Sosiologi Sebagai Alat Analisis Sosial


Pengantar

            Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu nikmat kepada kami, begitupun shalawat beserta salam tiada yang berhak menjadi hilir kecuali baginda Rasulullah SAW, semoga rahmat dan hidayah dapat tercurahkan kepada kita semua. Tanpa nikmat, hidayah, inayah serta iradah-Nya, mustahil kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Beberapa kalimat yang kami sumbangkan dari daya pikir yang lemah ini, terkumpullah kini menjadi satu makalah.
            Dalam aspek manapun, makalah ini belum memenuhi kebenaran yang sempurna, bahkan nanti pembaca mungkin dengan mudah akan menemukan kesalahan. Itu semua murni karena ketidaktahuan serta keteledoran kami. Namun, dari segala kekurangan sudah kami saring menjadi seminimal mungkin, kamipun menaruh harapan yang begitu agung dalam penyusunan makalah ini.
            Setidaknya, dalam penyusunan makalah ini kami tidak mendasarkan pada pemikiran kami sendiri, ada banyak rujukan buku yang kami gunakan, sehingga kami berharap akan banyak manfaat yang dapat pembaca ambil dari makalah ini.
            Pada akhirnya, makalah yang kami susun ini, kami persembahkan kepada khususnya Drs. Badrun Alaena, M. Si selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiologi yang memberi kami kesempatan untuk menyusun makalah ini, dan yang terakhir kepada teman-teman mahasiswa yang seperjuangan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan agama. Semoga Allah memberkati makalah kami. Aamiin.

                                                                                                Sleman, 27 September 2016


                                                                                                Irfan Hamid




BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari kita sering melakukan kontak sosial. Dalam kegiatan ekonomi antara penjual dan pembeli muncul kontak sosial. Dalam kegiatan pendidikan antara pengajar dan murid muncul kontak sosial. Dalam bidang politik antara penguasa dan rakyat terjadi kontak sosial. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kontak sosial adalah aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dan apabila dilakukan akan memunculkan akibat (baik/buruk) terhadap orang lain. [perkuliahan sosiologi 16/9/16, oleh Drs. Badrun Alaena M, Si]
          Akibat yang dimunculkan dalam pasca-kontak sosial bisa berupa akibat buruk, dan akibat baik. Contohnya adalah pembeli yang membeli barang dengan kualitas tertentu, ternyata dia mendapat kualias barang yang lebih rendah,[1] atau sebaliknya (menimbukan akibat baik). Atau contoh lain dalam berlalu lintas didapati seorang pengemudi yang ugal-ugalan dalam mengendara, yang mengakibatkan pengendara lain resah, atau sebaliknya (mengendara dengan tertib).
          Akibat yang muncul dari kontak sosial dapat dianalisis menggunakan sosiologi untuk mendapatkan jalan keluar yang paling tepat untuk menyembuhkan masalah tersebut. Dalam makalah ini kami sebagai penyusun mengangkat beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

1.    Bagaimana pengertian analisis sosial?
2.    Bagaimana sistematika analisis sosial?
3.    Bagaimana langkah-langkah dalam analisis sosial?
4.    Bagaimana peran analisis sosial dalam bidang sejarah?

C. Tujuan

1.    Mengetahui pengertian analisis sosial
2.    Mengetahui penjelasan sistematika analisis sosial
3.    Mengetahui langkah-langkah dalam analisis sosial
4.    Mengetahui peran analisis sosial dalam bidang sejarah



BAB. II
ISI


          Analisis sosial dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang sebuah situasi sosial dengan hubungan-hubungan historis dan strukturalnya. Analisis sosial tersebut berperan sebagai perangkat yang memungkinkan kita menangkap dan memehami realitas yang sedang kita hadapi.
          Analisis sosial menggali realita dari berbagai dimensi. Kadang memusatkan diri pada masalah-masalah khusus seperi masalah pengangguran, inflasi dan kelaparan. Dalam kesempatan lain berpusat pada kebijakan-kebijakan yang tertuju kepada-kepada masalah-masalah seperti latihan kerja, kontrol moneter atau program bantuan pangan. Analisis sosial memungkinkan seseorang menyelidiki  lebih jauh struktur dari lembaga-lembaga ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan, karena dari struktur lembaga-lembaga itulah muncul masalah-masalah dan kesanalah berbagai kebjakan tertuju.
          Dengan menjangkau dimensi dibalik pokok-pokok persoalan, kebijakan-kebijakan dan struktur, analisis sosial pertama memusatkan pada sistem-sistem. Pada sistem-sistem itu juga terdapat berbagai dimensi. Kita dapat berbicara tentang bentuk ekonomi dari sebuah sistem sosial sebagai bagian fungsional yang berbeda atau disebut subsistem.
          Sistem sosial perlu dianalisis baik menurut waktu (analisis historis) maupun menurut ruang (analisis struktural). Analisis historis adalah studi tentang perubahan-perubahan sistem sosial dalam kurun waktu. Sedangkan analisis struktural menyajikan bagian yang representatif dari kerangka kerja dalam sebuah sistem dalam momen waktu tertentu. Pengertian tentang kedua dimensi tersebut sangat penting bagi suatu analisis yang menyeluruh.
          Dalam analisis kita dapat membedakan antara dimensi objektif dan subjektif realita sosial. Dimensi objektif mencakup berbagai organisasi, pola-pola perilaku, dan lembaga/institusi yang memuat ungkapan-ungkapan struktural secara eksternal. Sedangkan dimensi subjektif menyangkut kesadaran  nilai-nilai dan ideologi.
          Meskipun analisis sosial biasanya memperinci realitas tersebut lebih kompleks daripada gambaran yang disajikan oleh proses analisis. Tak pernah sebuah sistem sosial persis cocok dengan model yang asli dan ideal.[2]

Batas-batas analisis sosial terdiri dari :
1. Analisis sosial tidak dirancang untuk menyediakan sebuah jawaban langsung atas pertanyaan “apa yang kita perbuat?”. Jawaban atas pertanyaan itu merupakan tugas strategi atau perencanaan. Analisis sosial membuka konteks dalam sebuah program bagi perubahan sosial dapat diperlihatkan, tetapi tidak menyajikan blueprint bagi tindakan.
2. Analisis sosial bukanlah kegiatan monopoli kaum intelektual. Setiap hari kita semua menggunakan perangkat itu dalam berbagai cara. Kita menggunakannya kalau kita mengaitkan sebuah masalah atau peristiwa pada yang lain. Atau juga kalau kita memilih sebuah tindakan ketimbang langkah yang lain. Kerangka kerja yang memuat hubungan dan pilihan-pilihan itu mungkin mengandung analisis sosial yang tersembunyi. Analisis sosial yang lebih mendetail membuat analisis implisit itu menjadi eksplisit dan lebih tepat.
3. Analisis sosial bukanlah perangkat yang “bebas nilai”. Pokok in sangat diperhatikan. Analisis sosial bukan sebuah pendekatan atau sudut pandang yang semata-mata ilmiah dan objektif terhadap realitas. Memang kita harus berusaha bersih, tepat, logis dan beralasan. Meskipun demikian dalam pemilihan masalah, cara pendekatan, pertanyaan dan dalam keterbukaan pada hasil analisis, kita mengungkapkan prasangka dan nilai-nilai kita. Kita tak pernah memasuki analisis tanpa sebuah komitmen yang mendahului, baik implisit maupun eksplisit.[3]

B.  Penjelasan Sistematika Analisis Sosial

Bagan Analisis Sosial


1.   
Struktur Sosial

          Sebelum menjelaskan analisis sosial, terlebih dahulu kita harus memahami struktur sosial. Kita ketahui bahwa semua orang dalam masyarakat saling berinteraksi. Interaksi dalam masyarakkat didasari atas norma-norma. Karena adanya norma, maka munculah penilaian atas perilaku baik atau buruk, penilaian inilah yang kita fahami sebagai kultur.
          Interaksi antar-individu diatur sesuai dengan Institusi sesuai dengan tujuan khusus interaksi itu. Contohnya, institusi keluarga, agama, ekonomi, dan politik. Hubungan antar institusi ini saling memengaruhi. Menurut Karl Max, istitusi ekonomilah yang merupakan landasan dimana institusi lain berdiri.
          Dalam institusi sosial terdapat nilai, norma, dan sanksi, karena tujuan institusi adalah mengatur interaksi. Keseluruhan institusi yang saling berhubungan satu sama lain itulah yang disebut struktur sosial. Dengan kata lain, struktur sosial adalah interaksi manusia yang sudah berpola dalam istitusi-institusi.[4]

2.    Keadilan

          Perlu dimengerti perbedaan antara keadilan personal dan keadilan sosial. Banyak kasus yang menyangkut keadilan personal, contoh: si A membeli barang dengan kualitas tertentu, ternyata ia mendapat barang dengan kualitas yang lebih rendah. Penjual barang tersebut jelas langsung bisa dimintai pertanggungjawabannya. Maka kasus ini dikategorikan sebagai keadilan personal.
          Lain halnya dengan keadilan sosial, semua orang bertanggung jawab atas ketidakadilan. Tidak dapat ditentukan secara persis siapa yang bertanggung jawab atas ketidakadilan sosial, karena pelaksanaan keadilan sosial tergantung pada struktur masyarakat, maka keadilan sosial menjadi tanggung jawab semua pihak.[5]

3.    Tujuan

          Analisis sosial adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang ada, mendalami institusi keluarga, agama, ekonomi, budaya, dan politik sehingga kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi itu menyebabkan ketidakadilan sosial. Dan kalau kita berhasil melihat suatu masalah sosialyang hendak kita pecahkan dalam konteksnya yang lebih luas, maka kita pun juga dapat menetukan aksi yang lebih tepat yang diharapkan dapat menyembuhkan sebab terdalam suatu masalah. Demikian menjadi jelas, analisis sosial adalah suatu usaha nyata yang merupakan bagian penting usaha menegakkan keadilan sosial.[6]

4.    Model

          Dalam menganalisis masyarakat, pasti mempunyai kerangka berpikir atau memandang. Kreangka br]erpikir inilah yang disebut dengan model. Demikian suatu model adalah satu asumsi atau gambaran umum mengenai masyarakat. Model ini mempengaruhi bagaimana seseorang menganalisis suatu objek studi.
          Ada dua model yang sering digunakan untuk mendekati masalah sosial, diantaranya:

a.    Konsesnsus

          Menurut model konsensus, struktur sosial yang ada merupakan hasil konsensus bersama anggota masyarakat akan nilai-nilai yang ada. Menurut model ini masyarakat pada hakikatnya teratur dan stabil karena kultur yang mereka anut dan sepakati. Kultur ini berupa nilai, norma, dan tujuan yang hendak dicapai. Meskipun ada segelintir individu yang pada prakteknya berbeda dengan kultur yang disepakati, namun karena ada konsensus dan persetujuan yang kuat mengenai nilai dan norma yang ada, tata sosial akan tetap stabil.[7] Model ini melatarbelakangi 2 ideologi, yaitu:
1)   Ideologi Konservatif
         Ideologi konservatif berakar pada kapitalisme pada abad ke-19. Pasar bebas dianggap oleh ideologi ini sebagai fundamen bagi kebebasan ekonomi dan politik. Paasr bebas dianggap akan menjamin adanya desentralisasi kekuasaan politik. Kaum konservatif sangatlah menjunjung tinggi struktur sosial, adanya struktur sosial disebabkan karena perbedaan setiap individu dengan bakat yang berbeda-beda, dan hal itu dianggap sesuatu yang wajar.
         Kemiskinan menurut ideologi konservatif disebabkan oleh proletariat (orang miskin) sendiri, proletariat pada umumnya dinilai malas, bodoh, dan tidak punya motivasi untuk maju. Kaum ini menilai positif struktur sosial yang sudah ada, maka pelaku dianggap sebagai orang-orang yang gagal menyesuaikan diri dengan struktur sosial. Kaum ini mendasari mentalitas proletariat sebagai sebab dari kemiskinannya. Maka dari itu, kaum ini tidak menganggap serius masalah kemiskinan, karena menurutnya masalah ini akan terselesaikan secara natural melalui proses yang panjang.[8]
2)   Ideologi Liberal
         Liberalisme memandang manusia pertama-tama sebagai yang digerakkan oleh motivasi kepentingan ekonomi pribadi, dan liberalisme menjunjung tinggi kebebasan manusia untuk menggapai cita pribadinya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi individu-individu terhadap kesewenang-wenangan negara.
         Kaum liberal memandang kemiskinan sebagai masalah yang serius, karenanya harus dipecahkan. Menurut kaum ini kemiskinan harus diselesaikan karena semua orang berhak terbebas dari diskriminasi, dan liberal beranggapan bahwa proletariat memiliki kesempatan untuk keluar dari kemiskinan jika mendapat kesempatan berusaha yang memadai. Sehubungan dengan kultur proletariat yang dikemukakan kaum konservatif, kaum liberal punya pandangan yang lebih optimis untuk membebaskan proletariat dari kemiskinan

b.    Konflik

          Model konflik memandang struktur sosial yang ada sebagai hasil pemaksaan sekelompok kecil anggota masyarakat terhadap mayoritas warga masyarakat. Struktur sosial bukanlah hasil konsensus warga apalagi persetujuan bersama mengenai nilai dan norma.
          Dalam menyikapi kemiskinan, model ini tidak mempermasalahkan kultur proletariat, mereka juga tidak tertarik pada bagaimana proletariat dapat mengembangkan potensi dan berprestasi, namun model ini akan mempermasalahkan struktur sosial sebagai penyebab kemiskinan.
          Karena model ini lebih menyalahkan struktur sosial, dan struktur sosial ini dibuat oleh sekelompok kecil masyarakat yang memimpin sekelompok besar warga masyarakat. Maka jelaslah menurut model ini, para kelompok pemimpinlah yang bertanggungjawab atas kemiskinan. Penjelasannya adalah pemimpin disini adalah para elite yang memiliki wewenang penuh atas golongan menengah dan terbawah. Mereka menguasai sebagian besar penghasilan negara, sedangkan golongan menengah sampai terbawah diberikan sebagian kecil dari total penghasilan negara. Golongan menengah sampai terbawah diarahkan kepada pola pikir persaingan untuk mendapatkan penghasilan negara tersebut, dan para elite berhasil membuat persaingan ini dianggap hal yang baik oleh kalangan dibawahnya. Hasilnya adalah, upah mereka rendah.
          Pandangan model ini terhadap amal dan jaminan sosial yang dikeluarkan oleh kelompok elite dianggap sekedar menina-bobokkan masyarakat yang ada dibawahnya. Karena upaya seperti itu sebenarnya hanyalah untuk menekan kekacauan dan protes-protes dari bawah karena upah yang rendah.
Kesimpulannya, antra model Konsensus dan Konflik sebenarnya adalah 2 model yang tidak saling menjatuhkan atau bertolakbelakang. Model ini justru saling melengkapi dan bukan merupakan alternatif. Kita memilih model hanya untuk mencoba menerangkan masalah sosial yang ada. Dengan kata lain masalah sosialah yang menentukan pemilihan model.[9]

C.  Langkah-Langkah Dalam Analisis Sosial

1. Konversi

          Langkah pertama dalam melakukan analisis sosial ialah menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas itu. Hal ini berarti kita harus bersentuhan dengan berbagai perspektif, praduga, pendirian yang mempengaruhi soal jawab yang kita lakukan dan penilaian yan kita buat. Dan tak ada analisis sosial yang bebas nilai.
          Kita melakukan semua itu dengan mempertanyakan sendiri asas-asas. Apakah keyakinan dan dasar-dasar kita? Manakah tindakan yang mempunyai pengaruh terbesar pada berbagai masalah?. Pertanyaan tersebut akan menyingkap pendirian yang menjadi titik tolak kita dalam melakukan analsis sosial.
          Langkah pertama metodologi praktis bagi analisis sosial disebut perubahan, karena menunjukan pembalikan nilai-nilai. Langkah ini berfungsi sebagai jalan yang membuka kita pada unsur-unsur yang lebih penting daripada situasi yang sedang kita kenali dengan menempatkannya dalam konteks permasalahan dasar yang menuntun kita. Dengan dilaksanakan dalam sebuah kelompok, langkah ini juga memperjelas persamaan-persamaan dan perbedaan yang akan mempengaruhi pembahasan selanjutnya.

2. Deskripsi

          Langkah selanjutnya ialah membuat deskripsi umum dari situasi yang sedang kita coba untuk kita pahami. Misal kita sedang mempelajari:
a. permasalahan sosial (pengangguran, perumahan yang tidak memadai, dll)
b. Institusi (sekolah, paroki, perusahaan, dll)
c. Kesatuan wilayah geografis (rukun tetangga, desa, daerah, bangsa, dll)
          Kita bisa melakukan pendekatan imprisionistis dengan mengumpulkan berbagai fakta dan trend melalui brain storming dan cerita yang bersentuhan dengan pengalaman rakyat. Apa yang sedang terjadi pada situasi tersebut? Apa yang diungkapkan oleh foto situasi tersebut? Bagaimana membahas masalah yang paling mencolok?
          Atau kita bisa memilih pendekatan yang lebih sistematis. Dengan cara yang rapi kita mengumpulkan semua keterangan yang berkaitan dengan situasi tersebut. Kita dapat menggunakan sebuah kuisioner untuk menyelidiki berbagai segi realitas sosial kita. manakah kategori yang penting?. Manakah usur yang paling membantu kita untuk menjelaskan situasi tersebut?Langakah deskripsi ini adalah untuk membantu kita memasuki gambaran, bersentuhan dengan pengalaman situasi tersebut dan mulai menunjukan unsur-unsur yang lebih penting.

3. Analisis

Kita dapat melakukan analisis sosial melalui empat pertanyaan mengenai sejarah, struktur, niali-nilai dan arah situasi yang sedang kita analisis.

a. Manakah garis utama dari sejarah situasi ini?

          Kita memandang situasi dengan mata kesadaran historis dan mulai mengenali pengaruh masa lalu yang melatarbelakangi keadaan sekarang. Manakah tahap (periode) utama yang merupakan langkah situasi ini?. Pola gerak perkembangan mana yang dapat diamati?. Manakah kita dapat menamai peristiwa besar yang telah mempengaruhi perjalanan sejarah ini?.

b. Manakah struktur utama yang mempengaruhi situasi ini?

          Berbagai struktur membentuk situasi dengan bermacam-macam cara. Itulah lembaga, proses dan pola menentukan faktor dalam akibat realitas sosial. Empat cara pengaturan masyarakat dan beberapa struktur yang harus kita perhatikan.
1) Manakah struktur ekonomi pokok yang menentukan bagaimana masyarakat mengatur sumber daya?. Seperti:
- produksi, distribusi, transaksi, konsumsi
- modal, tenaga kerja, tekologi
- kebijakan pajak,suku bunga
2) Manakah struktur politik pokok yng menentukan bagaimana masyarakat mengatur kekuasaan?, seperti:
- resmi: konstitusi, partai, pengadilan, militer
- tak resmi: kelompok kecil, lobi
- prosedur pembuatan keputusan
3) Manakah struktur sosial utama yang menentukan bagaiman masyarakat mengatur hubungan?. Seperti: keluarga, marga, suku, lingkungan,pendidikan, rekreasi, media, pola bahasa.
4) Manakah struktur budaya pokok yang menentukan bagaimana mengatur makna dan nilai?. Seperti: agama, simbol, mitos, impian, kesenian, musik, gaya hidup, tradisi, cerita rakyat.



c. Manakah nilai kunci yang bekerja dalam struktur tersebut?

          Nilai sebagai cita-cita masyarakat, ideologi dan norma moral yang menuntun, anspirasi dan harapan masyarakat, titik berat sosial yang dapat diterima dan telah diterima.                                
-       Siapakah pembawa nilai dalam masyarakat: pribadi manusia, model peranan, lembaga?
-       Contoh nilai yang beragam: umur tua --masa muda, materialisme-- spiritualisme

d. Bagaiman arah masa depan situasi ini?

          Memandang masa depan sebenarnya bisa lebih menyingkapkan situasi masa kini ketimbang masa depan sendiri. Itu berarti pelaksanaan masa depan dari skenario yang sedang kita bayangkan memberi kita wawasan ke arah dinamika dari apa saja yang sebenarnya terjadi sekarang.[10]



D.  Peran Analisis Sosial Dalam Bidang Sejarah

          Ibnu Khaldun menulis sejarah dengan metode dan penalaran yang baru, dan kajian ini mendorongnya untuk membentuk sejenis filsafat sosial. Karena itu ia membuat karya yang betul-betul orisinal, yang mencatat sistem baru dalam memahami dan menjelaskan gejala-gejala sosial, dan juga dalam memahami, mengkritik dan menganalisis sejarah. Menurutnya, ilmu ini berguna untuk memisahkan kebenaran dari kebohongan dalam mencatat peristiwa.
          Pada tempat lain ibnu khaldun meringkas unsur-unsur ilmunya dari sudut pandang subjektif, yaitu kondisi-kondisi sosial yang dihadappi individu yang tergabung dalam masyarakat, dalam suasana kerajaan, kehidupan, ilmu-ilmu dan perdagangan. Ia mengungkapkan semua itu dengan kebenaran dan tidak memberikan ruang sedikit pun bagi keraguan.
          Dia membagi bidang kajiannya menjadi 6 bab besar :
1. Masyarakat secara umum, jenis dan perannya di dunia.
2. Masyarakat nomad, suku-suku dan bangsa-bangsa barbar
3. Negara-negara, khalifah, kedaulatan dan fungsi-fungsi kerajaan
4. Masyarakat beradab, negara dan kota.
5. Perdagangan, cara kehidupan dan cara-cara mendapatkan penghidupan.
6. Ilmu pengetahuan dan cara mendapatkannya.

BAB. III
PENUTUP

A. Kesimpulan

          Analisis sosial dapat didefinisikan sebagai usaha memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang sebuah situasi sosial dengan hubungan-hubungan historis dan strukturalnya. Analisis sosial tersebut berperan sebagai perangkat yang memungkinkan kita menangkap dan memehami realitas yang sedang kita hadapi.
          Analisis sosial memiliki 4 pokok kajian yaitu struktur sosial, keadilan, tujuan, dan model. Dengan model sebagai penekanan utama analisis sosial. Ada dua model analisis sosial, yaitu Konsensus dan Konflik. antra model Konsensus dan Konflik sebenarnya adalah 2 model yang tidak saling menjatuhkan atau bertolakbelakang. Model ini justru saling melengkapi dan bukan merupakan alternatif.
          Analisis sosial juga memiliki langkah-langkah, langkah pertama dalam melakukan analisis sosial ialah menyingkap dan memperjelas nilai-nilai yang mendorong kita melakukan tugas itu  (Konversi), Langkah selanjutnya ialah membuat deskripsi umum dari situasi yang sedang kita coba untuk kita pahami (Deskripsi), Kita dapat melakukan analisis sosial melalui empat pertanyaan mengenai sejarah, struktur, niali-nilai dan arah situasi yang sedang kita analisis.
          Pandangan Ibnu Khaldun terhadap Sosiologi sebagai analisis sejarah adalah karya yang sangat objektif. yang mencatat sistem baru dalam memahami dan menjelaskan gejala-gejala sosial, dan juga dalam memahami, mengkritik dan menganalisis sejarah. Menurutnya, ilmu ini berguna untuk memisahkan kebenaran dari kebohongan dalam mencatat peristiwa.


Daftar Pustaka

JB Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1992)
Machnun Husein, Biografi Ibnu Khaldun (Jakarta: Zaman, 2013)
Joe Holland Peter Henriot, Analisis sosial dan refleksi teologis (Yogyaka



[1] JB Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 13
[2] Joe Holland Peter Henriot, Analisis sosial dan refleksi teologis (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 30
[3] Ibid, hlm. 32
[4] JB Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 12
[5] Ibid, hlm. 13
[6] Ibid, hlm. 14
[7] Ibid, hlm. 15
[8] Ibid, hlm. 16-17
[9] Ibid, hlm. 15-30
[10] Joe Holland Peter Henriot, Analisis sosial dan refleksi teologis (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hlm. 130-135
[11] Machnun Husein, Biografi Ibnu Khaldun (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 129-142

0 komentar:

Post a Comment