Cover Al-Quan, jalta.nl |
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur tak hentinya kita
curahkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, karunia dan hidayahNyalah
sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai hingga waktu yang ditentukan.
Makalah ini dibuat dalam rangka menyeselesaikan
tugas kelompok pada mata kuliah “AL-QUR’AN HADIST ”. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami perlukan.
Semoga dengan adanya makalah ini,
dapat memberi manfaat bagi para pembaca khususnya.
Yogyakarta,
Maret 2017
Irfan Hamid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Al
Qur’anul Karim adalah
mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu
pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk
mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta
membimbing mereka ke jalan yang lurus.
Al-Qur’an turun ke bumi kurang lebih sudah 14 Abad
lamanya, dan sampai sekarang keaslian dari Al-Qur’an masih terjaga. Meskipun
Al-Qur’an sudah sangat lama berada di bumi, namun banyak sekali kasus-kasus
dimana umat Islam salah memahami dan menafsirkan Al-Qur’an, mungkin dikarenakan
sekarang umat Islam hidup tidak berdampingan langsung dengan Rasulullah.
Ilmu Al-Qur’an dan Hadits ada untuk membantu manusia
menafsirkan makna Al-Qur’an menjadi lebih tepat. Dan di dalam ilmu ini, banyak
cabang ilmu dan teori-teori yang berbeda dalam cara menafsirkan Al-Qur’an ,
salah satunya adalah “Munasabah”.
Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam yang
didalamnya terdiri dari ribuan ayat. Disinilah letak pentingnya munasabah.
Munasabah membantu untuk mengetahui hubungan-hubungan ayat satu dengan ayat
yang lain yang berasal dari sekian banyak ayat tersebut agar tercapai maksud
tafsir yang tepat.
Oleh karena itu dari penjelasan di atas, kami akan
mencoba menjelaskan seperti apa itu Munasabah, dan apa saja dasar dan
faktor-faktor nya agar menunjang Munasabah.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
dengan pengertian Munasabah ?
2. Bagaimana
macam macam Munasabah ?
3. Bagaimana
dasar pemikiran adanya Munasabah dalam Al-Qur’an ?
4.
Bagaimana kegunaan
mempelajari Munasabah dalam memahami Al-Qur’an
?
BAB
II
PEMBAHASAN
Secara Etimologi,
Munasabah berarti kesingkronan, musyabahah, kecocokan dan keselarasan, serta
kedekatan atau muqorrobah (mendekati), bahkan bisa bisa berarti musyakalat
(kemiripan ). Sedangkan dalam pengertian termininologinya terdapat keragaman
kalimat dalam maksud yang sama.
Berikut ini adalah
pendapat para ulama, terminolgis dari munasabah tersebut :
a.
Imam az-Zarkasy : Munasabah
adalah suatu yang
menyangkut interprestasi aqli, dan akan diterima oleh akal tersebut apabila
disampaikan berdasarkan akal pula.
b. Manna’
Al-Qattan : Munasabah adalah segi keterkaitan antar kalimat dalam satu ayat,
antar ayat dalam beberapa ayat,
dan antar surat.
c. As-Suyutthin : Munasabah
adalah hubungan yang mencakup antar ayat ataupun antar surat.
d. Ibnu
al-Arab’i : Munasabah adalah keterkaitan antara ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah olah
merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu
kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
e. Al-Biqo’i
: Munasabah adalah ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik formasi
atau tartib bagian-bagian ayat atau surat yang terdapat dalam Al-Qur’an.
f.
Moh. Quraish Shihab : Munasabah
adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur’an.
Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Munasabah adalah sebuah teori dalam
konteks penafsiran untuk menemukan sisi relevansi serta kemud’alakan yang
merupakan satu kesatuan yang utuh baik antara ayat dengan ayat yang lainnya
surat dengan surat yang lainnya dalam rangka mewujudkan keterpaduan pesan-pesan
al-Qur’annya secara integral sehingga
tidak lagi ditemukannya paradoks antar dan intermakna kalimat, ayat maupun
surat.[1]
2.2 Macam
macam Munasabah
Ditinjau dari
sifatnya Munasabah terbagi menjadi dua bagian yaitu:
Pertama, Zhairul Irtibath
artinya munasabah ini terjadi karena bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang
lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan
yang lain. Deretan beberapa ayat yang
menerangkan sesuatu materi itu terkadang ayat yang satu berupa penguat,
penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas rutuh dan tidak
terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat satu dan dua dari
surat Al-Isra’ yang menjelaskan tentang di isra’-kannya Nabi Muhammad
SAW, dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Taurat kepada Nabi Musa.
Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan tentang
diutusnya nabi dan rasul.
Kedua,
Khaffiyul
Irtibat artinya munasabah ini terjadi karena
antara bagian-bagian Al-Qur’an
tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan diantara keduanya,
bahkan tampak masing masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang
dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Hal
tersebut tampak dalam dua model, yakni hubungan yang ditandai dengan huruf ‘Athaf
dapat diteliti melalui susunan mudhodah,
istithrod, takhollush, atau tamsil, bisa kita lihat dari surat An-Nur ayat 35.
Surat ini adalah contoh athfiyyah melalui takhollush (melepaskan satu kata ke
kata yang lain, tapi korelasinya masih ada). Dalam ayat ini ada 5 Takholush yaitu:
a) An-Nur, dengan perumpamaannya di
takhollush ke ajazazah dengan
menyebut sifatnya, b) menyebut An-Nur
dan ajazazah ditakhollush dengan
menyebut asajaroh, c) dari asajaroh
ditakhollush dengan menyebut sifat zaitun,
d) sifat zaitunah ditakhollush ke
sifat an-nur, e) dari sifat an-nur ditakhollush ke nikmat Allah
berupa hidayah liman yasya’ahu.[2]
Sedangkan untuk ghairul ma’thufnya
adalah dengan mencari hubungan ma’nawiyahnya
melalui beberapa metode sebagai berikut :
a.
Metode tanzir melihat kata yang berdampingan
serupa. Seperti surat
al-anfal:
4 dan 5.
b. Metode
mudhodah (perlawanan) dapat kita
lihat dalam al-Baqarah (2): 5 dan 6.
2.3 Dasar
pemikiran adanya Munasabah dalam Al-Quran
1. Tartibut
Taufiqiy, yakni informasi dan tartib ayat dalam satu surat merupakan keputusan
Rasul berdasarkan petunjuk wahyu. Inilah yang diakui ‘ulama’ Salaf maupun khalaf. Ketauqifiyan tartib ayat ini terbukti
kuat dengan adanya beberapa hadis-hadis yang menunjukkan fadilah beberapa ayat
dari surat tertentu, baik yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim.
Disamping itu, praktik Nabi dalam kesehariannya membaca sejumlah surat secara tartibil ayah dalam sholat, pengulangan
dan pemeriksaan Jibril sekali setiap tahun pada bulan Ramadhan dan di akhir
kehidupan beliau sebanyak dua kali, serta sikap dan komentar para sahabat yang
menyikapi ayat Nasikh Manuskh, dan
qiroatnya Nabi di hadapan sahabat. Adapun tartib surat dalam pandangan Ulama
terdapat ikhtilaf sehingga terbagi menjadi dua; sebagian mengatakan taufiqi dan sebagian yang lain ijtihadi.
2.
I’jazul Qur’an, yakni al-Qur’an sebagai mu’jizat
Ammah. I’jaz yang berarti ad-Do’fu, Itsbatul-‘ajzi anil ityan, dan amrun
Khoriqun lil ‘adah. Merupakan mu’jizat Ruhiyatun Aqliyatun bagi Muhammad SAW. serta memiliki kandungan
nilai dalam satu kesatuan yang saling terkait secara utuh dan integral hingga
tidak terdapat paradoks dari segala aspek dalam konteks penguraian makna.
‘Ijazul Qur’an ini terbukti dari beberapa aspek kemukjizatan itu baik bil
balaghah, bil badi’, bil mughayyibat, bitamwi’i ‘ilmi wal hikamah fih atu bish
shirfah serta ketidak mampuan seluruh makhluk untuk membuatnya walau satu ayat.[3]
2.4 Kegunaan
mempelajari Munasabah dalam memahami Al-Qur’an
Kalaulah
asbabun nuzul memiliki influintik fi fahmi Qur’an sekaligus merupakan teori
utama dalam konteks pemahaman, maka munasabah ini juga membantu dalam
menginterpretasi dan menta’wilkan ayat dengan baik dan termat.[4]
Mengkaji munasabah
al-Qur’an dapat dianggap penting, karena akan diperoleh faedah memperoleh
pemahaman yang lebih sempurna dari teks al-Qur’an. Karena persoalan munasabah
termasuk dalam kategori ijtihad, maka kaidah-kaidahnya pun bersifat ijtihadi.
Namun secara umum mereka sepakat bahwa kaidah Ilmu Mantiq serta Ilmu Bahasa
mutlak diperlukan. Dengan demikian analisis filosofis serta analisis bahasa
menjadi penting dalam metodologi penelitian munasabah al-Qur’an. Munasabah
al-Qur’an dengan demikian dapat pula menjadi salah satu cabang Ilmu Al-Qur’an
yang penting dan strategis. Ilmu Munasabah ini sekaligus menjadi sebuah
perangkat yang melengkapi metodologi pemahaman al-Qur’an secara konprehensif.[5]
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Munasabah adalah sebuah teori dalam konteks penafsiran untuk
menemukan sisi relevansi serta kemud’alakan yang merupakan satu kesatuan yang
utuh baik antara ayat dengan ayat yang lainnya surat dengan surat yang lainnya
dalam rangka mewujudkan keterpaduan pesan-pesan al-Qur’annya secara integral sehingga tidak lagi
ditemukannya paradoks antar dan intermakna kalimat, ayat maupun surat. Dan
munasabah ini juga membantu dalam menginterprestasi dan menta’wilkan ayat
dengan baik dan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Fahreena. Tanpa Tahun.
“Munasabah Dalam Al-Qur’an”. Dalam http://www.fahreena.wordpress.com.
Di akses pada 30 Maret 2017.
Husni, Munawwir. 2016. Studi Keilmuan Al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Diniyah
Pengetahuan Islam. 2016.
“Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah”. Dalam http://www.ilmupengetahuanhukum.blogspot.co.id.
Di akses pada 5 April 2017
[1] Munawir Husni. Studi Keilmuan Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka
Diniyah. 2016. hal 115-116.
[2]Fahreena. “ Munasabah Dalam Al-Qur’an”. Dalam http://www.fahreena.wordpress.com
diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
[3]Munawwir Husni. Studi Keilmuan
Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Diniyah. 2016. hlm 116.
[5]Pengetahuan Islam. “Urgensi dan Kegunaan
Mempelajari Munasabah”. Dalam http://www.ilmupengetahuanhukum.blogspot.co.id
. Diakses pada 5 April 2017.
0 komentar:
Post a Comment