Islam Politik dan Demokrasi di Indonesia, arqiekapradana |
Gerakan politik Islam di Indonesia senantiasa menarik untuk
dianalisis baik oleh ilmuwan politik dalam negeri maupun Asing. Intelektual
politik Indonesia antara lain Nazaruddin Sjamsuddin, Syafi’i Maarif, Deliar
Noor. Selain itu dari peneliti politik Asing antara lain yang dilakukan Herbert
Feith, Geertz, J. Benda, Karl Jacson, William liddle, dan Hiroko Horikosi.
Ketertarikan ilmuwan politik tersebut senantiasa berawal dari beberapa asumsi
antara lain: pertama, Islam politik Indonesia berbeda pola gerakannya dengan
Islam di berbagai Negara Islam. Islam politik Indonesia lebih menerima
demokrasi tetapi kental dengan budaya lokal. Kedua, Islam sebagai agama yang
dianut mayoritas masyarakat, sehingga memiliki power politik yang cukup besar.
Dan Ketiga, Islam politik memiliki serentetan sejarah perjuangan dan
perlawanan.
Secara makro eksistensi Islam politik dalam pembangunan politik
bangsa tidak dapat dikesampingkan sebagaimana dikatakan peneliti senior LIPI,
Taufik Abdullah bahwa peranan Islam dalam sejarah masyarakat-masyarakat di
Indonesia sejak abad ke-15-terutama sejak abad ke-17 dan seterusnya –sangat
besar. Islam merupakan kekuatan historis yang cukup besar dalam dinamika
sejarah. Peneliti dan sejarawan lain Onghokhan menambahkan, “Sejak penyebaran
agama Islam di Indonesia, agama memainkan peranan penting. Bahkan pada abad
ke-20, Islam tetap tampil sebagai ideologi walaupun sudah bercampur dengan
ideologi-ideologi lain seperti nasionalisme sekuler, komunisme dan sosialisme.
Apabila dianalisis awal masuk Islam dan Islam yang berkembang di
masyarakat Indonesia lebih bernuansakan Islam Fiqih atau Tasawuf. Masyarakat
lebih banyak membicarakan dan mempertentangkan masalah Fiqih ketimbang politik.
Sehingga organisasi-organisasi Islam pada awalnya lebih mengedepankan pemurnian
agama atau puritanisme. Seperti yang dilakukan Muhammadiyah, Persis, NU dan
kelompok tarekat atau tasawuf. Puritanisme inilah yang menjadi khas satu
organisasi Islam. Aliran Tasawuf kebanyakan dibawa oleh para wali terutama wali
songo sekitar abad 15-an dan Fiqih banyak dibawa oleh kaum pembaharu yang lebih
mengemuka sekitar awal abad 20-an.
Oleh karena itu, Umat Islam Indonesia lebih mudah menerima
Demokrasi, karena demokrasi tidak berkaitan dan tidak bertentangan dengan
aturan-aturan Fiqih dan tasawuf. Fenomena tersebut berbeda dengan kondisi
Negara-negara Islam terutama di Timur Tengah. Negara-negara tersebut agak sulit
menerima Demokrasi, mungkin disebabkan beberapa faktor antara lain: pertama,
Demokrasi adalah faham Barat, dimana negara-negara Barat dianggap sebagai biang
keladi kehancuran Khilafah Islamiyah di Turki sekitar tahun 1923, sehingga
sampai sekarang masih banyak gerakan politik Islam yang ingin mengembalikan
Khilafah Islamiyah seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Kedua, ada
gesekan peradaban dimana negara-negara Islam semasa berdiri Khilafah Islamiyah
pernah berjaya, sehingga ilmuwan politik Amerika yakni Samuel Huntington
mengeluarkan tesis perlu adanya dialog peradaban dan yang dimaksud adalah
peradaban Timur dan Barat (Islam vs Barat). Ketiga, belum selesainya masalah
Palestina dan Israel. Gerakan Palestina melahirkan solidaritas negara-negara
Islam Timur Tengah, sedangkan Israel melahirkan solidaritas negara-negara
Barat.
Baca Juga: Alasan Mengapa HTI Tidak Cocok di Indonesia
Perbedaan yang sekaligus menjadi keunikan Islam Indonesia inilah
yang senantiasa merangsang untuk diteliti dan dianalisis oleh para ilmuwan
politik. Bahkan dengan munculnya gagasan Demokrasi bagi umat Islam Indonesia
terjadi konsolidasi umat dengan terbentuknya Masyumi di awal kemenerdekaan RI
yang pernah berjaya dan berkuasa dengan tokoh militannya Mohammad Natsir yang
pada tahun 2008 dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden SBY. Masyumi
sampai sekarang menjadi impian bagi setiap Partai politik Islam. Bahkan pasca
jatuhnya rejim Orde Baru tidak sedikit Partai Islam Masyumi mengatasnamakan
penjelmaan Masyumi.[1]
[1] Fauzan Ali Rasyid, “Islam Politik dan Demokrasi di Indonesia”, dalam http://www.kompasiana.com/fauzan.ali/islam-politik-dan-demokrasi-di-indonesia_550d736d813311502cb1e3a9,
diakses tanggal 2 Desember 2015.
0 komentar:
Post a Comment