Mezquita Cordoba, Dulunya Adalah Masjid, i2.wp.com |
BAB I
Latar Belakang
Bani Umayyah adalah kekhalifaan Islam pertama setelah
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750M di jazirah Arab yang berpusat
di Damaskus, Syiria. Serta dari 756-1031M di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifaan
Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah
bin Abi sufyan.
Kekuasaan Bani Umayyah di bumi ini Cuma memang berlangsung
selama satu abad, namun kemajuan yang dicapai bisa dikatakan mengalami
peningkatan, mulai dari Bidang Sastra, Bidang Keilmuan, Bidang Ekonomi, dan
lain-lain. Kemudian wilayah kekuasaan yang dimiliki Kekhalifaan Bani Umayyah
sangat luas, kekuasaan itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,
Jazirah Arab, Irak, dan sebagian di Asia, Persia, dan Afghanistan.
Didalam makalah ini, kami akan mencoba menerangkan
bagaimana kekhalifaan Bani Umayyah di Andalusia, Spanyol mengalami kemajuan dan
apa sebab yang membuat kekhalifaan Bani Umayyah tersebut mengalami kehancuran.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Periodisasi
Kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol
2. Bagaimana
sebab-sebab yang melatar belakangi runtuhnya Kekhalifaan Bani Umayyah atau
Islam di Spanyol
3.
Bagaimana Kemajuan
yang dicapai kehalifaan Bani Umayyah saat berkuasa di Spanyol.
BAB II
Pada Periode (711-788 M) ini Spanyol dipimpin seorang
pengusa yang bergelar Amir (panglima atau gubernur) yang tidak terikat dengan
pemerintah pusat. Amir pertama adalah Abdur Rahman I. Semenjak menjabat sebagai
penguasa Spanyol. Abdur Rahman menghadapi berbagai gerakan pemberontakan
internal. Gangguan pihak luar yang terbesar adalah serbuan pasukan Papin,
seorang raja Perancis dan puteranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan
pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdur Rahman. Belum seleslai
menangani aksi pemberontakan ia keburu meninggal dunia pada tahun 172 H/788 M.
Hisyam (788-796
M)
Abdur Rahman digantikan oleh puteranya yang bernama
Hisyam I. ia merupakan penguasa yang lemah-lembut dan administrator yang
liberal. Hisyam merupakan penguasa yang adil, dan bermurah hati khususnya
terhadap rakyatnya yang lemah dan miskin. Ia senanatiasa ingin mengetahui
keluhan si miskin, dengan keluar malam masuk perkampungan Cordoba, dan dengan
mengunjungi mereka yang sedang sakit. Lalu meringangkan beban mereka dengan
membagikan sejumlah uang. Sekalipun temperamennya lemah lembut, namun
seringkali ia menunjukkan sifatnya yang tegas terhadap para perusuh dan pemberontak
yang mengancam stabilitas Negara.
Hakam (796-822 M)
Hakam memerintah 27 tahun lamanya. Ia langsung
mengaturkan sendiri segala urusan pemerintahan. Karena dia, pertama kalinya di
dalam sejarah Islam mampu membentuk yang tetap dan teratur, dibiayai oleh Negara,
menepati kedudukan sebagai pasukan tempur. Selama ini Cuma ada pasukan-pasukan
pengawal dalam jumlah kecil. Pada saat-saat genting terbentuklah
pasukan-pasukan suka rela yang merupakan tenaga inti selama ini, didalam
kekuatan tempur. Ibn al-Athir mencatat bahwa Hakam adalah penguasa Andalusia
pertama yang bijaksana sekaligus kesatria.[1]
Abdur Rahman II (822-852 M)
Abdur Rahman II mewarisi kejayan dan kemakmuran yang
diciptakan oleh pendahulunya, Hakam. Kerusuhan yang terjadi pada saat ini
antara lain ditimbulkan oleh umat Kristen di daerah pedalaman yang dikepalai
pimpiman suku Léon, juga terdapat serbuan bangsa Normandia terhadap
wilayah pantai Spanyol. Kedua kekuatan ini dapat dikalahkan. Pada masa
pemerintahan Abdur Rahman II sekama 30 tahun, perekonomian rakyat mengalami
kemajuan dan kemakmuran.
Muhammad I (853-886)
Muhammad I merupakan penguasa adil dan bijaksana. Ia
berhasil mencapai reputasi yang gemilang selama 34 tahun masa pemerintahannya.
Ia meningkatan taraf hidup masyarakatnya, dan menjalankan pemerintahan sesuai
prinsip dasar yang berlaku. Ia adalah tokoh pendidikan dan pencinta Ilmu
Pengetahuan.
Munzir (886-888 M)
Munzir merupakan
penguasa yang enerjik dan pemberani. Seandainya berusia panjang, niscaya ia
cukup mampu menegakkan perdamaian dan ketertiban Negara. Munzir memimpin
sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar bin Hafsun. Ia meninggal sebelum
berhasil mengamankan Negara dari gangguan para pemberontak.
Abdullah (888-912 M)
Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut Ibn Al-Athir,
“Pada masa ini timbul gerakan pemberontakan dan kerusuhan di segenap penjuru
wilayah Spanyol. Kondisi ini berlangsung sejak awal masa pemerintahan Abdullah
hingga berlangsung sejak awal masa pemerintahan Abdullah yang terakhir”. [2]
B. Periode Kekhalifaan Umayyah di Spanyol
Abdur Rahman III (912-961 M)
Abdur Rahman mengganti kedudukan
ayahnya pada usia 21 tahun. Penobatannya disambut dan diterima oleh segenap
kalangan. Penguasa Muslim Spanyol selama ini berkedudukan sebagai Amir atau
Sultan. Abdur Rahman merupakan orang pertama yang meng-klaim kedudukannya
sebagai khalifah dengan gelar Al-Nasir Lidinillah ( Penegak Agama Allah),
setelah ia berhasil dalam perjuangan menumpas pemberontakan Kristen suku Leon
dan Navarrih. Dengan demikian pada masa ini terdapat dua khalifah Sunni di
dunia Islam: Khalifah Abbasiyah di Baghdad, dan Khalifah Umayyah di Spanyol,
dan seorang Khalifah Syiah Fatimiyah di Afrika Utara.
Hakam II (961-976 M)
Hakam II menggantikan kedudukan
ayahnya, Abdur Rahman III. Hakam menunjukkan jati dirinya dalam gerakan
pendidikan. Dalam gerakan ini ia berhasil mengumpulkan tidak kurang dari
400.000 buku dalam Perpustakaan Negara di Cordoba. Katalog perpustakan ini
terdiri 44 jilid. Para ilmuan, filosof, dan ulama dapat secara bebas memasukinya.
Untuk meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan sejumlah sekolahan di
ibu kota. Hasilnya, seluruh rakyat Spanyol mengenal baca tulis. Sementara itu
umat Kristen Eropa, kecuali para pendeta, tetap dalam kebodohan, masyarakat
atasan sekalipun. Universitas Corodoba merupakan Universitas termasyhur di
dunia pada saat ini. Dengan meninggalnya Hakam pada tahun 976 M. masa kejayaan
dinasti Umayyah di Spanyol berakhir.
Hisyam II (976-1009 M)
Khalifah Hisyam II pada tahun 976 M.
didalam usia 10 tahun naik menjabat sebagai khalifah untuk menggantikan ayahnya
Hakkam II. Dan memrintah selama 33 tahun. Ia merupakan Emir yang ke 10 atau
khalifah yang ke 3 di dalam sejarah daulah Umayyah di Spanyol. Oleh karena
masih kanak-kanak, masa jabatan Musrasyih-lil
Amri ( Pemangku kuasa) bagi pelaksanaan pemerintahan umum dijabat oleh Emir
Mughairah ibn-Abdir Rahman, saudara khalifah Hakam II.[3]
Pada saat masa khalifah Hisyam II ini, pemerintahan Umayyah
mengalami banyak pergantian kepemimpinan. Tidak beberapa lama, Hisyam II
mendapatkan kembali sebagai pemangku kuasa. Bersamaan dengan ini Cordoba, pusat
kekhalifaan Spanyol, dilanda kekacauan Politik. Akhirnya, pada tahun 1013 M.
dewan menteri yang memerintah Cordoba menghapuskan jabatan khalifah. Pada masa
ini kekuatan Muslim Spanyol terpecah dalam banyak Negara kecil dibawah pimpian
raja-raja. Tercatat lebih tiga puluh Negara kecil yang berpusat di Sevilla,
Cordoba, Toledo, dan lain-lain.
C. Sebab runtuhnya kekhalifahan Islam di Spanyol
1. Karena Faktor Internal
Sepeninggal Hakam II, tidak ada Khalifah Bani Umayyah
yang cakap. Mereka tidak dapat mengatasi krisis politik dalam negeri yang
sedang menggejala. Pada masa Hisyam II, Hajib al-Manshur justru yang memegang
kendali pemerintahan. Sekalipun di bawah kepemimpinan sang Hajib, Negara banyak
mencapai kemajuan, namun hal ini justru merupakan awal dari melemahnya otoritas
kekhalifahan dan awal dari timbulnya permusuhan internal.[4] Ia digantikan oleh
putra-putra nya, Muzaffar, dan Abdur Rahman sebagai wazir Spanyol. Permusuhan
internal mulai menimbulkan gerakan pemberontakan di Cordoba pada masa kewaziran
Abdur Rahman yang berakhir dengan pengelepasan jabatannya. Jadi tampilnya para
khalifah yang tidak cakap dan perselisihan internal merupakan sebab kemunduran
Umayyah Spanyol.
Kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia salah
satunya yaitu dikarenakan para penguasa Islam Cukup Puas dengan menerima upeti
dan tidak melakukan Islamisasi secara sempurna, bahkan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat kebiasaan kaum Nasrani. Selain itu, loyalitas
militer Islam sebagai tentara bayaran sangat diragukan, kedisiplinan mereka
mengikuti perintah atasan disesuaikan dengan siapa yang membayar lebih tinggi,
maka perpecahan umat Islam sebagai anggota masyarakat atau sebagai penguasa
tidak dapat dihindarkan.
2. Karena Faktor Eksternal
Pada tahun 1212 M, kaum Nasrani mengadakan serangan
besar-besaran ke Spanyol dengan mengatasnamakan perang suci di Eropa. Mereka
dapat menghimpun bantuan sukarelawan persekutuan yang terdiri dari orang-orang
Perancis, Jerman, Inggris, dan Itali. Saat itu pasukan nasrani dipimpin oleh
Alfonso VIII, Raja Castile. Dalam peperangan tersebut tentara al-Muawahhidun
mengalami kekalahan besar bahkan menyebabkan berakhirnya kekuasaan dan
al-Muwahhidun di Spanyol. Oleh karena itu, satu persatu kekuasaan Islam di Spanyol
jatuh ke tangan Nasrani, sehingga selama 1238-1260 M. mereka dapat menguasai
Valencia, Cordova, Murica, dan Sevilla.
Kemudian dikarenakan adanya beberapa daerah yang belum
dikuasai sepenuhnya sewaktu ekspansi Islam seperti di daerah Galicia. Austria
bahkan mengadakan hubungan damai dengan mengakui kekuasaan Bani Umayyah.
Akhrinya, daerah tersebut kemudian dijadikan benteng pertahanan, pelatihan, dan
sekolah siasat yang dipersiapkan untuk perlawanan di kemudian hari, dan dari
benteng tersebut dikomando upaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan
umat Islam, bahkan sering menyerang saat ada kesempatan.
3. Faktor Geografis
Pengaruh
geografis Andalusia yang terpisah oleh pegunungan dan sungai-sungai dengan
masyarakatnya yang heterogen, tidak memungkinkan sistem pemerintahan
sentralisasi yang dibangun oleh Abdurrahman II, maka, digantiah dengan sistem
disentraisasi, tetapi ternyata menimbulkan disintegrasi politik. Tiga orang
Iamir, Muhammad ibn Abdurrahman,
al-Mundzir, dan Abdulllah tidak mampu membendung timbunya kerajaan-kerajaan
kecil. Di antara kerajaan-kerajaan kecil tersebut adalah kerajaan Bani Hujjaj
di Sevilla dari suku Arab Yamani, Kerajaan Zu al Nun di Toledo (kemudian hari
saat masa kemunduran Bani Umayyah), suku Berber, selatan Portugal dan orang-orang
Spanyol turunan menguasai wilayah Algarave. Penduduk dataran tinggi Elvira di
Granada dan penduduk Murcia, serta Kristen di Toledo melepaskan diri dari Amir
Abdullah dan beberapa provinsi lainnya dalam wilayah Andalusia menyatakan
kemerdekaannya dan tidak lagi mengirim hasil pendapatan daerahnya kepada
pemerintah pusat. Amir Abdullah sampai akhir masanya tidak mampu sama sekali
menghadapi dan mengatasi krisis yang menimpa Andalusia pada masanya hingga ia
meninggal pada 912 M.[5]
D. Kemajuan Peradaban Bani Umayyah di Spanyol
Kekhalifahan Bani Umayyah terutama di Spanyol telah
membuka lembaran baru sejarah intelektual Islam, bahkan sejarah intelektual
dunia. Mereka bukan hanya penyulut pelita kebudayaan dan peradaban maju,
melainkan juga sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang
telah berkembang pada zaman kuno. Spanyol pada masa pemerintahan Arab muslim
menjadi pusat peradaban yang tertinggi. Ilmuan dan pelajar dari berbagai
penjuru dunia berbondong-bondong belajar ke Spanyol. Kota-kota di Spanyol
seperti Granada, Cordoba, Sevilla, dan Toledo merupakan tanah air bagi para
ilmuan, pujangga tersohor dan juga menjadi pusat prajurit yang ulung. Mereka
orang-orang cakap Spanyol menjadi model dalam berbagai bidang.
1. Sumbangan Keilmuan
Kalangan
Muslim Spanyol telah menorehkan catatan yang paling mengagumkan dalam sejarah
intelektual pada abad pertengahan di Eropa. Antara pertengahan abad ke-8 dan
ke-13 seperti yang telah kita bahas sebelumnya, orang-orang yang berbicara
dengan bahasa Arab adalah para pembawa obor kebudayaan dan peradaban penting
yang menyeruak menembus seluruh pelosok dunia. Selain itu, mereka juga
merupakan perantara yang menghubungkan ilmu dan filsafat Yunani klasik sehingga
khazanah kuno itu ditemukan kembali. Tak hanya menjadi mediator, mereka juga
memberikan beberapa penambahan dan proses transmisi sedemikian rupa sehingga
memungkinkan lahirnya pencerahan di Eropa Barat. Dalam semua proses tersebut,
bangsa Arab-Spanyol mempunyai andil yang sangat besar.
2. Pendidikan dan Intelektual
Seperti
di seluruh tanah-tanah muslim lainnya, pendidkan dasar meliputi kemampuan baca
tulis Al-Qur’an, serta tata bahasa dan puisi Arab. Pendidikan yang lebih tinggi
difokuskan pada tafsir Al-Qur’an, teologi, filsafat, tata bahasa Arab, puisi,
sejarah, dan geografi. Beberapa kota penting di Spanyol mempunyai universitas,
diantaranya terdapat di Cordoba, Sevilla, Malaga, dan Granada. Universitas
disana juga memiliki jurusan-jurasan dari ilmu eksakta, seperti Astronomi,
Matematika, dan Kedokteran.
Bidang
filologi Arab, teologi, historiografi, geografi, astronomi, dan ilmu-ilmu
terapan lainnya di Spanyol mengalami perkembangan yang agak lamban dibandingkan
dengan kerabat seagama mereka di Suriah dan Irak. Hal itu terjadi karena umat
Islam di sana kurang mempelajari keadaan dan perkembangan penduduk asli. Bahkan
setelah kebangkitan mereka, ilmu pengetahuan orang Spanyol tertinggal di
belakang kekhalifahan Timur. Mungkin hanya dalam pengetahuan tertentu, seperti
ilmu tumbuhan, pengobatan, filsafat, astronomi, dan matematika muslim di Barat
mampu memberikan kontribusi terbesar mereka.
Khusus
bidang astronomi, Di Spanyol mencapai puncaknya setelah pertengahan abad ke-10,
dan berkembang pesat dengan bantuan khusus dari penguasa Cordoba, Sevilla, dan
Toledo. Kebanyakan ahli astronomi Spanyol mempercayai pengaruh bintang sebagai
sebab terjadinya berbagai peristiwa penting antara kelahiran dan kematian
manusia di dunia ini. Studi tentang pengaruh bintang-bintang ini, yaitu
astrologi, membantu manusia untuk menentukan lokasi berbagai tempat di seluruh
dunia, garis lintang, dan garis bujurnya. Dengan demikian, astrologi memberikan
sumbangan besar pada kajian astronomi. Akhirnya, melalui Spanyol, dunia Latin
Barat menemukan inspirasi orientalnya dalam bidang astronomi dan astrologi.
Karya utama muslim dalam bidang astronomu diterjemahkan dari bahasa Spanyol ke
dalam bahasa Latin, dan skema astronomi Alfonso yang disusun dibawah perintah
Alfonso X pada abad ke-13 hanyalah pengembangan dari astronomi Arab.
Di
bidang Matematika, salah satu istilah yang paling menarik yang disadur dari
bahasa Arab adalah kata “chipper” atau “zero”. Sementara orang Arab,
sebagaimana telah kita pelajari, tidak menemukan konsep chipper, mereka tetap
memperkenalkan konsep itu dalam bilangan Arab ke Eropa, dan mengajari orang
Barat tentang pemakian konsep yang sangat beguna ini, sehingga mempermudah
penggunaan aritmatika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sistem perhitungan,
bilangan nol merupakan kebutuhan yang niscaya. Jika dalam jajaran suatu unit,
misalnya satu bilangan sepuluh, atau nilai bilangan sepuluh tidak dihadirkan,
maka “lingkaran-lingkaran kecil ini” digunakan “untuk menggenapkan jajaran”.
Tanpa angka nol kita harus menyusun angka dalam sebuah table dengan kolom-kolom
berisi satuan-satuan angka, puluhan, ratusan, dst., pendeknya, kita harus
menggunakan abacus.
Kemudian
di bidang ilmu pengetahuan alam, terutama ilmu botani murni dan terapan,
layaknya dalam bidang astronomi dan matematika, orang muslim Barat memperkaya
dunia dengan penelitian-penelitian mereka. Mereka melakukan berbagai penelitian
yang akurat tentang perbedaan jenis kelamin berbagai tanaman. Mereka
mengkalsifikasi tanaman ke dalam beberapa bagian, tanaman yang tumbuh dari
potongan, tanaman yang tumbuh dari biji, dan tanaman yang tumbuh begitu saja.
3. Filsafat dan Tasawuf
Puncak pencapaian intelektual muslim Spanyol terjadi
dalam arena pemikian filsafat. Dalam bidang ini, mereka membentuk mata terakhir
dan paling kuat dalam mata rantai yang menghubungkan filsafat Yunani, yang
telah diubah oleh mereka dan oleh kerabat mereka di Timur, dengan dunia
pemikiran Latin Barat. Kontribusi mereka semakin besar, terutama melalui upaya
mereka mendamaikan iman dengan akal, dan agama dengan ilmu pengetahuan. Bagi
para pemikir muslim, Aristoteles dianggap benar, Plato juga benar, Al-Qur’an
juga benar, tapi kebenaran harus hanya satu. Karenanya, dibutuhkan pengembangan
metodologis untuk menyelaraskan ketiganya, dan tugas mereka menjadi semakin
sulit karena munculnya sejumlah dogma dan misteri-misteri baru dalam kajian
teologi Kristen. Sebagaimana telah diungkap di muka, filsafat dikembangkan oleh
orang Yunani, dan agama monoteistik yang dikembangkan oleh nabi-nabi Ibrani,
merupakan warisan paling kaya yang berasal dari kebudayaan barat dan Timur
kuno. Berkat para pemikir muslim Baghdad dan Spanyol Abad Pertengahan, dua arus
pemikiran itu bisa dipadukan dan dibawa dalam harmoni menuju Eropa. Mereka
memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan perdaban, khususnya
jika kita melihat akibat yang ditimbulkannya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, filsafat, dan teologi di masa-masa berikutnya.
Limpahan arus intelektual itu menumbuhkan gagasan dan
pemikiran baru di Eropa Barat, terutama pemikiran filsfat, dan menjadi titik
awal berakhirnya “Zaman Kegelapan”, serta menyingsingnya fajar skolastik.
Dikobarkan oleh persentuhan dengan pemikiran orang Arab, dan dipacu oleh
khazanah pengetahuan Yunani Kuno, ketertarikan bangsa Eropa dalam pengetahuan
dan filsafat memimpin mereka menuju kemandirian, dan dengan cepat mengembangkan
kehidupan intelektual mereka sendiri, yang hasilnya bisa kita nikmati hingga
saat ini.[6]
Daftar Pustaka
Ali, K. 1996. Sejarah
Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern).
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hitti, Philip K. 2006. History of the Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Sou’yb, Joesoef. 1977. Sejarah Daulat Umayyah II di Cordova. Jakarta: Bulan Bintang.
[1] K. Ali. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya
Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 304.
[2] K. Ali. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya
Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern).
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm 306.
[4]K. Ali. Sejarah
Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh Pramodern). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.1996. hlm
317.
[5]M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher. 2007. hlm 245.
[6]Philip K. Hitti. History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semeta. 2002. hlm 739.000000
0 komentar:
Post a Comment