Konspirasi Revolusi Turki Usmani


Mustafa Kemal, islam.com

Pengantar

            Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
            Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah ini.
            Setidaknya, dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
            Pada akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Drs. H. Jahdan Ibnu Humam Saleh, M. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Dunia II yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.

                                                                                                Sleman, 08 Maret 2017


                                                                                                Irfan Hamid




BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Semua rangkaian peristiwa carut marut, baik global, nasional, ataupun lokal di bumi ini nampak sebagai peristiwa-peristiwa alami, tidak sengaja dan hanya bersifat kebetulan.[1] Berbagai perang terjadi pada saat suatu negara bergerak menuju wilayah lainnya, depresi terjadi ketika pasar mengalami penurunan nilai mata uang, inflasi terjadi ketika harga disetir, revolusi bermula pada saat orang-orang secara spontan tampak bangkit untuk menggulingkan pemerintahan yang ada. Semua ini penjelasan-penjelasan tradisional mengenai beragam peristiwa sejarah yang dianggap peristiwa alami dan kebetulan.[2] Namun bagaimana jika semua itu telah direncanakan dan diatur sedemikian rupa oleh pihak tertentu? Untuk menjawab itu, Ralph Epperson mengatakan ada 2 sudut pandang sejarah: - Accidental view of History (Sudut pandang kebetulan dalam sejarah), dan
- Conspiratorial view of History (Sudut pandang konspirasi dalam sejarah).
          Presiden Roosevelt mengatakan “Dalam politik tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan. Kalaupun terjadi, memang sejatinnya telah direncanakan sedemikian rupa”. Jika rencana ini benar adanya, maka sudah tentu ada tujuan dan maksud dibalik itu, termasuk peristiwa revolusi. Revolusi terjadi karena adanya perubahan yang mendasar/radikal/fundamental dalam banyak aspek, yang diawali dengan munculnya kondisi yang mendesak dan perlawanan. Soal waktu revolusi tidak identik dengan perubahan yang cepat.[3]
          Dalam makalah ini kami akan menggunakan Conspiratorial view of History, maka terlebih dahulu secara singkat akan kami jelaskan tentang konspirasi. Konspirasi adalah suatu rencana dan tindakan bersama secara rahasia, khususnya untuk tujuan melanggar hukum dan berbahaya seperti pembunuhan dan pengkhianatan. Dari pengertian tersebut kita mendapat 3 kata kunci yaitu, rahasia, bersama, dan kejahatan. Namun apakah benar kejadian-kejadian politik, termasuk revolusi, adalah rencana jahat para konspirator? Padahal jika kita lihat revolusi adalah upaya pembaharuan, atau perlawanan rakyat kecil tertindas, dan usaha-usaha keadilan. Menanggapi itu sebaiknya kita tidak gegabah, bisa kita bayangkan bahwa rencana jahat akan berhasil jika rencana itu dirahasiakan dan dikemas dalam bentuk yang baik. Begitu juga dengan konspirasi revolusi.
          Jika kita bicara 3 kata kunci (rahasia, bersama, dan kejahatan) yang dilakukan para konspirator, maka kita akan mengetahui motif apa yang ada dibalik itu. Schmitz memberikan pernyataan bahwa motif dalam melakukan konspirasi ialah “Kekuasaan!”, hal ini dicapai melalui uang, begitu uang telah didapat, motif tersebut berujung pada kekuasaan. Di sisi lain, para konspirator adalah pemuja iblis dan pembenci Tuhan. Segala macam cara mereka lakukan untuk mendapat kekuasaan, karena dasarnya mereka pemuja iblis dan iblis tak kenal halal-haram, yang mereka tau hanyalah tipu daya dan hasut. Kekuasaan yang dicari para konspirator oleh Jim Marrs disebut “rencana gelap untuk memaksakan New World Order [4], dan salah satunya melalui perantara Revolusi.
          Kami selaku pemakalah akan mengusung tema runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani apakah pantas disebut sebagai Revolusi, dilihat dari Conspiratorial view of History. Dari tema dan sudut pandang yang kami pakai, maka kami mengangkat judul “Konspirasi Revolusi Turki Utsmani”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, kami akan mengangkat rumusan masalah untuk menjawab tema makalah (runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani apakah pantas disebut sebagai Revolusi) dengan sudut pandang konspirasi:
1.    Bagaimana gambaran umum Kekhalifahan Utsmani jelang konspirasi?
2.    Bagaimana kondisi mendesak pra-revolusi kekhalifahan Utsmaniyah?
3.    Bagaimana perlawanan kekhalifahan Utsmaniyah terhadap kondisi mendesak pra-revolusi?
4.    Bagaimana perubahan mendasar pada kekhalifahan Utsmaniyah saat revolusi?

C. Tujuan

1.    Mengetahui gambaran umum Kekhalifahan Utsmani jelang konspirasi
2.    Mengetahui kondisi mendesak pra-revolusi kekhalifahan Utsmaniyah
3.    Mengetahui perlawanan kekhalifahan Utsmaniyah terhadap kondisi mendesak pra-revolusi
4.    Mengetahui perubahan mendasar pada kekhalifahan Utsmaniyah saat revolusi



BAB. II
ISI


(Mengenai kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan Freemasonry beserta agennya)
Sultan Abdul Hamid II : Abdul Hamid II adalah “benteng terakhir” Kerajaan Turki Utsmani karena perjuangannya mempertahankan kedaulatan kerajaan. Di sepanjang pemerintahannya, beliau telah berusaha mengatasi konspirasi Freemasonry dan kekuatan negara-negara Eropa yang ingin menggulingkan pemerintahannya. Sultan lahir 21/9/1842, sejak kecil beliau mendapat ilmu agama yang cukup. Di masa muda Abdul Hamid II, Turki telah dimasuki budaya Eropa, namun kepribadian yang kuat membuat beliau memegang nilai Islam dengan baik. Sultan Abdul Hamid II dianggap sebagai penguasa anti barat, namun sesungguhnya dia hanya menolak peradaban barat yang tidak sesuai karakter Islam. Dia bahkan menerima ilmu yang datang dari barat.[5]
Freemasonry : ada beberapa versi mengenai kelahiran Freemasonry. Pertama, tahun 5969 (tahun cahaya dihitung dari 40 abad sebelum Isa a. s.). Kedua, pada masa Herod II menguasai bait Al-Maqdis. Ketiga, 1376 telah ada anggota Freemasonry duduk di Majlis Rendah Inggris.[6] Sebagian besar sejarawan berpegang pada 1717 sebagai kelahiran Freemasonry dengan dibangunnya Loji di Inggris. Aktifitasnya di Turki diketahui terlihat sejak 1720 dengan dibangun Loji dekat Tower Galata, Istanbul. 1747 Freemasonry Perancis melakukan ritual terlarang di Turki Utsmani. Setahun kemudian Sultan Mahmud I melarang organisasi ini. Pengaruh dalam Turki Utsmani belum signifikan pada awalnya, namun pada paruh awal abad 19 baru dirasakan saat munculnya gerakan Tanzimat (Gerakan pemisahan urusan agama dan dunia).[7]
       Meski Freemasonry telah dilarang, namun pengaruhnya tetap ada dalam politik Turki Utsmani. Tanzimat, Utsmani Muda, Turki Muda, dan Komite Persatuan dan Kemajuan adalah penyamaran Freemasonry dalam upaya konspirasi. Berbagai cara dilakukan Freemasonry agar dapat menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II. Dampaknya, Turki dibanjiri paham sekuler dan diakhiri dengan runtuhnya sistem kekhalifahan.[8] Selain itu tokoh yang sangat berpengaruh dalam keruntuhan Utsmaniyah adalah Mustafa Kemal Ataturk. Menurut Syaikhul Islam (Mustafa Sabri), Kemal memiliki hubungan erat dengan kelompok Yahudi, bahkan ia adalah seorang diantara mereka. Mereka semua mengikuti ritual Freemasonry.[9]

B.  Kondisi Mendesak Pra-Revolusi Kekhalifahan Utsmaniyah

(Upaya konspirasi Freemasonry dalam Kekhalifahan Utsmaniyah)
Membentuk agen Freemasonry : Pada awalnya Freemasonry berkedok sebagai gerakan persaudaraan kemanusiaan tanpa pandang status sosial. Mereka menitikberatkan gerakan di bidang ilmiah dengan mendirikan sekolah dan pemberian beasiswa. Oleh karena itu banyak yang terperdaya dengan tampilan luar Freemasonry dan akhirnya menjadi anggotanya.[10] Mereka berhasil merekrut pejabat-pejabat tinggi dalam pemerintahan Abdul Hamid II, orang diluar struktur pemerintahan Turki Utsmani juga banyak dan aktif bergerak.[11]
          Sebagian besar anggota Freemasonry pada masa Sultan Abdul Hamid II tergabung dalam Turki Muda dan Komite Persatuan dan Kemajuan. Semuanya berkiprah kuat dalam upaya penggulingan Sultan. Bahkan, dapat dikatakan merupakan aktor utama dari jatuhnya pemerintahan Abdul Hamid II.[12]
Tekanan dari Freemasonry : 1865 didirikanlah organisasi rahasia dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan Turki Utsmani menjadi konstitusional. Namun 1867 rahasia mereka diketahui pemerintahan Utsmani (Mahmud I), dan para pemukanya melarikan diri ke Eropa. Disanalah gerkana mereka mulai disebut Utsmani Muda. [13] Gerakan ini banyak dipengaruhi faham sekuler dan revolusioner terhadap ajaran Islam tradisional.[14] 1876 mereka merancang konstitusi dan 23 Desember 1876 konstitusi ini diterapkan di Turki. Namun Februari 1878 konstitusi ini dibubarkan Sultan Abdul Hamid II karena tak bedampak banyak terhadap pemerintahan. Bahkan saat konstitusi dihapus dan para petinggi Utsmani Muda ditangkap dan diasingkan, tidak ada gejolak yang muncul dari Rakyat.[15]
          Pada 1896 muncul jaringan bawah tanah bernama Komite Persatuan dan Kemajuan –yang menurut Ilhami Soysal Komite ini berhubungan erat dengan Freemasonry– gagal mengeksekusi kudeta terhadap pemerintah. Akibatnya mereka ditangkap dan diasingkan ke Tripolitania, dan menyebabkan gerakan oposisi dalam negeri mengalami kemandekan. Berbeda dengan di dalam negeri, pergerakan oposisi di Paris masih berjalan dengan baik dan memunculkan gerakan Turki Muda pada tahun-tahun selanjutnya. Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya mengatakan bahwa gerakan Turki Muda adalah bagian dari Freemasonry.[16]
Propaganda : di antara upaya Freemasonry untuk melemahkan Sultan Abdul Hamid II adalah dengan merusak citra kepemimpinannya melalui selebaran, pamflet, penerbitan, dan propaganda lainnya. Tampaknya, upaya mereka berhasil menyita perhatian pemerintah Utsmani untuk mengusut pelaku propaganda, namun tak berbuah hasil karena rapinya mereka menyimpan identitas. Pada akhir 1890-an muncul tuduhan negative dari Daily News of London terhadap sultan. Berikutnya, koran La Turquie Libre di London, Editor Koran ini adalah Justin Marengo yang berasal dari Paris, namun lagi-lagi pemerintahan Turki Utsmani tidak dapat menemukannya. Tahun 1893 muncul selebaran misterius The Armenians and the Turks under Sultan Abdul Hamid yang dicetak di Inggris. Pada tahun yang sama muncul selebaran berjudul La Turquie sous Abdul Hamid. Selebaran tersebut memojokkan Sultan, dan akhir dari penyelidikan mengatakan bahwa kedua selebaran tersebut berkaitan dengan Turki Muda. Propaganda-propaganda tersebut berhasil membentuk opini publik, baik di dalam maupun di luar Turki Utsmani, Sultan dianggap buruk, diktator, otoriter, dan tidak cakap memimpin.[17]
Persekongkolan : Upaya penghancuran Turki Utsmani tidak dapat dipahami hanya sebagai peran kelompok tunggal, sebaliknya ini merupakan persekongkolan. Seperti dalam catatan pribadi Sultan Abdul Hamid II “Negara-negara besar Eropa memperoleh kepentingannya dan membagi-bagi wilayah Utsmani dan mencerai-beraikannya. Pada dasarnya mereka saling berseteru, namun mereka berkoalisi dalam menghancurkan Turki Utsmani”.[18] Diantara pihak yang berhubungan erat dengan Freemasonry adalah Zionis.[19]     Kondisi perekonomian Utsmani saat itu sedang paceklik, seperti yang diungkapkan Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya:
Adapun kondisi keuangan, negara dibebani banyak hutang. Income yang semakin berkurang setiap tahunnya dan produksi dalam negeri yang semakin lama semakin menyusut. Sejak masa penerapan pemerintahan perwakilan (masa Tanzimat), kami mengimpor segala kebutuhan dari Eropa. Produksi kain eropa memenuhi segala tempat, hingga menyebabkan industri gulung tikar. Pemasukan bea cukai terbatas dan tidak memenuhi kebutuhan disebabkan perjanjian yang ditandatangani oleh negara maju.[20]

1896 Theodor Hertzl datang dengan belas kasih ingin membantu Turki Utsmani. Tentunya bukan tanpa imbalan, ia datang menemui Sultan Abdul Hamid II meminta tanah yang tak begitu luas di selatan untuk tempat tinggal bangsa Yahudi.[21] Hertzl datang dengan bantuan keuangan dalam jumlah besar, dengan syarat meminta  Palestina. Sultan menolak mentah-mentah tawaran Hertzl dengan mengatakan “Saya tidak akan menyisihkan sejengkalpun tanah Palestina, tanah itu bukan milik saya tetapi milik rakyat Palestina”.[22] Pada 1897 Hertzl mengirim utusan kepada Sultan Abdul Hamid II dengan tujuan yang sama, namun lagi-lagi ditolak oleh sultan.[23] Kegigihan Hertzl tidak surut, 1901 kembali ia berhasil menemui Sultan, waktu 2 jam ia pergunakan sebaik mungkin untuk mengemukakan ide dan proyeknya, serta iming-iming imbalan dihadapan Sultan. Namun lagi-lagi sultan menanggapi dingin dan Hertzl menemui jalan buntu.[24]
          Kegagalan Hertzl memunculkan strategi baru, ia memanfaatkan hubungannya dengan agen-agen Freemasonry, salah satunya Abdullah Cevdet. Melalui Abdullah Cevdet (Anggota Turki Muda dan Komite Persatuan dan Kemajuan) Hertzl diperkenalkan dengan pejabat-pejabat Turki Utsmani untuk memuluskan langkahnya. Persekutuan Zionisme dan Freemasonry sama-sama bertujuan menggulingkan Sultan Abdul Hamid II, namun dengan maksud yang berbeda. Di satu sisi Hertzl menginginkan hancurnya Sultan untuk mendapat tanah Palestina, di sisi lain Freemasonry dengan organisasi-organisasi bonekanya ingin mewujudkan cita-cita ideologi politik di Turki Utsmani.[25]

C.  Perlawanan Kekhalifahan Utsmaniyah Terhadap Kondisi Mendesak Pra-Revolusi

          Di puncak kekuasaan terdapat Sultan Abdul Hamid II, semoga Allah merahmatinya. Beliau benar-benar hidup disibukkan pada masalah dan tantangan dalam pemerintahan. Ia menyadari keadaan negara saat itu telah menjadi “orang yang sakit”. Sedangkan banyak yang telah menunggu kematiannya agar dapat memiliki harta benda yang ditinggalkannya. Ia amat sadar akan usaha yang dilakukan Freemasonry, dan orang-orang yang bersembunyi di belakangnya yang telah siap menikam khilafah dari belakang. Karena itu ia menyeru kepada Umat agar mangadakan persatuan Islam sebagai jawaban dari seruan Nasionalisne Pan-Turanian,[26] Nasionalisme Arab,[27] dan persekongkolan negara Eropa yang melakukan kolonialisasi di wilayah yang saat itu masih menjadi bagian Turki Utsmani.[28]
Pan-Islamisme : Sebenarnya Pan-Islamisme sudah muncul di Turki sejak 1774 dengan perjanjian Kucuk Kaynarca, untuk mengakui kekuasaan Spriritual Sultan terhadap seluruh Muslim. Sejak akhir 1860 sampai awal 1870 ide tentang Pan-Islamisme adalah sesuatu yang menjanjikan, dan pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II Pan-Islamisme dijadikan sebuah kebijakan politik. Penyebaran gagasan Pan-Islamisme ini didukung oleh media komunikasi modern dan percetakan yang pada pertengahan abad 19 telah berkembang di Turkin Utsmani.[29]
          Ada delapan poin Pan-Islamisme yang mencakup 2 strategi besar, yaitu internal dan eksternal. Internal, secara umum meliputi strategi:
1)  Menghadapi kaum intelektual lulusan barat
2)  Mengokohkan kekuatan kekhalifahan
3)  Membangun sarana transportasi
4)  Menjadikan kepala suku Arab condong pada Sultan
5)  Menggunakan media islam sebagai sarana kampanye Pan-Islamisme
Sedangkan strategi Eksternal meliputi:
1)  Menghentikan gerak kolonialisme Eropa dan Rusia
2)  Mengokohkan politik internasional Muslim
3)  Memainkan peran signifikan dalam kebijakan politik Internasional
Gerakan ini disebarluaskan juga pada momentum Haji di Mekkah dengan menyuarakan Pan-Islamisme. Selain itu Baghdad dan Afrika Utara juga dibuat cabang gerakan Pan-Islamisme Sultan Abdul Hamid II. Hasil yang menonjol adalah di Afrika Utara, gagasan ini mampu mendorong gerakan perlawanan terhadap Perancis melalui organisasi-organisasi keagamaan. Sedangkan di Baghdad gagasan ini disuarakan pada gerakan Tarekat. Untuk sarana penyebarluasan gerakan ini Sultan membangun jalur kereta Hijaz. Arabisasi juga dilakukan untuk merangkul Arab (sebagai wilayah yang berpotensi memisahkan diri).[30]
Memperkuat Inteligen : Pada masa Sultan Abdul Hamid II dikenal jaringan mata-mata domestik yang legendaris. Hingga ada ungkapan, bahwa dia telah mempekerjakan setengah rakyatnya untuk menjadi mata-mata setengah rakyatnya yang lain. Ungkapan yang menunjukkan keseriusannya dalam persoalan inteligen. Sultan menyadari bahaya yang mengelilinginya, oleh karena itu ia merespon dengan pembinaan badan inteligen yang disebut musuhnya sebagai Journalijiya. Strategi ini berhasil mempertahankan kekuasaan Sultan selama 33 tahun.[31]
          Pendirian badan Inteligen ini menurut sultan bukanlah sarana untuk menghancurkan rakyatnya, namun hanya untuk melihat dan mengawasi mereka yang sengaja melakukan pengkhianatan. Tidak heran bagian dari strategi Freemasonry adalah menghindari badan inteligen milik sultan ini. Namun, mata-mata sultan tetap dapat mengetahui rencana Freemasonry dan selalu membocorkan ke Istana Yildiz.[32]

D.  Perubahan Mendasar Pada Kekhalifahan Utsmaniyah Saat Revolusi

          Seperti program konspirasi Yahudi di negara-negara lain, mereka juga memanfaatkan orang-orang dalam di Turki Utsmani. Mula-mula mereka menyusupkan Mustafa Kemal Pasha, seorang Yahudi asal Salonika untuk berkarir setinggi-tingginya di dalam militer Turki Utsmani. Setelah menjadi Perwira, Mustafa Kemal bergabung dengan Turki Muda (gerakan yang berdiri di Paris 1889). Pada 1907 Mustafa kemal bergabung dengan Komite Persatuan dan Kemajuan (organisasi revolusioner yang disokong Bankir Yahudi).[33]
Persiapan Revolusi : Gerakan Turki Muda di Paris melaksanakan kongres 1902, muncul 2 pendapat dalam kongres yang menyebabkan Turki Muda terpecah menjadi 2 fraksi (Sabahuddin dan Ahmed Riza). Setelah kongres, fraksi Sabahuddin mendirikan organisasi sendiri yang bernama Perhimpunan Orang Liberal Utsmani. Tahun 1905-1906 adalah tahun-tahun menginspirasi gerakan Turki Muda untuk mengembalikan konstitusi 1876. Ini tidak lepas dari dua orang kekuatan baru yaitu Bahaudin dan Nazim, yang dirasa lebih taktis dibanding Ahmed Riza. Tahun 1907 diadakan kongres kedua di Paris, dalam kongres itu disepakati bahwa mereka akan mulai mengambil langkah dalam penggulingan Sultan Abdul Hamid II.[34]
          Memasuki 1908, Komite Persatuan dan Kemajuan lebih serius memikirkan upaya penggulingan Sultan Abdul Hamid II. Meletusnya revolusi tampaknya hanya tinggal menunggu pemantik utama. Strategi dilancarkan Komite Persatuan dan Kemajuan, segala upaya pun dilakukan Sultan untuk mengantisipasi terjadinya revolusi.
Revolusi : Akhirnya, dalam kondisi yang tidak berdaya, tanggal 23 Juli 1908 Sultan Abdul Hamid II menetapkan pemberlakuan kembali Konstitusi 1876 dan mengundang parlemen untuk sidang di Istana. Namun, Komite Persatuan dan Kemajuan belum berhasil menggulingkan Sultan.
          Keputusan pemberlakuan kembali Konstitusi 1876 bukan berarti meredam situasi saat itu, antara Sultan dan Komite Persatuan dan Kemajuan tetap terjadi konflik. Pada awal 1909 terjadi bentrok antara Komite Persatuan dan Kemajuan dengan golongan agama Konservatif –yang pada 3 April 1909 membentuk organisasi bernama Persatuan Muhammadiyah–. Persatuan Muhammadiyah menolak kebijakan sekulerisme Gerakan Turki Muda dan Komite Persatuan dan Kemajuan, dan mengajukan tuntutan yang intinya mengembalikan syariat. Namun akhirnya Komite Persatuan dan Kemajuan membentuk tentara untuk menumpas dan mengadili anggota Persatuan Muhammadiyah.
          Pada 27 April 1909 atas desakan kaum revolusioner kepada Mufti Islam, Muhammad Dhiyauddin, membuat draf berisi pencopotan jabatan Sultan Abdul Hamid II dan menjadikannya sebagai fatwa. Ketika fatwa dibacakan, dan berakhir dengan kalimat “…untuk meminta pada Zaid (Sultan Abdul Hamid II) agar dia mengundurkan diri sebagai khalifah, atau mereka harus menurunkannya…” dengan lantang, anggota Komite Persatuan dan Pembangunan menjawab “Kami menginginkan agar dicopot”. [35] Sultan lalu dipenjarakan di Salonika sampai menemui ajal beliau.[36]
Pasca Revolusi : yang menggantikan Sultan Abdul Hamid II adalah Muhammad V yang tidak lebih dari sebuah bonekanya Komite Persatuan dan Kemajuan. Di tangan mereka Turki dikendalikan ke arah Nasionalisme Thuranian dengan penerapan Turkifikasi. Kebijakan ini membuat Arab bereaksi dan akhirnya muncul gerakan serupa Turki Muda dengan semangat nasionalisme fanatiknya. Saat perang dunia I (1914-1918), terjadi pembelahan yang serius antara Turki dan Arab, Turki bergabung dengan Jerman dan Austria, sedangkan Arab bergabung dengan Inggris, Perancis, dan Rusia.[37] Singkatnya kubu Jerman kalah, begitupun Turki yang saat itu lantas diduduki Inggris. Dalam situasi ini, muncullah Mustafa Kemal yang menyuarakan jihad dengan mengangkat Al-qur’an tahun 1918. Tanpa menemui banyak kesulitan, Mustafa Kemal –yang dijuluki Ghazi–berhasil mengusir Inggris. Melihat mudahnya pengusiran Inggris itu, Ali Muhammad Ash-Shalabi menganggap bahwa peristiwa itu hanyalah rekayasa untuk memunculkan ketokohan Mustafa Kemal.
          Kedudukan Mustafa Kemal yang semakin kuat. Di depan sidang Majelis Nasional ia mengatakan bahwa pangkal dari semua krisis yang dialami Turki adalah sistem kekhalifahan yang tak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lalu dengan lantang Mustafa Kemal mengusulkan perubahan mendasar bahwa Turki harus menjadi sebuah republik dengan seorang presiden terpilih. Ia digelari Ataturk setelah 1923 mengumumkan berdirinya Republik Turki dengan ia sebagai presidennya.
Berikut adalah dampak Sekulerisme atas berdirinya Republik Turki:[38]
1)  Penghapusan huruf Arab dalam kurikulum pendidikan
2)  Melarang poligami dan hijab
3)  Mengimpor budaya Eropa
4)  Mengubah masjid Aya Sophia dan Al-fatih menjadi Museum
5)  Mempekerjakan wanita dalam instansi pemerintahan
6)  Melarang adzan dengan bahasa Arab
7)  Mengganti kalender Hijriyah dengan kalender Barat dan menghapus dua hari raya dalam islam
          Sekulerisme terbesarnya ialah menghapuskan kekhalifahan, jabatan Syaikhul Islam, serta kementrian agama, dan 1924 ditetapkan sebagai Sekulerisasi Institusional.[39] Melalui Mustafa Kemal Ataturk semangat Freemasonry untuk menghancurkan pilar kekhalifahan Utsmaniyah pun menuai sukses besar.

Baca Juga : Konsep Kelahiran Kembali Renaissance


Daftar Pustaka

Antara, Abhee. 2013. Teori Konspirasi peristiwa kasus isu politik di Indonesia dan Dunia.           Jakarta: Mediakita.

As-saqa, Muhammad Safwat dan Habib, Sa’idi Abu. 1982. Gerakan Freemasonry. terj.    Maktab Rabitah Jakarta. Jakarta: Rabitah Alam.

Harb, Muhammad. 2013. Memoar Sultan Abdul Hamid II, terj. Masturi Irham dan             Mujiburrohman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Herdiansyah, Deden A. 2016. Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani. Yogyakarta: Pro-U Media.

Mughni, Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki. Jakarta: Logos.

Purbawati, Jagad A. 2013. The New World Order konspirasi global para penyembah iblis
          menaklukkan dunia. Jakarta: Al-Kautsar.

Sulasman dan Suparman. 2013. Sejarah Islam di Asia dan Eropa dari masa klasik hingga            modern. Bandung: Pustaka Setia.



[1] Jagad A. Purbawati, The New World Order konspirasi global para penyembah iblis menaklukkan dunia (Jakarta: Al-Kautsar, 2013), hlm. 1
[2] Ibid. hlm. 5-6
[3] Perkataan Drs. H. Jahdan Ibnu Humam Saleh, M. Si., Perkuliahan Sejarah Dunia II. Pada 14 februari 2017
[4] Jagad, The New World Order (Jakarta: Al-Kautsar, 2013), hlm. 10
[5] Deden A. Herdiansyah, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 59-62
[6] Muhammad Safwat As-saqa dan Sa’idi Abu Habib, Gerakan Freemasonry, terj. Maktab Rabitah Jakarta, (Jakarta: Rabitah Alam, 1982), hlm. 2-3
[7] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 68-70
[8] Ibid., hlm. 94
[9] Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa dari masa klasik hingga modern (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 196
[10] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm.  69
[11] Ibid., hlm.94-95
[12] Ibid., hlm.96
[13] Ibid., hlm.98
[14] Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 132
[15] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 99
[16] Ibid., hlm. 100
[17] Ibid., hlm. 105-106
[18] Muhammad Harb, Memoar Sultan Abdul Hamid II, terj. Masturi Irham dan Mujiburrohman. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 155
[19] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 107
[20] Muhammad Harb, Memoar (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 167
[21] Muhammad, Gerakan Freemasonry (Jakarta: Rabitah Alam, 1982), hlm. 129
[22] Abhee Antara, Teori Konspirasi peristiwa kasus isu politik di Indonesia dan Dunia (Jakarta: Mediakita, 2013), hlm. 329-330
[23] Ibid., hlm. 329
[24] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 109
[25] Ibid., hlm. 111-113
[26] Muhammad, Gerakan Freemasonry (Jakarta: Rabitah Alam, 1982), hlm. 127-128
[27] Ibid., hlm. 124
[28] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 78
[29] Ibid., hlm. 80
[30] Ibid., hlm. 81-83
[31] Ibid., hlm. 90-91
[32] Ibid., hlm. 92-93
[33] Abhee, Teori Konspirasi (Jakarta: Mediakita, 2013), hlm. 330
[34] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 116
[35] Ibid., hlm. 124-126
[36] Muhammad, Gerakan Freemasonry (Jakarta: Rabitah Alam, 1982), hlm. 124
[37] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 133
[38] Abhee, Teori Konspirasi (Jakarta: Mediakita, 2013), hlm. 334-335
[39] Deden, Dibalik Runtuhnya Turki Utsmani (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), hlm. 134-137

0 komentar:

Post a Comment