LGBT, americamagazine.org |
Di dalam kajian
ini pengertian homoseksual merupakan suatu orientasi seksual seseorang dengan
pilihan partner seksual dari jenis kelamin yang sama atau sejenis.
Secara etimologi
kata “liwath” berarti cinta dan melekat, sedangkan secara terminology berarti,
melakukan tradisi kaum luth (homoseks), ini merupakan salah satu kelainan
seksual.(Mu’jamul Washith 2/846).
Adapun secara
istilah Fiqih ,liwath adalah penetrasi dengan menggunakan penis pada anus, baik
anus laki-laki maupun anus perempuan. (Nihayatul Muhtaj 7/403).
Kalau kita
telusuri secara linguistik, sebenarnya tidak ada perbedaan fungsi kata antara
homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya di namakan al liwath.
Pelakunya di namakan al luthiy (homoseks). Dalam bahasa Indonesia juga tidak
ada perbedaan antara liwath dan sihaq, sebab pengertian homoseks menurut Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional adalah “orang yang memiliki rasa birahi
terhadap orang dari jenis kelamin yang sama.” (Kamus Besar Bahasa Indonesia hal
528). Sehingga homoseks meliputi liwath dan sihaq. Adapun pelakunya, maka ada
perbedaan penyebutan, homoseks dari jenis laki-laki disebut gay, sedangkan dari
jenis perempuan disebut lesbian.
Namun Imam
Al-Mawardi Asy-Syafi’I membedakannya. Beliau menyebut homoseksual dengan liwath
dan lesbian dengan “sihaq” atau “musaahaqah”. (lihat : al hawi al kabir karya
al mawardi : juz :13 hal : 474-475) Dan inilah pendapat yang benar, sebab,
homoseks dan lesbian memiliki hukumaan yang berbeda.
Ayat Al-Quran dan
Hadits tentang Liwath (Homoseksual)
Allah berfirman:
وَلُوطًا
إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ
مِنَ الْعَالَمِينَ. إِنَّكُمْ
لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ
مُسْرِفُونَ
“Dan Kami mengutus
Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”
Sesungguhnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada
wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ” [Al A'raaf 81-82]
Ibnu Katsir
berkata : perbuatan kaum luth pada ayat diatas adalah perbuatan yang tidak
pernah terjadi dalam sejarah kemanusiaan, dan tidak pernah terbayangkan ada
perbuatan seperti itu, sampai akhirnya kaum luth yang melakukannya. Al-Walid
Bin Abdul Malik Bin Marwan berkata : kalau seandainya Allah tidak memberikan
informasi kepada kita tentang sejarah kaum luth, maka bias dipastikan kita tidak
pernah tahu bahwa ternyata ada laki-laki yang berhubungan seksual dengan sesame
laki-laki. Oleh sebab itulah luth berkata : “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita”. Maksudnya : mengapakah kalian meninggalkan kaum
wanita yang telah diciptakan oleh Allah untuk laki-laki? Ini adalah perbuatan
yang melampaui batas dan merupakan kebentuk ketololan, sebab kalian telah
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. akhirnya luth berkata kepada mereka, "Inilah putri-putri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka),
jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (Al-Hijr : 71), nabi luth
memberikan saran kepada mereka agar menikah dengan kaum wanita yang hidup di
negeri mereka, namun mereka justru menolak dan merasa tidak tertarik kepada
lawan jenis, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kamu telah tahu sendiri
bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu, dan sesungguhnya
kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." (Hud : 79),
maksunya adalah engkau sudah tahu sendiri bahwa kami tidak memiliki nafsu dan
birahi terhadap lawan jenis, dan engaku juga tahu apa yang kami ingin lakukan
dengan para tamu yang dating kerumahmu (para malaikat-yang menyamar menjadi
manusia-yang memiliki paras yang tampan dan bersih), para ulama tafsir
mengatakan bahwa pada zaman Luth kaum lelaki tidak melakukan hubungan seksual
kecuali dengan kaum laki-laki, begitu juga kaum wanita, mereka juga melakukan
homoseks. (Tafsir Al-Quran Al-Azhim 3/320)
Hadits riwayat Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ
بِهِ
“Siapa saja
yang engkau dapati mengerjakan perbuatan kaum luth (homoseksual)maka bunuhlah
kedua pelakunya . (ditakhrij oleh Abu Dawud 4/158 , Ibn Majah 2/856 , At
Turmuzi 4/57 dan Darru Quthni 3/124).
Al-Baihaqi
meriwayatkan secara mursal bahwa abu bakar pernah mengumpulkan masyarakat untuk
menghukum seorang laki-laki yang menjadi obyek homoseksual, lalu beliau
bertanya kepada para sahabat tentang hukuman atas pelaku tindakan nista ini,
sahabat yang paling keras dalam memberikan jawaban pada waktu itu adalah Ali
Bin Abi Thalib, dia berkata: perbuatan ini adalah perbuatan dosa yang tidak
pernah dilakukan oleh umat manusia kecuali umat Nabi luth yang diadzab saja,
menurut saya sebaiknya pelakunya dibakar,lalu para sahabatpun berkumpul dan
membakarnya.(Bustanul Akhbar Syarh Muntaqa Al-Akhbar 2/131)
Hadits Jabir radhiyallahu anhu:
إن
أخوف ما أخاف على أمتي عمل قوم لوط
“Sesungguhnya
yang paling aku takutkan akan (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth [HR
Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim
berkata, Hadits shahih isnad]
Al-Manawi berkata
: Rasulullah memberitahukan kepada umatnya bahwa kaum luth adalah manusia yang
pertamakali melakukan praktik homoseksual dan perbuatan tersebut adalah perbuatan
yang paling bejat dibandingkan perbuatan maksiat lainnya.(At-Taysir Bi Syarhi
Al-Jami’ As-Shaghir 1/625), beliau sangat kahwatir jika umatnya sampai
melakukan perbuatan nista kaum luth.(Tuhfatul Ahwadzi 5/19, Mirqatul Mafatih
Syarh Al-Misykat 11/199).
Hadits Ibnu Abbas :
لعن
الله من عمل عمل قوم لوط لعن الله من عمل عمل قوم لوط لعن الله من عمل عمل قوم لوط
“Allah melaknat
siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak
tiga kali) [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337]
Ibnu Abdil Barr
berkata: kami tidak pernah menjumpai satu haditspun yang berisi laknat bagi
pelaku zina, justru yang kami jumpai adalah perintah untuk menutupi aib pelaku
perzinaan, namun dalam kasus homoseksual Rasulullah justru melaknat pelakunya.(Al-Istidzkar
7/496), As-Sa’ati Al-Hanafi memasukan perbuatan nista ini dalam bab
“larangan-larangan syariat terhadap pebuatan manusia yang merupakan perbuatan
binatang buas”. (Fath Ar-Rabbani 1/91)
Berangkat dari
dalil-dalil diatas maka jelas sekali bahwa homoseksual adalah perbuatan haram,
bahkan termasuk kelainan seksual yang menjijikkan. Ibnu Qudamah Al Maqdisi
menyebutkan bahwa penetapan hukum haramnya praktik homoseksual adalah Ijma
ulama, berdasarkan nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits. (al mughni juz :10 hal :
155]. Selain Ibnu Qudamah banyak sekali yang berpendapat demikian, diantaranya
adalah Al-Imam Al-Mawardi, beliau berkata: “Penetapan hukum haramnya praktik
homoseksual menjadi Ijma’ dan itu diperkuat oleh Nash-nash Al-Quran dan
Al-Hadits. [Kitab Al hawi al kabir, juz :13 hal : 475)
Hukuman Bagi Orang
yang Melakukan Liwath (Homoseksual)
Mengenai keharaman
perbuatan nista ini, tidak ada satu ulamapun yang berbeda pendapat (Shahih
Fiqih Sunnah 4/46), semua sepakat bahwa homoseksual adalah perbuatan haram dan
termasuk dosa besar, bahkan Adz-Dzahabi memposisikannya sebagai dosa terbesar
ke sebelas dalam jajaran dosa besar. Namun yang menjadi lahan perbedaan adalah
mengenai hukuman bagi pelaku homoseksual, apakah dia dibunuh secara muthlaq,
ataukah dihukum sebagaimana pelaku perzinaan? Berikut ini kami kutipkan
pendapat para ulama fiqih terkait hukuman bagi pelaku homoseksual.
v
Madzhab Hanafi
Imam Abu Hanifah
(pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik homoseksual tidak dikategorikan
zina dengan alasan: Pertama: karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan
antara keduanya. unsur menyia-nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab tidak
didapatkan dalam praktik homoseksual. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang
diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini,
Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual adalah
ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah).namun jika hal tersebut
dilakukan berulang-ulang maka pelakunya dihukum mati (al hidayah syarhul
bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11 hal : 445-449 , Hasyiah Ibnu Abidin
3/155 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81)
Menurut Muhammad
Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik
homoseksual dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan
antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua,
tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur). Ketiga, tidak
diperbolehkan dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menya-nyiakan) air mani.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf
berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku homoseksual sama seperti hukuman yang
dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka
dihukum rajam, kalau gair muhshan, maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama
satu tahun. [dalam al hidayah syarhul bidayah 7/194-196, fathul qadir juz : 11
hal : 445-449 dan al mabsuth juz :11 hal : 78-81]
Madzhab Maliki
Menurut Imam Malik
praktek homoseksual dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk
pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan atau gair muhshan. Ia
sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi. (minahul jalil, juz : 19
hal : 422-423), menurut madzhab maliki perbuatan homoseks jauh lebih besar
dosanya bila dibandingkan dengan zina .(Ahkamul Quran li Ibni Al-Arabi 2/786)
Syaikh Shalih Abdu
As-Sami’ Al-Abi Al-Azhari berkata : laki-laki baligh yang mengerjakan homoseks
secara suka sama suka, maka keduanya dihukum rajam baik muhshan maupun tidak,
sama saja antara orang merdeka, budak maupun orang kafir, yang dimaksud dengan
homoseks adalah menyetubuhi laki-laki pada anusnya. Baik obyeknya budak milik
sendiri maupun tidak, adapun jika obyeknya adalah wanita maka pelakunya tidak
dirajam. (Ats-Tsamr Ad-Dani Syarh Risalah Ibni Abi Zaid Al-Qairuwani 2/96 juga
dalam Al-Fawakih Ad-Dawani ala Risalah Ibni Abi Zaid Al-Qairuwani 7/191)
Madzhab Syafi’i
Menurut Imam
Syafi’i, praktik homoseksual tidak dikategorikan zina, tetapi terdapat
kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan seksual terlarang dalam
Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan, maka dihukum rajam.
Kalau gair muhshan, maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu
tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi
Rabah, An Nakha’i, Al Hasan dan Qatadah. (al majmu' juz : 20 hal : 22-24 dan al
hawi al kabir, juz : 13 hal : 474-477)
Musthafa Al-Bugha
berkata : yang dimaksud dengan liwath adalah melakukan penetrasi pada anus,
baik anus laki-laki maupun perempuan, adapun hukumannya, maka seperti
perzinaan. (Al-Fiqh Al-Manhaji Ala madzhab Imam Asy-Syafii 8/51) Al-Hishni
berkata : hukuman bagi orang yang bersetubuh dengan binatang atau sesame
laki-laki adalah seperti hukuman zina.(Kifayatul Akhyar 476) dan sama saja
apakah yang menjadi obyek adalah budaknya ataupun yang lainyya, sebab anus
adalah haram untuk disetubuhi pada semua kondisi.
Madzhab Hambali
Menurut Madzhab
Hambali, praktik homoseksual dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang
dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai dua riwayat: Pertama, dihukum sama
seperti pezina, kalau pelakunya muhshan maka dihukum rajam. kalau pelakunya
gair muhshan, maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.
(pendapat inilah yang paling kuat). Kedua, dibunuh dengan dirajam, baik dia itu
muhshan atau gair muhshan. (al furu', juz :11 hal : 145-147, al mughni juz : 10
hal : 155-157 dan al inshaf juz : 10 hal : 178)
Madzhab Zhahiri
Menurut ibnu hazm,
pelaku perbuatan nista ini tidak dikenai hukuman had dan juga tidak dibunuh,
namun hanya di ta’zir.(Al-Muhalla 11/382)
Pendapat yang Dipilih
Pendapat yang
dipilih dalam masalah ini adalah pendapat Madzhab Maliki, yaitu pelakunya
dibunuh secara muthlaq, selain Malikiyah, banya juga ulama lainnya yang
sependapat dengan mereka, seperti; ishaq, Ahmad –menurut riwayat yang paling
shahih-, Syafii, kedua sahabat Abu Hanifah, Abu Bakr As-Sidiq, Ali Bin Abi
Thalib, Khalid Bin Walid, Abdullah Bin Zubair, Ibnu Abbas dan Ulama-ulama salaf
lainnya, dalil yang mereka jadikan pegangan adalah sebagai berikut:
1.
Hadits ibnu Abbas,
مَنْ
وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ
وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Siapa saja yang engkau dapati mengerjakan perbuatan kaum luth
(homoseksual)maka bunuhlah kedua pelakunya . (ditakhrij oleh Abu Dawud 4/158 ,
Ibn Majah 2/856 , At Turmuzi 4/57 , Darru Quthni 3/124,dan Ahmad 1/300, hadits
ini dinyatakan shahih oeh Al-Albani dalam Al-Irwa’ hadits no 2350 ), pada
hadits ini tidak ada perbedaan antara muhshan dan ghairu muhshan, sehingga
hukuman bunuh berlaku secara muthlak.
2. Ijma’
para sahabat, mereka semua sepakat bahwa pelaku liwath harus dibunuh, namun
yang mereka perselisihkan adalah tentang mekanisme pembunuhannya.
3.
Pendapat ini sesuai dengan kaidah dalam syariat islam “semakin berat nilai
suatu perbuatan haram, maka hukumannya juga semakin keras”, sebab, analsex jauh
lebih haram dibandingkan hubungan seksual secara normal, meskipun dengan orang
yang belum halal bagi pelakunya.
Menurut Imam ash
Shan’ani didalam kitabnya “Subul As-Salam” bahwa terdapat beberapa pendapat
tentang mekanisme eksekusi para pelaku liwath tersebut :
1.
Mereka dihukum dengan had (hukum) zina (rajam).
2.
Dibunuh.
3.
Dibakar dengan api.
4. Dilempar dari bangunan tertinggi di negeri itu dengan poisisi terbalik lalu
diiringi dengan lemparan batu-batu. (Subulus Salam 6/20)
Tetapi pendapat
yang paling rajih menurut jumhur adalah pendapat pertama. (Shahih Fiqih Sunnah
4/49)
Lesbian
Lesbian (sihaq),
dalam islam memiliki hokum yang berbeda dengan homoseksual, sebab dalam kasus
lesbian, tidak terdapat penetrasi sedikitpun. Menurut Ibnu Manzhur, lesbian
adalah hubungan seksual antara perempuan dengan perempuan, sebagaimana hubungan
seksual antara laki-laki dan perempuan. (Lisan Al-Arab pada kata sa-ha-qa, juga
bias dibuka dalam Kasysyaful Qina’ 1/143 dan Az-Zawajir An Iqtirafil Kabair
2/119). Adapun hukum pelaku lesbian, maka para ulama sepakat, bahwa pelakunya
dita’zir sesuai kebijakan imam, sebab lesbian berbeda dengan liwath dan perzinaan.(Fathul
Qadir 5/42, Raudhatut Thalibin 10/91 dan Kasyaful Qina’ 6/95)[1]
Baca Juga: Pengertian Munasabah dan Macam-macamnya
[1] Isa Abdullah al-Bojonegory, “Homoseksual dan Lesbian dalam Tinjauan
Hukum Islam” dalam http://coretantintaqu.blogspot.co.id/2012/01/homoseksual-dan-lesbian-dalam-tinjauan.html
diakses tanggal 17 Desember 2015.
0 komentar:
Post a Comment