk menjawab tema
makalah (runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani apakah pantas disebut sebagai
Revolusi) dengan sudut pandang konspirasi:
1. Bagaimana gambaran umum Kekhalifahan
Utsmani jelang konspirasi?
2. Bagaimana kondisi mendesak pra-revolusi
kekhalifahan Utsmaniyah?
3. Bagaimana perlawanan kekhalifahan
Utsmaniyah terhadap kondisi mendesak pra-revolusi?
4. Bagaimana perubahan mendasar pada
kekhalifahan Utsmaniyah saat revolusi?
C. Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum Kekhalifahan
Utsmani jelang konspirasi
2. Mengetahui kondisi mendesak pra-revolusi
kekhalifahan Utsmaniyah
3. Mengetahui perlawanan kekhalifahan
Utsmaniyah terhadap kondisi mendesak pra-revolusi
4. Mengetahui perubahan mendasar pada
kekhalifahan Utsmaniyah saat revolusi
BAB. II
ISI
(Mengenai
kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan Freemasonry beserta agennya)
Sultan Abdul Hamid II : Abdul Hamid II adalah “benteng terakhir” Kerajaan Turki Utsmani
karena perjuangannya mempertahankan kedaulatan kerajaan. Di sepanjang pemerintahannya, beliau telah
berusaha mengatasi konspirasi Freemasonry dan kekuatan negara-negara Eropa yang
ingin menggulingkan pemerintahannya. Sultan lahir 21/9/1842, sejak kecil beliau
mendapat ilmu agama yang cukup. Di masa muda Abdul Hamid II, Turki telah
dimasuki budaya Eropa, namun kepribadian yang kuat membuat beliau memegang
nilai Islam dengan baik. Sultan Abdul Hamid II dianggap sebagai penguasa anti
barat, namun sesungguhnya dia hanya menolak peradaban barat yang tidak sesuai
karakter Islam. Dia bahkan menerima ilmu yang datang dari barat.[5]
Freemasonry : ada
beberapa versi mengenai kelahiran Freemasonry. Pertama, tahun 5969
(tahun cahaya dihitung dari 40 abad sebelum Isa a. s.). Kedua, pada masa
Herod II menguasai bait Al-Maqdis. Ketiga, 1376 telah ada anggota
Freemasonry duduk di Majlis Rendah Inggris.[6]
Sebagian besar sejarawan berpegang pada 1717 sebagai kelahiran Freemasonry
dengan dibangunnya Loji di Inggris. Aktifitasnya di Turki diketahui terlihat
sejak 1720 dengan dibangun Loji dekat Tower Galata, Istanbul. 1747 Freemasonry
Perancis melakukan ritual terlarang di Turki Utsmani. Setahun kemudian Sultan
Mahmud I melarang organisasi ini. Pengaruh dalam Turki Utsmani belum signifikan
pada awalnya, namun pada paruh awal abad 19 baru dirasakan saat munculnya
gerakan Tanzimat (Gerakan pemisahan urusan agama dan dunia).[7]
Meski
Freemasonry telah dilarang, namun pengaruhnya tetap ada dalam politik Turki
Utsmani. Tanzimat, Utsmani Muda, Turki Muda, dan Komite Persatuan dan Kemajuan
adalah penyamaran Freemasonry dalam upaya konspirasi. Berbagai cara dilakukan Freemasonry agar
dapat menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II. Dampaknya, Turki dibanjiri paham
sekuler dan diakhiri dengan runtuhnya sistem kekhalifahan.[8]
Selain itu tokoh yang sangat berpengaruh dalam keruntuhan Utsmaniyah adalah Mustafa
Kemal Ataturk. Menurut Syaikhul Islam (Mustafa Sabri), Kemal memiliki hubungan
erat dengan kelompok Yahudi, bahkan ia adalah seorang diantara mereka. Mereka
semua mengikuti ritual Freemasonry.[9]
B. Kondisi
Mendesak Pra-Revolusi Kekhalifahan Utsmaniyah
(Upaya
konspirasi Freemasonry dalam Kekhalifahan Utsmaniyah)
Membentuk agen Freemasonry : Pada awalnya Freemasonry berkedok sebagai gerakan
persaudaraan kemanusiaan tanpa pandang status sosial. Mereka menitikberatkan
gerakan di bidang ilmiah dengan mendirikan sekolah dan pemberian beasiswa. Oleh
karena itu banyak yang terperdaya dengan tampilan luar Freemasonry dan akhirnya
menjadi anggotanya.[10] Mereka
berhasil merekrut pejabat-pejabat tinggi dalam pemerintahan Abdul Hamid II,
orang diluar struktur pemerintahan Turki Utsmani juga banyak dan aktif
bergerak.[11]
Sebagian besar anggota
Freemasonry pada masa Sultan Abdul Hamid II tergabung dalam Turki Muda dan
Komite Persatuan dan Kemajuan. Semuanya berkiprah kuat dalam upaya penggulingan
Sultan. Bahkan, dapat dikatakan merupakan aktor utama dari jatuhnya
pemerintahan Abdul Hamid II.[12]
Tekanan dari Freemasonry : 1865 didirikanlah organisasi rahasia dengan tujuan
untuk mengubah pemerintahan Turki Utsmani menjadi konstitusional. Namun 1867
rahasia mereka diketahui pemerintahan Utsmani (Mahmud I), dan para pemukanya
melarikan diri ke Eropa. Disanalah gerkana mereka mulai disebut Utsmani Muda. [13] Gerakan
ini banyak dipengaruhi faham sekuler dan revolusioner terhadap ajaran Islam
tradisional.[14]
1876 mereka merancang konstitusi dan 23 Desember 1876 konstitusi ini diterapkan
di Turki. Namun Februari 1878 konstitusi ini dibubarkan Sultan Abdul Hamid II
karena tak bedampak banyak terhadap pemerintahan. Bahkan saat konstitusi
dihapus dan para petinggi Utsmani Muda ditangkap dan diasingkan, tidak ada
gejolak yang muncul dari Rakyat.[15]
Pada 1896 muncul jaringan
bawah tanah bernama Komite Persatuan dan Kemajuan –yang menurut Ilhami Soysal
Komite ini berhubungan erat dengan Freemasonry– gagal mengeksekusi kudeta
terhadap pemerintah. Akibatnya mereka ditangkap dan diasingkan ke Tripolitania,
dan menyebabkan gerakan oposisi dalam negeri mengalami kemandekan. Berbeda
dengan di dalam negeri, pergerakan oposisi di Paris masih berjalan dengan baik
dan memunculkan gerakan Turki Muda pada tahun-tahun selanjutnya. Sultan Abdul
Hamid II dalam catatan hariannya mengatakan bahwa gerakan Turki Muda adalah
bagian dari Freemasonry.[16]
Propaganda : di antara upaya Freemasonry untuk melemahkan Sultan
Abdul Hamid II adalah dengan merusak citra kepemimpinannya melalui selebaran,
pamflet, penerbitan, dan propaganda lainnya. Tampaknya, upaya mereka berhasil
menyita perhatian pemerintah Utsmani untuk mengusut pelaku propaganda, namun
tak berbuah hasil karena rapinya mereka menyimpan identitas. Pada akhir 1890-an
muncul tuduhan negative dari Daily News of London terhadap sultan.
Berikutnya, koran La Turquie Libre di London, Editor Koran ini adalah
Justin Marengo yang berasal dari Paris, namun lagi-lagi pemerintahan Turki
Utsmani tidak dapat menemukannya. Tahun 1893 muncul selebaran misterius The
Armenians and the Turks under Sultan Abdul Hamid yang dicetak di Inggris.
Pada tahun yang sama muncul selebaran berjudul La Turquie sous Abdul Hamid.
Selebaran tersebut memojokkan Sultan, dan akhir dari penyelidikan mengatakan
bahwa kedua selebaran tersebut berkaitan dengan Turki Muda.
Propaganda-propaganda tersebut berhasil membentuk opini publik, baik di dalam
maupun di luar Turki Utsmani, Sultan dianggap buruk, diktator, otoriter, dan
tidak cakap memimpin.[17]
Persekongkolan : Upaya penghancuran Turki Utsmani tidak dapat
dipahami hanya sebagai peran kelompok tunggal, sebaliknya ini merupakan
persekongkolan. Seperti dalam catatan pribadi Sultan Abdul Hamid II “Negara-negara
besar Eropa memperoleh kepentingannya dan membagi-bagi wilayah Utsmani dan
mencerai-beraikannya. Pada dasarnya mereka saling berseteru, namun mereka
berkoalisi dalam menghancurkan Turki Utsmani”.[18]
Diantara pihak yang berhubungan erat dengan Freemasonry adalah Zionis.[19] Kondisi perekonomian Utsmani saat itu sedang
paceklik, seperti yang diungkapkan Sultan Abdul Hamid II dalam catatan
hariannya:
Adapun kondisi
keuangan, negara dibebani banyak hutang. Income yang semakin berkurang
setiap tahunnya dan produksi dalam negeri yang semakin lama semakin menyusut. Sejak
masa penerapan pemerintahan perwakilan (masa Tanzimat), kami mengimpor segala
kebutuhan dari Eropa. Produksi kain eropa memenuhi segala tempat, hingga
menyebabkan industri gulung tikar. Pemasukan bea cukai terbatas dan tidak
memenuhi kebutuhan disebabkan perjanjian yang ditandatangani oleh negara maju.[20]
1896 Theodor
Hertzl datang dengan belas kasih ingin membantu Turki Utsmani. Tentunya bukan
tanpa imbalan, ia datang menemui Sultan Abdul Hamid II meminta tanah yang tak
begitu luas di selatan untuk tempat tinggal bangsa Yahudi.[21]
Hertzl datang dengan bantuan keuangan dalam jumlah besar, dengan syarat meminta
Palestina. Sultan menolak mentah-mentah
tawaran Hertzl dengan mengatakan “Saya tidak akan menyisihkan sejengkalpun
tanah Palestina, tanah itu bukan milik saya tetapi milik rakyat Palestina”.[22]
Pada 1897 Hertzl mengirim utusan kepada Sultan Abdul Hamid II dengan tujuan
yang sama, namun lagi-lagi ditolak oleh sultan.[23]
Kegigihan Hertzl tidak surut, 1901 kembali ia berhasil menemui Sultan, waktu 2
jam ia pergunakan sebaik mungkin untuk mengemukakan ide dan proyeknya, serta
iming-iming imbalan dihadapan Sultan. Namun lagi-lagi sultan menanggapi dingin
dan Hertzl menemui jalan buntu.[24]
Kegagalan Hertzl
memunculkan strategi baru, ia memanfaatkan hubungannya dengan agen-agen
Freemasonry, salah satunya Abdullah Cevdet. Melalui Abdullah Cevdet (Anggota
Turki Muda dan Komite Persatuan dan Kemajuan) Hertzl diperkenalkan dengan
pejabat-pejabat Turki Utsmani untuk memuluskan langkahnya. Persekutuan Zionisme
dan Freemasonry sama-sama bertujuan menggulingkan Sultan Abdul Hamid II, namun
dengan maksud yang berbeda. Di satu sisi Hertzl menginginkan hancurnya Sultan
untuk mendapat tanah Palestina, di sisi lain Freemasonry dengan
organisasi-organisasi bonekanya ingin mewujudkan cita-cita ideologi politik di
Turki Utsmani.[25]
C. Perlawanan
Kekhalifahan Utsmaniyah Terhadap Kondisi Mendesak Pra-Revolusi
Di puncak kekuasaan
terdapat Sultan Abdul Hamid II, semoga Allah merahmatinya. Beliau benar-benar
hidup disibukkan pada masalah dan tantangan dalam pemerintahan. Ia menyadari
keadaan negara saat itu telah menjadi “orang yang sakit”. Sedangkan banyak yang
telah menunggu kematiannya agar dapat memiliki harta benda yang
ditinggalkannya. Ia amat sadar akan usaha yang dilakukan Freemasonry, dan
orang-orang yang bersembunyi di belakangnya yang telah siap menikam khilafah
dari belakang. Karena itu ia menyeru kepada Umat agar mangadakan persatuan
Islam sebagai jawaban dari seruan Nasionalisne Pan-Turanian,[26]
Nasionalisme Arab,[27]
dan persekongkolan negara Eropa yang melakukan kolonialisasi di wilayah yang
saat itu masih menjadi bagian Turki Utsmani.[28]
Pan-Islamisme : Sebenarnya
Pan-Islamisme sudah muncul di Turki sejak 1774 dengan perjanjian Kucuk
Kaynarca, untuk mengakui kekuasaan Spriritual Sultan terhadap seluruh Muslim.
Sejak akhir 1860 sampai awal 1870 ide tentang Pan-Islamisme adalah sesuatu yang
menjanjikan, dan pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II Pan-Islamisme
dijadikan sebuah kebijakan politik. Penyebaran gagasan Pan-Islamisme ini
didukung oleh media komunikasi modern dan percetakan yang pada pertengahan abad
19 telah berkembang di Turkin Utsmani.[29]
Ada
delapan poin Pan-Islamisme yang mencakup 2 strategi besar, yaitu internal dan
eksternal. Internal, secara umum meliputi strategi:
1) Menghadapi kaum intelektual lulusan barat
2) Mengokohkan kekuatan kekhalifahan
3) Membangun sarana transportasi
4) Menjadikan kepala suku Arab condong pada
Sultan
5) Menggunakan media islam sebagai sarana
kampanye Pan-Islamisme
Sedangkan strategi Eksternal meliputi:
1) Menghentikan gerak kolonialisme Eropa dan
Rusia
2) Mengokohkan politik internasional Muslim
3) Memainkan peran signifikan dalam kebijakan
politik Internasional
Gerakan ini disebarluaskan juga
pada momentum Haji di Mekkah dengan menyuarakan Pan-Islamisme. Selain itu
Baghdad dan Afrika Utara juga dibuat cabang gerakan Pan-Islamisme Sultan Abdul
Hamid II. Hasil yang menonjol adalah di Afrika Utara, gagasan ini mampu
mendorong gerakan perlawanan terhadap Perancis melalui organisasi-organisasi
keagamaan. Sedangkan di Baghdad gagasan ini disuarakan pada gerakan Tarekat.
Untuk sarana penyebarluasan gerakan ini Sultan membangun jalur kereta Hijaz.
Arabisasi juga dilakukan untuk merangkul Arab (sebagai wilayah yang berpotensi
memisahkan diri).[30]
Memperkuat
Inteligen : Pada masa
Sultan Abdul Hamid II dikenal jaringan mata-mata domestik yang legendaris.
Hingga ada ungkapan, bahwa dia telah mempekerjakan setengah rakyatnya untuk
menjadi mata-mata setengah rakyatnya yang lain. Ungkapan yang menunjukkan
keseriusannya dalam persoalan inteligen. Sultan menyadari bahaya yang
mengelilinginya, oleh karena itu ia merespon dengan pembinaan badan inteligen
yang disebut musuhnya sebagai Journalijiya. Strategi ini berhasil
mempertahankan kekuasaan Sultan selama 33 tahun.[31]
Pendirian
badan Inteligen ini menurut sultan bukanlah sarana untuk menghancurkan
rakyatnya, namun hanya untuk melihat dan mengawasi mereka yang sengaja
melakukan pengkhianatan. Tidak heran bagian dari strategi Freemasonry adalah
menghindari badan inteligen milik sultan ini. Namun, mata-mata sultan tetap
dapat mengetahui rencana Freemasonry dan selalu membocorkan ke Istana Yildiz.[32]
D. Perubahan
Mendasar Pada Kekhalifahan Utsmaniyah Saat Revolusi
Seperti program
konspirasi Yahudi di negara-negara lain, mereka juga memanfaatkan orang-orang
dalam di Turki Utsmani. Mula-mula mereka menyusupkan Mustafa Kemal Pasha,
seorang Yahudi asal Salonika untuk berkarir setinggi-tingginya di dalam militer
Turki Utsmani. Setelah menjadi Perwira, Mustafa Kemal bergabung dengan Turki
Muda (gerakan yang berdiri di Paris 1889). Pada 1907 Mustafa kemal bergabung
dengan Komite Persatuan dan Kemajuan (organisasi revolusioner yang disokong
Bankir Yahudi).[33]
Persiapan Revolusi : Gerakan Turki Muda di Paris melaksanakan
kongres 1902, muncul 2 pendapat dalam kongres yang menyebabkan Turki Muda
terpecah menjadi 2 fraksi (Sabahuddin dan Ahmed Riza). Setelah kongres, fraksi
Sabahuddin mendirikan organisasi sendiri yang bernama Perhimpunan Orang Liberal
Utsmani. Tahun 1905-1906 adalah tahun-tahun menginspirasi gerakan Turki Muda
untuk mengembalikan konstitusi 1876. Ini tidak lepas dari dua orang kekuatan
baru yaitu Bahaudin dan Nazim, yang dirasa lebih taktis dibanding Ahmed Riza. Tahun
1907 diadakan kongres kedua di Paris, dalam kongres itu disepakati bahwa mereka
akan mulai mengambil langkah dalam penggulingan Sultan Abdul Hamid II.[34]
Memasuki 1908, Komite
Persatuan dan Kemajuan lebih serius memikirkan upaya penggulingan Sultan Abdul
Hamid II. Meletusnya revolusi tampaknya hanya tinggal menunggu pemantik utama.
Strategi dilancarkan Komite Persatuan dan Kemajuan, segala upaya pun dilakukan
Sultan untuk mengantisipasi terjadinya revolusi.
Revolusi : Akhirnya, dalam kondisi yang tidak
berdaya, tanggal 23 Juli 1908 Sultan Abdul Hamid II menetapkan pemberlakuan
kembali Konstitusi 1876 dan mengundang parlemen untuk sidang di Istana. Namun,
Komite Persatuan dan Kemajuan belum berhasil menggulingkan Sultan.
Keputusan pemberlakuan
kembali Konstitusi 1876 bukan berarti meredam situasi saat itu, antara Sultan
dan Komite Persatuan dan Kemajuan tetap terjadi konflik. Pada awal 1909 terjadi
bentrok antara Komite Persatuan dan Kemajuan dengan golongan agama Konservatif
–yang pada 3 April 1909 membentuk organisasi bernama Persatuan Muhammadiyah–.
Persatuan Muhammadiyah menolak kebijakan sekulerisme Gerakan Turki Muda dan
Komite Persatuan dan Kemajuan, dan mengajukan tuntutan yang intinya
mengembalikan syariat. Namun akhirnya Komite Persatuan dan Kemajuan membentuk
tentara untuk menumpas dan mengadili anggota Persatuan Muhammadiyah.
Pada 27 April 1909 atas
desakan kaum revolusioner kepada Mufti Islam, Muhammad Dhiyauddin, membuat draf
berisi pencopotan jabatan Sultan Abdul Hamid II dan menjadikannya sebagai
fatwa. Ketika fatwa dibacakan, dan berakhir dengan kalimat “…untuk meminta
pada Zaid (Sultan Abdul Hamid II) agar dia mengundurkan diri sebagai khalifah,
atau mereka harus menurunkannya…” dengan lantang, anggota Komite Persatuan
dan Pembangunan menjawab “Kami menginginkan agar dicopot”. [35]
Sultan lalu dipenjarakan di Salonika sampai menemui ajal beliau.[36]
Pasca Revolusi : yang menggantikan Sultan Abdul Hamid II adalah Muhammad V yang tidak
lebih dari sebuah bonekanya Komite Persatuan dan Kemajuan. Di tangan mereka
Turki dikendalikan ke arah Nasionalisme Thuranian dengan penerapan Turkifikasi.
Kebijakan ini membuat Arab bereaksi dan akhirnya muncul gerakan serupa Turki
Muda dengan semangat nasionalisme fanatiknya. Saat perang dunia I (1914-1918),
terjadi pembelahan yang serius antara Turki dan Arab, Turki bergabung dengan
Jerman dan Austria, sedangkan Arab bergabung dengan Inggris, Perancis, dan
Rusia.[37]
Singkatnya kubu Jerman kalah, begitupun Turki yang saat itu lantas diduduki
Inggris. Dalam situasi ini, muncullah Mustafa Kemal yang menyuarakan jihad
dengan mengangkat Al-qur’an tahun 1918. Tanpa menemui banyak kesulitan, Mustafa
Kemal –yang dijuluki Ghazi–berhasil mengusir Inggris. Melihat mudahnya
pengusiran Inggris itu, Ali Muhammad Ash-Shalabi menganggap bahwa peristiwa itu
hanyalah rekayasa untuk memunculkan ketokohan Mustafa Kemal.
Kedudukan Mustafa Kemal
yang semakin kuat. Di depan sidang Majelis Nasional ia mengatakan bahwa pangkal
dari semua krisis yang dialami Turki adalah sistem kekhalifahan yang tak sesuai
dengan aspirasi rakyat. Lalu dengan lantang Mustafa Kemal mengusulkan perubahan
mendasar bahwa Turki harus menjadi sebuah republik dengan seorang presiden
terpilih. Ia digelari Ataturk setelah 1923 mengumumkan berdirinya
Republik Turki dengan ia sebagai presidennya.
Berikut adalah dampak Sekulerisme atas berdirinya Republik Turki:[38]
1) Penghapusan
huruf Arab dalam kurikulum pendidikan
2) Melarang poligami dan hijab
3) Mengimpor budaya Eropa
4) Mengubah masjid Aya Sophia dan Al-fatih
menjadi Museum
5) Mempekerjakan wanita dalam instansi
pemerintahan
6) Melarang adzan dengan bahasa Arab
7) Mengganti kalender Hijriyah dengan kalender
Barat dan menghapus dua hari raya dalam islam
Sekulerisme terbesarnya
ialah menghapuskan kekhalifahan, jabatan Syaikhul Islam, serta kementrian
agama, dan 1924 ditetapkan sebagai Sekulerisasi Institusional.[39]
Melalui Mustafa Kemal Ataturk semangat Freemasonry untuk menghancurkan pilar
kekhalifahan Utsmaniyah pun menuai sukses besar.
Baca Juga : Konsep Kelahiran Kembali Renaissance
Daftar Pustaka
Antara, Abhee. 2013. Teori Konspirasi
peristiwa kasus isu politik di Indonesia dan Dunia. Jakarta: Mediakita.
As-saqa, Muhammad Safwat dan Habib, Sa’idi
Abu. 1982. Gerakan Freemasonry. terj. Maktab
Rabitah Jakarta. Jakarta: Rabitah Alam.
Harb, Muhammad. 2013. Memoar Sultan
Abdul Hamid II, terj. Masturi Irham dan Mujiburrohman.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Herdiansyah, Deden A. 2016. Dibalik
Runtuhnya Turki Utsmani. Yogyakarta: Pro-U Media.
Mughni, Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di
Kawasan Turki. Jakarta: Logos.
Purbawati, Jagad A. 2013. The New World
Order konspirasi global para penyembah iblis
menaklukkan
dunia. Jakarta: Al-Kautsar.
Sulasman dan Suparman. 2013. Sejarah
Islam di Asia dan Eropa dari masa klasik hingga modern. Bandung: Pustaka Setia.
[1] Jagad A. Purbawati, The New World Order konspirasi
global para penyembah iblis menaklukkan dunia (Jakarta: Al-Kautsar, 2013),
hlm. 1
[3] Perkataan Drs. H. Jahdan Ibnu Humam Saleh, M. Si., Perkuliahan
Sejarah Dunia II. Pada 14 februari 2017
[5] Deden A. Herdiansyah, Dibalik Runtuhnya Turki
Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 59-62
[6] Muhammad Safwat As-saqa dan Sa’idi Abu Habib, Gerakan
Freemasonry, terj. Maktab Rabitah Jakarta, (Jakarta: Rabitah Alam,
1982), hlm. 2-3
[9] Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan
Eropa dari masa klasik hingga modern (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.
196
[18] Muhammad Harb, Memoar Sultan Abdul Hamid II, terj.
Masturi Irham dan Mujiburrohman. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 155
[22] Abhee Antara, Teori Konspirasi peristiwa kasus isu
politik di Indonesia dan Dunia (Jakarta: Mediakita, 2013), hlm. 329-330
0 komentar:
Post a Comment